Selasa, 28 Februari 2012

ASSALAYANA SUTTA

[147] 1. DEMIKIAN YANG SAYA DENGAR. Pada suatu ketika Yang Terberkahi sedang berdiam di Savatthi di Hutan Jeta, Taman Anathapindika.
2. Pada waktu itu lima ratus brahmana dari berbagai provisi sedang berdiam di Savatthi untuk suatu urusan. Kemudian para brahmana itu berpikir: “Petapa Gotama ini menjelaskan pemurnian untuk empat kasta seluruhnya.869 Siapakah yang dapat berdebat dengan petapa Gotama tentang pernyataan yang tegas ini?”
3. Pada kesempatan itu seorang siswa brahmana bernama assalayana sedang berdiam di Savatthi. Muda, gundul, berusia enambelas tahun, dia adalah pakar Tiga Veda dengan kosakatanya, liturgy, fonologi, dan etimologi, serta sejarahnya sebagai yang kelima; ahli dalam filologi dan tata bahasa, dia sangat ahli mengenal filosofi alam dan tanda-tanda Manusia Besar. Maka para Brahmana itu berpikir: “Ada siswa Brahmana muda bernama Assalayana yang berdiam di Savatthi. Muda … ahli mengenai filosofi alam dan tanda-tanda Manusia Besar. Dia akan dapat berdebat dengan petapa Gotama tentang pernyataan yang tegas ini.”
4. Maka para brahmana itu menemui siswa brahmana Assalayana dan berkata kepadanya: “Tuan Assalayana, petapa Gotama ini menjelaskan pemurnian untuk empat kasta seluruhnya. Biarlah Tuan Assalayana datang dan berdebat dengan petapa Gotama tentang pernyataan yang tegas  ini.”
Ketika hal ini disampaikan, siswa brahmana Assalyana menjawab: “Tuan-tuan, petapa Gotama berbicara Dhamma. Mereka yang berbicara Dhamma sulit untuk didebat. Saya tidak dapat berdebat dengan petapa Gotama tentang pernyataan yang tegas ini.”
Untuk kedua kalinya para brahmana itu berkata kepadanya: “Tuan Assalayana, petapa Gotama ini menjelaskan pemurnian untuk empat kasta seluruhnya. Biarlah Tuan Assalayana datang [148] dan berdebat dengan petapa Gotama tentang pernyataan yang tegas ini. Toh latihan bagi seorang kelana telah diselesaikan oleh Tuan assalayana.”870
Untuk kedua kalinya siswa brahmana Assalyana menjawab: “Tuan-tuan, petapa Gotama berbicara Dhamma. Mereka yang berbicara Dhamma sulit untuk didebat. Saya tidak dapat berdebat dengan petapa Gotama tentang pernyataan yang tegas ini.”
Untuk ketiga kalinya para brahmana itu berkata kepadanya: “Tuan Assalayana, petapa Gotama ini menjelaskan pemurnian untuk empat kasta seluruhnya. Biarlah Tuan Assalayana datang dan berdebat dengan petapa Gotama tentang pernyataan yang tegas ini. Toh latihan bagi seorang kelana telah diselesaikan oleh Tuan Assalayana. Jangan sampai Tuan Assalayana dikalahkan bahkan tanpa berjuang di medan pertempuran.”
Ketika hal itu disampaikan, siswa brahmana Assalayana menjawab: “Tuan-tuan, petapa Gotama berbicara Dhamma. Mereka yang berbicara Dhamma sulit untuk didebat. Saya tidak dapat berdebat dengan petapa Gotama tentang pernyataan yang tegas ini. Tetapi, tuan-tuan, karena permintaan kalian, saya akan pergi.”
5. Kemudian siswa brahmana Assalayana pergi bersama sejumlah besar brahmana menemui Yang Terberkahi dan bertegur sapa dengan Beliau. Setelah ramah tamah ini selesai, dia duduk di satu sisi dan berkata kepada Yang Terberkahi: “Tuan Gotama, para brahmana berkata demikian: ‘Para brahmana adalah kasta tertinggi, mereka dari kasta lain itu lebih rendah; para brahmana adalah kasta yang paling cerah, mereka dari kasta lain itu gelap; hanya brahmana yang murni, sedangkan yang bukan-brahmana tidak; hanya brahmana yang merupakan putra-putra Brahma, keturunn Brahma, terlahir dari mulutnya, terlahir dari Brahma, diciptakan oleh Brahma, ahli waris Brahma.’ Apa kata Tuan Gotama tentang hal ini?”
“Assalayana, perempuan-perempuan brahmana terlihat mengalami haid, hamil, melahirkan,dan menyusui.871 Walaupun mengalami demikian, mereka yang terlahir dari kandungan perempuan brahmana berkata demikian: ‘Para brahmana adalah kasta tertinggi … hanya brahmana yang merupakan putra-putra Brahma, keturunan Brahma, terlahir dari mulutnya, terlahir dari Brahma, diciptakan oleh Brahma, ahli waris Brahma.’”[149]
6. “Walaupun Tuan Gotama mengatakan hal ini, tetap saja para brahmana berpikir demikian: ‘Para brahmana adalah kasta tertinggi … ahli waris Brahma.’”
“bagaimana pendapatmu, Assalayana? Sudahkah kamu denganr bahwa di Yona dan Kamboja872 dan di negeri-negeri lain hanya ada dua kasta, majikan dan budak, dan bahwa majikan menjadi budak dan budak menjadi majikan?”
“Memang saya dengar demikian, tuan.”
“Kalau demikian, berdasar atas kekuatan [argumen] apakah atau dengan dukungan [sumber] apakah maka para brahmana dalam kasus ini berkata demikian: ‘Para brahmana adalah kasta tertinggi … ahli waris Brahma?”
7 “Walaupun Tuan Gotama mengatakan hal ini, tetap saja para brahmana berpikir demikian: ‘Para brahmana adalah kasta tertinggi … ahli waris Brahma.’”
“Bagaimana pendapatmu, Assalayana?873 Seandainya seorang bangsawan membunuh makhluk hidup, mengambil apa yang tidak diberikan, berperilaku salah dalam kesenangan-kesenangan indera, berbicara bohong, berbicara culas, berbicara kasar, bergosip, tamak, mempunyai pikiran niat-jahat, dan memegang pandangan salah. Pada saat hancurnya tubuh, setelah kematian, apakah hanya dia [yang mungkin] muncul kembali di alam kekurangan, di tempat yang tidak membahagiakan, di tempat hukuman, bahkan di neraka – sedangkan brahmana tidak? Seandainya seorang pedagang … seorang pekerja membunuh makhluk hidup … dan mempunyai pandangan salah. Pada saat hancurnya tubuh setelah kematian, apakah hanya dia [yang mungkin] muncul kembali di alam kekurangan, di tempat yang tidak membahagiakan, di tempat hukuman, bahkan di neraka – sedangkan brahmana tidak?”
“Tidak demikian, Tuan Gotama. Tidak peduli apakah itu seorang bangsawan, atau brahmana, atau pedagang, atau pekerja – mereka dari empat kasta yang membunuh makhluk hidup [150] … dan mempunyai pandangan salah, pada saat hancurnya tubuh, setelah kematian, [mungkin] muncul kembali di alam kekurangan, di tempat yang tudak membahagiakan, di tempat hukuman, bahkan di neraka,”
“Kalau demikian, berdasar atas kekuatan [argumen] apakah atau dengan dukungan [sumber] apakah maka para brahmana dalam kasus ini berkata demikian: ‘Para brahmana adalah kasta tertinggi… ahli waris Brahma’?”
8 Walaupun Tuan Gotama mengatakan hal ini, tetap saja para brahmana berpikir demikian: ‘Para brahmana adalah kasta tertinggi … ahli waris Brahma.’
“Bagaimana pendapatmu, Assalayana? Seandainya seorang brahmana menjauhkan diri dari membunuh makhluk hidup, dari mengambil apa yang tidak diberikan, dari berperilaku salah dalam kesenangan-kesenangan, indera, dari berbicara bohon, berbicara culas, dari berbicara kasar, dari gossip, dan dia tidak tamak, mempunyai pikiran tanpa niat -jahat, dan memegang pandangan benar. Pada saat hancurnya tubuh, setelah kematian, apakah hanya dia [yang mungkin] muncul kembali di tempat yang membahagiakan, bahkan di alam surga –sedangkan bangsawan, atau pedagang, atau pekerja tidak?”
“Tidak demikian, Tuan Gotama. Tidak peduli apakah itu bangsawan, atau brahmana, atau pedagang, atau pekerja – mereka dari empat kasta yang menjauhkan diri dari membunuh makhluk hidup … dan memegang pandangan benar, pada saat hancurnya tubuh, setelah kematian, [mungkin] muncul kembali di tempat yang membahagiakan, bahkan di alam surga.”
“Kalau demikian, berdasar atas kekuatan [argumen] apakah atau dengan dukungan [sumber] apakah maka para brahmana dalam kasus ini berkata demikian: ‘Para brahmana adalah kasta tertinggi … ahli waris Brahma?”
9. “Walaupun Tuan Gotama mengatakan hal ini, tetap saja para brahmana berpikir demikian: ‘Para brahmana adalah kasta tertinggi … ahli waris Brahma.’”
“Bagaimana pendapatmu, Assalayana? Apakah hanya brahmana yang mampu mengembangkan pikiran cinta-kasih ke satu penjuru, tanpa rasa permusuhan dan tanpa niat –jahat, sedangkan bangsawan, atau pedagang, atau pekerja tidak?”
“Tidak demikian, Tuan Gotama. Tidak peduli apakah itu seorang bangsawan, atau brahmana, atau pedagang, atau pekerja – mereka dari empat kasta mampu mengembangkan pikiran cinta-kasih ke satu penjuru, tanpa rasa permusuhan dan tanpa niat-jahat.”
“Kalau demikian, berdasar atas kekuatan [argumen] apakah atau dengan dukungan [sumber] apakah maka para brahmana dalam kasus ini berkata demikian: ‘Para brahmana adalah kasta tertinggi … ahli waris Brahma?”
10 “Walaupun Tuan Gotama mengatakan hal ini, tetap saja para brahmana berpikir demikian: ‘Para brahmana adalah kasta tertinggi … ahli waris Brahma.’”
“Bagaimana pendapatmu, Assalayana? Apakah hanya brahmana yang mampu mengambil sabut dari tanaman loo-fah dan serbuk mandi, pergi ke sungai, mencuci bersih debu dan kotoran, sedangkan bangsawan, atau pedagang, atau pekerja tidak?”
“Tidak demikian Tuan Gotama. Tidak peduli apakah itu seorang bangsawan, atau brahmana, atau pedagang, atau pekerja – mereka dari empat kasta mampu mengambil sabut dari tanaman loofah dan serbuk mandi, pergi ke sungai, mencuci bersih debu dan kotoran.”
“Kalau demikian, berdasar atas kekuatan [argumen] apakah atau dengan dukungan [sumber] apakah maka para brahmana dalam kasus ini berkata demikian: ‘Para brahmana adalah kasta tertinggi … ahli waris Brahma?
11. “Walaupun Tuan Gotama mengatakan hal ini, tetap saja para brahmana berpikir demikian: ‘Para brahmana adalah kasta tertinggi … ahli waris Brahma.’”
“Bagaimana pendapatmu, Assalayana?[152] Seandainya seorang raja agung dengan kepala-yang-diurapi mengumpulkan di sini seratus orang dengan berbagai kelahiran dan berkata kepada mereka: “Ayo, tuan-tuan, marilah siapa pun di sini yang dilahirkan di keluarga bangsawan atau keluarga brahmana atau keluarga kerajaan mengambil batang-api bagian atas dari kayu sala, kayu salala, cencana, atau kayu padumaka dan menyalakan api serta menghasilkan panas. Begitu juga siapa pun di sini yang dilahirkan di keluarga buangan, keluarga penjerat binatang, keluarga pekerja pembuat keranjang, keluarga pembuat kereta, atau keluarga pemulung mengambil batang-api bagian atas yang membuat dari palung anjing, dari palung babi, dari kotak sampah, atau dari kayu minyak-jarak dan menyalakan api serta menghasilkan panas.’
“Bagaimana pendapatmu Assalayana? Ketika api dinyalakan dan panas dihasilkan oleh seseorang di kelompok pertama, apakah api itu akan mempunyai lidah api, warna, dan sinar, dan mungkinkah api itu digunakan untuk tujuan-tujuan api, sedangkan jika api dinyalakan dan panas dihasilkan oleh seseorang di kelompok kedua, apakah api itu tidak akan mempunyai lidah api, tidak berwarna, dan tidak bersinar, dan api tu tidak mungkin digunakan untuk tujuan-tujuan api?”
“Tidak demikian, Tuan Gotama. Ketika api dinyalakan dan panas dihasilkan oleh seseorang di kelopok pertama, api itu akan mempunyai lidah api, warna, dan sinar, dan adalah mungkin untuk menggunakannya untuk tujuan-tujuan api. Demikian juga jika api dinyalakan dan panas dihasilkan oleh seseorang di kelompok kedua, api itu pun akan mempunyai lidah api, warna, dan sinar, dan adalah mungkin untuk menggunakannya untuk tujuan-tujuan api. Semua api mempunyai lidah api, [153] warna, dan sinar, dan adalah mungkin untuk menggunakan semua api untuk tujuan-tujuan api.”
“Kalau demikian, berdasar atas kekuatan [argumen] apakah atau dengan dukungan [sumber] apakah maka para brahmana dalam kasus ini berkata demikian: ‘Para brahmana adalah kasta tertinggi … ahli waris Brahma?”
12 “Walaupun Tuan Gotama mengatakan hal ini, tetap saja para brahmana berpikir demikian: ‘Para brahmana adalah kasta tertinggi … ahli waris Brahma.’”
“Bagaimana pendapatmu, Assalayana? Seandainya seorang pemuda bangsawan hidup bersama dengan seorang gadis brahmana, dan seorang putra dilahirkan darinya. Apakah putra yang dilahirkan dari pemuda bangsawan dan gadis brahmana itu disebut bangsawan mengikuti ayahnya atau brahmana mengikuti ibunya?”
“Dia dapat disebut keduanya, Tuan Gotama.”
13 “Bagaimana pendapatmu, Assalayana? Seandainya seorang pemuda brahmana hidup bersama dengan seorang gadis bangsawan, dan seorang putra dilahirkan darinya. Apakah putra yang dilahirkan dari pemuda brahmana dan gadis bangsawan itu disebut bangsawan mengikuti ibunya atau brahmana mengikuti ayahnya?”
“Dia dapat disebut keduanya, Tuan Gotama.”
14.”Bagaimana pendapatmu, Assalayana? Seandainya seekor kuda betina dikawinkan dengan keledai jantan, dan seekor anak dilahirkan sebagai akibatnya. Apakah anak itu disebut kuda mengikuti ibunya atau keledai mengikuti ayahnya?”
“Itu adalah seekor bagal, Guru Gotama, karena tidak masuk ke dua kelompok itu. [154] Saya melihat perbedaan dalam kasus terakhir ini, tetapi saya tidak melihat perbedaan dalam kasus
15 “Bagaimana pendapatmu, Assalayana? Seandainya ada dua siswa brahmana yang bersaudara, terlahir dari ibu yang sama, yang satu rajin dan cerdas, sedangkan yang lain tidak rajin dan tidak cerdas. Yang mana yang akan diberi makan terlebih dahulu oleh para brahmana pada pesta penguburan, atau pada upacara persembahan nasi-susu, atau pada pesta kurban, atau pada pesta untuk tamu?”
“Pada kesempatan-kesempatan seperti itu, para brahmana pertama-tama akan memberi makan kepada orang yang rajin dan cerdas, Tuan Gotama; karena bagaimana mungkin apa yang diberikan kepada orang yang tidak rajin dan tidak cerdas bisa memberikan hasil yang besar?”
16. “Bagaimana pendapatmu, Assalayana? Seandainya ada dua siswa brahmana yang bersaudara, terlahir dari ibu yang sama, yang satu rajin dan cerdas, tetapi tidak bermoral dan berwatak jelek, sedangkan yang lain tidak rajin dan tidak cerdas, tetapi luhur dan berwatak baik. Yang mana yang akan diberi makan terlebih dahulu oleh para brahmana pada pesta penguburan, atau pada upacara persembahan nasi-susu, atau pada pesta kurban, atau pada pesta untuk tamu?”
“Pada kesempatan-kesempatan seperti itu, para brahmana pertama-tama akan memberi makan kepada orang yang tidak rajin dan tidak cerdas, namun luhur dan berwatak baik, Guru Gotama; karena bagaimana mungkin apa yang diberikan kepada orang yang tidak bermoral dan berwatak jelek bisa memberikan hasil yang besar?”
17 “Pertama-tama, Assalayana, engkau bertahan atas dasar kelahiran, dan setelah itu engkau bertahan atas dasar pemebelajaran kitab suci, dan setelah itu engkau menjadi bertahan atas dasar pembelajaran kitab suci, dan setelah itu engkau menjadi bertahan atas dasar landasan bahwa pemurnian adalah untuk empat kasta seluruhnya, seperti yang kujelaskan.”
Ketika hal ini disampaikan, siswa brahmana assalayana duduk diam dan sedih, dengan bahu terkulai dan kepala tertunduk, muram, dan tanpa tanggapan. Ketika melihat hal ini, Yang Terberkahi berkata kepadanya:
18. “Dahulu Assalayana, ketika tujuh brahmana peramal sedang berdiam di gubug-gubug daun di hutan, pandangan yang merusak ini muncul pada mereka: ‘Para brahmana adalah kasta teringgi … [155]… ahli waris Brahma. Peramal Devala si Gelap mendengar hal ini.874 Dia mengatur rambut dan jenggotnya, mengenakan pakaian berwarna kuning-tua, memakai sandal tebal, dan dengan membawa tongkat emas, dia muncul di halaman tempat tinggal tujuh brahmana peramal itu. Kemudian sementara berjalan kian kemari di halaman tujuh brahmana peramal itu, peramal Devala si Gelap berkata demikian: ‘Ke manakah para brahmana peramal yang baik itu pergi? Ke manakah para brahmana peramal yang baik itu pergi?” Maka tujuh brahmana peramal itu berpikir: ‘Siapakah yang berjalan kian kemari di halaman tujuh brahmana peramal bagaikan orang dusun sambil berkata demikian: ‘Ke manakah para brahmana peramal yang aik itu pergi? Ke manakah para brahmana peramal yang baik itu pergi?’ Marilah kita kutuk dia!’ Maka tujuh brahmana peramal itu pun mengutuk peramal Devala si Gelap demikian: ‘Jadilah abu, manusia menjijikan! Jadilah abu, manusia menjijikan!’ Tetapi makin banyak tujuh brahmana peramal itu mengutuknya, makin tampan, elok, dan rupawan peramal Devala si Gelap jadinya. Kemudian tujuh peramal brahmana itu berpikir: ‘Petapaan kami sia-sia, kehidupan suci kami tak-berbuah; karena dulu bila kami mengutuk seseorang demikian: “jadilah abu, manusia menjijikan!” orang itu selalu menjadi abu; tetapi makin kita mengutuk yang satu ini, makin tampan, elok, dan rupawan dia jadinya.’
“’Petapa kalian tidak sia-sia, tuan-tuan, kehidupan suci kalian bukannya tak-berbuah. Tetati, taun-tuan, singkirkanlah kebencian kalian terhadapku.’[156]
“’Kami telah menyingkirkan kebencian kami terhadapmu, tuan. Siapakah engkau?’
“’Pernahkah kalian mendengar tentang peramal Devala si Gelap, tuan-tuan?’-‘Ya, tuan.’-‘ Akulah dia, tuan-tuan.’
“Maka tujuh peramal brahmana itu pun menghampiri peramal Devala si Gelap dan memberi hormat. Kemudian dia berkata kepada mereka: ‘Tuan-tuan, saya dengar bahwa sementara tujuh brahmana peramal berdiam di gubug-gubug daun di hutan, pandangan yang merusak ini muncul pada mereka: “Para brahmana adalah kasta tertinggi … ahli waris Brahma.”’ – ‘Memang demikian, tuan.’
“’Tetapi, tuan-tuan, tahukah kalian apakah ibu yang melahirkan kalian hanya menikah dengan brahmana dan tidak pernah dengan bukan-brahmana?’ – ‘Tidak, tuan.’
“’Tetapi, tuan-tuan, tahukah kalian apakah para ibu dari ibumu tujuh generasi ke belakang hanya menikah dengan brahmana dan tidak pernah dengan bukan-brahmana?’ tidak, tuan.’
“’Tetapi, tuan-tuan, tahukah kalian apakah para ayah yang menurunkan kalian hanya menikah dengan perempuan brahmana dan tidak pernah dengan perempuan bukan-brahmana?’-‘Tidak, tuan.’
“’Tetapi, tuan-tuan, tahukah kalian apakah para ayah dari ayah kalian tujuh generasi ke belakang hanya menikah dengan perempuan brahmana dan tidak pernah dengan perempuan brahmana dan tidak pernah dengan perempuan bukan-brahmana?’-‘Tidak, tuan.’
“Tetapi, tuan-tuan tahukah kalian bagaimana pembuahan suatu janin dalam kendungan terjadi?’
“Tuan, kami tahu bagaimana pembuahan suatu janin dalam kandungan terjadi. [157] Di sini, ada penyatuan ibu dan ayah, dan saat itu adalah masa subur si ibu, dan ada makhluk yang akan dilahirkan. Jadi pembuahan suatu janin dalam kandungan terjadi melalui persatuan tiga hal ini.’875
“’Kalau demikian, tuan-tuan, tahukah kalian dengan pasti apakah makhluk yang akan dilahirkan itu adalah seorang bangsawan, atau brahmana, atau pedagang, atau pekerja?’
“’Tuan, kami tidak tahu dengan pasti apakah makhluk yang akan dilahirkan itu adalah seorang bangsawan, atau brahmana, atau pedagang, atau pekerja.’
“’Kalau demikian halnya, tuan-tuan, maka kasta apakah kalian ini?’
“’Karena demikian halnya, tuan, kami tidak tahu apa kasta kami.’
“Nah, Assalayana, bahkan tujuh brahmana peramal itu, ketika didesak dan ditanya dan ditanya-ulang oleh peramal Devala si Gelap mengenai pernyataan mereka tentang kelahiran, tidak mampu mendukung pernyataannya. Maka bagaimana engkau, ketika didesak dan ditanya dan ditanya dan ditanya-ulang olehku mengenai pernyataanmu tentang kelahiran, mampu mendukung pernyataanmu? Engkau, yang bergantung atas doktrin para guru, [bahkan] tidak [cocok menjadi] Punna si pemegang sendok mereka.”876
19. Ketika hal ini disampaikan, siswa brahmana Assalayana berkata kepada Yang Terberkahi: “Luar biasa, Guru Gotama! Luar biasa, Guru Gotama!…. (seperti Sutta 91, §37) … Sejak hari ini, biarlah Guru Gotama mengingat saya sebagai pengikut awam yang telah pergi kepada Beliau untuk perlindungan sepanjang hidup.”
Catatan
869
Argumen yang mendukung pernyataan ini diberikan di MN 90.10-12.
870
MA: Mereka berkata demikian dengan maksud mengatakan : “Setelah mempelajari Tiga Veda, engkau telah terlatih dalam mantra-mantra yang dipakai oleh mereka yang meninggalkan keduniawian untuk melaksanakan kehidupan tak-berumah dan mantra-mantra yang mereka pertahankan setelah mereka meninggalkan keduniawian. Engkau telah mempraktekkan cara mereka berperilaku. Karena itu, engkau tidak akan terkalahkan. Kemenangan akan menjadi milikimu.”
871
Pernyataan ini dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa para brahmana terlahir dari perempuan, persis sama dengan manusia lainnya, sehingga tidak ada dasarnya bila mereka menyatakan bahwa mereka terlahir dari mulut Brahma.
872
Yona mungkin adalahpadan-kata pali dari Ionia, yang mengacu pada orang-orang Yunani Bactria. Kamboja adalah satu wilayah di India di sebelah Utara Negeri Tengah.
873
Argumen §7-8 di sini pada intinya identik dengan argumen di MN 84.
874
MA mengidentifikasikan Devala si Gelap, Asita Devala, dengan Buddha dalam kehidupan sebelumnya. Sang Buddha memberikan pengajaran ini untuk menunjukkan: “Di masa lalu, ketika engkau dari kelahiran yang tinggi sedangkan aku dari kelahiran rendah, engkau tidak dapat menjawab pertanyaan yang ku ajukan tentang pernyataan sehubungan dengan kelahiran. Jadi bagaimana mungkin engkau dapat melakukannya sekarang, pada saat engkau dari kelahiran rendah sedangkan aku telah menjadi Buddha?”
875
Seperti MN 38.26.
876
MA: Punna adalah nama pelayan tujuh peramal itu; dia akan mengambilkan sendok, memasak dedaunan, dan melayani mereka.