Selasa, 21 Februari 2012

CETOKHILA SUTTA

1. Demikian telah saya dengar :
Pada suatu ketika Sang Bhagava menginap di Jetavana, arama milik Anathapindika, di Savatthi. Di sana Sang Bhagava menyapa para bhikkhu dengan berkata : ”Para Bhikkhu”. ”Bhante”, jawab para bhikkhu.
2. Sang Bhagava berkata demikian : ”Para Bhikkhu, pada Bhikkhu siapa pun di mana kelima ’kegersangan batin’ (cetokhila) tidak disingkirkan, kelima ’belenggu batin’ (cetaso vinibhanda) tidak dicabut hingga ke akar-akarnya, maka ia akan bertumbuh, berkembang, matang dalam dhamma dan vinaya, keadaan seperti ini tidak akan terjadi.
Lima kegersangan batin yang tidak dilenyapkan
Kelima kegersangan batin manakah yang tidak dilenyapkan olehnya?
Para bhikkhu, dalam hal ini bhikkhu tersebut memiliki keragu-raguan, bingung, tidak yakin, tidak pasti terhadap Guru (Sattha).
Para bhikkhu, bhikkhu siapa pun yang memiliki keragu-raguan, bingung, tidak yakin, tidak pasti terhadap Guru, maka pikirannya tidak cenderung untuk berusaha sungguh-sungguh, melaksanakan terus-menerus, giat dan berjuang.
3. Para bhikkhu, selanjutnya, bhikkhu tersebut memiliki keragu-raguan, bingung, tidak yakin, tidak pasti, terhadap dhamma. Para bhikkhu, bhikkhu siapapun yang memiliki keragu-raguan, bingung, tidak yakin, tidak pasti, terhadap dhamma, maka pikirannya tidak cenderung untuk berusaha sungguh-sungguh, melaksanakan terus-menerus, giat dan berjuang. Inilah kegersangan batin kedua yang apabila tidak disingkirkan oleh pikirannya dan tidak cenderung untuk berusaha sungguh-sungguh, melaksanakan terus-menerus, giat dan berjuang.
4. Para bhikkhu, selanjutnya, bhikkhu tersebut memiliki keragu-raguan, bingung, tidak yakin, tidak pasti, terhadap sangha.Para bhikkhu, bhikkhu siapapun yang memiliki keragu-raguan, bingung, tidak yakin, tidak pasti, terhadap sangha, maka pikirannya tidak cenderung untuk berusaha sungguh-sungguh, melaksanakan terus-menerus, giat dan berjuang.Inilah kegersangan batin ketiga yang apabila tidak disingkirkan oleh pikirannya dan tidak cenderung untuk berusaha sungguh-sungguh, melaksanakan terus-menerus, giat dan berjuang.
5. Para bhikkhu, selanjutnya, bhikkhu tersebut memiliki keragu-raguan, bingung, tidak yakin, tidak pasti, terhadap sila.Para bhikkhu, bhikkhu siapapun yang memiliki keragu-raguan, bingung, tidak yakin, tidak pasti, terhadap sila, maka pikirannya tidak cenderung untuk berusaha sungguh-sungguh, melaksanakan terus-menerus, giat dan berjuang.Inilah kegersangan batin keempat yang apabila tidak disingkirkan oleh pikirannya dan tidak cenderung untuk berusaha sungguh-sungguh, melaksanakan terus-menerus, giat dan berjuang.
6. Para bhikkhu, selanjutnya seorang bhikkhu marah, tidak senang terhadap rekan bhikkhunya, pikirannya memburuk dan gersang.Para bhikkhu, bhikkhu siapa pun  yang marah, tidak senang terhadap rekan bhikkhunya, pikirannya memburuk, gersang, maka pikirannya tidak cenderung untuk berusaha sungguh-sungguh, melaksanakan terus-menerus, untuk bergiat, untuk berjuang.Inilah kegersangan batin kelima yang apabila tidak disingkirkan dari dirinya pikirannya tidak cenderung untuk berusaha sungguh-sungguh, melaksanakan terus-menerus, giat dan berjuang.
Inilah kelima kegersangan batin itu.
Lima belenggu batin yang tidak disingkirkan
7. Selanjutnya, apakah kelima belenggu batin yang tidak tercabut dari akar-akarnya dalam dirinya?Para bhikkhu, dalam hal ini, seorang bhikkhu tidak bebas dari kemelekatan terhadap kesenangan indera, tidak bebas dari keinginan, tidak bebas dari cinta (nafsu indera), tidak bebas dari kehausan, tidak bebas dari demam, tidak bebas dari keserakahan.Para bhikkhu, bhikkhu siapa pun  yang tidak terbebas dari kemelekatan terhadap kesenangan indera, tidak bebas dari keinginan, tidak bebas dari cinta (nafsu indera), tidak bebas dari kehausan, tidak bebas dari demam, tidak bebas dari keserakahan, pikirannya tidak cenderung untuk berusaha sungguh-sungguh, melaksanakan terus menerus, giat dan berjuang.Inilah belenggu batin pertama yang apabila tidak dicabut hingga ke akar-akarnya dari dalam dirinya, maka pikirannya tidak cenderung untuk berusaha sungguh-sungguh, melaksanakan terus-menerus, giat dan berjuang.
8. Para bhikkhu, selanjutnya seorang bhikkhu tidak terbebas dari kemelekatan pada badan jasmani, tidak bebas dari keinginan, tidak bebas dari cinta (nafsu indera), tidak bebas dari kehausan, tidak bebas dari demam, tidak bebas dari keserakahan, pikirannya tidak cenderung untuk berusaha sungguh-sungguh, melaksanakan terus menerus, giat dan berjuang.Inilah belenggu batin kedua yang apabila tidak dicabut hingga ke akar-akarnya dari dalam dirinya, maka pikirannya tidak cenderung untuk berusaha sungguh-sungguh, melaksanakan terus-menerus, giat dan berjuang.
9. Para bhikkhu, selanjutnya seorang bhikkhu tidak terbebas dari kemelekatan pada bentuk-bentuk materi (di luar jasmani), tidak bebas dari keinginan, tidak bebas dari cinta (nafsu indera), tidak bebas dari kehausan, tidak bebas dari demam, tidak bebas dari keserakahan, pikirannya tidak cenderung untuk berusaha sungguh-sungguh, melaksanakan terus menerus, giat dan berjuang.Inilah belenggu batin ketiga yang apabila tidak dicabut hingga ke akar-akarnya dari dalam dirinya, maka pikirannya tidak cenderung untuk berusaha sungguh-sungguh, melaksanakan terus-menerus, giat dan berjuang.
10. Para bhikkhu, selanjutnya seorang bhikkhu setelah makan sebanyak yang dapat ditampung perutnya, hidup dalam kenikmatan tidur di ranjang, berbaring dan bermalas-malasan. Bhikkhu siapa pun, yang setelah makan sebanyak yang dapat ditampung perutnya, hidup dalam kenikmatan tidur di ranjang, berbaring dan bermalas-malasan, pikirannya tidak cenderung untuk berusaha sungguh-sungguh, melaksanakan terus-menerus, giat dan berjuang.Inilah belenggu batin keempat yang apabila tidak dicabut hingga ke akar-akarnya dari dalam dirinya, maka pikirannya tidak cenderung untuk berusaha sungguh-sungguh, melaksanakan terus-menerus, giat dan berjuang.
11. Para bhikkhu, selanjutnya seorang bhikkhu menjalani kehidupan brahmacari (selibat) berkeinginan untuk menjadi salah satu dari beberapa tingkatan deva, berpikir : ’Dengan kebiasaan dan adat-istiadat moral, bertapa atau melaksanakan kehidupan brahmacari, saya akan menjadi sesosok deva atau salah satu di antara tingkatan para deva’.Bhikkhu siapa pun yang menjalani kehidupan brahmacari (selibat) berkeinginan untuk menjadi salah satu dari beberapa tingkatan deva, berpikir : ’Dengan kebiasaan dan adat-istiadat moral, bertapa atau melaksanakan kehidupan brahmacari, saya akan menjadi sesosok deva atau salah satu di antara tingkatan para deva’, pikirannya tidak cenderung untuk berusaha sungguh-sungguh, melaksanakan terus-menerus, giat dan berjuang.Inilah belenggu batin kelima yang apabila tidak dicabut hingga ke akar-akarnya dari dalam dirinya, maka pikirannya tidak cenderung untuk berusaha sungguh-sungguh, melaksanakan terus-menerus, giat dan berjuang.
12. Para bhikkhu, bhikkhu siapapun dimana kelima kegersangan batin tidak disingkirkan, kelima belenggu batin tidak dicabut hingga ke akar-akarnya, maka ia akan bertumbuh, berkembang, matang dalam dhamma dan vinaya-keadaan seperti ini tidak akan terjadi.
13. Para bhikkhu, bhikkhu siapapun dimana kelima kegersangan batin disingkirkan, kelima belenggu batin dicabut hingga ke akar-akarnya, maka ia akan bertumbuh, berkembang, matang dalam dhamma dan vinaya-hal ini akan terjadi.
Lima kegersangan batin yang disingkirkan
14. Apakah kelima kegersangan batin yang disingkirkan olehnya?
15. Para bhikkhu, dalam hal ini seorang bhikkhu tidak memiliki keragu-raguan, tidak bingung, yakin, pasti terhadap Guru.Para bhikkhu, bhikkhu siapa pun yang tidak memiliki keragu-raguan, tidak bingung, yakin, pasti terhadap Guru, maka pikirannya cenderung untuk berusaha sungguh-sungguh, melaksanakan terus-menerus, giat dan berjuang.Inilah kegersangan batin pertama disingkirkan oleh pikirannya yang cenderung untuk berusaha terus-menerus, giat dan berjuang.
16. Para bhikkhu, dalam hal ini seorang bhikkhu tidak memiliki keragu-raguan, tidak bingung, yakin, pasti terhadap dhamma.Para bhikkhu, bhikkhu siapa pun yang tidak memiliki keragu-raguan, tidak bingung, yakin, pasti terhadap dhamma, maka pikirannya cenderung untuk berusaha sungguh-sungguh, melaksanakan terus-menerus, giat dan berjuang.Inilah kegersangan batin kedua disingkirkan oleh pikirannya yang cenderung untuk berusaha terus-menerus, giat dan berjuang.
17. Para bhikkhu, dalam hal ini seorang bhikkhu tidak memiliki keragu-raguan, tidak bingung, yakin, pasti terhadap sangha.Para bhikkhu, bhikkhu siapa pun yang tidak memiliki keragu-raguan, tidak bingung, yakin, pasti terhadap sangha, maka pikirannya cenderung untuk berusaha sungguh-sungguh, melaksanakan terus-menerus, giat dan berjuang.Inilah kegersangan batin ketiga disingkirkan oleh pikirannya yang cenderung untuk berusaha terus-menerus, giat dan berjuang.
18. Para bhikkhu, dalam hal ini seorang bhikkhu tidak memiliki keragu-raguan, tidak bingung, yakin, pasti terhadap sila.Para bhikkhu, bhikkhu siapa pun yang tidak memiliki keragu-raguan, tidak bingung, yakin, pasti terhadap sila, maka pikirannya cenderung untuk berusaha sungguh-sungguh, melaksanakan terus-menerus, giat dan berjuang.Inilah kegersangan batin keempat disingkirkan oleh pikirannya yang cenderung untuk berusaha terus-menerus, giat dan berjuang.
19. Para bhikkhu, selanjutnya seorang bhikkhu tidak marah, senang terhadap rekan bhikkhunya, pikirannya tidak memburuk dan tidak gersang.Para bhikkhu, bhikkhu siapa pun  yang tidak marah, senang terhadap rekan bhikkhunya, pikirannya tidak memburuk, tidak gersang, maka pikirannya cenderung untuk berusaha sungguh-sungguh, melaksanakan terus-menerus, untuk bergiat, untuk berjuang.Inilah kegersangan batin kelima disingkirkan oleh pikirannya yang cenderung untuk berusaha terus-menerus, giat dan berjuang.
Inilah kelima kegersangan batin yang disingkirkan olehnya.
Lima belenggu batin yang dicabut
20. Apakah lima belenggu batin yang dicabut hingga ke akar-akarnya olehnya?
21. Para bhikkhu, dalam hal ini seorang bhikkhu bebas dari kemelekatan pada kesenangan indera, bebas dari keinginan, bebas dari cinta, bebas dari kehausan, bebas dari demam dan bebas dari keserakahan.Bhikkhu siapa pun yang terbebas dari kemelekatan pada kesenangan indera, bebas dari keinginan, bebas dari cinta, bebas dari kehausan, bebas dari demam dan bebas dari keserakahan, pikirannya cenderung berusaha sungguh-sungguh, melaksanakan terus-menerus, giat dan berjuang.Inilah belenggu batin pertama yang apabila dicabut hingga ke akar-akarnya dari dalam dirinya pikirannya cenderung berusaha sungguh-sungguh, melaksanakan terus-menerus, giat dan berjuang.
22. Para bhikkhu, dalam hal ini seorang bhikkhu bebas dari kemelekatan pada badan jasmani, bebas dari keinginan, bebas dari cinta, bebas dari kehausan, bebas dari demam dan bebas dari keserakahan.Bhikkhu siapa pun yang terbebas dari kemelekatan pada badan jasmani, bebas dari keinginan, bebas dari cinta, bebas dari kehausan, bebas dari demam dan bebas dari keserakahan, pikirannya cenderung berusaha sungguh-sungguh, melaksanakan terus-menerus, giat dan berjuang.Inilah belenggu batin kedua yang apabila dicabut hingga ke akar-akarnya dari dalam dirinya pikirannya cenderung berusaha sungguh-sungguh, melaksanakan terus-menerus, giat dan berjuang.
23. Para bhikkhu, dalam hal ini seorang bhikkhu bebas dari kemelekatan pada bentuk-bentuk materi (di luar jasmani), bebas dari keinginan, bebas dari cinta, bebas dari kehausan, bebas dari demam dan bebas dari keserakahan.Bhikkhu siapa pun yang terbebas dari kemelekatan pada bentuk-bentuk materi, bebas dari keinginan, bebas dari cinta, bebas dari kehausan, bebas dari demam dan bebas dari keserakahan, pikirannya cenderung berusaha sungguh-sungguh, melaksanakan terus-menerus, giat dan berjuang.Inilah belenggu batin ketiga yang apabila dicabut hingga ke akar-akarnya dari dalam dirinya pikirannya cenderung berusaha sungguh-sungguh, melaksanakan terus-menerus, giat dan berjuang.
24. Para bhikkhu, selanjutnya seorang bhikkhu tidak makan sebanyak perutnya dapat menampung, tidak hidup dalam kenikmatan tidur di ranjang, berbaring dan bermalas-malasan. Bhikkhu siapa pun, yang tidak makan sebanyak perutnya dapat menampung, tidak hidup dalam kenikmatan tidur di ranjang, berbaring dan bermalas-malasan, pikirannya cenderung untuk berusaha sungguh-sungguh, melaksanakan terus-menerus, giat dan berjuang.Inilah belenggu batin keempat yang apabila dicabut hingga ke akar-akarnya dari dalam dirinya, maka pikirannya cenderung untuk berusaha sungguh-sungguh, melaksanakan terus-menerus, giat dan berjuang.
25. Para bhikkhu, selanjutnya seorang bhikkhu menjalani kehidupan brahmacari (selibat) tidak berkeinginan untuk menjadi salah satu dari beberapa tingkatan deva, tidak berpikir : ’Dengan kebiasaan dan adat-istiadat moral, bertapa atau melaksanakan kehidupan brahmacari, saya akan menjadi sesosok deva atau salah satu di antara tingkatan para deva’.Bhikkhu siapa pun yang menjalani kehidupan brahmacari (selibat) tidak berkeinginan untuk menjadi salah satu dari beberapa tingkatan deva, tidak berpikir : ’Dengan kebiasaan dan adat-istiadat moral, bertapa atau melaksanakan kehidupan brahmacari, saya akan menjadi sesosok deva atau salah satu di antara tingkatan para deva’, pikirannya cenderung untuk berusaha sungguh-sungguh, melaksanakan terus-menerus, giat dan berjuang.Inilah belenggu batin kelima yang apabila dicabut hingga ke akar-akarnya dari dalam dirinya, maka pikirannya cenderung untuk berusaha sungguh-sungguh, melaksanakan terus-menerus, giat dan berjuang.
26. Inilah kelima belenggu batin yang dicabut hingga ke akar-akarnya.Para bhikkhu, bhikkhu siapapun dimana kelima kegersangan batin disingkirkan, kelima belenggu batin dicabut hingga ke akar-akarnya, maka ia akan bertumbuh, berkembang, matang dalam dhamma dan vinaya-keadaan seperti ini akan terjadi.
27. Ia mengembangkan dasar kekuatan batin (iddhipada) yang dihasilkan meditasi-keinginan (chanda-samadhi) yang disertai usaha-usaha perjuangan (padhana-sankhara); Ia mengembangkan dasar kekuatan batin (iddhipada) yang dihasilkan meditasi-semangat (viriya-samadhi) yang disertai usaha-usaha perjuangan (padhana-sankhara); Ia mengembangkan dasar kekuatan batin (iddhipada) yang dihasilkan meditasi-kesadaran (citta-samadhi) yang disertai usaha-usaha perjuangan (padhana-sankhara); Ia mengembangkan dasar kekuatan batin (iddhipada) yang dihasilkan meditasi-penyelidikan (vimamsa-samadhi) yang disertai usaha-usaha perjuangan (padhana-sankhara) sebagai yang keempat.
28. Para bhikkhu, apabila seorang bhikkhu memiliki lima belas faktor termasuk semangat, ia akan menjadi seseorang yang berhasil menembus (abhinibbhidaya), ia akan menjadi seorang yang sadar (sambhodhaya), ia menjadi seorang pemenang kedamaian tiada taranya (anuttarassa yogakkhemassa) dari belenggu-belenggu tersebut.
29. Para bhikkhu, sebagaimana jika ada delapan, sepuluh atau selusin telur ayam yang diduduki dengan baik, dierami dengan baik , ditetaskan dengan baik oleh induknya; harapan seperti ini tidak akan timbul pada ayam betina tersebut : ’Semoga anak-anak ayamku, setelah menembus kulit telur dengan ujung cakar pada kaki mereka atau dengan paruh mereka, keluar dengan selamat’, karena anak-anak ayam ini merupakan hewan yang dapat keluar dengan selamat setelah menembus kulit telur dengan ujung dari cakar pada kaki mereka atau dengan paruh mereka.Para bhikkhu, demikian pula seorang bhikkhu yang memiliki lima belas faktor termasuk semangat, menjadi seseorang yang berhasil menembus, ia menjadi seorang yang sadar, ia menjadi seorang pemenang kedamaian tiada taranya dari belenggu-belenggu tersebut”.
Demikianlah apa yang dikatakan Sang Bhagava. Para bhikkhu senang dan gembira dengan apa yang diuraikan Sang Bhagava.