Kamis, 23 Februari 2012

CULASAKULUDAYI SUTTA

1 DEMIKIAN YANG SAYA DENGAR. Pada suatu ketika Yang Terberkahi sedang berdiam di Rajagaha di Hutan Bambu, Taman Tupai. Pada saat itu, Sakuludayin si kelana sedang berdiam di Taman Burung Merak, taman para kelana, bersama sekelompok besar kelana.
2. Pada saat itu, ketika pagi menjelang, Yang Terberkahi berpakaian, mengambil mangkuk dan jubah luar Beliau, dan pergi ke Rajagaha untuk mengumpulkan dana makanan. Pada saat itu Beliau berpikir: Ini masih terlalu pagi untuk berkelana mengumpulkan dana makanan di Rajagaha. Sebaiknya aku pergi ke Sakuludayin si kelana di Taman Burung Merak, taman para kelana.”
3-4. Kemudian Yang Terberkahi pergi ke Taman Burung Merak, taman para kelana. Pada saat itu Sakuludayin si kelana sedang duduk bersama kelompok besar kelana yang kegaduhan … (seperti Sutta 77, §4-5) [30]…….. “Sedang berdiskusi apakah maka kalian duduk bersarna-sama di sini saat ini, Udayin? Apakah diskusi kalian yang telah disela itu?”
5. “Tuan yang terhormat, biarkan saja diskusi yang menyebabkan kami sekarang duduk bersama-sama di sini.Yang Terberkahi dapat mendengarnya nanti. Tuan yang terhormat, bila saya tidak datang ke perkumpulan ini, maka kelompok ini duduk membicarakan berbagai macam pembicaraan yang tak berarti. Tetapi jika saya datang ke perkumpulan ini, maka kelompok ini duduk memandang tinggi saya, sambil berpikir: ‘Marilah kita mendengarkan Dhamma yang dibabarkan oleh petapa Udayin.’Tetapi ketika [31] Yang Terberkahi datang, maka saya dan kelompok ini duduk memandang tinggi Yang Terberkahi, sambil berpikir: ‘Marilah kita mendengarkan Dhamma yang akan dibabarkan oleh Yang Terberkahi.–
6. “Kalau demikian Udayin, sarankanlah apa yang harus kubicarakan.”
“Tuan yang terhormat, akhir-akhir ini ada orang yang menyatakan diri sebagai mahatahu dan melihat-segala, yang memiliki pengetahuan lengkap dan visi demikian: ‘Tak peduli apakah aku sedang berjalan atau berdiri atau tidur atau terjaga, pengetahuan dan visi terus-menerus dan tak-terputus berada di dalam diriku.’Ketika saya bertanya kepadanya tentang masa lalu, dia berbicara putar-balik, mengalihkan pembicaman dan menunjukkan kemarahan, kebencian, dan kepahitan. Kemudian saya teringat Yang Terberkahi demikian: ‘Ah, sudah pasti Yang Terberkahi, sudah pasti Yang Tertinggilah yang terampil di dalam hal-hal ini.–
“Tetapi, Udayin, siapakah yang menyatakan sebagai maha-tahu dan melihat-segala … namun ketika ditanya tentang masa lalu, dia berbicara putar-balik, mengalihkan pembicaraan dan menunjukkan kemarahan, kebencian, dan kepahitan?”
“Dia adalah Nigantha Nataputta, tuan yang terhormat.”
7. “Udayin, jika seseorang mengingat berbagai kehidupan lampaunya, yaitu satu kelahiran, dua kelahiran … demikianlah dengan berbagai aspek dan cirinya, jika dia mengingat berbagai kehidupan lampaunya, maka dia bisa bertanya kepadaku tentang masa lampau atau aku mungkin bertanya kepadanya tentang masa lampau, dan dia bisa memuaskan pikiranku dengan jawabannya atas pertanyaanku atau aku bisa memuaskan pikirannya dengan jawabanku atas pertanyaannya. Jika seseorang dengan mata-dewanya, yang murni dan melampaui manusia, dapat melihat para makhluk berlalu dan muncul kembali, rendah dan tinggi, elok dan buruk rupa, beruntung dan sial …dan memahami bagaimana para mahluk berlanjut sesuai tindakan mereka, maka dia bisa bertanya kepadaku tentang masa depan [32] atau aku bisa bertanya kepadanya tentang masa depan, dan dia bisa memuaskan pikiranku dengan jawabannya atas pertanyaanku atau aku mungkin bisa memuaskan pikirannya dengan jawabanku atas pertanyaannya. Tetapi biarkanlah masa lalu begitu, Udayin, biarkanlah masa depan begitu. Aku akan mengajarkan Dhamma kepadamu: Bila ini ada, itu akan menjadi ada; dengan munculnya ini, itu muncul. Jika ini tidak ada, itu tidak menjadi ada; dengan berhentinya ini, itu berhenti.”782
8. “Tuan yang terhormat, saya bahkan tidak dapat mengingat dengan aspek dan cirinya semua hal yang saya alami di dalam kehidupan ini, jadi bagaimana saya dapat mengingat berbagai kehidupan lampauku, yaitu, satu kehidupan, dua kehidupan … dengan berbagai aspek dan cirinya, seperti Yang Terberkahi? Dan saya sekarang bahkan tidak dapat melihat hantu-lumpur, jadi bagaimana saya -dengan mata dewa, yang murni dan melampaui manusia- melihat para makhluk berlalu dan muncul kembali, rendah dan tinggi, elok dan buruk rupa, beruntung dan sial … dan memahami bagaimana para makhluk berlalu sesuai dengan tindakan mereka, seperti Yang Terberkahi? Tetapi, tuan yang terhormat, ketika Yang Terberkahi memberitahu saya: ‘Tetapi biarkanlah masa lalu begitu, Udayin, biarkanlah masa depan begitu. Aku akan mengajarkan Dhamma kepadamu: Bila ini ada, itu akan menjadi ada; dengan munculnya ini, itu muncul. Jika ini tidak ada, itu tidak menjadi ada; dengan berhentinya ini, itu berhenti’ – bagi saya hal itu malahan lebih tidak jelas lagi. Mungkin, tuan yang terhormat, saya bisa memuaskan pikiran Yang Terberkahi dengan menjawab pertanyaan tentang doktrin guru kami sendiri.”
9. “Kalau demikian, Udayin, apa yang diajarkan di dalam doktrin gurumu sendiri?”
“Tuan yang terhormat, di dalam doktrin guru kami sendiri diajarkan bahwa “Ini adalah kegemilangan sempurna, ini adalah kegemilangan sempurna!”‘
“Tetapi, Udayin, karena diajarkan di dalam doktrin gurumu sendiri: Ini adalah kegemilangan sempurna, ini adalah kegemilangan sempurna!’ – apakah kegemilangan sempurna itu?”
“Tuan yang terhormat, kegemilangan itu adalah kegemilangan sempurna yang tak tertandingi oleh kegemilangan lain yang lebih tinggi atau lebih agung.”
“Tetapi, Udayin, apakah kegemilangan yang tak tertandingi oleh kegemilangan lain yang lebih tinggi atau lebih agung itu ?’ [33]
“Tuan yang terhormat, kegemilangan itu adalah kegemilangan sempurna yang tak tertandingi oleh kegemilangan lain yang lebih tinggi atau lebih agung.”
10. “Udayin,engkau bisa saja terus melanjutkan dengan cara itu untuk waktu yang lama. Engkau mengatakan: ‘Tuan yang terhormat, kegemilangan itu adalah kegemilangan sempurna yang tak tertandingi oleh kegemilangan lain yang lebih tinggi atau lebih agung,’ tetapi engkau tidak menunjukkan apa kegemilangan itu. Seandainya saja ada orang yang mengatakan: ‘Saya jatuh cinta dengan gadis paling cantik di negeri ini.’
Kemudian mereka bertanya kepadanya: Sahabat, gadis paling cantik di negeri ini, yang kau cintai itu – apakah engkau tahu dia berasal dari kelas bangsawan atau brahmana atau pedagang atau pekerja?’Dan dia menjawab:’Tidak.’Kemudian mereka bertanya kepadanya : ‘Sahabat, gadis paling cantik di negeri ini yang kau cintai itu – apakah engkau tahu nama dan keluarganya? … Apakah dia tinggi, pendek atau sedang? … Apakah dia berkulit gelap atau coklat atau keemasan? Apa nama desa atau kota atau kota besar di mana dia tinggal?’dan dia menjawab: ‘Tidak.’ Dan kemudian mereka bertanya kepadanya: Sahabat, kalau begitu, apakah engkau mencintai gadis yang belum pernah kau kenal atau lihat?’ dan dia menjawab: ‘Ya.’ Bagaimana pendapatmu, Udaiyin, kalau demikian halnya, tidakkah pembicaraan orang itu berarti omong kosong?”
“Tentu, tuan yang terhormat, kalau demikian halnya, pembicaraan orang itu berarti omong kosong.”
“Tetapi dengan cara yang sama, Udayin, engkau mengatakan demikian: ‘Kegemilangan itu adalah kegemilangan sempurna yang tak tertandingi oleh kegemilangan lain yang lebih tinggi atau lebih agung,’ tetapi engkau tidak menunjukkan apa kegemilangan itu.”
11. “Tuan yang terhormat, sama seperti permata beryl indah dari air yang paling murni, bersisi-delapan, dipotong dengan bak terletak di atas kain brokat merah, berkilau, cemerlang, dan bersinar, kegemilangan seperti inilah diri [yang bertahan hidup] tak rusak setelah kematian .”783
12. “Bagaimana pendapatmu, Udayin? Permata beryl indah dari air paling murni, bersisi-delapan, dipotong dengan baik, terletak di atas kain brokat merah, [34] berkilau, cemerlang, dan bersinar, atau ulat kelip-kelip di tengah kegelapan malam yang pekat – dari dua hal ini, yang manakah yang memancarkan kegemilangan yang lebih elok dan agung? “ – “Ulat kelip-kelip di tengah kegelapan malam yang pekat, tuan yang terhormat.”
13. “Bagaimana pendapatmu, Udayin? Ulat kelip-kelip di tengah kegelapan malam yang pekat ini atau lampu-minyak di tengah kegelapan malam yang pekat – dari dua hal ini, yang manakah yang memancarkan kegemilangan yang lebih elok dan agung?” -’Lampu-minyak, tuan yang terhormat.”
14. Bagaimana pendapatmu, Udayin? Lampu-minyak di tengah kegelapan malam yang pekat atau api unggun besar di tengah kegelapan malam yang pekat – dari dua hal ini, yang manakah yang memancarkan kegemilangan yang lebih elok dan agung?”- “Api unggun yang besar, tuan yang terhormat,”
15. “Bagaimana pendapatmu, Udayin? Api unggun besar di tengah kegelapan malam yang pekat atau bintang pagi saat fajar di langit yang cerah tak berawan – dari dua hal ini, yang manakah yang memancarkan kegemilangan yang lebih elok dan agung?” – “Bintang pagi saat fajar di langit yang cerah tak berawan, tuan yang terhormat.”
16. “Bagaimana pendapatmu,Udayin? Bintang pagi saat fajar di langit yang cerah tak berawan atau bulan purnama di tengah malam di langit yang cerah tak berawan pada hari Uposatha tanggal limabelas – dari dua hal ini, yang manakah yang memancarkan kegemilangan yang lebih elok dan agung ? “- “Bulan purnama di tengah malam di langit yang cerah tak berawan pada hari Uposatha tanggal limabelas, tuan yang terhormat.” [35]
17. “Bagaimana pendapatmu, Udayin? Bulan purnama di tengah malam di langit yang cerah tak berawan pada hari Uposatha tanggal limabelas, atau lingkaran bulat matahari di tengah hari di langit yang cerah tak berawan di musim gugur di bulan terakhir musim hujan – dari dua hal ini, yang manakah yang memancarkan kegemilangan yang lebih elok dan agung?” – “Lingkaran bulat matahari di tengah hari di langit yang cerah tak berawan di musim gugur di bulan terakhir musim hujan, tuan yang terhormat.”
18. “Diluar hal ini,Udayin,aku mengetahui amat banyak sekali dewa [yang kegemilangannya] tidak tertandingi oleh terangnya matahari dan rembulan, namun aku tidak mengatakan bahwa tidak ada kegemilangan yang lebih tinggi dan agung daripada kegemilangan itu. Tetapi engkau, Udayin, mengatakan tentang kegemilangan yang lebih rendah dan lebih hina daripada kegemilangan ulat kelip-kelip: Ini adalah kegemilangan sempurna,’tetapi engkau tidak menunjukkan apa kegemilangan itu.”
19. “Yang Terberkahi telah menghentikan diskusi ini; Yang Agung telah menghentikan diskusi ini.”
“Tetapi, Udayin, mengapa engkau berkata demikian?”
“Tuan yang terhormat, diajarkan di dalam doktrin para guru kami sendiri: Ini adalah kegemilangan sempurna, ini adalah kegemilangan sempurna.’Tetapi ketika didesak dan ditanya dan ditanya-ulang tentang doktrin para guru kami sendiri oleh Yang Terberkahi, kami kedapatan kosong, hampa, dan salah.”
20. “Bagaimana, Udayin, adakah dunia yang seluruhnya menyenangkan? Adakah jalan praktis untuk mewujudkan dunia yang seluruhnya menyenangkan?”
“Tuan yang terhormat, diajarkan di dalarn doktrin para guru kami sendiri: ‘Ada dunia yang seluruhnya menyenangkan; ada jalan praktis untuk mewujudkan dunia yang menyenangkan.”‘
21. “Tetapi, Udayin, apakah jalan praktis untuk mewujudkan dunia yang seluruhnya menyenangkan itu ?”
‘Di sini, tuan yang terhormat, dengan meninggalkan membunuh makhluk hidup, orang menjauhkan diri dari membunuh makhluk hidup; dengan meninggalkan mengambil apa yang tidak diberikan, dia menjauhkan diri dari mengambil apa yang tidak diberikan; dengan meninggalkan perilaku salah di dalam kesenangan indera, dia menjauhkan diri dari perilaku salah di dalam kesenangan indera; [36] dengan meninggalkan ucapan salah, dia menjauhkan diri dari ucapan salah; kalau tidak demikian, dia menjalankan dan melatih suatu jenis kepertapaan.
Inilah jalan praktis menyenangkan itu untuk mewujudkan dunia yang seluruhnya menyenangkan itu.”
22. “Bagaimana pendapatmu, Udayin? Pada saat dia meninggalkan membunuh makhluk hidup dan menjauhkan diri dari membunuh makhluk hidup, apakah dirinya kemudian merasakan hanya kesenangan atau kesenangan dan penderitaan?”
“Kesenangan dan penderitaan, tuan yang terhormat.”
“Bagaimana pendapatmu, Udayin? Pada saat dia meninggalkan mengambil apa yang tidak diberikan dan menjauhkan diri dari mengambil apa yang tidak diberikan … ketika dia meninggalkan perilaku salah di dalam kesenangan indera dan menjauhkan diri dari perilaku salah di dalam kesenangan indera … ketika dia meninggalkan ucapan salah dan menjauhkan diri dari ucapan salah, apakah dirinya kemudian merasakan hanya kesenangan atau kesenangan dan penderitaan?”
“Kesenangan dan penderitaan, tuan yang terhormat.”
“Bagaimana pendapatmu, Udayin? Pada saat dia menjalankan dan melatih suatu jenis kepertapaan, apakah dirinya kemudian merasakan hanya kesenangan atau kesenangan dan penderitaan?”
“Kesenangan dan penderitaan, tuan yang terhormat.”
“Bagaimana pendapatmu, Udayin ? Apakah realisasi dunia yang seluruhnya menyenangkan terjadi dengan mengikuti jalan yang merupakan campuran dari kesenangan dan penderitaan?”
23. “Yang Terberkahi telah menghentikan diskusi ini; Yang Agung telah menghentikan diskusi ini.”
“Tetapi, Udayin, mengapa engkau berkata demikian?”
“Tuan yang terhormat, diajarkan di dalam doktrin para guru kami sendiri: “Ada dunia yang sepenuhnya menyenangkan; ada jalan praktis untuk mewujudkan dunia yang sepenuhnya menyenangkan.’Tetapi ketika didesak dan ditanya dan ditanya ulang tentang doktrin para guru kami sendiri oleh Yang Terberkahi, kami kedapatan kosong, hampa, dan salah.” Tetapi, bagaimana tuan yang terhormat, adakah dunia yang sepenuhnya menyenangkan? Adakah jalan praktis untuk mewujudkan dunia yang sepenuhnya menyenangkan?’ [37]
24. “Ada dunia yang sepenuhnya menyenangkan, Udayin; ada jalan praktis untuk mewujudkan dunia yang sepenuhnya menyenangkan.”
“Tuan yang terhormat, apakah jalan praktis untuk mewujudkan dunia yang sepenuhnya menyenangkan itu?”
25. “Di sini, Udayin, sangat terpisah dari kesenangan-kesenangan indera, terpisah dari keadaan-keadaan tak-bajik, seorang bhikkhu masuk dan berdiam di dalam jhana pertama
… Bersama berhentinya pemikiran pemicu dan pemikiran yang bertahan, dia masuk dan berdiam di dalam jhana kedua … di dalam jhana ketiga … Inilah jalan praktis untuk mewujudkan dunia yang sepenuhnya menyenangkan.”
“Tuan yang terhormat, itu bukan jalan praktis untuk mewujudkan dunia yang sepenuhnya menyenangkan; pada titik itu, dunia yang sepenuhnya menyenangkan telah diwujudkan.”
“Udayin, pada titik itu, dunia yang sepenuhnya menyenangkan belum diwujudkan; itu hanyalah jalan praktis untuk mewujudkan dunia yang sepenuhnya menyenangkan.”
26. Ketika hal ini dikatakan, kelompok Sakuludayin si kelana membuat kegaduhan, berbicara dengan sangat keras dan ribut: “Kami tersesat bersama dengan doktrin para guru kami sendiri! Kami tersesat bersama dengan doktrin para guru kami sendiri! Kami tidak tahu hal yang lebih tinggi daripada itu !”784
Maka Sakuludayin si kelana pun menenangkan para kelana itu dan bertanya kepada Yang Terberkahi:
27. “Tuan yang terhormat, pada titik apakah dunia yang sepenuhnya menyenangkan dapat diwujudkan?”
“Di sini, Udayin, dengan ditinggalkannya kesenangan dan penderitaan, dan dengan lenyapnya sukacita dan kesedihan sebelumnya, seorang bhikkhu masuk dan berdiam di dalam jhana keempat, yang mempunyai bukan-penderitaan-pun bukan-kesenangan dan kemurnian kewaspadaan yang disebabkan oleh ketenang-seimbangan. Dia berdiam dengan para dewa yang telah muncul di alam yang sepenuhnya menyenangkan dan dia bercakap-cakap dengan mereka serta masuk ke dalam percakapan dengan mereka.785 Pada titik inilah dunia yang sepenuhnya menyenangkan telah terwujud.”
28. “Tuan yang terhormat, tentunya demi mewujudkan dunia yang sepenuhnya menyenangkan itulah maka para bhikkhu menjalani kehidupan suci di bawah Yang Terberkahi.”
“Bukan demi mewujudkan dunia yang sepenuhnya menyenangkan itulah maka para bhikkhu menjalani kehidupan suci di bawahku. Ada keadaan-keadaan lain, Udayin, yang lebih tinggi dan lebih agung [daripada itu] dan demi mewujudkan itu semualah maka para bhikkhu menjalani kehidupan suci di bawahku.” [38]
“Apakah keadaan-keadaan yang lebih tinggi dan lebih agung itu, tuan yang terhormat, yang demi mewujudkannya.maka para bhikkhu menjalani kehidupan suci di bawah Yang Terberkahi7′
29-36. “Di sini, Udayin, Tathagata muncul di dunia, mantap, sepenuhnya tercerahkan … (seperti Sutta 5 1, § 12-19) … Beliau memurnikan pikirannya dari keraguan.
37. “Setelah demikian meninggalkan lima rintangan ini –yaitu ketidak-sempurnaan pikiran yang melemahkan kebijaksanaan-, sangat terpisah dari kesenangan-kesenangan indera, terpisah dari keadaan-keadaan tak-bajik, seorang bhikkhu masuk dan berdiam di dalam jhana pertama … Inilah, Udayin, keadaan yang lebih tinggi dan lebih agung yang demi mewujudkannya maka para bhikkhu menialani kehidupan suci di bawahku.
38-40. “Sekali lagi, dengan berhentinya pemikiran pemicu dan pemikiran bertahan, seorang bhikkhu masuk dan berdiam di dalam jhana kedua … jhana ketiga … jhana keempat. Inilah juga, Udayin, keadaan yang lebih tinggi dan lebih agung yang demi mewujudkannya maka para bhikkhu menjalani kehidupan suci di bawahku.
41. “Ketika pikiran yang terkonsentrasi telah demikian termurnikan, terang, tak-ternoda, bebas dari ketidaksempurnaan, dapat diolah, lentur, mantap, dan mencapai keadaan tak-terganggu, dia mengarahkannya pada pengetahuan tentang ingatan kehidupan lampau. Dia mengingat berbagai kehidupan lampaunya, satu kelahiran, dua kelahiran … (seperti Sutta 51, §24)… Demikianlah, bersama dengan berbagai aspek dan cirinya dia mengingat kembali berbagai kehidupan msa lampaunya. Inilah juga, Udayin, keadaan yang lebih tinggi dan lebih agung yang demi mewujudkannya maka para bhikkhu menjalani kehidupan suci di bawahku.
42. “Ketika pikiran yang terkonsentrasi telah demikian termurnikan, terang, tak-ternoda, bebas dari ketidaksempurnaan, dapat diolah, lentur, mantap, dan mencapai keadaan tak-terganggu, dia mengarahkannya pada pengetahuan tentang ingatan akan lenyap dan muncul kembalinya para makhluk … (seperti Sutta 51, §25) … Demikianlah dengan mata-dewa, yang termurnikan dan melampaui manusia, dia melihat para makhluk lenyap dan muncul kembali, rendah dan tinggi, elok dan buruk rupa, beruntung dan sial, dan dia memahami bagaimana para makhluk berlanjut sesuai dengan tindakan-tindakan mereka.
Inilah juga, Udayin, keadaan yang lebih tinggi dan lebih agung yang demi mewujudkannya maka para bhikkhu menjalani kehidupan suci di bawahku.
43. “Ketika pikiran yang terkonsentrasi telah demikian termurnikan, terang, tak-ternoda, bebas dari ketidaksempurnaan, dapat diolah, lentur, mantap, dan mencapai keadaan tak-terganggu, dia mengarahkannya pada pengetahuan tentang hancurnya noda-noda. Dia memahami sebagaimana adanya:’inilah penderitaan’ … (seperti Sutta 51, §26) [39] … Dia memahami sebagaimana adanya: ‘inilah jalan menuju berhentinya noda-noda.’
44. Ketika dia mengetahui dan melihat demikian, pikirannya terbebas dari noda nafsu indera, dari noda dumadi, dan dari noda ketidak-tahuan. Ketika pikiran itu terbebas, muncullah pengetahuan:’Pikiran ini terbebas.’Dia memahami:’Kelahiran telah hancur, kehidupan suci telah dijalani, apa yang harus dilakukan telah dilakukan, tidak lagi ada kemunculan di alam mana pun juga.’ Inilah juga, Udayin, keadaan yang lebih tinggi dan lebih agung yang demi mewujudkannya maka para bhikkhu menjalani kehidupan suci di bawahku.
“Inilah, Udayin, keadaan-keadaan yang lebih tinggi dan lebih agung yang demi mewujudkannya maka para bhikkhu menjalani kehidupan suci di bawahku.”
45. Ketika hal ini dikatakan, kelana Sakuludayin berkata kepada Yang Terberkahi: “Luar biasa, tuan yang terhormat! Luar biasa, tuan yang terhormat! Yang Terberkahi telah membuat Dhamma jelas dengan banyak cara, seakan-akan Beliau menegakkan apa yang tadinya terbalik, mengungkapkan apa yang tadinya tersembunyi, menunjukkan jalan kepada orang yang tersesat, atau memberi penerangan di dalam kegelapan bagi mereka yang memiliki penglihatan untuk melihat bentuk. Saya pergi kepada Yang Terberkahi untuk perlindungan dan kepada Dhamma serta kepada Sangha para bhikkhu. Saya akan menerima pentahbisan di bawah Yang Terberkahi, tuan yang terhormat, saya mau menerima pentahbisan penuh.”
46. Ketika hal ini dikatakan, kelompok Sakuludayin si kelana berbicara kepada Sakuludayin demikian: “Jangan menjalani kehidupan suci di bawah petapa Gotama, Guru Udayin. Setelah menjadi guru, Guru Udayin, jangan menjalani hidup sebagai siswa. Bila Guru Udayin melakukannya, hal ini bagaikan tempayan air menjadi teko. Jangan menjalani kehidupan suci di bawah petapa Gotama, Guru Udayin. Setelah menjadi guru, Guru Udayin, jangan menjalani hidup sebagai siswa.”
Begitulah cara kelompok Sakuludayin si kelana menghalangi Sakuludayin agar dia tidak menjalani kehidupan suci di bawah Yang Terberkahi.786
Catatan
782
Lihat n.408.
783
Evamvanno atta hoti arogo param marana. Kata arogo, biasanya berarti sehat, di sini seharusnya dipahami dengan arti kekal. MA mengatakan bahwa dia berbicara dengan acuan pada kelahiran ulang di alam surgawi dengan Keagungan Kemilau, imbangan objektif dari jhana ketiga, yang telah dia dengar tanpa benar-benar mencapainya. Pandangannya ini tampaknya masuk ke dalam kelompok yang dijelaskan di MN 102.3.
784
Penerjemah-penerjemah sebelumnya kelihatannya bingung dengan kata-kerja anassama. Jadi Nm di Ms menerjemahkan baris itu: “Kami tidak meninggalkan doktrin guru-guru kami dengan alasan ini.” Dan Homer: “Kami telah mendengar sampai di sini dari guru-guru kami sendiri.” Tetapi anassama adalah aorist jamak orang-pertama dari nassati, “hancur, hilang.” Bentuk yang sama muncul di MN 27.7. MA menjelaskan, mereka tahu bahwa di masa lalu para meditator melakukan kerja awal dengan kasina, mencapai jhana ketiga, dan terlahir kembali di alam Keagungan Kemilau. Tetapi bersama berlalunya waktu, kerja awal dengan kasina lalu tidak lagi dipahami dan meditator tidak dapat mencapai jhana ketiga. Para kelana hanya mempelajari bahwa “alam yang sepenuhnya menyenangkan” itu ada dan bahwa lima kualitas yang disebutkan di §21 merupakan “jalan yang praktis” menuju kesana. Mereka tidak tahu tentang alam yang sepenuhnya menyenangkan, yang lebih tinggi daripada jhana ketiga, dan tentang jalan praktis yang lebih tinggi daripada lima kualitas itu.
785
MA: Setelah mencapai jhana keempat, melalui kekuatan supranatural dia pergi ke alam Keagungan Kemilau dan bercakap-cakap dengan para dewa di sana.
786
MA menjelaskan bahwa dalam suatu kehidupan sebelumnya, sebagai seorang bhikkhu pada zaman Buddha Kassapa, dia telah membujuk seorang bhikkhu lain untuk kembali ke kehidupan awam guna memperoleh jubah dan mangkuknya, dan kamma penghalang ini menghalangi dia meninggalkan keduniawian di bawah Sang Buddha di dalam kehidupan ini. Tetapi Sang Buddha mengajarkan kepadanya dua sutta panjang untuk menyediakan kondisi baginya bagi pencapaian di masa mendatang. Selama masa pernerintahan Raja Asoka, dia mencapai tingkat arahat sebagai Assagutta Thera, yang unggul dalam praktek cinta-kasih.