Selasa, 28 Februari 2012

GHATIKARA SUTTA

[45]1. DEMIKIAN YANG SAYA DENGAR. Pada suatu ketika Yang Terberkahi sedang berkelana di negeri Kosala bersama kelompok besar Sangha para bhikkhu.
2. Di suatu tempat di sisi jalan utama, Yang Terberkahi tersenyum. Muncul di benak Y M. Ananda: “Apakah alasannya, apakah penyebabnya sehingga Yang Terberkahi tersenyum? Para Tathagata tidak tersenyurn tanpa alasan.” Maka dia mengatur jubah atasnya di satu bahu, menyatukan kedua tangannya untuk menghormat Yang Terberkahi, dan bertanya kepada Beliau: “Bhante, apakah alasannya, apakah penyebabnya sehingga Yang Terberkahi tersenyum? Para Tathagata tidak tersenyurn tanpa alasan.”
3. “Dahulu, Ananda, di tempat ini ada kota pasar yang sibuk dan makmur yang disebut Vebhalinga, dengan banyak penghuni dan penuh orang. Pada saat itu, Yang Terberkahi Kassapa yang telah mantap dan sepenuhnya tercerahkan- tinggal di dekat kota pasar Vebhalinga itu. Sebenarnya, tepat di sinilah terletak vihara Yang Terberkahi Kassapa yang telah mantap dan sepenuhnya tercerahkan itu. Sebenarnya, tepat di sinilah Yang Terberkahi Kassapa -yang telah mantap dan sepenuhnya tercerahkan- berdiam dan menasihati Sangha para bhikkhu.”
4. MakaYM.Ananda melipat jubah percanya menjadi empat, dan membentangkannya sambil berkata kepada Yang Terberkahi: “Bhante, silahkan Yang Terberkahi duduk. Dengan dernikian, tempat ini sudah digunakan oleh dua Manusia Yang Telah Mantap, Dua Manusia yang Telah Sepenuhnya Tercerahkan.”
Yang Terberkahi pun duduk di tempat yang telah disiapkan dan berbicara kepada Ananda dernikian:
5. “Dahulu, Ananda, di tempat ini ada kota pasar yang sibuk dan makmur yang disebut Vebhalinga, dengan banyak penghuni dan penuh orang. Pada saat itu, Yang Terberkahi Kassapa yang telah mantap dan sepenuhnya tercerahkan- tinggal di dekat kota pasar Vebhalinga itu. Di sinilha tepatnya letak vihara Yang Terberkahi Kassapa yang telah mantap dan sepenuhnya tercerahkan itu. Sebenarnya, tepat di sinilah Yang Terberkahi Kassapa -yang telah mantap dan sepenuhnya tercerahkan berdiam [46] dan menasihati Sangha para bhikkhu.
6. “Di Vebhalinga, Yang Terberkahi Kassapa -yang telah mantap dan sepenuhnya tercerahkan- memiliki seorang penopang, penopang utamanya, seorang pernbuat tembikar bernama Ghatikara. Ghatikara si Pernbuat Tembikar memiliki seorang teman, sahabat baiknya, seorang siswa brahmana bernarna Jotipala.790
“Pada suatu hari si Pernbuat Tembikar Ghatikara berbicara kepada siswa brahmana Jotipala demikian: ‘Sahabatku Jotipala, marilah kita pergi dan menemui Yang Terberkahi
Kassapa -yang telah mantap dan sepenuhnya tercerahkan. Saya berpendapat bahwa sungguh baik menemui Yang Terberkahi -yang telah mantap dan sepenuhnya tercerahkan.’ Siswa brahmana Jotipala menjawab: ‘Cukup, sahabatku Ghatikara, apakah gunanya menemui petapa berkepala-gundul itu?,
“Untuk kedua dan ketiga kalinya si Pembuat Tembikar Ghatikara berkata: ‘Sahabatku Jotipala, marilah kita pergi dan menemui Yang Terberkahi Kassapa -yang telah mantap dan sepenuhnya tercerahkan. Saya berpendapat bahwa sungguh baik menemui Yang Terberkahi -yang telah mantap dan sepenuhnya tercerahkan.’ Dan untuk kedua dan ketiga kalinya siswa brahmana Jotipala menjawab: ‘Cukup, sahabatku Ghatikara, apakah gunanya menemui petapa berkepala-gundul itu?’ ‘Kalau demikian, sahabatku Jotipala, marilah kita mengambil alat mandi dan serbuk mandi, lalu pergi ke sungai untuk mandi.’ -’Baik,’ jawab Jotipala.790
7. “Maka si pernbuat tembikar Ghatikara dan siswa brahmana Jotipala mangambil alat mandi dan serbuk mandi, lalu pergi ke sungai untuk mandi. Kernudian Ghatikara berkata kepada Jotipala: ‘Sahabatku Jotipala, di sanalah vihara Yang Terberkahi Kassapa -yang telah mantap dan sepenuhnya tercerahkan, tempatnya cukup dekat. Marilah kita pergi dan menemui Yang Terberkahi Kassapa -yang telah mantap dan sepenuhnya tercerahkan. Saya berpendapat bahwa sungguh baik menemui Yang Terberkahi -yang telah mantap dan sepenuhnya tercerahkan.’Jotipala menjawab: ‘Cukup, sahabatku Ghatikara, apakah [47] gunanya menemui petapa berkepala-gundul itu?’
“Untuk kedua dan ketiga kalinya Ghatikara berkata:’Sahabatku Jotipala, di sanalah vihara Yang Terberkahi Kassapa – – .’ Dan untuk kedua dan ketiga kalinya siswa brahmana Jotipala menjawab: ‘Cukup, sahabatku Ghatikara, apakah gunanya menemui petapa berkepala-gundul itu?’791
8. “Maka si pernbuat tembikar Ghatikara menarik sabuk siswa brahmana Jotipala dan berkata: ‘Sahabatku Jotipala, di sanalah vihara Yang Terberkahi Kassapa -yang telah mantap dan sepenuhnya tercerahkan, tempatnya cukup dekat. Marilah kita pergi dan menemui Yang Terberkahi Kassapa -yang telah mantap dan sepenuhnya tercerahkan. Saya berpendapat bahwa sungguh baik menemui Yang Terberkahi -yang telah mantap dan sepenuhnya tercerahkan.’ Siswa brahmana Jotipala pun melepaskan sabuknya dan berkata: ‘Cukup, sahabatku Ghatikara, apakah gunanya menemui petapa berkepala-gundul itu?’
9. “Kemudian, ketika siswa brahmana Jotipala telah mencuci kepalanya, si pernbuat tembikar Ghatikara menarik rambutnya dan berkata:792 ‘Sahabatku Jotipala, di sanalah vihara Yang Terberkahi Kassapa -yang telah mantap dan sepenuhnya tercerahkan, tempatnya cukup dekat. Marilah kita pergi dan menernui Yang Terberkahi Kassapa -yang telah mantap dan sepenuhnya tercerahkan. Saya berpendapat bahwa sungguh baik menemui Yang Terberkahi -yang telah mantap dan sepenuhnya tercerahkan.’
“Maka siswa brahmana Jotipala berpikir: ‘Sungguh luar biasa, sungguh menakjubkan bahwa si pernbuat tembikar Ghatikara yang berasal dari kasta berbeda- berpikir untuk menarik rambutku setelah kami mencuci kepala ! Pastilah hal ini bukan masalah sederhana.’ Maka dia berkata kepada si pernbua tembikar Ghatikara: ‘Engkau sampai bertindak sejauh ini, sahabatku Ghatikara?’ – “Saya sampai bertindak sejauh ini, sahabatku Jotipala; karena begitu besar [48] anggapan saya bahwa sungguh baik menemui Yang Terberkahi itu -yang telah mantap dan sepenuhnya tercerahkan ! ‘ – ‘Kalau demikian, sahabatku Ghatikara, lepaskan saya. Marilah kita mengunjunginya.’
10. “Kemudian Ghatikara sipembuat tembikar dan Jotipala si siswa brahmana menernui Yang Terberkahi Kassapa –yang telah mantap dan sepenuhnya tercerahkan. Setelah Ghatikara memberi hormat kepada Beliau, dia duduk di satu sisi. Jotipala bertegur sapa dengan Beliau, dan setelah ramah tamah selesai, dia pun duduk di satu sisi. Ghatikara kemudian berkata kepada Yang Terberkahi Kassapa -yang telah mantap dan sepenuhnya tercerahkan: ‘Bhante, ini adalah siswa brahmana Jotipala, teman saya, sahabat dekat saya. Sudilah Yang Terberkahi mengajarkan Dhamma kepadanya.’
“Kemudian Yang Terberkahi Kassapa -yang telah mantap dan sepenuhnya tercerahkan- mengajarkan, mendorong, membangkitkan, serta menyemangati Ghatikara si pembuat tembikar dan Jotipala si siswa brahmana dengan penjelasan Dhamma. Di akhir penjelasan itu, setelah bergembira dan bersukacita dengan kata-kata Yang Terberkahi Kassapa, mereka bangkit dari tempat duduk mereka. Setelah memberi hormat kepada Yang Terberkahi Kassapa -yang telah mantap dan sepenuhnya tercerahkan- dengan mempertahankan Beliau di sisi kanan, mereka pun pergi.
11. “Kemudian Jotipala bertanya kepada Ghatikara: ‘Setelah engkau mendengar Dhamma, sahabatku Ghatikara, mengapa engkau tidak meninggalkan keduniawian dari kehidupan berumah menuju tak-berumah?’- “Sahabatku Jotipa1a, tidakkah engkau tahu bahwa saya menopang orangtuaku yang buta dan sudah tua?’-'Kalau demikian, sahabatku Ghatikara, saya akan meninggalkan keduniawian dari kehidupan berumah menuju tak-berumah.’
12. “MakaGhatikara si pembuat tembikar dan Jotipaala si siswa brahmana menemui Yang Terberkahi Kassapa -yang telah mantap dan sepenuhnya tercerahkan. [49] Setelah memberi hormat kepada Beliau, mereka duduk di satu sisi dan Ghatikara si pembuat tembikar berkata kepada Yang Terberkahi Kassapa -yang telah mantap dan sepenuhnya tercerahkan:’Bhante, ini adalah siswa brahmana Jotipala, teman saya, sahabat dekat saya. Sudilah Yang Terberkahi memberikan pentahbisan.’Siswa brahmana Jotipala pun menerima pentahbisan dari Yang Terberkahi Kassapa -yang telah mantap dan sepenuhnya tercerahkan- dan dia menerima pentahbisan penuh.793
13 “Tak lama setelah Jotipala siswa brahmana menerima pengukuhan penuh, setengah bulan setelah pengukuhan penuhnya itu, Yang Terberkahi Kassapa -yang telah mantap dan sepenuhnya tercerahkan mulai berkelana menuju Benares, setelah tinggal di Vebhalinga selama yang Beliau Berkelana secara bertahap, Beliau akhirnya tiba di Benares, dan di sana Beliau berdiam di Taman Rusa Isipatana.
14. “Pada saat itu Raja Kiki dari Kasi mendengar: ‘Tampaknya yang Terberkahi Kassapa -yang telah mantap dan sepenuhnya tercerahkan- telah sampai di Benares dan sedang berdiam di Taman Rusa Isipatana.’ Maka dia menyuruh menyiapkan banyak kereta kerajaan, dan kereta kerajaan Raja Kiki pun melaju ke Benares dengan seluruh kebesaran kerajaannya untuk menjumpai Yang Terberkahi Kassapa -yang telah mantap dan sepenuhnya tercerahkan. Raja berkereta sejauh jalan dapat dilewati kereta-kereta kerajaan, dan kemudian dia turun dari keretanya untuk melanjutkan dengan berjalan kaki menuju Yang Terberkahi Kassapa -yang telah mantap dan sepenuhnya tercerahkan. Setelah memberi hormat, raja duduk di satu sisi, dan Yang Terberkahi Kassapa -yang telah mantap dan tercerahkan- mengajarkan, mendorong, membangkitkan, clan menyemangati Raja Kiki dari Kasi dengan penjelasan Dhamma.
15 “Di akhir penjelasan, Raja Kiki dari Kasi berkata: [50] ‘Bhante, sudilah Yang Terberkahi bersama Sangha para bhikkhu menerima dana makan untuk esok hari dari saya.’ Dan Yang Terberkahi Kassapa -yang telah mantap dan sepenuhnya tercerahkan- menerima dengan berdiam diri. Mengetahui bahwa Yang Terberkahi Kassapa -yang telah mantap dan sepenuhnya tercerahkan- telah menerima, raja pun bangkit dari tempat duduknya. Setelah memberi hormat Beliau, dengan tetap menjaga agar Beliau di sisi kanan, raja pun pergi.
16. “Kemudian, ketika malam telah berakhir, Raja Kiki dari Kasi menyuruh menyiapkan berbagai makanan pilihan di kediamannya sendiri – beras merah yang disimpan dalam ikatan dengan biji-bijian berwarna gelap yang disisihkan, bersama berbagai saus dan kari. Lalu raja menyuruh mengumumkan kepada Yang Terberkahi Kassapa -yang telah mantap dan sepenuhnya tercerahkan- demikian: ‘Waktunya telah tiba, Yang Mulia Bhante, makanan telah siap.’
17. “Maka, di pagi hari, Yang Terberkahi Kassapa -yang telah mantap dan sepenuhnya tercerahkan- berpakaian, mengambil mangkuk serta jubah luarnya, dan pergi bersama Sangha para bhikkhu menuju tempat tinggal Raja Kiki dari Kasi dan duduk di tempat yang telah disediakan. Kemudian dengan tangannya sendiri, Raja Kiki dan Kasi melayani dan memastikan Sangha para bhikkhu -yang dipimpin oleh Sang Buddha- dilayani dengan berbagai jenis makanan pilihan. Setelah Yang Terberkahi Kassapa -yang telah mantap dan sepenuhnya tercerahkan- selesai makan dan menarik tangannya dari mangkuk, Raja Kiki dari Kasi duduk di ternpat yang rendah di satu sisi dan berkata: ‘Bhante, sudilah Yang Tercerahkan menerima dari saya tempat tinggal selama Musim Penghujan di Benares; hal itu akan sangat membantu Sangha.’-'Cukup, raja, tempat tinggal selama Musim Penghujan bagiku telah tersedia.’
*Untuk kedua dan ketiga kali Raja Kiki dari Kasi berkata:’Bhante, sudilah Yang Tercerahkan menerima dari saya tempat tinggal selama Musim Penghujan di Benares; hal itu akan sangat inembantu Sangha.’ – ‘Cukup, raja, ternpat tinggal selama Musim Penghujan bagiku telah tersedia.’
*Raja berpikir: ‘Yang Terberkahi Kassapa, [51] -yang telah mantap dan sepenuhnya tercerahkan- tidak menerima dariku tempat tinggal selama Musim Penghujan di Benares,’dan dia merasa sangat kecewa dan sedih.
18. “Kemudian dia berkata: ‘Bhante, apakah Bhante mempunyai penopang yang lebih baik dari saya?’-'Ya, raja agung. Ada sebuah kota pasar yang disebut Vebhalinga. Di situ tinggal seorang pembuat tembikar bernama Ghatikara. Dia adalah penopangku, penopang utamaku. Raja agung, engkau berpikir: “Yang Terberkahi Kassapa -yang telah mantap dan “Penuhnya tercerahkan- tidak menerima dariku tempat tinggal selama Musim Penghujan di Benares,” dan engkau merasa sangat kecewa dan sedih; tetapi si pembuat ternbikar Ghatikara tidak kecewa dan sedih, dan tidak akan demikian. Si pembuat tembikar Ghatikara telah pergi berlindung kepada Buddha, Dhamma, dan Sangha. Dia menjauhkan diri dari membunuh makhluk hidup, dari mengambil apa yang tidak diberikan, dari salah dalam kesenangan indera, dari pembicaraan salah, dari minuman anggur, minuman beralkohol, dan zat-zat yang memabukkan, yang merupakan dasar kelalaian. Dia memiliki keyakinan penuh pada Buddha, Dhamma, dan Sangha, dan dia memiliki moralitas yang dicintai oleh para mulia. Dia bebas dari keraguan tentang penderitaan, tentang asal mula penderitaan, tentang berhentinya penderitaan, dan tentang jalan menuju berhentinya penderitaan. Dia makan hanya pada satu bagian hari, dia hidup selibat, dia bermoral, dia memiliki watak yang baik. Dia telah menyingkirkan batu berharga dan emas, dia telah meninggalkan emas dan perak. Dia tidak menggali untuk mencari tanah liat menggunakan beliung dengan tangannya sendiri; apa pun yang tersisa dari tanggul atau yang dibuang oleh tikus-tikus, dia bawa pulang dengan kereta; setelah membuat pot, dia mengatakan: “Biarlah siapa pun yang berkenan- meletakkan sejumlah beras pilihan atau kacang-kacangan atau miju-miju pilihan, dan dan biarlah dia mengambil apa yang dia suka.“794 Dia menopang orangtuanya yang buta dan sudah tua. [52] Karena telah menghancurkan lima belenggu rendah, dia adalah orang yang akan muncul kembali secara spontan [di Alam Kediaman Murni] dan di sana mencapai Nibbana akhir tanpa pernah kembali lagi dari alam itu.
19. “‘Pada suatu saat ketika aku sedang berdiam di Vebhalinga, di pagi hari aku berpakaian, mengambil mangkuk serta jubah luarku, dan pergi ke orangtua pembuat tembikar Ghatikara. Aku bertanya kepada mereka: “Ke manakah si pembuat tembikar pergi? ” Bhante yang mulia, penopang Bhante sedang keluar; tetapi ambillah nasi dari kuali serta saus dari panic, dan silahkan makan.”
“ Aku makan, dan pergi. Kemudian pernbuat tembikar Ghatikara menemui orangtuanya dan bertanya: “Siapakah yang telah mengambil nasi dari kuali serta saus dari panci, makan, dan pergi ?” “Nak, Yang Terberkahi Kassapa -yang telah mantap dan sepenuhnya tercerahkan- yang melakukannya.”
“Kemudian pembuat tembikar Ghatikara berpikir: “Sungguh merupakan suatu keberuntungan bagiku, sungguh merupakan suatu keberuntungan besar bagiku bahwa Yang Terberkahi Kassapa -yang telah mantap dan sepenuhnya tercerahkan:bergantung padaku demikian!” Dan kegiuran serta kebahagiaan tidak pernah meninggalkan dia selama setengah-bulan atau orangtuanya selama seminggu.
20. “‘Pada kesempatan lain, ketika aku sedang berdiam di Vebhalinga, di pagi hari aku berpakaian, mengambil mangkuk serta jubah luarku, dan pergi ke orangtua pembuat tembikar ‘Ghatikara. Aku bertanya kepada mereka: “Ke mana si pernbuat tembikar pergi?” –“Bhante yang mulia, penopang Bhante sedang keluar; tetapi ambillah bubur dari wadah serta saus panci, dan silakan makan.”
“Aku makan, [53] dan pergi. Kemudian pernbuat tembikar Ghatikara menemui orangtuanya dan bertanya: “Siapakah yang telah mengambil bubur dari wadah serta saus dari panci, makan dan pergi?” – “Nak, Yang Terberkahi Kassapa –yang telah mantap dan sepenuhnya tercerahkan- yang melakukannya.”
“‘Kemudian pembuat tembikar Ghatikara berpikir: “Sungguh merupakan suatu keberuntungan bagiku, sungguh merupakan suatu keberuntungan besar bagiku bahwa Yang Terberkahi Kassapa -yang telah mantap dan sepenuhnya tercerahkan bergantung padaku demikian!” Dan kegiuran besar serta kebahagiaan tidak pernah meninggalkan dia selama setengah bulan atau orangtuanya selama seminggu.
21. “‘Pada kesempatan lain ketika aku sedang berdiam di Vebhalinga, gubugku bocor. Maka aku berkata kepada para bhikkhu demikian: “Pergilah, para bhikkhu, dan lihatlah apakah ada rumput di rumah pembuat tembikar Ghatikara.” –“ Bhante, tidak ada rumput di rumah pembuat tembikar Ghatikara; ada rumput di atapnya yang terbuat dari rumput.” – “Pergilah, para bhikkhu, dan ambillah rumput dari rumah pembuat tembikar Ghatikara.”
“Mereka melakukannya. Kemudian orangtua pembuat tembikar Ghatikara menanyai para bhikkhu: “Siapakah yang sedang mengambil rumput dari rumah ini?” – “Saudari, gubug Yang Terberkahi Kassapa -yang telah mantap dan sepenuhnya tercerahkan- bocor.” – “Ambillah, yang mulia para Bhante, ambillah, dan semoga berkah ada padamu!”
“‘Kemudian pembuat tembikar Ghatikara menemui orangtuanya dan bertanya: “Siapakah yang telah mengambil rumput dari atap? – “Nak, para bhikkhu yang melakukannya; gubug Yang Terberkahi Kassapa -yang telah mantap dan sepenuhnya tercerahkan- bocor.”
“Kemudian pembuat tembikar Ghatikara berpikir: “Sungguh merupakan suatu keberuntungan bagiku, sungguh merupakan suatu keberuntungan besar bagiku bahwa Yang Terberkahi Kassapa -yang telah mantap dan sepenuhnya tercerahkan- tergantung padaku demikian!” Dan [54] kegiuran serta kebahagiaan tidak pernah meninggalkan dia selama setengah-bulan atau orangtuanya selama seminggu. Dan selama tiga bulan penuh, rumah itu tetap beratap langit, tetapi tidak ada hujan yang masuk. Seperti itulah si pembuat tembikar Ghatikara.’
“Sungguh merupakan suatu keberuntungan bagi si pembuat tembikar Ghatikara, sungguh merupakan suatu keberuntungan besar baginya bahwa Yang Terberkahi Kassapa -yang telah Mantap dan sepenuhnya tercerahkan dan bergantung padanya.’
22 “Kemudian Raja Kasi mengirimi si pembuat tembikar Ghatikara 500 kereta penuh beras merah yang disimpan dalam ikatan, disertai juga dengan bahan-bahan saus. Kemudian para pesuruh raja pergi ke si pembuat tembikar Ghatikara dan berkata: “Tuan yang terhormat, ada lima ratus kereta beras merah yang disimpan dalam ikatan, disertai juga dengan bahan-bahan saus, yang dikirimkan kepadamu oleh Raja Kiki dari Kasi; mohon diterima.’ – ‘Raja sangat sibuk dan banyak yang harus beliau kerjakan. Yang saya punya sudah cukup. Biarlah ini untuk raja sendiri .’795
23. “Nah, Ananda, mungkin engkau berpikir demikian: ‘Tentu ada orang lain yang dulu adalah siswa brahmana Jotipala pada kesempatan itu.’ Tetapi janganlah menganggap demikian. Akulah siswa brahmana Jotipala pada kesempatan itu.”
Demikianlah yang dikatakan oleh Yang Terberkahi. Y M. Ananda merasa puas dan bergembira di dalam kata-kata Yang Terberkahi.
Catatan
790
Pada akhir sutta ini, Sang Buddha menyatakan bahwa pada waktu itu Beliau sendirilah Jotipala itu. Di SN 1:50 /1,35-36 dewa Ghatikara mengunjungi Buddha Gotama dan mengingatkan persahabatan mereka di waktu yang lampau.
791
Hal ini tampaknya merupakan ekspresi merendahkan yang umum dipakai oieh para perumah-tangga brahmana yang mengacu pada orang-orang yang sepenuhnya meninggalkan keduniawian, yang berlawanan dengan ideal mereka sendiri untuk mempertahankan garis keturunan keluarga.
792
Di Timur, dalam kondisi normal, dianggap merupakan pelanggaran etiket bila orang yang kastanya lebih rendah menyentuh kepala orang yang kastanya lebih tinggi. MA menjelaskan bahwa Ghatikara sudah siap menanggung resiko pelanggaran itu untuk membujuk Jotipala agar menemui Sang Buddha.
793
MA menyatakan bahwa para bodhisata pergi meninggalkan keduniawian di bawah para Buddha, memurnikan moralitasnya, mempelaiari Ajaran-ajaran Buddha, mempraktekkan kehidupan meditasi, dan mengembangkan kebijaksanaan sampai pada pengetahuan persesuaian (anulomanana). Tetapi mereka tidak mengerahkan usaha untuk mencapai jalan-jalan dan buah-buahnya (yang akan mengakhiri karir bodhisatta-nya).
794
Sebagai orang yang masih menjalankan kehidupan awam, perilakunya arnat dekat dengan perilaku bhikkhu. MA menjelaskan bahwa dia tidak memperdagangkan tembikar yang dia buat, melainkan hanya bertukar pelayanan gratis dengan para tetangganya.
795
MA menjelaskan bahwa dia menolak karena keinginannya hanya sedikit (appicchata). Dia menyadari bahwa raja mengirimkan bahan makanan itu karena telah mendengar dari Sang Buddha laporan tentang moralitasnya sendiri, tetapi dia berpikir: “Aku tidak membutuhkan ini semua. Dengan apa yang telah kuperoleh melalui kerjaku, aku dapat menopang orangtuaku dan memberikan persembahan kepada Sang Buddha.”