Kamis, 23 Februari 2012

GULISSANI SUTTA

[469] 1. DEMIKIAN YANG SAYA DENGAR. Pada suatu ketika Yang Terberkahi sedang berdiam di Rajagaha di Hutan Bambu Taman Tupai.
2. Pada kesempatan itu, seorang bhikkhu bernama Gulissani -seorang penghuni –hutan yang berperilaku lalai –datang berkunjung untuk tinggal di tengah-tengah Sangha untuk suatu urusan Y.M. Sariputta berbicara kepada para bhikkhu dengan mengacu pada bhikkhu Gulissani demikian:
3. “sahabat-sahabat, bila seorang bhikkhu penghuni-hutan datang ke Sangha dan berdiam di dalam Sangha, dia seharusnya bersikap hormat dan sopan terhadap teman-temannya di dalam kehidupan suci. Jika dia tidak bersikap hormat dan sopan terhadap teman-temannya di dalam kehidupan suci, akan ada orang yang membicarakan dia: ‘Apa yang telah diperoleh oleh penghuni-hutan yang mulia ini dengan hidup sendiri di hutan, melakukan apa yang dia suka, karena nyatanya dia tidak bersikap hormat dan sopan terhadap teman-temannya di dalam kehidupan suci?’ Karena akan ada orang-orang yang membicarakan dia, maka seorang bhikkhu penghuni-hutan yang datang ke Sangha dan berdiam di dalam Sangha seharusnya bersikap hormat dan sopan terhadap teman-temannya di dalam kehidupan suci.
4. “Bila seorang bhikkhu penghuni-hutan datang ke Sangha dan berdiam di dalam Sangha, dia seharusnya terampil dalam perilaku yang baik berkenaan dengan tempat duduk demikian: ‘Aku akan duduk sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu para bhikkhu senior dan tidak meniadakan tempat duduk para bhikkhu baru.’ Jika dia tidak terampil dalam perilaku yang baik berkenaan dengan tempat duduk, akan ada orang-orang yang membicarakan dia: “Apa yang telah diperoleh oleh penghuni-hutan yang mulia ini dengan hidup sendiri di hutan, melakukan apa yang dia suka, karena nyatanya dia bahkan tidak mengetahui hal-hal yang berkenaan dengan perilaku yang baik?’ Karena akan ada orang-orang yang membicarakan dia, maka seorang bhikkhu penghuni-hutan yang datang ke Sangha dan berdiam di dalam Sangha seharusnya terampil dalam perbuatan yang baik berkenaan dengan tempat duduk.
5. “Bila seorang bhikkhu penghuni-hutan datang ke Sangha dan berdiam di dalam Sangha, dia seharusnya tidak masuk desa terlalu awal atau kembali terlambat di siang hari. Jika dia masuk desa terlalu awal atau kembali terlambat di siang hari, akan ada orang-orang yang membicarakan dia. ‘Apa yang te;ah diperoleh oleh penghuni-hutan yang mulia ini dengan hidup sendiri di hutan, melakukan apa yang dia suka, karena dia masuk desa terlalu awal dan kembali terlambat di siang hari?’ Karena akan ada orang-orang yang membicarakan dia, maka seorang bhikkhu penghuni-hutan yang datang ke Sangha dan berdiam di dalam Sangha tidak seharusnya masuk desa terlalu awal atau kembali terlambat di siang hari.
6. “Bila seorang bhikkhu penghuni-hutan datang ke Sangha dan berdiam di dalam Sangha, [470] dia seharusnya tidak pergi sebelum makan atau sesudah makan untuk mengunjungi kelurga-keluarga.(692) Jika dia pergi sebelum makan atau sesudah makan untuk mengunjungi keluarga-kelurga, akan ada orang-orang yang membicarakan dia: ‘Tentunya penghuni-hutan yang mulia ini, sementara berdiam sendiri di hutan, melakukan apa yang dia suka, pastilah terbiasa melakukan kunjungan-kunjungan pada saat yang tak tepat, karena nyatanya dia  berperilaku demikian ketika  datang ke Sangha.’ Karena akan ada orang-orang yang membicarakan dia, seorang bhikkhu penghuni-hutan yang datang ke Sangha dan berdiam di dalam Sangha tidak seharusnya pergi sebelum makan atau sesudah makan untuk mengunjungi keluraga-keluarga.
7. “Bila seorang bhikkhu penghuni-hutan datang ke Sangha dan berdiam di dalam Sangha, dia seharusnya tidak bersikap congkak dan sombong secara pribadi. Jika dia congkak dan sombong secara pribadi, akan ada orang-orang yang membicarakan dia: ‘Tentunya penghuni-hutan yang mulia ini, sementara berdiam sendiri di hutan, melakukan apa yang dia suka, pastilah terbiasa bersikap congkak dan sombong secara pribadi, karena nyatanya dia berperilaku demikian ketika  datang  ke Sangha.’ Karena akan ada orang-orang yang membicarakan dia, maka seorang bhikkhu penghuni-hutan yang datang ke Sangha dan berdiam di dalam Sangha tidak seharusnya bersikap congkak dan sombong secara pribadi.
8. “Bila seorang bhikkhu penghuni-hutan datang ke Sangha dan berdiam di dalam Sangha, dia seharusnya tidak berlidah kasar dan berbicara-lepas. Jika dia berlidah kasar dan berbicara-lepas, akan ada orang-orang yang  membicarakan dia: ‘Apa yang telah diperoleh oleh penghuni-hutan  yang mulia ini dengan hidup sendiri di hutan, melakukan apa yang dia suka karena nyatanya dia berlidah-kasar dan berbicara-lepas?’ Karena aka ada orang-orang yang membicarakan dia, maka seorang bhikkhu penghuni-hutan yang datang ke Sangha dan berdiam di dalam Sangha seharusnya tidak berlidah-kasar dan berbicara-lepas.
9. “Bila seorang bhikkhu penghuni-hutan datang ke Sangha dan berdiam di dalam Sangha, dia seharusnya mudah dikoreksi  dan seharusnya bergaul denngan sahabat-sahabat yang baik. Jika dia sulit dikoreksi dan bergaul dengan teman-teman yang burukk, akan ada  orang-orang yang membicarakan dia: ‘Apa yang telah diperoleh oleh  penghuni-hutan yang mulia ini dengan hidup sendiri di hutan, melakukan apa yang dia suka, karena nyatanya dia sulit dikoreksi dan bergaul dengan teman-teman yang buruk?’ Karena akan ada orang-orang yang membicarakan dia, maka seorang bhikkhu penghuni-hutan  yang datang ke Sangha dan berdiam di  dalam Sangha seharusnya mudah di koreksi dan bergaul dengan sahabat-sahabat  yang baik.
10. “Seorang bhikkhu penghuni-hutan seharusnya menjaga pintu-pintu inderanya. Jika dia tidak menjaga pintu-pintu inderanya, akan ada orang-orang yang membicarakan dia: ‘Apa yang telah diperoleh oeleh penghuni-hutan yang mulia ini dengan hidup sendiri di hutan, melakukan apa yang dia suka, karena [471] nyatanya dia tidak menjaga pintu-pintu inderanya? Karena akan ada orang-orang yang membicarakan dia, seorang bhikkhu penghuni-hutan yang datang ke Sangha dan berdiam di dalam Sangha seharusnya menjaga pintu-pintu inderanya.
11. “Seorang bhikkhu penghuni-hutan seharusnya madya dalam makan. Jika dia tidak madya dalam makan, akan ada orang-orang yang membicarakan dia:’ Apa yang telah diperoleh oleh penghuni-hutan yang mulia ini dengan hidup sendiri di hutan, melakukan apa yang dia suka, karena nytanya dia tidak madya dalam makan?’ Karena akan ada orang-orang yang membicarakan dia, seorang bhikkhu penghuni-hutan  seharusnya madya dalam makan.
12. “Seorang bhikkhu penghuni-hutan seharusnya membaktikan diri pada keadaan terjaga. Jika dia tidak membaktikan diri pada keadaan terjaga, akan ada orang-orang yang membicarakan dia: “Apa yang telah diperoleh oleh penghuni-hutan yang mulia ini dengan hidup sendiri di hutan, melakukan apa yang dia suka, karena nyatanya dia tidak membaktikan diri pada keadaan terjaga?’ Karena akan ada orang-orang yang membicarakan dia, seorang bhikkhu penghuni-hutan seharusnya  membaktikan diri pada keadaan terjaga.
13. “Seorang bhikkhu penghuni-hutan seharusnya penuh energi. Jika dia tidak enerjik, akan ada orang-orang yang membicarakan dia: “Apa yang telah diperoleh oleh penghuni-hutan yang mulia ini dengan hidup sendiri di hutan, melakukan apa yang dia suka, karena nyatanya dia malas?’ Karena akan ada orang-orang yang membicarakan dia, seorang bhikkhu penghuni-hutan seharusnya penuh energi.
14. “Seorang bhikkhu penghuni-hutan seharusnya mantap dalam kewaspadaan. Jika dia tidak waspada, akan ada orang-orang yang membicarakan dia: ‘ Apa yang telah diperoleh oleh penghuni-hutan yang mulia ini dengan hidup sendiri di hutan, melakukan apa yang dia suka, karena nytanya dia tidak waspada?’ Karena akan ada orang-orang yang membicarakan dia, seorang bhikkhu penghuni-hutan seharusnya mantap dalam kewaspadaan.
15. “Seorang bhikkhu penghuni-hutan seharusnya terkonsentrasi. Jika dia tidak terkonsentrasi, akan ada orang-orang yang membicarakan dia:’ Apa yang telah diperoleh oleh penhuni-hutan yang mulia ini dengan hidup sendiri di hutan, melakukan apa yang dia suka, karena nyatanya dia tidak terkonsentrasi?’ Karena akan ada orang-orang yang membicarakan dia, seorang bhikkhu penghuni-hutan seharusnya terkonsentrasi.
16. “Seorang bhikkhu penghuni-hutan seharusnya bijaksana. Jika dia tidak bijaksana, akan ada [472] orang-orang yang membicarakan dia: ‘Apa yang telah diperoleh oleh penghuni-hutan yang mulia ini dengan hidup sendiri di hutan, melakukan apa yang dia suka, karena dia tidak bijaksana?’ Karena akan ada orang-orang yang membicarakan dia, seorang bhikkhu penghuni-hutan seharusnya bijaksana.
17. “Seorang bhikkhu penghuni-hutan seharusnya menerapkan dirinya pada Dhamma yang lebih tinggi dan Vinaya yang lebih tinggi.(693) Jika dia tidak mengerahkan usaha untuk Dhamma yang lebih tinggi dan Vinaya yang lebih tinggi, akan ada orang-orang yang membicarakan dia: ‘Apa yang telah diperoleh oleh penghuni-hutan yang mulia ini dengan hidup sendiri di hutan, melakukan apa yang dia suka, karena nyatanya dia tidak mengerahkan usaha untuk Dhamma yang lebih tinggi dan Vinaya yang lebuh tinggi?’ Karena akan ada orang-orang yang membicarakan dia, seorang bhikkhu penghuni-hutan seharusnya mengerahkan usaha untuk Dhamma yang lebih tinggi dan Vinaya yang lebih tinggi.
18. “Seorang bhikkhu penghuni-hutan seharusnya mengerahkan usaha untuk pembebasan-pembebasan yang damai dan tanpa-materi, yang melampaui bentuk;(694) karena ada orang-orang yang bertanya kepada bhikkhu penghuni-hutan tentang pembebasan yang damai dan tanpa-materi, yang mentransendenkan bentuk. Jika dia tidak mengerahkan usaha untuk pembebasan-pembebasan itu, akan ada orang-orang yang membicarakan dia: ‘Apa yang telah diperoleh oleh penghuni-hutan yang mulia ini dengan hidup sendiri di hutan, melakukan apa yang dia suka, karena nyatanya dia tidak mengerahkan usaha untuk pembebasan-pembebasan yang damai dan tanpa-materi, yang mentransendenkan bentuk?’ Karena akan ada orang-orang yang membicarakan dia, seorang bhikkhu penghuni-hutan seharusnya mengrahkan usaha untuk pembebasan-pembebasan yang damai  dan tanpa-materi, yang mentransendenkan bentuk.
19. “Seorang bhikkhu penghuni-hutan seharusnya mengerahkan usaha untuk keadaan-keadaan supra-manusiawi, karena ada orang-orang yang bertanya kepada bhikkhu penghuni-hutan tentang keadaan-keadaan supra-manusiawi.(695) Jika dia tidak mengerahkan usaha untuk keadaan-keadaan supra-manusiawi, akan ada orang-orang yang membicarakan dia: ‘Apa yang telah diperoleh oleh penghuni-hutan yang mulia ini dengan hidup sendiri di hutan, melakukan apa yang dia suka, karena nyatanya dia tidak mengerahkan usaha untuk keadaan-keadaan supra-manusiawi?/ Karena akan ada orang-orang yang membicarakan dia, seorang bhikkhu yang berdiam-di-hutan yang datang ke Sangha dan berdiam di dalam Sangha seharusnya mengerahkan tenaga untuk keadaan-keadaan supra-manusiawi.”
20. Ketika hal ini dikatakan, Y.M. Maha Moggallana bertanya kepada Y.M. Sariputta :“Sahabat Sariputta, apakah hal-hal ini seharusnya dijalankan dan dipraktekkan hanya oleh bhikkhu penghuni-hutan atau [473] juga oleh bhikkhu penghuni-kota?”
“Sahabat Moggallana, hal-hal ini sehrusnya dijalankan dan dipraktekkan tidak hanya oleh bhikkhu penghuni-hutan saja melainkan juga oleh bhikkhu penghuni-kota.”
Catatan
692 Hal ini dilarang oleh Pac 46 (Vin iv.98-101). Seorang bhikkhu boleh mengunjungi para keluarga pada saat-saat ini hanya jika dia telah memberitahukan rencananya kepada bhikkhu lain di Vihara selama musim untuk membuat dan memberikan jubah.
693 Abhidhamma abhivinaya. MA mengatakan bahwa dia seharusnya mengatur diri untuk mempelajari teks dan komentarnya tentang Abhidhamma Pitaka dan Vinaya Pitaka. Ini jelas melawan Zaman. Tentang Abhidhamma di dalam konteks sutta-sutta. Lihat n.362. Walaupun tidak ada bagian yang berhubungan dengan literature yang disebut “Abhivinaya,” ada kemungkinan kata itu mengacu pada suatu pendekatan analitis dan sistimatis untuk pembelajaran Vinaya, mungkin yang terdapat di Suttavibhanga dari Vinaya Pitaka.
694 MA: Hal ini mengacu pada delapan pencapaian meditasi. Paling sedikit, dia harus sudah mahir dalam kerja awal tentang satu subjek meditasi, seperti misalnya kasina.
695. MA: Hal ini mengacu pada semua kondisi di-atas-diniawi. Paling sedikit, dia harus sudah mahir dalam satu pendekatan untuk mengembangkan pandangan terang sampai tingkat arahat.