Kamis, 23 Februari 2012

KITAGIRI SUTTA

1. DEMIKIAN YANG SAYA DENGAR.Pada suatu ketika Yang Terberkahi sedang berkelana di Negeri Kasi bersama dengan kelompok besar Sangha bhikkhu. Di sana Beliau berbicara kepada para bhikkhu demikian: 2. “Para bhikkhu, aku berpantang makan di malam hari. Dengan melakukan hal ini, aku bebas dari penyakit dan penderitaan, dan aku menikmati kesehatan, kekuatan, dan kediaman yang nyaman. Mari, para bhikkhu, berpantanglah makan malam. Dengan melakukan hal ini, kalian juga akan bebas dari penyakit dan penderitaan, dan kalian akan menikmati kesehatan, kekuatan, dan kediaman yang nyaman.”(696)
“Ya, Yang Mulia Bhante,” jawab mereka.
3. Kemudian, setelah Yang Terberkahi berkelana secara bertahap di Negeri Kasi, Beliau akhirnya sampai di suatu kota Kasi yang bernama Kitagiri. Di sana Beliau berdiam di kota Kasi yang bernama Kiatagiri ini.
4. Pada kesempatan itu, dua bhikkhu bernama Assaji dan  Punabbasuka sedang berdiam di Kitagiri.(697) Kemudian beberapa bhikkhu pergi dan memberitahu mereka: “Sahabat-sahabat, Yang Terberkahi dan Sangha para bhikkhu sekarang berpantang makan malam. Dengan melakukan hal ini, mereka bebas dari penyakit dan penderitaan, dan mereka menikmati kesehatan, kekuatan, dan kediaman yang nyaman. Mari, sahabat-sahabat, berpantanglah makan malam. Dengan melakukan hal ini, kalian juga akan bebas dari penyakit dan penderitaan, dan kalian akan menikmati kesehatan, kekuatan, dan kediaman yang nyaman.”[474] Ketika hal ini dikatakan, bhikkhu Assaji dan bhikkhu Punabbasuka memberitahu para bhikkhu tersebut: “Sahabat-sahabat, kami makan di petang hari, di pagi hari, dan di siang hari di luar jam yang pantas. Dengan melakukan hal ini, kami bebas dari penyakit dan penderitaan, dan kami menikmati kesehatan, kekuatan, dan kediaman yang nyaman. Mengapa kami harus meninggalkan [suatu manfaat] yang tampak di sini dan kini untuk mengejar [suatu manfaat yang akan dicapai] di masa depan? Kami akan makan di petang hari, di pagi hari, dan di siang hari di luar jam yang pantas.”
5. Karena para bhikkhu tidak dapat meyakinkan bhikkhu Assaji dan bhikkhu Punnabbasuka, mereka menghadap Yang Terberkahi. Setelah memberi hormat Beliau, mereka duduk di satu sisi dan memberitahukan semua yang telah terjadi, dengan menambahkan: “Yang Mulia Bhante, karena kami tidak dapat meyakinkan, bhikkhu Assaji dan Bhikkhu Punnabbasuka, kami melaporkan masalah ini kepada Yang Terberkahi.”
6. Kemudian, Yang Terberkahi berbicara kepada seorang bhikkhu demikian: “Bhikkhu, beritahulah bhikkhu Assaji dan bhikkhu Punabbasuka atas namaku bahwa Guru memanggil mereka.”
“Ya, Yang Mulia,” jawabnya. Dia pun pergi ke bhikkhu Assaji dan bhikkhu Punnabbasuka dan memberitahu mereka: “Guru memanggilmu, sahabat-sahabat.”
“Ya, sahabat,” jawab mereka. Mereka pergi menghadap  Yang Terberkahi, dan setelah memberi hormat, mereka duduk di satu sisi. Yang Terberkahi kemudian berkata: “Bhikkhu, apakah benar bahwa ketika sejumlah bhikkhu pergi dan memberitahu kalian: ‘Sahabat-sahabat, Yang Terberkahi dan Sangha para bhikkhu sekarang berpantang makan malam … Mari, sahabat-sahabat, berpantanglah makan malam [475] …,’ kalian memberitahu para bhikkhu itu: ‘Sahabat-sahabat, kami makan di petang hari …Mengapa kami harus meninggalkan [suatu manfaat] yang tampak di sini dan kini untuk mengejar [suatu manfaat yang akan dicapai] di masa depan? Kami akan makan di petang hari, di pagi hari, dan di siang hari di luar jam yang pantas.’?” –“Ya, Yang Mulia Bhante.”
“Bhikkhu, pernahkah kalian mengetahui aku mengajarkan Dhamma  dengan cara seperti ini: ‘Apa pun yang dialami orang ini – tidak peduli apakah menyenangkan atau menyakitkan atau bukan-menyenangkan-punbukan-menyakitkan- keadaan-keadaan yang tak-bajik berkurang di dalam dirinya dan keadaan-keadaan bajik bertambah’?”(698) – “Tidak, Yang Mulia Bhante.”
7. “Para bhikkhu, bukankah kalian mengetahui aku mengajarkan Dhamma dengan cara seperti ini: ‘Di sini, bila seseorang merasakan suatu jenis perasaan menyenangkan tertentu, maka keadaan-keadaan tak-bajik meningkat di dalam dirinya dan keadaan-keadaan bajik berkurang; tetapi jika seseorang merasakan suatu jenis perasaan menyenangkan yang lain, keadaan-keadaan tak-bajik berkurang di dalam dirinya dan keadaan-keadaan bajik bertambah.(699) Di sini, bila seseorang merasakan suatu jenis perasaan menyakitkan tertentu, keadaan-keadaan tak-bajik meningkat di dalam dirinya dan keadaan-keadaan bajik berkurang; tetapi jika seseorang merasakan jenis perasaan menyakitkan yang lain, keadaan-keadaan tak-bajik berkurang di dalam dirinya dan keadaan-keadaan bajik meningkat. Di sini, ketika seseorang merasakan suatu jenis perasaan yang bukan menyakitkan-pun-bukan-menyenangkan tertentu, keadaan-keadaan tak-bajik meningkat di dalam dirinya dan keadaan-keadaan bajik berkurang; tetapi ketika seseorang merasakan jenis perasaan yang bukan-menyakitkan-pun-bukan-menyenangkan yang lain, keadaan-keadaan tak-bajik berkurang di dalam dirinya dan keadaan-keadaan bajik meningkat’?” – “Ya, Yang Mulia Bhante.”
8. “Bagus, para bhikkhu,(700) Dan seandainya saja hal itu tak-diketahui olehku, tak-terlihat, tak-ditemukan, tak-direalisasikan, tak-dikontak oleh kebijaksanaan demikian: ‘Di sini, ketika seseorang merasakan jenis perasaan menyenangkan tertentu keadaan-keadaan tak-bajik meningkat di dalam dirinya dan keadaan-keadaan bajik berkurang,’ apakah pantas bagiku, bila tidak mengetahui hal itu, untuk mengatakan: ‘Tinggalkanlah jenis perasaan menyenangkan semacam itu’?” – “Tidak, Yang Mulia Bhante.”
“Tetapi karena hal itu diketahui olehku, dilihat, ditemukan, direalisasikan, dikontak oleh kebijaksanaan demikian: ‘Di sini, ketika seseorang merasakan jenis perasaan menyenangkan tertentu [476], keadaan-keadaan tak bajik meningkatkan di dalam dirinya dan keadaan-keadaan bajik berkurang,’ maka aku mengatakan: “Tinggalkan jenis perasaan menyenangkan semacam itu.’
“Seandainya saja hal itu tak-diketahui olehku, tak-terlihat,tak-ditemukan, tak-direalisasikan, tak-dikontak oleh kebijaksanaan demikian: ‘Di sini, ketika seseorang merasakan jenis perasaan menyenangkan yang lain, keadaan-keadaan tak-bajik berkurang dalam dirinya dan keadaan-keadaan bajik meningkat, apakah pantas bagiku, bila tidak mengetahui hal itu, untuk mengatakan: ‘Masuk dan berdiamlah di dalam jenis perasaan menyenangkan semacam itu’?” – “Tidak, Yang Mulia Bhante.”
“Tetapi karena hal itu diketahui olehku, dilihat, ditemukan, direalisasikan, dikontak oleh kebijaksanaan demikian: ‘Di sini, ketika seseorang merasakan jenis perasaan menyenangkan yang lain, keadaan-keadaan tak-bajik berkurang di dalam dirinya dan keadaan-keadaan bajik bertambah,’ maka aku mengatakan: ‘Masuk dan berdiamlah di dalam jenis perasaan menyenangkan semacam itu.’
9. “Seandainya hal itu tak-diketahui olehku… Tetapi karena hal itu diketahui olehku … dikontak oleh kebijaksanaan demikian: ‘Di sini, ketika seseorang merasakan jenis perasaan menyakitkan tertentu, keadaan-keadaan meningkat di dalam dirinya dan keadaan-keadaan bajik berkurang,’ maka aku mengatakan: ‘Tinggalkan jenis perasaan menyakitkan semacam itu.’
“Seandainya hal itu tak diketahui olehku… Tetapi karena hal itu diketahui olehku…dikontak oleh kebijaksanaan demikian: ‘Di sini, ketika seseorang merasakan jenis perasaan menyakitkan yang lain, keadaan-keadaan tak-bajik berkurang di dalam dirinya dan keadaan-keadaan bajik meningkat,’ maka aku mengatakan: ‘Masuk dan berdiamlah di dalam jenis perasaan menyakitkan semacam itu.’
10. “Seandainya hal itu tak-diketahui olehku…Tetapi karena hal itu diketahui olehku… dikontak oleh kebijaksanaan demikian: ‘Di sini, ketika seseorang merasakan jenis perasaan yang bukan-menyakitkan-pun-bukan-menyenangkan tertentu, keadaan-keadaan tak-bajik meningkat di dalam dirinya dan keadaan-keadaan bajik berkurang,’ maka aku mengatakan: ‘Tinggalkan jenis perasaan bukan-menyakitkan-pun-bukan-menyenangkan semacam itu.’
“Seandainya hal itu tak-diketahui olehku…Tetapi karena hal itu diketahui olehku … dikontak oleh kebijaksanaan demikian: ‘Di sini, ketika seseorang merasakan jenis perasaan yang bukan-menyakitkan-pun-bukan menyenangkan yang lain, keadaan-keadaan tak-bajik berkurang di dalam dirinya dan keadaan-keadaan bajik meningkat,; maka aku mengatakan :[477] ‘Masuk dan berdiamlah di dalam jenis perasaan yang bukan-menyakitkan-pun-bukan-menyenangkan semacam itu.’
11. “Para bhikkhu, aku tidak berbicara tentang semua bhikkhu bahwa mereka masih mempunyai tugas yang harus dikerjakan dengan tekun; tidak juga berbicara tentang semua bhikkhu bahwa mereka tidak lagi mempunyai tugas yang harus dikerjakan dengan tekun.
12. “Aku tidak berbicara tentang para bhikkhu yang merupakan arahat dengan noda-noda yang telah hancur, yang telah menjalani kehidupan suci, yang telah melakukan apa yang harus dilakukan, telah meletakkan beban, telah mencapai tujuan sejati, telah menghancurkan belenggu dumadi, dan telah sepenuhnya terbebas melalui pengetahuan akhir, bahwa mereka masih memiliki pekerjaan yang harus dilakukan dengan tekun. Mengapa demikian? Mereka telah mengerjakan tugas mereka dengan tekun; mereka tidak lagi bisa lalai.
13. “Aku berbicara tentang para bhikkhu yang berada di dalam latihan yang tinggi-tinggi, yang pikirannya belum mencapai tujuan dan yang masih beraspirasi untuk jaminan tertinggi yang bebas dari ikatan, bahwa mereka masih mempunyai tugas yang harus dilakukan dengan tekun. Mengapa demikian? Karena ketika para mulia itu menggunakan tempat-tempat istirahat yang sesuai dan bergaul dengan sahabat-sahabat yang baik serta menyeimbangkan kemampuan-kemampuan spiritual mereka, maka – dengan merealisasi bagi mereka sendiri melalui pengetahuan langsung di sini dan kini – mereka bisa masuk dan berdiam di dalam tujuan tertinggi kehidupan suci tersebut yang untuknya para pria dengan benar meninggalkan kehidupan berumah menuju kehidupan tak-berumah. Melihat buah ketekunan bagi para bhikkhu ini, aku katakan bahwa mereka masih mempunyai tugas yang harus dikerjakan dengan tekun.
14. “Para bhikkhu, ada tujuh macam manusia yang dapat ditemukan di dunia ini.(701) Apakah yang tujuh itu? Mereka adalah: manusia yang terbebas-dalam-dua-cara, manusia yang terbebas-melalui-kebijaksanaan, manusia saksi-tubuh, manusia yang mencapai-pandangan, manusia yang terbebas-melalui-keyakinan, manusia pengikutt Dhamma, dan manusia pengikut-keyakinan.
15. “Manusia macam apakah yang terbebas-dalam-dua cara itu? Di sini, seseorang kontak dengan tubuh dan berdiam di dalam pembebasan-pembebasan itu, yang damai dan bukan-materi, yang mentransendenkan bentuk, dan noda-nodanya hancur karena dia melihat dengan kebijaksanaan. Manusia jenis ini disebut manusia yang terbebas-dalam-dua-cara.(702) Aku tidak berbicara tentang bhikkhu seperti itu bahwa dia masih memiliki tugas yang harus dikerjakan dengan tekun. Mengapa demikian? Dia telah melakukan tugasnya dengan tekun; dia tidak lagi bisa lalai.
16. “Manusia macam apakah yang terbebas-melalui-kebijaksanaan itu? Di sini, seseorang tidak kontak dengan tubuh dan tidak berdiam di dalam pembebasan-pembebasan itu, yang damai dan bukan-materi, yang mentransendenkan bentuk, tetapi noda-nodanya hancur karena dia melihat dengan kebijaksanaan. Manusia jenis ini disebut manusia yang terbebas-melalui-kebijaksanaan.(703) [478] Aku tidak berbicara tentang bhikkhu seperti itu bahwa dia masih memiliki tugas yang harus dikerjakan dengan tekun. Mengapa demikian? Dia telah melakukan tugasnya dengan tekun; dia tidak lagi bisa lalai.
17. “Manusia macam apakah yang merupakan saksi-tubuh itu? Di sini, seseorang kontak dengan tubuh dan berdiam di dalam pembebasan-pembebasan itu, yang damai dan bukan-materi, yang mentransendenkan bentuk, dan sebagian nodanya hancur karena dia melihat dengan kebijaksanaan. Manusia jenis ini disebut saksi-tubuh.(704) Aku berbicara tentang bhikkhu seperti itu bahwa dia masih memiliki tugas yang harus dikerjakan dengan tekun. Mengapa demikian? Karena ketika para mulia itu menggunakan tempat-tempat istirahat yang sesuai dan bergaul dengan sahabat-sahabat yang baik serta menyeimbangkan kemampuan-kemampuan spiritual mereka, makadengan merealisasikan bagi mereka sendiri melalui pengetahuan langsung di sini dan kini – mereka bisa masuk dan berdiam di dalam tujuan tertinggi kehidupan suci tersebut yang untuknya para pria dengan benar meninggalkan  kehidupan berumah menuju kehidupan tak-berumah. Melihat buah ketekunan bagi para bhikkhu ini, aku katakan bahwa mereka masih mempunyai tugas yang harus dikerjakan dengan tekun.
18. “Manusia macam apakah yang mencapai-pandangan itu? Di sini, seseorang tidak kontak dengan tubuh dan tidak berdiam dalam pembebasan-pembebasan itu, yang damai dan bukan-materi, yang mentransendenkan bentuk, tetapi sebagian nodanya hancur karena dia melihat dengan kebijaksanaan, dan dia telah mengkaji-ulang dan memeriksa ajaran-ajaran yang dinyatakan oleh Tathagata dengan kebijaksanaan. Manusia jenis ini disebut manusia yang mencapai-pandangan.(705) Aku berbicara tentang bhikkhu seperti ini bahwa dia masih memiliki tugas yang harus dikerjakan dengan ketekunan. Mengapa demikian? Karena ketika para mulia itu …menuju kehidupan tak-berumah. Melihat buah ketekunan bagi para bhikkhu ini, aku katakann bahwa mereka masih mempunyai tugas yang harus dikerjakan denngan tekun.
19. “Manusia macam apakah yang terbebas-melalui-keyakinan itu? Di sini, seseorang tidak kontak dengan tubuh dan tidak berdiam di dalam pembebasan-pembebasan itu yang damai dan bukan-materi, yang mentransendenkan bentuk, tetapi sebagian nodanya hancur karena dia melihat dengan kebijaksanaan, dan keyakinannya telah tertanam, mengakar, dan mantap dalam Tathagata.(706) Manusia semacam itu disebut manusia yang terbebas-melalui-keyakinan. Aku berbicara tentang bhikkhu seperti itu bahwa dia masih memiliki tugas yang harus dikerjakan dengan tekun. Mengapa demikian? Karena ketika para mulia itu [479] … menuju kehidupan tak-berumah. Melihat buah ketekunan bagi para bhikkhu ini, aku katakan bahwa mereka masih mempunyai tugas yang harus dikerjakan dengan tekun.
20. “Manusia macam apakah pengikut-Dhamma itu? Di sini seseorang tidak kontak dengan tubuh dan berdiam di dalam pembebasan-pembebasan itu, yang damai dan bukan-materi, yang mentransendenkan bentuk, dan noda-nodanya belum hancur karena  dia melihat dengan kebijaksanaan, tetapi dengan kebijaksanaan dia telah cukup memperoleh penerimaan-refkektif dari ajaran-ajaran yang dinyatakan oleh Tathagata. Selanjutnya, dia memiliki sifat-sifat ini: kemampuan keyakinan, kemampuan semangat, kemampuan kewaspadaan, kemampuan konsentrasi, kemampuan kebijaksanaan. Manusia semacam itu disebut pengikut-Dhamma.(707) Aku berbicara tentang bhikkhu seperti itu bahwa dia masih memiliki tugas yang harus dikerjakan dengan tekun. Mengapa demikian? Karena ketika para mulia itu…menuju kehidupan tak-berumah. Melihat buah ketekunan bagi para bhikkhu ini, aku katakan bahwa mereka masih mempunyai tugas yang harus dikerjakan dengan tekun.
21. “manusia macam apakah pengikut-keyakinan itu? Di sini, seseorang tidak kontak dengan tubuh dan  tidak berdiam di dalam pembebasan-pembebasa itu, yang damai  dan bukan-materi, yang mentransendenkan bentuk, dan noda-nodanya belum hancur karena dia melihat dengan kebijaksanaan , namun dia memiliki cukup keyakinan dan kecintaan pada Tathagata. Selanjutnya, dia memiliki sifat-sifat ini: kemampuan keyakinan, kemampuan semangat, kemampuan kewaspadaan, kemampuan konsentrasi, kemampuan kebijaksanaan. Manusia semacam itu disebut pengikut-keyakinan. Aku berbicara tentang bhikkhu seperti ini bahwa dia masih tugas yang harus dikerjakan dengan tekun. Mengapa demikian? Karena ketika para mulia itu menggunakan tempat-tempat  istirahat yang sesuai dan bergaul dengan sahabat-sahabat yang baik serta menyeimbangkan kemampuan-kemampuan spiritual mereka, maka – dengan merealisasikan bagi mereka sendiri melalui pengetahuan langsung di sini dan kini – mereka bisa masuk dan berdiam di dalam tujuan tertinggi kehidupan suci tersebut yang untuknya para pria dengan benar meninggalkan kehidupan berumah menuju kehidupan tak-berumah. Melihat buah ketekunan bagi para bhikkhu ini, aku katakan bahwa mereka masih mempunyai tugas yang harus dikerjakan dengan tekun.
22. “Para bhikkhu, aku tidak mengatakan bahwa pengetahuan akhir dicapai seluruhnya sekaligus. Sebaliknya, pengetahuan akhir dicapai dengan latihan bertahap, dengan praktek bertahap, dengan kemajuan bertahap.[480]
23. “Dan bagaimana bisa muncul latihan bertahap, praktek bertahap, kemajuan bertahap? Di sini, seseorang yang memiliki keyakinan [pada guru] mengunjunginya; ketika mengunjunginya, orang itu memberi hormat; ketika dia memberi hormat, dia mendengarkan; orang yang membuka telinga pun mendengarkan Dhamma; setelah mendengarkan Dhamma, diamengingatnya; dia memeriksa artinya ajaran-ajaran yang telah dia ingat; ketika dia memeriksa artinya, dia memperoleh penerimaan-reflektif dari ajaran-ajaran itu, setelah memperoleh penerimaan-reflektif dari ajaran-ajaran itu, semangat muncul di dalam dirinya; ketika semangat telah muncul, dia mengerahkan kemauannya; setelah mengerahkan kemauannya, dia mencermati; setelah mencermati, dia berjuan; dengan mantap berjuang, dia merealisasikan dengan tubuhnya kebenaran tertinggi dan melihat kebenaran tertinggi itu dengan menembusnya melalui kebijaksanaan.(708)
24. “Belum ada keyakinan itu,(709) para bhikkhu, dan belum ada kunjungan itu, dan belum ada penghormatan itu, dan belum ada membuka telinga itu dan belum ada mendengarkan Dhamma itu, dan belum ada mengingat Dhamma itu, dan belum ada pemeriksaan arti itu, dan belum ada penerimaan ajaran secara reflektif itu, dan belum ada semangat, dan belum ada  pengerahan kemauan, dan belum ada pencerahan itu, dan belum ada perjuangan itu. Para bhikkhu, kalian telah tersesat; para bhikkhu, kalian telah mempraktekkan jalan yang  salah. Betapa jauhnya kalian menyeleweng, wahai manusia-manusia salah-arah, dari Dhamma dan Vinaya ini!
25. “Para bhikkhu, ada suatu pernyataan berfrasa-empat, dan ketika diulang-ucap akan dapat dipahami oleh orang bijak dengan cepat.(710) Aku akan mengulangnya untuk kalina, para bhikkhu. Cobalah untuk memahaminya.”
“Bhante, siapakah kami sehingga kami harus memahami Dhamma?”
26. “Para bhikkhu, bahkan bersama dengan seorang guru yang memperhatikan hal-hal materi, yang merupakan ahli waris hal-hal materi, yang melekat pada hal-hal materi, tidaklah pantas bila ada tawar-menawar [oleh siswanya] semacam ini: “Jika kami memperoleh ini, kami mau melakukannya; jika kami tidak memperoleh ini, kami tidak akan melakukannya’; jadi apalagi [yang harus dikatakan bila gurunya adalah] Tathagata, yang telah sepenuhnya lepas dari hal-hal materi?
27. “Para bhikkhu, bagi seorang siswa setia yang berniat memahami Ajaran Guru, sudah sepantasnya bila dia membawakan diri demikian: ‘Yang Terberkahi adalah Guru, saya adalah siswa: Yang Terberkahi mengetahui, saya tidak mengetahui.’ Bagi seorang siswa setia yang berniat memahami Ajaran Guru, Ajaran Guru memberi gizi dan menyegarkan. Bagi siswa setia yang berniat memahami Ajaran Guru, [481] sudah sepantasnya bila dia membawakan diri demikian: ‘Dengan rela, biarlah hanya kulit otot, dan tulangku yang tersisa, dan biarlah daging dan darahku mengering di tubuhku,  tetapi energiku tidak akan kendor selama aku belum mencapai apa yang  dapat dicapai oleh kekuatan manusia, energi manusia, dan ketekunan manusia.’(711) Bagi siswa setia yang berniat memahami Ajaran Guru, salah satu dari dua buah bisa diharapkan: pengetahuan akhir di sini dan kini, atau – jika ada sisa kemelekatan- Yang-Tidak-Kembali-Lagi.”
Demikianlah yang dikatakan oleh Yang Terberkahi. Para bhikkhu merasa puas dan bergembira di dalam kata-kata Yang Terberkahi.
Catatan
(696) Lihat n.671. Sesuai dengan MN 66.6, MA menjelaskan bahwa Sang Buddha pertama-tama melarang makan siang dan di kemudian hari melarang makan malam. Beliau melakukan hal ini karena kepedulian pada para bhikkhu Sangha yang lemah; mereka mungkin menjadi terlalu cepat lelah jika dua kali makan (setelah makan pagi) itu dilarang sekaligus.
(697) Di Vinaya Pitaka, Assaji dan Punabbasuka digambarkan sebagai bhikkhu-bhukkhu yang “bejat dan bobrok moralnya” dan ditunjukkan bermanja-manja dalam berbagai perilaku buruk yang menyebabkan rusaknya umat awam. Di Kitagiri, mereka dijatuhi hukuman pembuangan, dan penolakan mereka untuk patuh itu menyebabkan diumumkannya Sanghaadisesa 13 (Vin iii. 179-84).
(698) MA: Pernyataan ini dibuat dengan acuan terarah pada kesenangan yang dialami ketika menyantap makan malam, yang tidak kondusif bagi praktek kewajiban-kewajiban seorang bhikkhu.
(699) MA: Jenis perasaan menyenangkan yang pertama adalah kegembiraan yang didasarkan atas kehidupan berumah-tangga, sedangkan yang kedua adalah kegembiraan karena meninggalkan keduniawian. Demikian pula, dua kalimat berikutnya mengacu pada kesedihan dan ketenang-seimbangan yang masing-masing didasarkan atas kehidupan berumah-tangga dan karena meninggalkan keduniawian. Lihat MN 137.9-15.
(700) §8-10 berfungsi untuk menyediakan – dengan memohon pemahaman sempurna Sang Buddha- dasar-dasar perintah Beliau untuk meninggalkan semua perasaan yang didasarkan atas kehidupan berumah-tangga dan untuk mengembangkan perasaan-perasaan yang muncul karena meninggalkan keduniawian.
(701) Berikut adalah pengelompokan berunsur-tujuh dari para individu agung yang mengelompokkan mereka bukan hanya berdasarkan jalan dan pencapaian buah-seperti yang lebih umum dilakukan dalam skema berunsur-delapan-melainkan menurut kemampuan batin mereka yang dominan. Definisi-definisi alternatif dari tujuh hal ini ini ditawarkan oleh Pug 1:30-36/ 14-15.
(702) Ubhatobhagavimutta. MA: Dia “Terbebas-dalam-dua-cara” kaarena dia terbebas dari badan fisik melalui pencapaian-pencapaian tanpa-materi dan dari badan mental melalui sang jalan (tingkat arahat). Definisi Pug mengatakan: “Dia kontak dengan tubuh dan berdiam di dalam delapan pembebasan, dan noda-nodanya dihancurkan karena dia melihat dengan kebijaksanaan.” MA mengatakan bahwa ubhatobhagavimutta mencakup mereka yang mencapai tingkat arahat setelah keluar dari salah satu dari empat pencapaian tanpa-materi dan orang yang mencapainya setelah keluar dari pencapaian penghentian.
(703) Pannavinutta. MA: Ini termasuk mereka yang mencapai tingkat arahat sebagai meditator pandangan-terang-kering (sukkha-vipassaka) atau setelah keluar dari salah satu dari empat jhana. Definisi sekadar menggantikan delapan pembebasan untuk “pembebasan-pembebasan…mentransendenkan bentuk-bentuk.”
(704) Kayasakkhin. MA: Jenis ini mencakup enam individu – dari orang yang  telah mantap dalam buah Pemasuk-Arus sampai orang yang berada di jalan tingkat arahat – yang pada awalnya kontak dengan jhana-jhana (tanpa-materi) dan selanjutnya merealisasikan Nibbana. MT menekankan bahwa salah satu dari pencapaian tanpa-materi – termasuk penghentian-dibutuhkan untuk memenuhi syarat sebagai kayasakkhin. Definisi Pug sekedar menggantikan delapan pembebasan.
(705) Ditthipatta. MA mengatakan bahwa jenis ini mencakup enam individu yang sama, yang tercakup di bawah kayasakkhin-dari Pemasuk-Arus sampai orang yang berada di jalan tingkat arahat-tetapi tidak memiliki pencapaian tanpa-materi. Pug mendefinisikan dia sebagai orang yang memahami Empat Kebenaran Mulia dan yang telah mengkaji-ulang serta memeriksa dengan kebijaksanaan ajaran-ajaran yang dinyatakan oleh Tathagata.
(706) Saddhavimutta. MA mengatakan bahwa jenis ini juga mencakup enam yang sama. Pug mendefinisikan dia dengan cara yang sama seperti mendefinisikan ditthipatta, tetapi menambahkan bahwa dia belum mengkaji-ulang serta memeriksaajaran-ajaran dengan kebijaksanaan sampai sejauh ditthipatta.
(707) MA mengatakan bahwa jenis ini, dhammanusarin, dan berikutnya, saddhanusarin, merupakan individu-individu di jalan Pemasuk-Arus, yang pertama dengan keunggulan kebijaksanaan, sedangkan yang kedua dengan keunggulan keyakinan. Untuk lebih banyak tentang dua jenis ini, lihat n.273.
(708) MA: Dengan badan mental dia merealisasikan Nibbana, kebenaran tertinggi, dan dia menembusnya dengan kebijaksanaan yang berhubungan dengan jalan di-atas-duniawi.
(709) Yaitu, para bhikkhu ini belum mempunyai keyakinan yang dibutuhkan untuk menjalankan latihan yang ditentukan bagi mereka oleh Sang Buddha.
(710) MA mengatakan bahwa “pernyataan berfrasa-empat” ini (catupaddam veyyakaranam) adalah ajaran tentang Empat Kebenaran Mulia. Tetapi, empat kebenaran itu tidak disebutkan di sini.
(711) MA: Dengan ini, Sang Buddha menunjukkan bahwa siswa ideal berlatih dengan membangkitkan energi dan bertekad: “Aku tidak akan bangkit selama aku belum mencapai tingkat arahat”