Kamis, 23 Februari 2012

MAHARAHULOVADA SUTTA

1. DEMIKIAN YANG SAYA DENGAR.640 Pada suatu ketika Yang Terberkahi sedang berdiam di Savatthi di Hutan Jeta, Taman Anathapindika.
2. Pada waktu itu, di pagi hari, Yang Terberkahi berpakaian, mengambil mangkuk serta jubah luar Beliau dan pergi ke Savatthi untuk memperoleh dana makanan. Y. M. Rahula juga [421] berpakaian, mengambil mangkuk dan jubah luarnya, dan mengikuti dekat di belakang Yang Terberkahi.
3. Kemudian Yang Terberkahi menoleh ke belakang dan berbicara kepada Y. M. Rahula demikian :641 “Rahula, bentuk materi jenis apa pun, apakah lampau, masa depan, atau kini, internal atau eksternal, kasar atau halus, rendah atau tinggi, jauh atau dekat, sernua bentuk materi seharusnya dilihat sebagaimana adanya dengan kebijaksanaan yang benar demikian :”Ini bukan milikku, ini bukan aku, ini bukan diriku.’”

“Hanya bentuk materi, Yang Terberkahi? Hanya bentuk materi, Yang Mahamulia?”
Bentuk materi, Rahula, dan perasaan, persepsi, bentukan-bentukan, dan kesadaran.”
4. Kemudian Y.M. Rahula mempertimbangkan demikian: “Siapa yang akan pergi ke kota untuk dana makanan hari ini bila secara pribadi telah ditegur oleh Yang Terberkahi?” Maka dia pun berbalik dan duduk di akar sebatabf pohon, melipat kakinya bersila, menegakkan tubuhnya, dan memantapkan kewaspadaan di hadapannya.
5. Y.M. Sariputta melihatnya duduk di sana dan berbicara kepadanya demikian: “Rahula, kembangkan kewaspadaan akan nafas. Bila kewaspadaan akan nafas telah dikembangkan dan diolah, hal itu memberikan buah yang besar serta manfaat yang besar.”
6. Kemudian, ketika petang tiba, Y.M. Rahula bangkit dari meditasinya dan pergi menghadap Yang Terberkahi. Setelah memberi hormat kepada Beliau, dia duduk di satu sisi dan bertanya kepada Yang Terberkahi:
7. “Bhante, bagaimanakah kewaspadaan akan nafas dikembangkan dan diolah, agar memberikan buah yang besar dan manfaat yang besar?”
(EMPAT ELEMEN BESAR)
8. “Rahula,(643) apapun yang internal, menjadi miliki diri sendiri, bersifat padat, dipadatkan, dan dilekati, yaitu, rambut kepala, bulu badan, kuku, gigi, kulit, daging, otot, tulang, sumsum-tulang, ginjal, jantung, hati, diafragma, limpa, paru-paru, usus besar, usus kecil, isi-isi perut, tinja, atau apa pun lainnya yang internal, ada pada diri sendiri, bersifat padat, dipadatkan, dan dilekati: inilah yang disebut elemen tanah internal. Baik elemen tanah internal maupun eksternal hanyalah elemen tanah semata. Dan itu seharusnya dilihat sebagaimana adanya dengan kebijaksanaan yang benar demikian: ‘Ini bukan milikku, ini bukan aku, ini bukan diriku.’ [422] Jika orang melihatnya demikian sebagaimana adanya dengan kebijaksanaan yangbenar, maka orang itu menjadi tidak-tertarik pada elemen tanah dan membuat pikirannya tidak-bernafsu terhadap elemen tanah.
9. “Apakah, Rahula, elemen air itu? Elemen air bisa bersifat internal atau eksternal. Apakah elemen air internal? Apa pun yang internal, ada pada diri sendiri, merupakan air, bersifat cair, dan dilekati, yaitu, empedu, lendir, nanah, darah, keringat, lemak, air mata, minyak, air liur, ingus, minyak-sendi, air kencing, atau apa pun lainnya yang internal, ada apa diri sendiri,merupakan air, bersifat cair, dan dilekati: ini disebut elemen air internal. Baik elemen air internal maupun eksternal hanyalah elemen air semata. Dan itu seharusnya dilihat sebagaimana adanya dengan kebijaksanaan yang benar demikian: ‘Ini bukan milikku, ini bukan aku, ini bukan diriku.” Jika orang melihatnya demikian sebagaimana adanya dengan kebijaksanaan yang benar, maka orang itu menjadi tidak tertarik pada elemen air dan membuat pikirannya tidak-bernafsu terhadap elemen air.
10. “Apakah, Rahula, elemen api itu? Elemen api bisa bersifat  internal atau eksternal. Apakah elemen api internal? Apa pun yang internal, ada pada diri sendiri, merupakan api, bersifat api, dan dilekati, yaitu, yang menyebabkan orang hangat, menua, dan termakan, dan yang melaluinya maka apa yang dimakan, diminum, dikonsumsi, dan dicicipi menjadi sepenuhnya tercerna, atau apa pun lainya yang apa pun lainnya yang internal, ada apa diri sendiri,merupakan api, bersifat api, dan dilekati: ini disebut elemen api internal. Baik elemen api internal maupun eksternal hanyalah elemen api semata. Dan itu seharusnya dilihat sebagaimana adanya dengan kebijaksanaan yang benar demikian: ‘Ini bukan milikku, ini bukan aku, ini bukan diriku.” Jika orang melihatnya demikian sebagaimana adanya dengan kebijaksanaan yang benar, maka orang itu menjadi tidak-tertarik pada elemen api dan membuat pikirannya tidak-bernafsu terhadap elemen api.
11. “Apakah, Rahula, elemen udara itu?  Elemen udara bisa bersifat  internal atau eksternal. Apakah elemen udara internal? Apa pun yang internal, ada pada diri sendiri, merupakan udara, bersifat udara, dan dilekati, yaitu, angin ke atas, angin ke bawah, angin di dalam perut, angin di dalam usus, angin yang bergerak di tangan dan kaki, nafas-masuk dan nafas-keluar, atau apa pun lainnya yang yang internal, ada apa diri sendiri,merupakan udara, bersifat udara, dan dilekati: ini disebut elemen udara internal. Baik elemen udara internal maupun eksternal hanyalah elemen udara semata. Dan itu seharusnya dilihat sebagaimana adanya dengan kebijaksanaan yang benar demikian: ‘Ini bukan milikku, ini bukan aku, ini bukan diriku.” [423] Jika orang melihatnya demikian sebagaimana adanya dengan kebijaksanaan yang benar, maka orang itu menjadi tidak-tertarik pada elemen udara dan membuat pikirannya tidak-bernafsu terhadap elemen udara.
12. “Apakah, Rahula, elemen ruang itu?  Elemen ruang bisa bersifat  internal atau eksternal. Apakah elemen ruang internal? Apa pun yang internal, ada pada diri sendiri, merupakan ruang, bersifat ruang, dan dilekati, yaitu, lubang telinga, lubang hidung, pintu mulut, dan [lubang] yang merupakan jalan sehingga apa yang dimakan, diminum, dikonsumsi, dan dicicipi lalu di telan, dan di mana semua semua itu berkumpul, serta jalan untuk mengeluarkannya dari bawah, atau apa pun lainnya yang yang internal, ada apa diri sendiri,merupakan ruang, bersifat ruang, dan dilekati: ini disebut elemen ruang internal. Baik elemen ruang internal maupun eksternal hanyalah elemen ruang semata. Dan itu seharusnya dilihat sebagaimana adanya dengan kebijaksanaan yang benar demikian: ‘Ini bukan milikku, ini bukan aku, ini bukan diriku.” [423] Jika orang melihatnya demikian sebagaimana adanya dengan kebijaksanaan yang benar, maka orang itu menjadi tidak-tertarik pada elemen ruang dan membuat pikirannya tidak-bernafsu terhadap elemen ruang.
13. “Rahula, kembangkanlah meditasi yang seperti tanah; karena bila engkau mengembangkan meditasi yang seperti tanah, maka kontak-kontak yang bersifat menyenangkan dan tidak menyenangkan yang muncul tidak akan menyerang pikiranmu dan tidak akan tinggal.(645) Seperi halnya orang-orang melemparkan benda-benda yang kotor dan benda-benda yang bersih, tinja, air kencing, air liur, nanah, dan darah ke tanah, dan tanah pun tidak ketakutan, terhina, dan jijik karena hal itu, demikian pula rahula, kembangkanlah meditasi yang seperti tanah; karena bila engkau mengembangkan meditasi yang seperti tanah, maka kontak-kontak yang bersifat menyenangkan dan tidak menyenangkan yang muncul tidak akan menyerang pikiranmu dan tidak akan tinggal.
14. “Rahula, kembangkanlah meditasi yang seperti air; karena bila engkau mengembangkan meditasi yang seperti air, maka kontak-kontak yang bersifat menyenangkan dan tidak menyenangkan yang muncul tidak akan menyerang pikiranmu dan tidak akan tinggal.Seperi halnya orang-orang mencuci benda-benda yang kotor dan benda-benda yang bersih, tinja, air kencing, air liur, nanah, dan darah ke dalam air, dan air pun tidak ketakutan, terhina, dan jijik karena hal itu, demikian pula [424]Rahula, kembangkanlah meditasi yang seperti air; karena bila engkau mengembangkan meditasi yang seperti air, maka kontak-kontak yang bersifat menyenangkan dan tidak menyenangkan yang muncul tidak akan menyerang pikiranmu dan tidak akan tinggal.
15. “Rahula, kembangkanlah meditasi yang seperti api; karena bila engkau mengembangkan meditasi yang seperti api maka kontak-kontak yang bersifat menyenangkan dan tidak menyenangkan yang muncul tidak akan menyerang pikiranmu dan tidak akan tinggal.Seperi halnya orang-orang membakar benda-benda yang kotor dan benda-benda yang bersih, tinja, air kencing, air liur, nanah, dan darah ke dalam api, dan api pun tidak ketakutan, terhina, dan jijik karena hal itu, demikian pula Rahula, kembangkanlah meditasi yang seperti api; karena bila engkau mengembangkan meditasi yang seperti api, maka kontak-kontak yang bersifat menyenangkan dan tidak menyenangkan yang muncul tidak akan menyerang pikiranmu dan tidak akan tinggal.
16. “Rahula, kembangkanlah meditasi yang seperti udara; karena bila engkau mengembangkan meditasi yang seperti udara, maka kontak-kontak yang bersifat menyenangkan dan tidak menyenangkan yang muncul tidak akan menyerang pikiranmu dan tidak akan tinggal.Seperti halnya udara meniup benda-benda yang kotor dan benda-benda yang bersih, tinja, air kencing, air liur, nanah, dan darah , dan udara pun tidak ketakutan, terhina, dan jijik karena hal itu, demikian pula Rahula, kembangkanlah meditasi yang seperti udara; karena bila engkau mengembangkan meditasi yang seperti udara, maka kontak-kontak yang bersifat menyenangkan dan tidak menyenangkan yang muncul tidak akan menyerang pikiranmu dan tidak akan tinggal.
17. “Rahula, kembangkanlah meditasi yang seperti ruang; karena bila engkau mengembangkan meditasi yang seperti ruang, maka kontak-kontak yang bersifat menyenangkan dan tidak menyenangkan yang muncul tidak akan menyerang pikiranmu dan tidak akan tinggal.Seperi halnya ruang tidak terbentuk di mana pun demikian pula Rahula, kembangkanlah meditasi yang seperti ruang; karena bila engkau mengembangkan meditasi yang seperti ruang, karena bila engkau mengembangkan meditasi yang seperti ruang, maka kontak-kontak yang bersifat menyenangkan dan tidak menyenangkan yang muncul tidak akan menyerang pikiranmu dan tidak akan tinggal.
18. “Rahula, kembangkanlah meditasi tentang metta (cinta kasih); karena bila engkau mengembangkan meditasi tentang metta, maka niat buruk apa pun akan ditinggalkan.
19. “Rahula, kembangkanlah meditasi tentang karuna ( kasih sayang, welas asih); karena bila engkau mengembangkan meditasi tentang karuna, maka kekejaman apa pun akan ditinggalkan.
20. “Rahula, kembangkanlah meditasi tentang mudita (kegembiraan penuh simpati); karena bila engkau mengembangkan meditasi tentang mudita, maka ketidak puasan apa pun akan ditinggalkan.
21. “Rahula, kembangkanlah meditasi tentang upekkha (ketenang-seimbangan); karena bila engkau mengembangkan meditasi tentang metta, maka penolakan apa pun akan ditinggalkan.
22. “Rahula, kembangkanlah meditasi tentang  sifat menjijikkan; karena bila engkau mengembangkan meditasi tentang sifat menjijikkan, maka nafsu jasmani apa pun akan ditinggalkan.
23. “Rahula, kembangkanlah meditasi tentang persepsi ketidak-kekalan; karena bila engkau mengembangkan meditasi tentang persepsi ketidak kekalan, maka kesombongan akan ‘aku’ pun akan ditinggalkan.
24. “Rahula, kembangkanlah meditasi tentang kewaspadaan akan nafas. Bila kewaspadaan akan nafas dikembangkan dan diolah, maka hal itu memberikan buah yang besar dan manfaat yang besar. Dan bagaimana kewaspadaan akan nafas dikembangkan dan diolah, sehingga hal itu memberikan buah yang besar dan manfaat yang besar?
25. Di sini, Rahula, seorang Bhikkhu-setelah pergi ke hutan atau ke akar pohon atau gubug kosong-duduk; setelah bersila, menjaga agar tubuhnya tegak, dan memantapkan kewaspadaan di depannya, dengan senantiasa waspada dia menarik nafas, dengan senantiasa waspada dia menghembuskan nafas.(646)
26. “Ketika sedang menarik nafas panjang, dia memahami: “Aku menarik nafas panjang’; atau ketika sedang menghembuskan nafas panjang, dia memahami dia memahami: ‘Aku menghembuskan nafas panjang.’ Ketika sedang menarik nafas pendek, dia memahami: “Aku menarik nafas pendek’; atau ketika sedang menghembuskan nafas pendek, dia memahami: “Aku menghembuskan nafas pendek.’ Dia berlatih demikian: ‘Aku akan menarik nafas dengan mengalami seluruh tubuh [nafas]’; dia berlatih demikian: ‘Aku akan menghembuskan nafas dengan mengalami seluruh tubuh [nafas].’ Dia berlatih demikian: ‘Aku akan menarik nafas dengan menenangkan bentukan tubuh’; dia berlatih demikian: ‘Aku akan menghembuskan nafas dengan menenangkan bentukan tubuh.’
27. “Dia berlatih demikian: ‘Aku akan menarik nafas dengan mengalami kegiuran’; dia berlatih demikian: ‘Aku akan menghembuskan nafas dengan mengalami kegiuran.’ Dia berlatih demikian: ‘Aku akan menarik nafas dengan mengalami kesenangan’; dia berlatih demikian: ‘Aku akan menghembuskan nafas dengan mengalami kesenangan.’ Dia berlatih demikian: ‘Aku akan menarik nafas dengan mengalami bentukan mental’, dia berlatih demikian: ‘Aku akan menghembuskan nafas dengan mengalami bentukan mental.’ Dia berlatih demikian: ‘Aku akan menarik nafas dengan menenangkan bentukan mental’; dia berlatih demikian: ‘Aku akan menghembuskan nafas dengan menenangkan bentukan mental.’
28. “Dia berlatih demikian: ‘Aku akan menarik nafas dengan mengalami pikiran’; dia berlatih demikian: ‘Aku akan menghembuskan nafas dengan mengalami pikiran.’ Dia berlatih demikian: ‘Aku akan menarik nafas dengan menyenangkan pikiran; dia berlatih demikian: ‘Aku akan menghembuskan nafas dengan menyenangkan pikiran.’ Dia berlatih demikian: ‘Aku akan menarik nafas dengan mengonsentrasikan pikiran’; dia berlatih demikian: ‘Aku akan menghembuskan nafas dengan mengonsentrasikan pikiran.’ Dia berlatih demikian: ‘ Aku akan menarik nafas dengan membebaskan pikiran’; dia berlatih demikian: ‘Aku akan menghembuskan nafas dengan membebaskan pikiran.’
29. “Dia berlatih demikian: ‘Aku akan menarik nafas dengan merenungkan ketidak-kekalan’; dia berlatih demikian: ‘Aku akan menghembuskan nafas dengan merenungkan ketidak-kekalan.’ Dia berlatih demikian:’ Aku akan menarik nafas dengan merenungkan kelapukan; dia berlatih demikian: ‘Aku akan menghembuskan nafas dengan merenungkan kelapukan.’ Dia berlatih demikian: ‘Aku akan menarik nafas dengan merenungkan penghentian’; Dia berlatih demikian: ‘Aku akan menghembuskan nafas dengan merenungkan penghentian.’ Dia  berlatih demikian: ‘Aku akan menarik nafas dengan merenungkan pelepasan’; dia berlatih demikian: ‘Aku akan menghembuskan nafas dengan merenungkan pelepasan.’
30. “Rahula, begitulah cara kewaspadaan akan nafas dikembangkan dan diolah, sehingga hal itu memberikan buah yang besar dan manfaat yang besar. Bila kewaspadaan akan nafas telah dikembangkan dan diolah dengan cara ini, [426] bahkan nafas-masuk dan nafas-keluar terakhir pun diketahui ketika nafas itu berhenti, bukannya tidak diketahui.”(647)
Demikianlah yang dikatakan oleh Yang Terberkahi. Y.M. Rahula merasa puas dan bergembira di dalam kata-kata Yang Terberkahi.
Catatan
(640) Menurut MA, khotbah ini diajarkan kepada Rahula ketika dia berusia delapan belas tahun, dengan tujuan untuk mengghalau nafsu yang berhubungan dengan kehidupan berumah-tangga. Khotbah Pendek tentang Nasihat kepada Rahula ada di MN 147.
(641) MA: Sementara Rahula sedang mengikuti Sang Buddha, dia terkagum-kagum melihat kesempurnaan tubuh Sang Guru dan merenungkan bahwa dirinya berpenampilan serupa, dengan berpikir: “Aku pun elok rupawan seperti ayahku, Yang Terberkahi. Bentuk Sang Buddha sungguh elok, begitu pula tubuhku.” SangBuddha membaca pemikiran Rahula dan memutuskan untuk langsung menegurnya, sebelum pimikiran sombong semacam itu membawanya ke dalam kesulitan-kesulitan yang makin besar. Karena itulah kerangka nasihat Sang Buddha berkenaan dengan perenungan tubuh sebagai bukan-diri pun bukan milik-diri.
(642) MA: Y.M. Sariputta, guru Rahula, memberikan nasihat ini kepada Rahula tanpa menyadari bahwa dia telah diberi Buddha petunjuk meditasi yang berbeda. Y.M. Sariputta salah mengerti tentang posisi bersila Rahula sehingga berpikir bahwa Rahula sedang melatih kewaspadaan akan nafas.
(643) MA: Di sini Sang Buddha menjelaskan tentang meditasi empat elemen besar-dan bukan kewaspadaan akan nafas-untuk menghalau kemelekatan Rahula terhadap tubuh, yang belum terhapus oleh petunjuk pendek tentang tanpa-aku di dalam bentuk materi. Lihat n.329 untuk penjelasan tentang istilah-istilah yang perlu dikomentari.
(644) Ruang (akasa) bukanlah elemen materi primer tetapi dikelompokkan di bawah bentuk materi derivatif (upada rupa).
(645) MA: Bacaan ini (§13-17) diajarkan untuk menunjukkan sifat tidak-membedakan (tadibhava).
646 Untuk penjelasan istilah-istilah yang jelas dalam empat serangkai (tetrad) pertama tentang kewaspadaan akan nafas ini (§26), lihat n.140-142. Istilah-istilah yang perlu penjelasan di tiga tetrad berikutnya dijelaskan di dalam catatan untuk MN 118, Anapanasati Sutta.
(647) Yaitu, mediator meninggal dengan tenang, dengan kewaspadaan dan kesadaran.