Minggu, 19 Februari 2012

PATIKA SUTTA

Demikianlah yang saya dengar:
  1. Pada suatu ketika Sang Bhagava berdiam di Anupiya di sebuah kota dari Suku Malla. Di waktu pagi ketika Sang Bhagava telah mengenakan jubah dan mengambil patta untuk pindapatta, Beliau masuk ke kota dengan berpikir: “Terlalu pagi bagiKu untuk pindapatta di Anupiya, sebaiknya saya pergi ke tempat tinggal pertapa pengembara Bhaggava-cotta.” Demikianlah Sang Bhagava pergi ke tempat di mana pertapa pengembara Bhaggava-gotta berada dan Beliau bertemu dengan pertapa pengembara itu.
  2. Kemudian Bhaggava-gotta berkata kepada Sang Bhagava: “Bhante, mendekatlah. Selamat datang, Bhagava. Bhante cukup repot untuk ke mari. Silahkan duduk, Bhante.”
    Sang Bhagava duduk, dan Bhaggava-gotta duduk di tempat yang lebih rendah di samping Beliau. Setelah Bhaggava-gotta duduk lalu ia berkata kepada Sang Bhagava: “Bhante, pada beberapa hari yang lalu Sunakkhatta dari suku Licchaviputta mengunjungi saya dan berkata: ‘Bhaggava, saya telah meninggalkan Sang Bhagava, saya bukan murid dari Bhagava lagi.’ Apakah hal ini benar, seperti apa yang ia katakan?”
    “Bhaggava, begitulah seperti apa yang dikatakan oleh Sunakkhatta dari Suku Licchaviputta.
  3. “Bhaggava, beberapa hari yang lalu Sunakkhata dari suku Licchavi menemui-Ku dan berkata: ‘Bhante, sekarang saya akan meninggalkan Sang Bhagava. Saya tidak berguru lagi pada Sang Bhagava.’
    Setelah ia berkata begitu pada-Ku, lalu Saya berkata padanya: ‘Sunakkhatta, tetapi pernahkah saya berkata padamu, kemari Sunakkhata, jadilah muridku.’
    ‘Tidak, Bhante.’
    ‘Atau apakah engkau pernah mengatakan padaku: ‘Bhante, saya akan sukses di bawah bimbingan Sang Bhagava?’
    ‘Tidak, Bhante.’
    ‘Tetapi jika Saya tidak mengatakan yang satu, dan kau tidak mengatakan yang lainnya, maka siapakah kau dan siapakah Saya yang kau katakan akan kau tinggalkan? Lihatlah, orang bodoh, berapa besar kesalahanmu?’
  4. ‘Bhante, karena Sang Bhagava tidak mempertunjukkan kekuatan batin yang melebihi kemampuan manusia biasa untukku.’
    ‘Sunakkhata, tetapi pernahkah saya berkata padamu: ‘Kemari Sunakkhatta, jadilah muridku, dan saya akan mempertunjukkan kekuatan batin yang melampaui kemampuan manusia biasa kepadamu?’
    ‘Tidak, Bhante.’
    ‘Atau pernahkah kau mengatakan padaku: ‘Bhante, saya akan sukses tinggal di bawah bimbingan Sang Bhagava, bila beliau mempertunjukkan kekuatan-kekuatan batin yang melebihi kemampuan manusia biasa kepadaku.’
    ‘Saya tidak mengatakannya.’
    ‘Tetapi jika Saya tidak mengatakan yang satu, dan kau tidak mengatakan yang lainnya, maka siapakah kau dan siapakah Saya yang kau katakan akan kau tinggalkan? Bagaimana pendapatmu, Sunakkhatta? Apakah kekuatan-kekuatan beliau yang melampaui kemampuan manusia biasa dipertunjukkan atau tidak, tujuan Saya mengajarkan dhamma agar dhamma dapat melenyapkan dukkha dari orang yang melaksanakannya.’
    ‘Bhante, apakah kekuatan-kekuatan batin itu dipertunjukkan atau tidak, tujuan Sang Bhagava mengajarkan dhamma untuk melenyapkan dukkha!’
    ‘Sunakkhatta, bila demikian persoalannya, apakah kekuatan-kekuatan batin dipertunjukkan atau tidak, maka apakah manfaatnya bagi-Ku jika hal-hal itu dilakukan? Lihatlah, orang bodoh, berapa besar kesalahanmu!’
  5. ‘Bhante, tetapi Sang Bhagava tidak menerangkan tentang asal mula dari segala sesuatu (agganna) kepadaku.’
    ‘Sunakkhatta, tetapi pernahkah saya berkata kepadamu: ‘Ke mari, Sunakkhatta, jadilah muridku dan saya akan menerangkan tentang asal mula dari segala sesuatu (aggana) kepadamu.’
    ‘Tidak, bhante.’
    ‘Atau pernahkah kau mengatakan padaku: ‘Saya akan menjadi murid Sang Bhagava, karena beliau akan menerangkan tentang asal mula dari segala sesuatu?’
    ‘Tidak, Bhante.’
    ‘Sunakkhatta, tetapi jika Saya tidak mengatakan yang satu dan kau tidak mengatakan yang lainnya, maka siapakah kau dan siapakah Saya yang kau katakan akan kau tinggalkan? Bagaimana pendapatmu? Apakah asal mula dari segala sesuatu diterangkan atau tidak, tujuan Saya mengajarkan dhamma agar dhamma dapat melenyapkan dukkha dari orang yang melaksanakannya?’
    ‘Tujuan Bhagava mengajarkan dhamma adalah untuk melenyapkan dukkha!’
    ‘Sunakkhatta, bila demikian persoalannya, apakah asal mula dari segala sesuatu diterangkan atau tidak, maka apakah manfaatnya bagi-ku bila asal mula dari segala sesuatu diterangkan? Lihatlah, orang bodoh, berapa besar kesalahanmu!
  6. Sunakkhata, dalam berbagai cara kau telah memujiku diantara suku Vajji dengan berkata: ‘Sang Bhagava, yang maha suci, telah mencapai penerangan sempurna, pengetahuan serta tindak-tanduknya sempurna, pengenal semua alam, pembimbing yang tiada tara bagi mereka yang bersedia untuk dibimbing, guru para dewa dan manusia.’ Dengan berbagai cara, demikian yang telah kau ucapkan kepada suku Vajji untuk memuji-Ku. Sunakkhata, dalam berbagai cara kau telah memuji Dhamma kepada suku Vajji: ‘Dhamma telah dibabarkan dengan sempurna oleh Bhagava, berada sangat dekat, tak lapuk oleh waktu, mengundang untuk dibuktikan, menuntun ke dalam batin, dapat diselami oleh orang yang bijaksana.’ Dengan cara demikian kau telah memuji Dhamma di depan suku Vajji. Sunakkhatta, dalam berbagai cara kau telah memuji Sangha di depan suku Vajji: “Sangha siswa Sang Bhagava telah bertindak baik, lurus, benar dan patut. Mereka empat pasang makhluk, terdiri dari delapan jenis makhluk suci, itulah Sangha siswa Bhagava. Sangha patut dihormati; dana dan hadiah patut diberikan kepada Sangha, karena Sangha adalah ladang untuk berbuat jasa yang tiada taranya!’ Dengan cara demikian kau telah memuji sangha di depan suku Vajji. Sunakkhata, Saya katakan padamu, bahwa ada orang yang akan menyatakan sesuatu tentang kamu begini: ‘Sunakkhatta dari Liccaviputta tak sanggup melaksanakan penghidupan suci di bawah bimbingan pertapa Gotama dan ia tak sanggup mempertahankannya, maka ia meninggalkan latihan dan mengikuti cara yang rendah.’
    Bhaggava, demikianlah aku katakan kepada Sunakkhata dari Licchavi yang meninggalkan Dhamma dan vinaya akan terjerumus dalam malapetaka dan terlahir kembali di neraka.
  7. Bhaggava, pada suatu ketika saya berada di desa Uttaraka milik suku Bumu. Bhaggava, pada waktu pagi setelah Saya menggenakan jubah dan mengambil patta, saya disertai Sunakkhata dari Licchavi masuk ke Uttaraka untuk pindapatta. Pada saat itu seorang petapa telanjang bernama Korakkhattiya bersikap seperti anjing merangkak dengan empat anggota badannya, dan makan makanan lunak dan keras langsung dengan mulutnya.
    Sunakkhatta, melihat ia berperilaku seperti itu, berpikir: ‘Betapa menakjubkan nampaknya dia, arahat, petapa yang merangkak dan makan makanan yang lunak dan keras langsung dengan mulutnya.’
    Bhaggava, kemudian Saya mengetahui apa yang ada dipikirannya, berkata kepadanya: ‘Orang bodoh, apakah kau masih menyatakan diri sebagai pengikut Sakyaputta?’
    ‘Bhante, apakah maksud Bhagava mengatakan hal ini padaku?’
    ‘Sunakkhatta, ketika kau melihat pertapa telanjang, Korakkhatthiya, yang berjalan merangkak dan memakan makanan yang lunak mau pun keras langsung dengan mulutnya, kau berpikir: ‘Betapa menakjubkan menjadi arahat seperti dia!’
    ‘Ya, bhante, tetapi apakah Sang Bhagava iri dengan kearahatan orang lain?’
    ‘Tidak, orang bodoh, saya tidak iri dengan kearahatan seseorang. Hanya padamu pikiran yang jahat ini muncul, lenyapkanlah pikiran demikian. Janganlah pikiran seperti itu menjadi sumber kejahatan bagimu. Sunakkhatta, pertapa telanjang Korakkhatthiya yang engkau puji sebagai arahat akan meninggal dunia dengan epilepsi pada tujuh hari kemudian, dan ia akan terlahir kembali sebagai makhluk Kalakanja, suatu kelompok makhluk yang paling rendah dari Asura. Sewaktu meninggal, ia akan terkapar di atas rumput birana di lapangan pembakaran mayat. Engkau dapat pergi menemuinya bila kau mau dan tanyakan padanya: ‘Korakhitiya, apakah kau mengetahui di mana kau akan terlahir kembali?’ Bila ia tahu, ia akan menjawab: ‘Sunakkhata saya tahu di mana saya akan terlahir kembali. Saya akan terlahir kembali sebagai makhluk Kalakanja yaitu kelompok makhluk yang paling rendah dari Asura.’
  8. Bhaggava, kemudian Sunakkhatta Licchaviputta pergi menemui pertapa telanjang Korakkhattiya dan berkata kepadanya: ‘Saudara Korakkhattiya, petapa Gotama telah menyatakan bahwa tujuh hari lagi sejak hari ini petapa telanjang Korakkhattiya akan meninggal, ia akan terlahir kembali sebagai salah satu dari makhluk terendah dari Asura. Ketika meninggal ia akan terkapar di atas rumput birana di lapangan pembakaran mayat. Korakkhattiya, sebab itu kau harus makan dan minum dengan cukup, sehingga kata-kata petapa Gotama akan salah.’ Selanjutnya, karena tidak percaya pada Tathagata, Sunakkhatta menghitung hari demi hari hingga tujuh hari, ternyata pada hari ke tujuh Korakkhattiya meninggal karena epilepsi dan terlahir kembali seperti apa yang telah dikatakan, ia pun terkapar seperti apa yang telah dikatakan pula.
  9. Bhaggava, ketika Sunakkhatta mendengar bahwa Korakkhattiya telah terkapar dan meninggal di atas rumput birana di lapangan pembakaran mayat, ia pergi ke tempat di mana mayat terkapar dan tiga kali ia menepuk pertapa telanjang dengan tangannya dengan berkata: ‘Saudara Korakkhattiya, apakah kau mengetahui di mana kau terlahir kembali?’ Kemudian Korakkhattiya bangun, menggosok punggungnya dengan tangannya dan berkata: ‘Sunakkhatta saya tahu di mana saya terlahir kembali yaitu sebagai salah satu makhluk Kalakanja yang merupakan kelompok makhluk terendah dari Asura’. Setelah berkata demikian ia jatuh kembali.
  10. Bhaggava, setelah itu Sunakkhatta Licchaviputta menemuiku, menghormatiku dan duduk di sisiku, setelah ia duduk Saya berkata kepadanya: ‘Apa yang kau pikirkan Sunakkhatta? Bukankah petapa telanjang Korakkhattiya telah meninggal seperti apa yang saya katakan padamu atau tidak?’
    ‘Hal itu telah terjadi padanya seperti yang Sang Bhagava, katakan padaku!’
    ‘Apakah yang kau pikirkan, Sunakkhatta? Hal itu diketahui karena kekuatan batin yang melampaui kemampuan manusia atau tidak?’
    ‘Bhante, tentu saja hal itu terjadi karena adanya kekuatan batin yang dipertunjukkan.’
    ‘Orang bodoh, itulah Saya yang mempertunjukkan kekuatan batin yang melampaui kemampuan manusia biasa yang kau katakan: ‘Bhante, Sang Bhagava tidak pernah mempertunjukkan kekuatan batin padaku’. Orang bodoh, lihatlah betapa besar kesalahan yang telah kau lakukan.’
    Bhaggava, demikianlah yang Saya katakan kepada Licchaviputta yang telah meninggalkan dhamma dan vinaya, yang akan menderita dan terlahir kembali di neraka.
  11. Bhaggava pada suatu ketika, saya berada dalam Mahavana di Kutagara Sala, Vesali. Pada waktu itu ada seorang pertapa telanjang yang tinggal di Vesali, ia bernama Kandaramasuka yang terhormat dan termashur di antara orang-orang Vajji. la telah bersumpah untuk melaksanakan tujuh peraturan yaitu:
    Selama hidup saya akan tetap sebagai pertapa telanjang dan tak akan mengenakan pakaian; saya akan patuh pada penghidupan suci (tanpa hubungan kelamin); saya hidup dengan minuman alkohol dan makan daging tanpa bubur atau nasi; saya tak akan pergi melewati Udena Cetiya di sebelah timur, Gotamaka Cetiya di sebelah selatan, Sattamba Cetiya di sebelah barat dan Bahuputta Cetiya di sebelah utara Vesali. Karena ia telah bersumpah melaksanakan tujuh peraturan itu maka ia dihormati dan termasyur di antara orang-orang Vajji.
  12. Bhaggava pada waktu itu Sunakkhatta Licchaviputta pergi menemui Kandaramasuka dan menanyakan sebuah pertanyaan kepadanya. Kandaramasuka tidak memperhatikan, tidak mengerti dan tidak memahami pertanyaan itu, malahan ia merasa terganggu, jengkel dan marah. Kemudian Sunakkhatta berpikir: ‘Kami mungkin dapat bertengkar dengan petapa arahat ini. Semoga tidak ada yang menghalangi agar penderitaan dan kesusahan dapat berlangsung terus pada kami.’
  13. Bhagava, sesudah itu Sunakkhatta Licchaviputta datang menemuiku, menghormat serta duduk di samping-Ku, Saya bertanya kepadanya: ‘Orang bodoh, apakah kau masih menyatakan diri sebagai pengikut Sakyaputta?’
    ‘Apakah yang dimaksudkan oleh Sang Bhagava dengan berkata begitu?’
    ‘Sunakkhatta, bukankah kau baru saja menemui petapa telanjang Kandaramasuka dan menanyakan sebuah pertanyaan yang tidak diperhatikan dan tidak dimengerti olehnya, malahan ia merasa terganggu, jengkel dan marah? Bukankah kau berpikir: ‘Kami mungkin dapat bertengkar dengan petapa arahat ini. Semoga tidak ada yang menghalangi agar penderitaan dan kesusahan dapat berlangsung terus pada kami!’
    ‘Ya, Bhante. Tetapi apakah Sang Bhagava iri dengan kearahatan orang lain.’
    ‘Tidak, orang bodoh. Saya tidak iri dengan kearahatan seseorang, hanya padamu pikiran yang jahat ini muncul. Lenyapkanlah pikiran demikian. Janganlah pikiran itu menjadi sumber kejahatan bagimu. Petapa telanjang Kandaramasuka yang kamu kira adalah arahat, tidak lama lagi ia akan berpakaian dan kawin, ia akan makan nasi dan bubur, ia akan bepergian melewati Vesali Cetiya dan ia akan meninggal dengan kehilangan kemasyurannya.’
    Bhaggava, tak lama kemudian petapa telanjang itu meninggal dunia seperti yang telah Saya katakan.
  14. Ketika Sunakkhatta mendengar bahwa pertapa telanjang Kandaramasuka telah meninggal seperti yang Saya katakan, ia datang menemui-Ku, menghormat dan duduk di samping-Ku, dan Saya bertanya kepadanya: ‘Apakah yang kau pikirkan Sunakkhatta? Bukankah pertapa telanjang Kandaramasuka telah meninggal seperti apa yang Saya katakan padamu atau tidak?’
    ‘Hal itu telah terjadi padanya seperti yang Sang Bhagava katakan padaku!’
    ‘Apakah yang kau pikirkan, Sunakkhata? Hal itu diketahui karena kekuatan batin yang melampaui kemampuan manusia biasa atau tidak?’
    ‘Bhante tentu saja hal itu terjadi karena adanya kekuatan batin yang dipertunjukkan.’
    ‘Orang bodoh, itulah Saya yang mempertunjukkan kekuatan batin yang melampaui kemampuan manusia biasa yang kau katakan: ‘Bhante, Sang Bhagava tidak pernah mempertunjukkan kekuatan batin padaku!’ Orang bodoh, lihatlah berapa kesalahanmu.’ Bhaggava, demikianlah yang kukatakan kepada Sunakkhatta Licchaviputta yang telah meninggalkan dhamma dan vinaya yang akan menderita dan terlahir kembali di neraka.
  15. Bhaggava, pada suatu ketika saya berada di Mahavana, di Kutagara Sala, Vesali. Pada waktu itu seorang petapa telanjang bernama Patikaputta tinggal di Vesali, ia sangat dihormat dan termasyur di antara orang-orang Vajji. la menyatakan pada orang-orang di Vesali sebagai berikut: ‘Petapa Gotama dan saya sama-sama menyatakan bahwa kami berdua memiliki pengetahuan (nana-vada). Sekarang saatnya bagi dia yang menyatakan hal ini untuk menunjukkan kemampuan pengetahuan dengan kemampuan batinnya yang melebihi kekuatan manusia biasa. Bila Samana Gotama datang, saya akan menyongsong di pertengahan (jarak) perjalanan. Kemudian kami berdua akan mempertunjukkan kemampuan batin kami. Bila Samana Gotama mempertunjukkan satu kekuatan batin, maka saya akan mempertunjukkan dua kekuatan batin. Bila ia mempertunjukkan dua, saya akan mempertunjukkan empat. Bila ia mempertunjukkan empat saya akan mempertunjukkan delapan. Jadi seberapa banyak yang ia pertunjukkan saya akan mempertujukkan dua kali lebih banyak daripadanya.’
  16. Bhaggava, kemudian Sunakkhatta Licchaviputta datang menemui, menghormat dan duduk di samping-Ku. Setelah duduk, ia menceritakan semua hal itu. Bhaggava, setelah ia berkata demikian, saya berkata kepada Sunakkhatta: ‘Sunakkhata, tidak perlu petapa telanjang Patikaputta untuk menemui Samana Gotama. Bila ia tidak menarik kembali kata-kata dan pendapat itu, dan jika ia berpikir untuk mempertahankan kata-kata, ide, dan pendapat itu agar bertemu dengan Samana Gotama maka kepalanya akan pecah.’
  17. ‘Bhante, perhatikan baik-baik apa yang Sang Bhagava katakan, semoga Sugata memperhatikan apa yang Beliau katakan.’
    ‘Sunakkhata, apa yang kau maksudkan dengan berkata itu?’
    ‘Bhante, mungkin kata-kata Sang Bhagava menyatakan hal yang pasti terjadi, bila Patikaputta bertemu dengan Samana Gotama. Tetapi mungkin Patikaputta akan bertemu dengan Sang Bhagava dalam keadaan yang berbeda dan dengan demikian kata-kata Sang Bhagava menjadi salah.’
  18. ‘Sunakkhatta, apakah seorang Tathagata akan mengucapkan kata-kata yang ambisius?’
    ‘Bhante, apakah itu didasarkan pada kemampuan Sang Bhagava bahwa ia mengetahui apa yang akan terjadi pada Patikaputta bila ia menemui Samana Gotama atau ada dewa yang memberitahukan hal ini kepada Tathagata?’
    ‘Sunakkhata, Saya mengetahui dan dewa telah menyatakan itu pada-Ku juga, sebab Jenderal Ajita yang meninggal kemarin telah terlahir kembali di Alam Tavatimsa. la menemui-Ku dan menyatakan hal ini pada-Ku: ‘Bhante, Patikaputta adalah tidak tahu malu dan pembohong. la membuat pernyataan tentang diri saya di depan penduduk Vajji seperti berikut: ‘Ajita, jenderal dari Licchavi telah terlahir kembali di neraka! Bhante, tetapi saya tidak terlahir di situ, saya terlahir di alam Tavatimsa. Bhante, Patikaputta adalah tidak tahu malu dan pembohong, ia tak pantas bertemu dengan Samana Gotama. Bila ia tidak menarik kembali kata-kata, ide dan pendapat itu, dan jika ia berpikir untuk mempertahankan kata-kata, ide dan pendapat itu, agar bertemu dengan Samana Gotama maka kepalanya pecah’. Sunakkhatta, demikianlah yang Saya sendiri ketahui dan yang diberitahukan oleh dewa kepadaku. Sunakkhata, bila Saya telah pindapatta dan makan di Vesali, di waktu kembali Saya akan pergi ke tempat tinggal Patikaputta. Sunakkhata, katakan kepadanya apa yang kiranya pantas disampaikan!’
  19. Bhaggava, kemudian setelah Saya mengenakan jubah dan mengambil patta, Saya masuk kota Vesali untuk pindapata. Setelah makan dan ketika dalam perjalanan pulang, Saya pergi ke tempat tinggal Patikaputta untuk istirahat. Bhaggava, selanjutnya Sunakkhata Licchaviputta dengan tergesa-gesa pergi ke Vesali menemui hampir semua orang Licchavi yang terkemuka dan berkata kepada mereka: ‘Saudara-saudara, Bhagava dalam perjalanan pulang setelah makan dan pindapatta, telah pergi ke arama dari Patikaputta untuk istirahat. Saudara-saudara marilah, karena akan ada pertunjukkan kekuatan batin yang melampaui kemampuan manusia biasa oleh petapa-petapa yang mengagumkan itu!’
    Maka orang-orang Licchavi yang terkemuka itu berpikir: ‘Bila demikian, ayo kita pergi!’ Demikianlah ia pergi menemui para brahmana terkenal dan orang-orang kaya yang telah menjadi petapa, brahmana dari aliran-aliran agama yang berbeda-beda, ia menyatakan hal tersebut kepada mereka dan mereka pun pergi.
    Bhaggava, para pemuka Licchavi, para brahmana dan orang-orang kaya yang telah menjadi petapa dari aliran-aliran agama yang berbeda-beda, semuanya pergi ke arama dari petapa telanjang Patikaputta, mereka membentuk sekelompok massa yang berjumlah beberapa ratus atau beberapa ribu orang.
  20. Pada waktu itu Patikaputta mendengar beberapa orang ini telah datang dan Samana Gotama sedang duduk beristirahat di aramanya. Setelah mengetahui hal ini ia merasa takut, bulu romanya berdiri, seluruh tubuhnya bergetar karena takut, gelisah dan panik, ia pergi ke Paribbajakarama di Tindukkhanu.
    Bhaggava, ketika kelompok orang ini mendengar bahwa Patikaputta telah pergi dengan panik ke Paribajakarama, mereka menyuruh seseorang dengan berkata: ‘Kawan, pergi ke Tindukkharama dan cari petapa telanjang Patikaputta dan katakan kepadanya: ‘Patikaputta, kami telah datang, kami yang datang adalah para pemuka Licchavi, para brahmana, orang-orang kaya dan guru-guru brahmana, serta para petapa. Juga, petapa Gotama sedang duduk berisitirahat di taman tempat tinggalmu. Patikaputta, kau telah menyatakan kepada masyarakat Vesali: ‘Pertapa Gotama dan saya sama-sama mengakui bahwa kami berdua memiliki pengetahuan (nana-vada).’ Sekarang saatnya bagi dia yang menyatakan hal itu untuk menunjukkan kemampuan pengetahuan dan kemampuan batinnya yang melebihi kekuatan manusia biasa.’ Bilamana Samana Gotama datang saya akan menyongsong di pertengahan jalan. Kemudian kami berdua akan mempertunjukkan kekuatan batin kami. Bilamana Samana Gotama mempertunjukkan satu kekuatan batin maka saya akan menunjukkan dua kekuatan batin. Bila la mempertunjukkan dua, saya akan mempertunjukkan empat. Bila la rnempertunjukkan empat, saya akan mempertunjukkan delapan. Jadi seberapa banyak yang la pertunjukkan saya akan mempertunjukkan dua kali lebih banyak daripada-Nya. Patikaputta pergi songsonglah Dia, Samana Gotama telah menempuh setengah perjalanan dan sekarang sedang duduk beristirahat di tempat tinggalmu.’
  21. ‘Baiklah,’ kata orang itu menyetujui, lalu ia segera pergi ke Tindukkhanu Paribbajarama, menemui Patikaputta dan menyampaikan pesan. Bhaggava ketika pesan telah disampaikan, petapa telanjang Patikaputta berkata: ‘Kawan, saya datang, saya datang.’ Dengan gelisah ia melihat ke sana ke mari, tetapi tak bangkit dari tempat duduknya, lalu orang itu berkata kepadanya: ‘Bagaimana, Patikaputta? Apakah pantatmu melengket di tempat dudukmu, atau tempat dudukmu melengket di pantatmu? Kau berkata: ‘Kawan, saya datang, saya datang’, namun kau bersikap tak tenang dan tak dapat bangkit dari tempat dudukmu!’ Walaupun hal ini telah dikatakan kepadanya, Patikaputta berulang-ulang kali menyatakan: ‘Saya datang, saya datang,’ tetapi ia hanya melihat ke sana ke mari dan tak bangkit!
  22. Ketika orang itu menyadari keengganan Patikaputta untuk mendengar kata-katanya dan melihat ketidakmampuannya, ia pergi ke kelompok masyarakat dan menyampaikan kepada mereka: “Pertapa telanjang Patikaputta nampaknya gelisah. la berkata: ‘Kawan, saya datang, saya datang,’ tetapi ia hanya duduk dan tak bangkit dari duduknya!”
    Bhaggava, berdasarkan pada kata-kata ini, Saya berkata kepada kelompok masyarakat: ‘Kawan-kawan, petapa telanjang Patikaputta tidak pantas menemuiku bila ia tidak menarik kembali kata-kata, ide dan pendapat itu. Jika ia berpikir untuk mempertahankan kata-kata, pendapat dan ide untuk bertemu dengan Samana Gotama maka kepalanya akan pecah.

PATIKA SUTTA


  1. Bhaggava, selanjutnya seorang anggota dewan dari Licchavi bangkit dari duduk dan berkata kepada kelompok masyarakat: ‘Saudara-saudara, tunggulah sebentar hingga saya pergi dan melihat apakah saya dapat mengajak Patikaputta ke sini.’ Kemudian anggota dewan ini pergi ke Tindukkhanu Paribbajakarama, menemui Patikaputta dan mengajaknya untuk datang, ia menyampaikan pesan seperti apa yang dilakukan oleh pesuruh pertama dengan kata-kata terakhir: ‘Saudara Patikaputta, marillah! Bila kau datang kami akan menjadikan kau pemenang dan Samana Gotama kalah.’
  2. Bhaggava, Patikaputta bersikap dan menjawab dengan kata-kata yang sama seperti yang ia berikan kepada pesuruh pertama.
  3. Ketika anggota dewan ini menyadari keengganan Patikaputta, mendengar kata-kata dan melihat ketidakmampuannya, ia kembali menemui kelompok masyarakat dan menyatakan kepada mereka: ‘Pertapa telanjang Patikaputta nampaknya enggan untuk datang, ia berkata: ‘Kawan-kawan, saya datang, saya datang,’ tetapi selagi ia duduk ia melihat ke sana ke mari dan tak bangkit dari tempat duduknya!’
  4. Bhaggava, kemudian Jaliya, murid Darupattika, berdiri dan berkata kepada mereka: ‘Saudara-saudara, tunggulah sebentar hingga saya pergi dan melihat apakah saya dapat mengajak Patikaputta ke sini!’ Kemudian Jaliya pergi ke Tindukkhanu Paribbajakarama dan mengajak Patikaputta untuk menemui Samana Gotama.
  5. Tapi hasilnya sama saja seperti yang dialami oleh pesuruh dan anggota dewan.
  6. Ketika Jaliya, murid Darupattika, menyadari keengganan Patikaputta ia berkata kepadanya: ‘Kawan Patikaputta, pada dahulu kala ide ini muncul pada harimau, raja dari binatang-binatang. Jika saya, membuat sarangku di sebuah hutan, maka pada waktu sore saya keluar dari sarangku, melemaskan badanku dan dapat melihat keadaan di sekitarku dan dengan mengaum tiga kali saya pergi ke tempat sapi-sapi makan rumput. Saya akan menerkam seekor dari sapi-sapi itu dan saya akan selalu dapat berpesta dengan daging yang empuk, sesudah itu saya kembali ke sarangku. Kawan, selanjutnya harimau memilih tempat serta membuat sarangnya dan melakukan apa yang diinginkannya.
  7. Patikaputta, pada waktu itu ada seekor serigala tua yang kuat dan selalu memakan sisa makanan yang ditinggalkan harimau. Serigala tua itu berpikir: ‘Siapakah saya dan siapakah harimau raja segala binatang? Jika saya membuat sarangku di dekat
    hutan, maka pada waktu sore saya keluar dari sarangku, saya pergi ke tempat sapi-sapi itu makan rumput, dan saya selalu akan dapat berpesta-pora dengan daging empuk dan sesudah itu saya kembali ke sarang.’ Kawan, serigala tua itu mencari tempat dan membuat sarangnya, serta melakukan apa yang diinginkannya. Di sore hari ia keluar dari sarangnya, melemaskan dirinya dan melihat keadaan sekelilingnya, ia berpikir: ‘Saya akan mengaum tiga kali.’ Di situ ia akan memperdengarkan lolongan serigala, lolongan lucu. Dapatkah kau membandingkan lolongan serigala liar dengan auman harimau? Patikaputta, demikian pula kau hidup dalam naungan Sugata, tapi kau berkhayal sebanding dengan Tathagata, Arahat Samasambuddha? Mengapa, apakah yang menyebabkan Patikaputta membandingkan diri dengan Tathagata Arahat Samasambuddha?’
  8. Bhaggava, karena Jaliya gagal mengajaknya dengan menceritakan dengan perumpamaan itu, maka Patikaputta bangkit dari tempat duduknya, selanjutnya ia berkata:
    ‘Serigala memikirkan dirinya. Saya adalah harimau! Saya raja binatang-binatang! Maka ia mengaum suatu lolongan yang lucu, karena bagaimana dapat disamakan lolongan serigala dan auman harimau?’
  9. Bhaggava, karena Jaliya gagal mengajaknya dengan perumpamaan itu agar Patikaputta bangkit dari duduknya, maka ia menyatakan hal berikut ini kepadanya:
    Ke sana kemari dalam hutan yang tenang, melihat dirinya menjadi gemuk makan makanan sisa hingga ia melupakan dirinya
    “Saya adalah harimau,” khayal serigala tentang dirinya, tetapi ia mengaum suatu lolongan serigala yang lucu karena bagaimana dapat disamakan lolongan serigala dan auman harimau. Saudara Patikaputta, demikian pula kau yang hidup dalam naungan Sugata, makan makanan sisa yang ditinggalkan oleh Sugata, tapi kau berkhayal sebanding dengan Tathagata Arahat Sammasambuddha. Mengapa, apakah yang menyebabkan Patikaputta membandingkan diri dengan Tathagata Arahat Sammasambuddha?
  10. Bhaggava, karena Jaliya gagal mengajaknya dengan perumpamaan itu agar Patikaputta bangkit dari duduknya, maka selanjutnya ia berkata:
    Hidup dengan makan kodok, tikus dan mayat yang ditinggalkan ditempat pembakaran mayat. Dalam sebuah hutan yang besar, dalam belukar yang tenang serigala berkhayal dan dengan sombongnya berpikir:
    “Harimau, raja binatang-binatang adalah saya!”
    Tetapi ketika ia mengaum, terdengar lolongan serigala yang lucu karena bagaimana dapat disamakan lolongan serigala dan auman harimau?
    Saudara Patikaputta, demikian pula kau yang hidup dalam naungan Sugata, makan makanan yang sisa ditinggalkan oleh Sugata, tapi kau berkhayal sebanding dengan Tathagata Arahat Sammasambuddha. Mengapa, apakah yang menyebabkan Patikaputta membandingkan diri dengan Tathagata Arahat Sammasambuddha?
  11. Bhaggava, karena Jaliya gagal mengajaknya dengan perumpamaan itu agar Patikaputta bangkit dari duduknya, maka ia kembali menemui kelompok masyarakat dan mengatakan kepada mereka: ‘Pertapa telanjang Patikaputta tampaknya enggan untuk datang. la berkata: ‘Kawan, saya datang,’ tetapi selagi ia duduk melihat ke sana kemari dan tak bangkit dari tempat duduknya!’
  12. Kemudian, setelah Jaliya berkata begitu, Saya berkata kepada mereka:
    ‘Kawan-kawan, petapa telanjang Patikaputta tak pantas menemui-Ku. Bila ia tidak menarik kembali kata-kata, ide dan pendapat itu, jika ia berpikir untuk mempertahankan kata-kata, ide dan pendapat untuk bertemu dengan Samana Gotama, maka kepalanya akan pecah.’
    Walaupun kawan-kawan dari Licchavi berpikir: ‘Marilah kita ikat Patikaputta dan kita tarik dia dengan kuk ke mari. Patikaputta akan memutuskan tali-tali itu, karena ia tak pantas menemuiku.’
  13. Bhaggava, selanjutnya Saya mengajar dengan menguraikan dhamma sehingga mereka gembira dan senang. Setelah Saya berbuat demikian, mereka membebaskan diri dari belenggu-belenggu besar (maha-bandhana) dan 84.000 makhluk terbebas dari mahavidugga. Saya memasuki Jhana dengan obyek api, naik ke angkasa setinggi tujuh pohon palem, sehingga api itu berkobar-kobar, dan selanjutnya Saya muncul di Mahavana.
    Bhaggava, kemudian Sunakkhatta Licchaviputta datang menemui, menghormat dan duduk di samping-Ku, setelah ia duduk, Saya bertanya kepadanya:
    ‘Bagaimana pendapatmu tentang hal itu, Sunakkhatta? Bukankah yang terjadi dengan Patikaputta adalah seperti yang telah saya katakan atau tidak?’
    ‘Hal itu telah terjadi seperti yang Sang Bhagava telah katakan kepada saya?’
    ‘Apa yang kau pikirkan tentang hal itu, Sunakkhatta? Bila hal itu demikian, maka apakah kekuatan batin yang melebihi kemampuan manusia biasa telah dipertunjukkan atau tidak?’
    ‘Bhante, tentu saja hal itu terjadi karena adanya kekuatan batin yang dipertunjukkan.’
    ‘Orang bodoh, walaupun hal itu telah terjadi kau nyatakan tentang diriku bahwa:
    ‘Bhante, Sang Bhaggava tidak pernah mempertunjukkan kekuatan batin yang melebihi kemampuan manusia biasa!’ Orang bodoh, lihatlah betapa besar kesalahan yang telah kau lakukan.’
    Bhaggava, demikian yang Saya katakan kepada Sunakkhatta Licchaviputta yang telah meninggalkan dhamma dan vinaya, yang akan menderita dan terlahir kembali ke neraka.
  14. “Bhaggava, Saya tahu asal mula dari segala sesuatu (agganna), dan bukan hanya itu yang Saya tahu, tetapi yang Saya tahu lebih daripada itu dan dengan mengetahui hal itu, pandanganKu tidak tersesat (paramasa). Dengan pandangan yang tidak sesat, Saya sendiri mengerti tentang kedamaian, dengan merealisasikan ini maka Tathagata tidak akan pernah berbuat kesalahan. Bhaggava ada petapa-petapa dan brahmana-brahmana tertentu yang menyatakan hal itu sebagai ajaran mereka karena asal mula segala sesuatu adalah diciptakan oleh maha kuasa, dewa Brahma? Saya telah menemui mereka dan bertanya: ‘Apakah benar para guru yang mulia menyatakan tentang ajaran bahwa asal mula dari segala sesuatu adalah diciptakan oleh maha kuasa, dewa Brahma?’ Dengan adanya pertanyaan itu mereka menjawab: ‘Oh.’ Kemudian Saya berkata: ‘Tetapi, bagaimana para guru yang mulia menyatakan dalam ajaran bahwa asal mula segala sesuatu diciptakan oleh maha kuasa, dewa Brahma, itu ditentukan?’ Mereka tak dapat menjawab pertanyaanku itu dan dalam kebingungan mereka menanyakan kembali hal itu kepada Saya. Karena ditanya maka Saya menjawab:
  15. ‘Saudara-saudara, akan tiba suatu saat, cepat atau lambat, setelah berakhirnya suatu masa yang lama, bumi (loka) ini hancur dan berevolusi (samvattati). Ketika hal ini terjadi, umumnya makhluk-makhluk terlahir kembali di alam Abhassara, mereka hidup di alam itu dengan kekuatan pikiran, hidup dengan kenikmatan-kenikmatan, memancarkan cahaya dari tubuh mereka, melayang-layang di angkasa, dan kehidupan ini berlangsung terus dalam keindahan. Begitulah mereka adanya, mereka hidup dalam suatu masa yang lama sekali.
    Saudara-saudara, tiba juga suatu saat, cepat atau lambat, sistem bumi (loka) ini mulai berevolusi kembali (vivattati). Ketika hal ini terjadi alam dewa Brahma nampak, tetapi kosong. Ada sesosok makhluk yang karena masa hidupnya telah habis atau disebabkan oleh pahala (jasa karma baik)-nya telah habis, meninggal dari alam Abhassara dan terlahir kembali di alam Brahma. Di situ ia hidup dengan kekuatan pikiran, hidup dengan kenikmatan, memancarkan cahaya dari tubuhnya, melayang-layang di angkasa. Kehidupan ini berlangsung terus dalam keindahan, demikianlah ia adanya, hidup dalam suatu masa yang lama sekali. Karena ia tinggal di alam itu terlalu lama dan sendirian maka perasaan tidak puas dan kerinduan muncul dalam dirinya: ‘Oh, semoga makhluk-makhluk lain pun datang menemani saya di tempat ini!’ Pada saat itu ada makhluk-makhluk yang karena usia mereka telah habis atau karena pahala (karma baik) telah habis, meninggal dan lenyap dari alam Abhasara dan muncul di alam Brahma menjadi kawannya, dan dalam berbagai hal mereka hidup seperti dia.
  16. Saudara-saudara, berdasarkan hal ini makhluk pertama yang terlahir dan muncul di alam dewa Brahma itu berpikir: ‘Saya Brahma, Maha Brahma, Maha Agung, Maha Kuasa, Penguasa, Tuan dari semua, Pembuat, Pencipta, Maha Tinggi, Penentu tempat bagi semua makhluk dan asal mula dari semua kehidupan. Saya yang menciptakan makhluk-makhluk ini. Mengapa demikian? Beberapa saat yang lalu saya berpikir: ‘Oh, semoga makhluk-makhluk lain pun datang menemani saya di tempat ini!’ Begitulah ide yang ada dalam pikiranku dan begitu pula yang terjadi, makhluk-makhluk ini muncul.’
    Makhluk-makhluk yang muncul sesudah dia, juga berpikir: ‘Makhluk ini mesti Brahma, Maha Brahma, Maha Agung, Maha Kuasa, Penguasa, Tuan dari semua, Pembuat, Pencipta, Maha Tinggi, Penentu tempat bagi semua makhluk, asal mula kehidupan, ayah dari semua yang ada dan yang akan ada. Oleh Brahma ini kita semua diciptakan. Mengapa begitu? Karena seperti apa yang kita lihat, dia yang lebih dulu ada sedangkan kita muncul sesudahnya.’
  17. Saudara-saudara, berdasarkan hal ini, makhluk yang muncul lebih dulu usianya lebih panjang, lebih cakap dan lebih berkuasa, sedangkan makhluk yang muncul sesudah dia nampak berusia pendek, tak terlalu cakap dan kurang berkuasa. Demikianlah ada makhluk-makhluk yang meninggal di alam itu dan terlahir kembali di alam ini (bumi). Karena telah berada di bumi, ia meninggalkan kehidupan berumah tangga menjadi petapa. Sebagai petapa ia berusaha sungguh-sungguh bermeditasi, bersemangat, bertekad, tekun dan dengan pengertian serta perhatian yang benar ia mencapai ketenangan batin. Dengan pikiran yang tenang ia dapat mengingat kembali kehidupannya yang lampau, tetapi yang diingatnya hanya sampai pada satu kehidupan yang lampau saja dan tak melampaui itu, ia berkata:
    ‘Brahma yang dipuja, adalah Maha Brahma, Maha Agung, Maha Kuasa, Penguasa, Tuan dari semua, Pembuat, Pencipta, MahaTinggi, Pencipta tempat bagi semua makhluk, asal mula kehidupan, Ayah dari semua yang ada dan yang akan ada. Oleh dialah maka kita diciptakan. la adalah kekal, tetap, eternal, tak berubah, dan ia akan tetap seperti itu untuk selama-lamanya. Tetapi kita yang diciptakan oleh Brahma itu, kita semua yang telah ke mari adalah tidak kekal, berubah-ubah, tidak permanen dan berusia pendek dan pasti mati.’
    Saudara-saudara, demikianlah asal mula dari segala sesuatu yang kamu sekalian nyatakan sebagai ajaran kamu bahwa segala sesuatu diciptakan oleh maha kuasa Brahma.’
    Mereka pun menjawab: ‘Saudara Gotama begitulah yang kami dengar seperti apa yang Saudara Gotama katakan.’
    Bhaggava, tetapi Saya mengetahui asal mula dari segala sesuatu dan bukan hanya itu yang Saya tahu, yang Saya tahu lebih dari pada itu. Dengan mengetahui hal itu, pandanganKu tidak tersesat. Dengan pandangan tidak tersesat, Saya sendiri mengerti tentang kedamaian, dan dengan merealisasikan ini maka Tathagata tidak akan pernah berbuat kesalahan.
  18. Bhaggava, ada beberapa petapa dan brahmana tertentu memiliki ajaran yang menyatakan bahwa asal mula segala sesuatu adalah berdasarkan pada dewa-dewa Khiddapadusika. Saya pergi menemui mereka dan bertanya: ‘Apakah benar para guru yang mulia menyatakan dalam ajaran anda sekalian bahwa asal mula dari segala sesuatu adalah berdasarkan pada dewa-dewa Khiddapadusika?’
    Setelah ditanya demikian, mereka menjawab: ‘Oh.’ Selanjutnya Saya bertanya:
    ‘Tetapi, bagaimana para guru yang mulia menyatakan dalam ajaran anda sekalian bahwa asal mula dari segala sesuatu berdasarkan pada dewa-dewa Khiddapadusika itu ditentukan?’ Mereka tak dapat menjawab pertanyaanku itu, dan dalam kebingungan mereka menanyakan hal itu kepada Saya. Karena ditanya maka Saya menjawab:
    ‘Saudara-saudara, ada dewa-dewa atau beberapa dewa meninggal dari alam itu dan terlahir kembali di sini. la meninggalkan kehidupan berumah tangga menjadi petapa. Sebagai petapa ia berusaha dengan semangat, tekad, waspada dan sungguh-sungguh bermeditasi, maka batinnya menjadi tenang dan ia memiliki kemampuan batin untuk mengingatkan kembali satu kehidupan yang lampau dan tak lebih daripada itu, lalu ia berkata pada dirinya sendiri: ‘Dewa-dewa yang tidak ternoda dengan kesenangan indera, dalam masa yang lama, mereka tidak hidup dalam kesenangan dan pemuasan nafsu indera, mereka tetap waspada dan tak terpengaruhi. Kematian bukan merupakan nasib mereka karena mereka kekal, abadi, eternal tak berubah dan akan tetap selamanya seperti itu. Tetapi kami yang ternoda oleh kesenangan nafsu indera, kewaspadaan kami ternoda, sehingga kami meninggal dari alam itu dan terlahir kembali di sini dengan kondisi seperti ini yang tidak kekal dan berubah-ubah, tidak tetap, usia pendek dan akan mati.’
    Demikianlah asal mula segala sesuatu yang anda sekalian nyatakan disebabkan karena ternoda oleh kesenangan indera ditentukan!’
    Merekapun menjawab: ‘Saudara Bhagava, begitulah yang kami dengar seperti apa yang anda katakan!’ Bhaggava, tetapi Saya mengetahui asal mula dari segala sesuatu, dan bukan hanya itu yang Saya tahu, yang Saya tahu lebih daripada itu, Dengan mengetahui pandangan tidak tersesat, Saya sendiri mengerti tentang kedamaian, dan dengan merealisasikan ini maka Tathagata tidak akan pernah berbuat kesalahan.
  19. Bhaggava, ada beberapa petapa dan brahmana tertentu memiliki ajaran yang menyatakan bahwa asal mula segala sesuatu adalah berdasarkan pada makhluk Manopadusika. Karena hal ini Saya pergi menemui mereka dan bertanya: ‘Apakah benar para guru yang mulia menyatakan dalam ajaran anda sekalian bahwa asal mula dari segala sesuatu adalah berdasarkan pada makhluk Manopadusika?’
    Setelah ditanya demikian, maka mereka menjawab: ‘Oh.’ Selanjutnya Saya bertanya: ‘Tetapi bagaimana para guru yang mulia menyatakan dalam ajaran anda sekalian bahwa asal mula dari segala sesuatu disebabkan oleh makhluk Manopadusika itu ditentukan?’ Mereka tidak dapat menjawab pertanyaanku itu, dan dalam kebingungan mereka menanyakan hal itu kepada Saya. Karena Saya ditanya maka saya menjawab:
    ‘Saudara ada dewa-dewa tertentu dikuasai oleh iri hati, oleh karena itu pikiran mereka menjadi lemah dan jahat serta tubuh mereka menjadi lemah, akibatnya mereka meninggal di alam itu. Ada dewa atau beberapa dewa meninggal di alam itu dan terlahir kembali di alam lain atau ke sini (bumi). Setelah terlahir di sini ia meninggalkan kehidupan berumah tangga menjadi petapa, sebagai petapa ia berusaha dengan semangat, tekad, waspada dan sungguh-sungguh bermeditasi maka batinnya menjadi tenang dan ia memiliki kemampuan batin untuk mengingat kembali satu kehidupan yang lampau dan tak lebih daripada itu. Lalu ia berkata pada dirinya sendiri: ‘Dewa-dewa yang pikiran mereka tidak ternoda, dalam masa yang lama mereka tidak dikuasai oleh iri hati, oleh karena itu pikiran mereka tetap dan baik serta tubuh mereka tetap kuat, akibatnya mereka tetap hidup di alam itu. Mereka kekal, abadi, eternal, tak berubah dan akan tetap selamanya seperti itu. Tetapi kami yang ternoda, dalam masa yang lama pikiran kami dikuasai oleh iri hati, maka pikiran kami menjadi lemah dan jahat serta tubuh kami menjadi lemah.
    Akibatnya kami meninggal dari alam itu dan terlahir kembali ke sini dengan kondisi yang tidak kekal, berubah-ubah, tidak abadi, usia pendek dan akan mati.’
    Demikianlah asal mula segala sesuatu yang anda sekalian nyatakan disebabkan oleh pikiran ternoda, ditentukan.’
    Merekapun menjawab: ‘Saudara Gotama, begitulah yang kami dengar seperti apa yang anda katakan! Bhaggava, tetapi Saya mengetahui asal mula dari segala sesuatu, dan bukan hanya itu yang Saya tahu, yang Saya tahu lebih daripada itu. Dengan mengetahui hal itu, pandangan-Ku tidak tersesat. Dengan pandangan tidak tersesat, Saya sendiri mengerti tentang kedamaian, dan dengan merealisasikan ini maka Tathagata tidak akan pernah berbuat kesalahan.
  20. Bhaggava, ada beberapa petapa dan Brahmana tertentu memiliki ajaran yang menyatakan bahwa asal-mula segala sesuatu terjadi karena kebetulan (adhicca-samuppana). Saya pergi menemui mereka dan bertanya: ‘Apakah benar para guru yang mulia menyatakan dalam ajaran anda sekalian bahwa asal mula dari segala sesuatu terjadi karena kebetulan?’ Setelah ditanya demikian, mereka menjawab: ‘Oh.’ Selanjutnya Saya bertanya: ‘Tetapi, bagaimana para guru yang mulia menyatakan dalam ajaran anda sekalian bahwa asal mula dari segala sesuatu terjadi secara kebetulan itu ditentukan?’
    Mereka tak dapat menjawab pertanyaanku itu, dan dalam kebingungan itu mereka menanyakan hal itu kepada Saya, karena Saya ditanya maka saya menjawab:
    ‘Saudara-saudara, ada dewa-dewa yang disebut Asannasatta. Pada saat ada ide yang muncul dalam pikiran mereka, mereka meninggal dari alam tersebut. Ada dewa atau beberapa dewa meninggal dari alam itu dan terlahir kembali ke alam ini (bumi). Setelah terlahir di sini ia berusaha dengan semangat, tekad waspada dan sungguh-sungguh bermeditasi, maka batinnya menjadi tenang dan ia memiliki kemampuan batin untuk mengingat kembali satu kehidupan yang lampau dan tak lebih daripada itu. Lalu ia berkata pada dirinya sendiri: ‘Jiwa (atta) dan dunia (loka) terjadi secara kebetulan saja, mengapa demikian? Karena dahulu saya tidak ada, tetapi sekarang saya ada!’ Demikianlah asal mula segala sesuatu yang anda sekalian nyatakan terjadi secara kebetulan ditentukan.’
    Mereka pun menjawab: ‘Saudara Gotama begitulah yang kami dengar seperti apa yang anda katakan!’ Bhaggava, tetapi saya mengetahui asal mula dari segala sesuatu, dan bukan hanya itu yang Saya tahu, yang Saya tahu lebih daripada itu.
    Dengan mengetahui hal itu, pandangan-Ku tidak tersesat, saya sendiri mengerti tentang kedamaian, dan dengan merealisasikan ini maka Tathagata tidak akan pernah berbuat kesalahan.
  21. Bhaggava, karena Saya berpendapat demikian maka ada beberapa petapa dan Brahmana tertentu secara tidak adil, salah, kosong dan dengan berdusta menuduh-Ku dengan berkata: ‘Samana Gotama dan para bhikhunya adalah salah.
    Karena ia berkata: ‘Ketika seseorang telah mencapai pembebasan (Vimokha) yang indah (subha), maka orang itu memandang segala sesuatu itu adalah menjijikan.’
    Bhaggava, tetapi hal ini Saya tidak katakan, yang Saya katakan adalah: ‘Ketika seseorang mencapai pembebasan (Vimokha), yang indah (subha) maka orang itu menyadari yang indah.’
    ‘Bhante, dalam hal ini mereka semua yang tidak benar karena Bhagava dan para bhikkhu adalah tidak bersalah. Saya sangat gembira dengan Bhagava karena saya yakin beliau dapat mengajarkanku sehingga saya dapat mencapai pembebasan
    dan akan tetap berada dalam kebebasan yang indah.’
    Bhaggava, sulit sekali bagimu yang memiliki pandangan yang lain, rumusan kebenaran yang lain, bertujuan yang lain, memiliki usaha dengan tujuan yang lain dan dididik dengan cara yang lain, untuk mencapai pembebasan dan tetap berada
    dalam kebebasan yang indah.
    Bhaggava, lihatlah dengan memiliki hal-hal itu kau menyatakan keyakinanmu pada-Ku.” “Bhante, jika hal ini sulit bagiku karena memiliki pandangan yang lain, rumusan kebenaran yang lain, bertujuan yang lain, memiliki usaha dengan tujuan yang lain dan didikan dengan cara yang lain, untuk mencapai pembebasan dan tetap berada dalam kebebasan yang indah itu, akan tetapi sekurang-kurangnya saya percaya kepada Sang Bhagava.”
    Demikianlah yang dikatakan oleh Sang Bhagava. Bhaggavaparibajaka merasa senang dan gembira setelah mendengar kata-kata Sang Bhagava.

Tidak ada komentar: