Kamis, 23 Februari 2012

POTALIYA SUTTA

1. Demikianlah yang saya dengar. Pada suatu ketika Yang Terberkahi sedang berdiam di negeri suku Anguttarapa di kota mereka yang bernama Apana.
2. Kemudian, ketika pagi datang, Yang Terberkahi berpakaian, dan setelah mengambil mangkuk dan jubah luarnya, Beliau pergi ke Apana untuk mengumpulkan dana makanan. Setelah berkelana untuk dana makanan di Apana dan kembali dari situ, Beliau pun makan. Kemudian, Beliau pergi ke hutan untuk tinggal pada hari itu, Yang Terberkahi duduk di akar sebuah pohon.
3. Seorang perumah-tangga bernama Potaliya sedang berjalan-jalan untuk berolah-raga. Dengan mengenakan pakaian lengkap dengan payung dan sandal, dia juga pergi ke hutan yang sama. Setelah masuk ke hutan itu, dia menghampiri Yang Terberkahi dan bertukar salam dengan Beliau. Sesudah percakapan yang sopan dan bersahabat ini selesai, dia berdiri di satu sisi. Yang Terberkahi berkata kepadanya: “Ada tempat duduk, perumah-tangga, duduklah bila kau suka.”
Ketika hal ini dikatakan, perumah-tangga Potaliya berpikir: “Petapa Gotama menyapaku sebagai ‘perumah-tangga.’” Karena marah dan tidak senang, dia pun berdiam diri.
Untuk kedua kalinya, Yang Terberkahi berkata kepadanya: “Ada tempat duduk, perumah-tangga, duduklah bila kau suka.” Dan untuk kedua kalinya perumah-tangga Potaliya berpikir: “Petapa Gotama menyapaku sebagai ‘perumah-tangga.’” Karena marah dan tidak senang, dia pun berdiam diri.
Untuk ketiga kalinya, Yang Terberkahi berkata kepadanya: “Ada tempat duduk, perumah-tangga, duduklah bila kau suka.” Dan untuk ke tiga kalinya perumah tangga Potaliya berpikir: “Petapa Gotama menyapaku sebagai ‘perumah-tangga.’” Karena marah dan tidak senang, dia pun berkata kepada Yang Terberkahi: [360] “Guru Gotama, sungguh tidak pantas dan tidak tepat bila engkau menyapaku sebagai ‘perumah-tangga’”
“Perumah-tangga, engkau memiliki berbagai aspek, ciri, dan tanda seorang perumah-tangga’”
“Walaupun demikian, Guru Gotama, saya telah menghentikan semua pekerjaan saya dan memotong segala urusan saya.”
“Di dalam hal apa engkau telah menghentikan semua pekerjaanmu, perumah-tangga, dan memotong segala urusanmu?”
“Guru Gotama, saya telah memberikan semua kekayaan, biji-bijian, perak, dan emas saya kepada anak-anak saya sebagai warisan mereka. Tanpa menasehati atau menegur mereka, saya hidup semata-mata dari makanan dan pakaian. Begitulah saya telah menghentikan semua pekerjaan saya dan memotong segala urusan saya.”
“Perumah-tangga, memotong segala urusan seperti yang engkau jelaskan merupakan satu hal, tetapi di dalam Disiplin Yang Mulia, pemotongan urusan itu berbeda.”
“Seperti apa pemotongan urusan di dalam Disiplin Yang Mulia, Yang Mulia? Sungguh bagus, Yang Mulia, bila Yang Terberkahi berkenan mengajar saya Dhamma, menunjukkan seperti apa pemotongan urusan di dalam Disiplin Yang Mulia.”
“Kalau demikian, perumah-tangga, perhatikan dengan seksama apa yang akan kukatakan.”
“Baik, Yang Mulia,”jawab Potaliya si perumah-tangga. Yang Terberkahi berkata demikian:
4. “Perumah-tangga, ada delapan hal di dalam Disiplin Yang Mulia yang menuju pada pemotongan urusan. Apakah yang delapan itu? Dengan penopang perbuatan tidak-membunuh makhluk hidup, pembunuhan makhluk hidup pun ditinggalkan. Dengan penopang perbuatan mengambil hanya apa yang diberikan, mengambil apa yang tidak diberikan pun ditinggalkan. Dengan penopang ucapan benar, ucapan yang salah pun ditinggalkan. Dengan penopang ucapan yang tidak dengki, ucapan dengki pun ditinggalkan. Dengan penopang perbuatan yang bebas dari keserakahan yang rakus,567 keserakahan yang rakus pun ditinggalkan. Dengan penopang perbuatan yang bebas dari caci-maki dengki, caci-maki dengki pun ditinggalkan. Dengan penopang tiadanya keputus-asaan yang penuh kemarahan, keputus-asaan yang penuh kemarahan pun ditinggalkan. Dengan penopang tanpa-arogansi pun ditinggalkan. Dengan penopang tanpa-arogansi, arogansi pun ditinggalkan. Inilah delapan hal ini, yang telah dinyatakan secara ringkas tanpa diterangkan secara mendetil, yang membawa menuju pemotongan urusan di dalam Disiplin Yang Mulia.”
5. “Yang Mulia, sungguh baik jika, karena kasih sayang, Yang Terberkahi berkenan menjelaskan kepada saya secara mendetil delapan hal ini, yang membawa menuju pemotongan urusan di dalam Disiplin Yang Mulia, yang telah dinyatakan secara ringkas tanpa diterangkan secara mendetail.”
“Kalau demikian, dengarkanlah, perumah-tangga, dan perhatikan dengan seksama apa yang akan kukatakan.”
“Ya, Yang Mulia,” Potaliya si perumah-tangga menjawab. Yang Terberkahi berkata demikian: [361]
6. “’Dengan penopang perbuatan tidak-membunuh makhluk hidup, pembunuhan makhluk hidup pun ditinggalkan.’ Demikian dikatakan. Dan dengan mengacu pada apa maka hal ini dikatakan? Di sini, seorang siswa mulia mempertimbangkan demikian: ‘Aku sedang mempraktekkan jalan menuju meninggalkan dan memotong belenggu-belenggu yang menyebabkan aku mungkin membunuh makhluk-makhluk hidup. Seandainya saja aku membunuh makhluk-makhluk hidup, aku akan menyalahkan diriku sendiri karena melakukan hal itu; para bijak, setelah menyelidiki, akan mencelaku karena melakukan hal itu; dan pada waktu hancurnya tubuh, setelah kematian, karena membunuh makhluk hidup maka suatu tempat tujuan yang tak bahagia bisa diharapkan. Tetapi pembunuhan makhluk hidup ini sendiri sebenarnya merupakan suatu belenggu dan penghalang.(568) Dan karena noda-noda, kejengkelan, dan demam bisa muncul melalui pembunuhan makhluk hidup, maka tidak ada noda-noda, kejengkelan, dan demam pada orang yang tidak melakukan pembunuhan makhluk hidup.’ Jadi, dengan mengacu pada hal inilah maka dikatakan: ‘Dengan penopang perbuatan tidak-membunuh makhluk hidup, pembunuhan makhluk hidup pun ditinggalkan.’
7. “’Dengan penopang perbuatan mengambil hanya apa yang diberikan, mengambil apa yang tidak diberikan pun ditinggalkan.’
Demikian dikatakan…
8. “’Dengan penopang ucapan benar, ucapan yang salah pun ditinggalkan.’Demikian dikatakan…[362]
9. “’Dengan penopang ucapan yang tidak dengki, ucapan dengki pun ditinggalkan.’ Demikian dikatakan…
10. “’Dengan penopang perbuatan yang bebas dari keserakahan yang rakus, keserakahan yang rakus pun ditinggalkan.’ Demikian dikatakan…
11. “’Dengan penopang perbuatan yang bebas dari caci-maki dengki, caci-maki dengki pun ditinggalkan.’ Demikian dikatakan…
12. “’Dengan penopang tiadanya keputus-asaan yang penuh kemarahan, keputus-asaan yang penuh kemarahan pun ditinggalkan.’ Demikian dikatakan….
13. “’Dengan penopang tanpa-arogansi, arogansi pun ditinggalkan.’ Demikian dikatakan. Dan dengan mengacu pada apa maka hal ini dikatakan? Di sini, seorang siswa mulia mempertimbangkan demikian: “ Aku sedang mempraktekkan jalan menuju meninggalkan dan memotong belenggu-belenggu yang menyebabkan aku mungkin arogan. Seandainya saja aku arogan, aku akan menyalahkan diriku sendiri karena melakukan hal itu; para bijak, setelah menyelidiki, akan mencelaku karena melakukan hal itu; dan pada waktu hancurnya tubuh, setelah kematian, karena arogan maka suatu tempat tujuan yang tak bahagia bisa diharapkan. Tetapi arogansi ini sendiri sebenarnya merupakan suatu belenggu dan penghalang. Dan karena noda-noda, kejengkelan, dan demam bisa muncul melalui arogansi, maka tidak ada noda-noda, kejengkelan, dan demam pada orang yang tidak arogan.’ Jadi, dengan mengacu pada hal inilah maka dikatakan: ‘’Dengan menopang tanpa-arogansi, arogansi pun ditinggalkan.’569 [364]
14. “Delapan hal ini yang membawa menuju pemotongan urusan-urusan di dalam Disiplin Yang Mulia kini telah diterangkan secara mendetil. Tetapi pemotongan urusan-urusan di dalam Disiplin Yang Mulia belum dicapai sepenuhnya dan di dalam semua cara.”
“Yang Mulia, bagaimana pemotongan urusan di dalam Disiplin Yang Mulia dapat di capai sepenuhnya dan di dalam semua cara? Sungguh baik, Yang Mulia, jika Yang Terberkahi berkenan mengajarkan Dhamma kepada saya, menunjukkan kepada saya bagaimana pemotongan urusan di dalam Disiplin Yang Mulia dapat dicapai sepenuhnya dan di dalam semua cara.”
“Kalau demikian, perumah-tangga, dengarkan dan perhatikan dengan seksama apa yang akan kukatakan.”
“Ya, Yang Mulia,” jawab Potaliya si perumah-tangga. Yang Terberkahi berkata demikian:
15. “Perumah-tangga, seandainya saja seekor anjing yang amat lapar dan lemah menunggu di dekat toko daging.570 Kemudian, seorang tukang daging yang terampil atau magang memotong kerangka tulang-tulang tanpa daging yang berlumuran darah, dan kemudian melemparnya ke anjing itu. Bagaimana pendapatmu, perumah-tangga? Apakah anjing itu akan terbebas dari rasa lapar dan kelemahannya dengan cara menggerogoti tulang-tulang tanpa daging yang berlumuran darah itu?”
“Tidak, Yang Mulia. Mengapa demikian? Karena kerangka itu terdiri dari tulang-tulang tanpa daging yang berlumuran darah. Pada akhirnya anjing itu akan menuai kelelahan dan kekecewaan.”
“Demikian pula, perumah-tangga, seorang siswa mulia mempertimbangkan demikian: ‘Kesenangan-kesenangan indera telah dibandingkan dengan kerangka oleh Yang Terberkahi; kesenangan-kesenangan itu memberikan banyak penderitaan dan banyak keputus-asaan, sedangkan bahaya di dalamnya pun besar.’ Setelah melihat hal ini demikian sebagaimana adanya dengan kebijaksanaan yang benar, dia menghindari ketenang-seimbangan yang beragam, yang berdasar atas keragaman, dan mengembangkan ketenang-seimbangan yang disatukan, berdasar atas kesatuan,571 di mana kemelekatan pada benda-benda materi dunia pun sepenuhnya berhenti tanpa sisa.
16. “Perumah-tangga, seandainya saja seekor burung hering, seekor gagak, atau seekor burung elang merampas sepotong daging dan membawanya terbang, namun kemudian banyak burung hering, gagak, dan elang yang terbang dan mematuk dan mencengceram daging itu. Bagaimana pendapatmu, perumah-tangga? Jika burung hering, gagak, atau elang itu tidak segera melepaskan daging itu, apakah burung itu tidak akan menghadapi kematian atau pendritaan yang mematikan karena hal itu?”
“Ya, Yang Mulia.”
“Demikian pula, perumah-tangga, seorang siswa mulia mempertimbangkan demikian: “Kesenangan-kesenangan indera telah dibandingkan dengan sepotong daging oleh Yang Terberkahi; kesenangan-kesenangan itu memberikan banyak penderitaan dan banyak keputus-asaan, sedangkan bahaya di dalamnya pun besar.’ [365] Setelah melihat hal ini demikian sebagaimana adanya dengan kebijaksanaan yang benar…kemelekatan pada benda-benda materi dunia pun sepenuhnya berhenti tanpa sisa.
17. “Perumah-tangga, seandainya saja ada seorang laki-laki yang mengambil obor rumput yang menyala dan berjalan melawan angin. Bagaimana pendapatmu, perumah-tangga? Jika laki-laki itu tidak segera melepaskan obor rumput yang menyala itu, apakah obor rumput yang menyala itu akan membakar tangan atau lengan atau bagian tubuhnya yang lain, sehingga dia akan menghadapi kematian atau pendritaan yang mematikan karena hal itu?”
“Ya, Yang Mulia.”
“Demikian pula, perumah-tangga, seorang siswa mulia mempertimbangkan demikian: ‘Kesenangan-kesenangan indera telah dibandingkan dengan obor rumput oleh Yang Terberkahi; kesenangan-kesenangan itu memberikan banyak penderitaan dan banyak keputus-asaan, sedangkan bahaya di dalamnya pun besar.’ Setelah melihat hal ini demikian sebagaimana adanya dengan kebijaksanaan yang benar…kemelekatan pada benda-benda materi dunia pun sepenuhnya berhenti tanpa sisa.
18. “Perumah-tangga, seandainya saja ada suatu lubang arang yang dalamnya lebih daripada tinggi seorang laki-laki, dan lubang itu penuh dengan arang yang membara tanpa api atau asap. Kemudian datanglah seorang laki-laki yang ingin hidup dan tidak ingin mati, yang menginginkan kesenangan dan takut pada penderitaan, lalu dua laki-laki yang kuat menangkapnya pada dua lengannya dan menyeretnya ke arah lubang arang itu. Bagaimana pendapatmu, perumah-tangga? Apakah laki-laki itu akan menggeliat-geliatkan tubuhnya ke sana kemari?”
“Ya, Yang Mulia. Mengapa demikian? Karena orang itu mengetahui bahwa jika dia terjatuh ke dalam lubang arang itu, dia akan menghadapi kematian atau penderitaan yang mematikan karena hal itu.”
“Demikian pula, perumah-tangga, seorang siswa mulia mempertimbangkan demikian: ‘Kesenangan-kesenangan indera telah dibandingkan dengan lubang arang oleh Yang Terberkahi; kesenangan-kesenangan itu memberikan banyak penderitaan dan banyak keputus-asaan, sedangkan bahaya di dalamnya pun besar.’ Setelah melihat hal ini demikian sebagaimana adanya dengan kebijaksanaan yang benar…kemelekatan pada benda-benda materi dunia pun sepenuhnya berhenti tanpa sisa.
19. “Perumah-tangga, seandainya saja seorang laki-laki bermimpi tentang taman-taman yang indah, hutan-hutan yang indah, padang-padang rumput yang indah, dan danau-danau yang indah, tetapi ketika terbangun dia tidak melihat satu pun dari impiannya itu. Demikian pula, perumah-tangga, seorang siswa mulia mempertimbangkan demikian: ‘Kesenangan-kesenangan indera telah dibandingkan dengan impian oleh Yang Terberkahi; kesenangan-kesenangan itu memberikan banyak penderitaan dan banyak keputus-asaan, sedangkan bahaya didalamnya pun besar.’ Setelah melihat hal ini demikian sebagaimana adanya dengan kebijaksanaan yang benar….kemelekatan pada benda-benda materi dunia pun sepenuhnya berhenti tanpa sisa.
20. “Perumah-tangga, seandainya seorang laki-laki mencari pinjaman barang-barang [366] –seperti misalnya kereta yang indah dan anting permata yang indah – kemudian dengan didahului dan dikelilingi oleh barang-barang pinjaman itu dia pergi ke pasar. Orang-orang yang melihatnya akan berkata: ‘Tuan-tuan, itu ada orang kaya! Begitulah orang kaya menikmati kekayaannya!’ Lalu, para pemiliknya, kapan pun mereka melihatnya, akan mengambil kembali barang-barang mereka. Bagaimana pendapatmu, perumah-tangga? Apakah hal itu cukup untuk membuat laki-laki itu kesal?”
“Ya, Yang Mulia. Mengapa demikian? Karena para pemiliknya mengambil kembali barang-barang mereka.”
“Demikian pula, perumah-tangga, seorang siswa mulia mempertimbangkan demikian: ‘Kesenangan-kesenangan indera telah dibandingkan dengan barang-barang pinjaman oleh Yang Terberkahi; kesenangan-kesenangan itu memberikan banyak penderitaan dan banyak keputus-asaan, sedangkan bahaya di dalamnya pun besar.’ Setelah melihat hal ini demikian sebagaimana adanya dengan kebijaksanaan yang benar…kemelekatan pada benda-benda materi dunia pun sepenuhnya berhenti tanpa sisa.
21. “Perumah-tangga, seandainya saja ada hutan lebat yang tidak jauh dari suatu desa atau kota, dan di dalam hutan itu ada sebatang pohon yang berbuah lebat, tetapi tak satu pun dari buahnya jatuh ke tanah. Lalu datanglah seorang laki-laki yang membutuhkan buah, mencari buah, berkelana untuk mencari buah, dan dia masuk ke hutan itu dan melihat pohon yang berbuah lebat itu. Maka dia pun berpikir: ‘Pohon ini berbuah lebat tetapi tak satu pun dari buahnya jatuh ke tanah. Aku bisa memanjat pohon, jadi aku akan memanjat pohon ini, makan buahnya sebanyak yang aku mau, dan mengisi tasku.’ Dan dia melakukannya. Kemudian datang seorang laki-laki kedua yang membutuhkan buah, mencari buah, berkelana untuk mencari buah, dan dia masuk ke hutan itu dan melihat pohon yang berbuah lebat itu. Maka dia pun berpikir: ‘Pohon ini berbuah lebat tetapi tak satu pun dari buahnya jatuh ke tanah. Aku tidak bisa memanjat pohon, jadi aku akan menebang pohon ini, makan buahnya sebanyak yang aku mau, dan mengisi tasku.’ Dan dia melakukannya. Bagaimana pendapatmu, perumah-tangga? Jika laki-laki pertama yang telah memanjat pohon itu tidak turun dengan cepat, bila pohon itu jatuh, apakah tangannya atau kakinya atau bagian tubuhnya yang lain tidak akan patah, [367] sehingga dia akan menghadapi kematian atau penderitaan yang mematikan karena hal itu?”
“Ya, Yang Mulia.”
“Demikian pula, perumah-tangga, seorang siswa mulia mempertimbangkan demikian: ‘Kesenangan-kesenangan indera telah dibandingkan dengan sebatang pohon buah oleh Yang Terberkahi; kesenangan-kesenangan itu memberikan banyak penderitaan dan banyak keputus-asaan, sedangkan bahaya di dalamnya pun besar.’ Setelah melihat hal ini demikian sebagaimana adanya dengan kebijaksanaan yang benar, dia menghindari ketenang-seimbangan yang beragam, berdasar atas keragaman, dan mengembangkan ketenang-seimbangan yang disatukan, berdasar atas kesatuan, di mana kemelekatan pada benda-benda materi dunia pun sepenuhnya berhenti tanpa sisa.
22. “Setelah sampai pada kewaspadaan tertinggi yang sama itu, yang kemurniannya disebabkan oleh ketenang-seimbangan, siswa mulia ini mengingat berbagai kehidupan di masa lampaunya, yaitu, satu kehidupan, dua kehidupan…(seperti Sutta 51,§24)…Demikianlah, bersama dengan berbagai aspek dan cirri khasnya, dia mengingat berbagai kehidupan masa lampaunya.
23. “Setelah sampai pada kewaspadaan tertinggi yang sama itu, yang kemurniannya disebabkan oleh ketenang-seimbangan, dengan mata dewanya, yang termurnikan dan melampaui manusia, dia melihat para makhluk lenyap dan muncul kembali, rendah dan tinggi, elok dan buruk rupa, beruntung dan sial….(seperti Sutta 51, §25)… dan dia memahami bagaimana para makhluk berlanjut menurut tindakan-tindakan mereka.
24. “Setelah sampai pada kewaspadaan tertinggi yang sama itu, yang kemurniannya disebabkan oleh ketenang-seimbangan, dengan cara merealisasikan bagi dirinya sendiri melalui pengetahuan langsung, siswa mulia ini di sini dan kini masuk dan berdiam di dalam pembebasan pikiran dan pembebasan oleh kebijaksanaan yang tanpa-noda karena hancurnya noda-noda.
25. “pada titik ini, perumah-tangga, pemotongan urusan-urusan di dalam Disiplin Yang Mulia telah dicapai sepenuhnya dan di dalam semua cara. Bagaimana pendapatmu, perumah-tangga? Apakah engkau lihat di dalam dirimu sendiri adanya pemotongan urusan seperti pemotongan urusan di dalam Disiplin Yang Mulia ketika hal ini telah dicapai sepenuhnya dan dalam semua cara?”
“Yang Mulia, siapakah saya ini sehingga saya bisa mempunyai pemotongan urusan sepenuhnya dan dalam semua cara seperti pemotongan urusan di dalam Disiplin Yang Mulia? Sungguh saya masih jauh, Yang Mulia, dari pemotongan urusan di dalam Disiplin Yang Mulia ketika hal ini telah dicapai sepenuhnya dan dalam semua cara. Yang Mulia, walaupun para kelana sekte lain bukan keturunan murni, tadinya kami bayangkan bahwa mereka adalah keturunan murni;572 walaupun mereka bukan keturunan murni, kami memberi mereka makanan untuk keturunan murni; walaupun mereka bukan keturunan murni, kami menempatkan mereka di tempat keturunan murni. Tetapi walaupun para bhikkhu itu sebenarnya merupakan keturunan murni, tadinya kami bayangkan bahwa mereka bukanlah keturunan murni, walaupun mereka sebenarnya merupakan keturunan murni, kami memberi mereka makanan yang bukan untuk keturunan murni; walaupun mereka sebenarnya merupakan keturunan murni, kami menempatkan mereka di tempat yang bukan keturunan murni. Tetapi sekarang, Yang Mulia, [368] karena para kelana sekte lain ternyata bukanlah keturunan murni, kami akan memahami bahwa mereka bukanlah keturunan murni; karena mereka bukan keturunan murni, kami akan memberi mereka makanan bagi mereka yang bukan keturunan murni; karena mereka bukanlah keturunan murni, kami akan menempatkan mereka di tempat mereka yang bukan keturunan murni, Tetapi karena para bhikkhu sesungguhnya adalah keturunan murni, kami akan memahami bahwa mereka adalah keturunan murni; karena mereka adalah keturnan murni, kami akan memberi mereka makanan keturunan murni; karena mereka adalah keturunan murni, kami akan menempatkan mereka di tempat mereka yang merupakan keturunan murni. Yang Mulia, Yang Terberkahi telah memberi saya inspirasi tentang cinta cinta kasih bagi para petapa, keyakinan pada para petapa, rasa hormat pada para petapa.
26. “Luar biasa, Guru Gotama! Luar biasa, Guru Gotama! Guru Gotama telah membuat Dhamma menjadi jelas dengan banyak cara, sekakan-akan Beliau menegakkan kembali apa yang tadinya terjungkir-balik, mengungkapkan apa yang tadinya tersembunyi, menunjukkan jalan bagi orang yang tersesat, atau memberikan penerangan di dalam kegelapan bagi mereka yang mempunyai mata sehingga dapat melihat bentuk. Saya pergi pada Guru Gotama untuk perlindungan dan pada Dhamma dan pada Sangha para bhikkhu. Sejak hari ini, biarlah Guru Gotama menerima saya sebagai umat yang telah pergi kepada Beliau untuk perlindungan sepanjang hidup saya.
Catatan :
(567) Diterjemahkan secara harfiah, bahasa palinya terbaca hanya “tidak ada keserakahan yang suka merampas.” Di dalam ungkapan bahasa Inggris, sulit melihat bagaimana tidak adanya kejahatan saja sudah dapat berfungsi sebagai penopang, maka saya telah menambahkan frasa “menjauh dari” di sini dan di dua hal berikutnya, yang juga diungkapkan sebagai negative semata di bahasa Pali.
(568) MA: Walaupun pembunuhan makhluk hidup tidak termasuk di antara 10 belenggu dan 5 rintangan, hal ini bisa disebut belenggu dalam arti mengikat kita pada lingkaran tumimbal-lahir dan disebutkan rintangan dalam arti menghalangi kesejahteraan sejati kita.
(569) MA: Membunuh dan mengambil apa yang tidak diberikan harus ditinggalkan melalui moralitas fisik; ucapan salah dan ucapan jahat, melalui moralitas verbal; keserakahan yang suka merampas, keputus-asaan yang penuh kemarahan, serta arogansi, melalui moralitas mental. Caci-maki penuh kedengkian (yang mencakup balas dendam kejam) harus ditinggalkan melalui moralitas fisik dan verbal.
(570) Beberapa perumpamaan tentang bahaya-bahaya dalam kesenangan indera ini disinggung di MN 22.3, walaupun sutta ini tidak menguraikan tiga perumpamaan terakhir yang disebutkan di sana.
(571) Menurut MA, “ketenang-seimbangan yang didasarkan pada keragaman” adalah ketenang-seimbangan (yaitu, apatis, ketidak-acuhan) yang dihubungkan dengan lima tali kesenangan indera; “ketenang-seimbangan yang didasarkan atas kesatuan” adalah ketenang-seimbangan jhana keempat.
(572) Di Ms, Nm mengikuti catatan MA dalam menerjemahkan ajaniya sebagai “mereka yang tahu” (mengambil kata tersebut sebagai berasal dari ajanati); tetapi, tampaknya jauh lebih baik kata itu di sini dipahami sebagai ungkapan kiasan dalam arti harfiahnya, “keturunan murni.” Lihat MN 65.32 untuk assajaniya, “anak kuda keturunan murni”’ dan untuk purisajaniya “manusia keturunan murni” (yaitu Arahat), lihat AN 9:10 / v,324.