Senin, 20 Februari 2012

Sampasādanīya Sutta (DN 28)

[99] 1. DEMIKIANLAH YANG KUDENGAR. Suatu ketika, Sang Bhagavā sedang menetap di Nālanda, di hutan mangga Pāvārika. Dan Yang Mulia Sāriputta datang menemui Sang Bhagavā, memberi hormat kepada Beliau, duduk di satu sisi dan berkata:1 ‘Jelas bagiku, Bhagavā, bahwa belum pernah ada, tidak akan ada, dan tidak ada sekarang ini petapa atau Brahmana lainnya yang lebih baik atau lebih tercerahkan daripada Bhagavā.’ ‘Engkau mengatakannya dengan berani dengan suara seekor banteng, Sāriputta, engkau telah mengaumkan auman singa ketegasan! Bagaimanakah ini? Apakah para Buddha Arahat masa lampau terlihat olehmu, dan apakah pikiran para Bhagavā itu terbuka bagimu, sehingga engkau dapat mengatakan: “Para Bhagavā ini memiliki moralitas demikian, ajaran Mereka demikian, [100] kebijaksanaan Mereka demikian, pembebasan Mereka demikian”?’ ‘Tidak, Bhagavā.’ ‘Dan apakah engkau melihat para Buddha Arahat yang akan muncul di masa depan?’ ‘Tidak, Bhagavā.’ ‘Kalau begitu, Sāriputta, engkau mengenal-Ku sebagai seorang Buddha Arahat, dan apakah engkau mengetahui: “Sang Bhagavā memiliki moralitas demikian, ajaran-Nya demikian, kebijaksanaan-Nya demikian, pembebasan-Nya demikian”?’ ‘Tidak, Bhagavā.’ ‘Jadi, Sāriputta, engkau tidak memiliki pengetahuan atas pikiran para Buddha masa lampau, masa depan, atau masa sekarang. Namun demikian, Sāriputta, tidakkah engkau telah mengucapkan dengan berani, dengan suara seekor banteng dan mengaumkan auman singa ketegasan dengan pernyataanmu?’
2. ‘Bhagavā, pikiran dari para Buddha Arahat masa lampau, masa depan, dan masa sekarang tidak terbuka bagiku. Namun aku mengetahui arus Dhamma. Bhagavā, ini seperti sebuah [101] kota di daerah perbatasan yang memiliki benteng yang kuat dan dikelilingi tembok yang kokoh dan hanya memiliki satu gerbang, dan si penjaga gerbang adalah seorang bijaksana, terampil, dan cerdas, yang mencegah orang asing dan hanya memperbolehkan orang yang ia kenal untuk memasuki kota. Dan ia, secara konstan berpatroli dan menyusuri sepanjang jalan, dan tidak melihat celah dalam benteng yang, bahkan seekor kucing pun tidak dapat menerobos. Makhluk apa pun yang lebih besar, yang masuk dan keluar dari kota harus melewati gerbang satu-satunya itu. Dan terlihat olehku, Bhagavā, bahwa arus Dhamma adalah sama. Semua Buddha Arahat masa lampau mencapai Penerangan Sempurna dengan cara meninggalkan lima rintangan, kekotoran batin yang melemahkan pemahaman, setelah dengan kokoh menegakkan empat landasan kesadaran dalam batin mereka, dan menembus tujuh faktor penerangan sempurna sebagaimana adanya. Semua Buddha masa depan akan melakukan hal yang sama, dan Bhagavā, yang sekarang adalah Arahat, Buddha yang mencapai Penerangan Sempurna, juga telah melakukan hal sama.’
‘Maka aku mendatangi [102] Bhagavā untuk mendengarkan Dhamma. Dan Bhagavā mengajarkan kepadaku Dhamma yang paling mulia dan sempurna, melenyapkan kegelapan dengan cahaya. Dan karena Beliau melakukan hal itu, aku memperoleh pandangan terang ke dalam Dhamma itu, dan dari berbagai hal, aku mengukuhkan satu yang terutama, yaitu keyakinan tenang2 di dalam Sang Guru, bahwa Sang Bhagavā adalah Buddha yang mencapai Penerangan Sempurna, bahwa Dhamma telah dibabarkan dengan sempurna, dan bahwa Sangha telah terlatih sempurna.’
3. ‘Juga, Bhagavā, Sang Bhagavā tidak tertandingi dalam hal mengajarkan Dhamma sehubungan dengan faktor-faktor yang bermanfaat, yaitu: empat landasan perhatian, empat usaha benar, empat jalan menuju kekuatan, lima indria spiritual, lima kekuatan batin, tujuh faktor penerangan sempurna, Jalan Mulia Berfaktor Delapan.3 Dengan semua ini, seorang bhikkhu, dengan hancurnya kekotoran-kekotoran, dapat dalam kehidupan ini, dengan pengetahuan-super yang ia miliki, menembus dan mencapai kebebasan hati yang bebas dari kekotoran dan kebebasan oleh kebijaksanaan, dan berdiam di sana. Ini adalah ajaran yang tanpa tandingan sehubungan dengan faktor-faktor bermanfaat. Ini dipahami sepenuhnya oleh Sang Bhagavā, dan di luar ini, tidak ada lagi yang harus dipahami; dan dengan pemahaman demikian, tidak ada petapa atau Brahmana lain yang lebih mulia atau lebih tercerahkan daripada Sang Bhagavā, sehubungan dengan faktor-faktor bermanfaat.’
4. ‘Juga, Sang Bhagavā tidak tertandingi dalam hal mengajarkan Dhamma sehubungan dengan penjelasan bidang-bidang indria, yaitu: ada enam landasan-indria internal dan eksternal:4 mata dan objek-objek terlihat, telinga dan suara-suara, hidung dan bau-bauan, lidah dan rasa kecapan, badan dan objek sentuhan, pikiran dan objek-objek pikiran. Ini adalah ajaran yang tanpa tandingan sehubungan dengan bidang-bidang indria ….’
5. ‘Juga, Sang Bhagavā tidak tertandingi dalam hal mengajarkan Dhamma sehubungan dengan cara-cara kelahiran kembali dalam empat cara, yaitu: seseorang masuk ke dalam rahim ibunya tanpa menyadarinya,5 berdiam di sana tanpa menyadarinya, dan keluar dari sana tanpa menyadarinya. Ini adalah cara pertama. Atau seseorang masuk ke dalam rahim ibunya dengan sadar, berdiam di sana tanpa menyadarinya, dan keluar dari sana tanpa menyadarinya. Ini adalah cara ke dua. Atau seseorang masuk ke dalam rahim ibunya dengan sadar, berdiam di sana dengan sadar, dan keluar dari sana tanpa menyadarinya. Ini adalah cara ke tiga. Atau seseorang masuk ke dalam rahim ibunya dengan sadar, berdiam di sana dengan sadar, dan keluar dari sana dengan sadar. Ini adalah ajaran yang tanpa tandingan sehubungan dengan cara-cara kelahiran kembali ….’
6. ‘Juga, Sang Bhagavā tidak tertandingi dalam hal mengajarkan Dhamma sehubungan dengan mengetahui pikiran6 makhluk-makhluk lain dalam empat cara, yaitu: seseorang mengetahui dengan gambaran terlihat, mengatakan: “Ini adalah apa yang engkau pikirkan, inilah yang ada dalam pikiranmu, pikiranmu seperti ini.” Dan sebanyak apa pun yang ia nyatakan, demikianlah adanya dan bukan sebaliknya. Ini adalah cara pertama. Atau, seseorang mengetahui bukan dengan gambaran terlihat, tetapi melalui mendengarkan suara yang berasal dari manusia, bukan manusia,7 atau dewa … ini adalah cara ke dua. Atau seseorang mengetahui bukan dari suara yang diucapkan, [104] tetapi dengan mengarahkan pikirannya dan mengikuti sesuatu yang disampaikan melalui suara … ini adalah cara ke tiga. Atau seseorang mengetahui, bukan dengan cara-cara ini, ketika seseorang telah mencapai konsentrasi pikiran, tanpa awal-pikiran dan kelangsungan-pikiran,8 dengan menembus pikiran-pikiran makhluk lain dalam pikirannya, dan ia mengatakan: “Sejauh kekuatan pikirannya diarahkan, demikianlah pikirannya akan berubah ke hal itu.” Dan sebanyak apa pun yang ia nyatakan, demikianlah adanya dan bukan sebaliknya. Ini adalah cara ke empat. Ini adalah ajaran yang tanpa tandingan sehubungan dengan cara-cara mengetahui pikiran makhluk-makhluk lain dalam empat cara ….’
7. ‘Juga, Sang Bhagavā tidak tertandingi dalam hal mengajarkan Dhamma sehubungan dengan pencapaian penglihatan,9 dalam empat cara. Di sini, beberapa petapa atau Bahmana, dengan semangat, usaha, penerapan, kewaspadaan dan perhatian yang semestinya, mencapai tingkat konsentrasi tertentu yang diperlukan untuk merenungkan hanya jasmani ini – ke atas dari telapak kaki dan ke bawah dari kulit kepala, dibungkus oleh kulit dan penuh dengan kekotoran: “Dalam tubuh ini, terdapat rambut-kepala, bulu-badan, kuku, gigi, kulit, daging, urat, tulang, sumsum, ginjal, jantung, hati, sekat rongga dada, limpa, paru-paru, selaput pengikat organ dalam, usus besar, perut, tinja, empedu, dahak, nanah, darah, keringat, lemak, air mata, minyak, ludah, ingus, cairan sendi, air kencing.” (seperti Sutta 22, paragraf 5). Ini adalah pencapaian penglihatan pertama. Kemudian, setelah melakukan hal ini dan maju lebih jauh lagi, [105] ia merenungkan tulang yang dibungkus oleh kulit, daging, dan darah. Ini adalah pencapaian ke dua. Kemudian, setelah melakukan hal ini dan maju lebih jauh lagi, ia mengetahui arus kesadaran manusia yang tidak terputus yang ada di alam ini maupun di alam berikutnya.10 Ini adalah pencapaian ke tiga. Kemudian, setelah melakukan hal ini dan maju lebih jauh lagi, ia mengetahui arus kesadaran manusia yang tidak terputus yang tidak ada di alam ini maupun di alam berikutnya.11 Ini adalah pencapaian ke empat. Ini adalah ajaran yang tanpa tandingan sehubungan dengan pencapaian penglihatan ….’
8. ‘Juga, Sang Bhagavā tidak tertandingi dalam hal mengajarkan Dhamma sehubungan dengan tanda-tanda individu.12 Ada tujuh jenis: Yang-Terbebaskan-dalam-Kedua-Cara,13 Yang-Terbebaskan-oleh-Kebijaksanaan,14 Yang-Menyaksikan-Jasmani,15 Yang-Mencapai-Penglihatan,16 Yang-Terbebaskan-oleh-Keyakinan,17 Pengabdi-Dhamma,18 Pengabdi-Keyakinan.19 Ini adalah ajaran yang tanpa tandingan sehubungan dengan tanda-tanda individu.’
9. ‘Juga, Sang Bhagavā tidak tertandingi dalam hal mengajarkan Dhamma sehubungan dengan [106] daya-upaya.20 Ada tujuh faktor Penerangan Sempurna: perhatian, penyelidikan kondisi-kondisi, usaha, kegembiraan, ketenangan, konsentrasi, dan keseimbangan. Ini adalah ajaran yang tanpa tandingan sehubungan dengan daya-upaya ….’
10. ‘Juga, Sang Bhagavā tidak tertandingi dalam hal mengajarkan Dhamma sehubungan dengan jenis-jenis kemajuan,21 ada empat: kemajuan menyakitkan dengan pemahaman lambat, kemajuan menyakitkan dengan pemahaman cepat, kemajuan menyenangkan dengan pemahaman lambat, kemajuan menyenangkan dengan pemahaman cepat. Dalam hal kemajuan menyakitkan dengan pemahaman lambat, kemajuan dianggap lambat karena kesakitan dan kelambatan. Dalam hal kemajuan menyakitkan dengan pemahaman cepat, kemajuan dianggap lambat karena kesakitan. Dalam hal kemajuan menyenangkan dengan pemahaman lambat, kemajuan dianggap lambat karena kelambatan. Dalam hal kemajuan menyenangkan dengan pemahaman cepat, kemajuan dianggap baik karena kesenangan dan pemahaman cepat. Ini adalah ajaran yang tanpa tandingan sehubungan dengan jenis-jenis kemajuan ….’
11. ‘Juga, Sang Bhagavā tidak tertandingi dalam hal mengajarkan Dhamma sehubungan dengan perilaku yang benar dalam ucapan: bagaimana seseorang harus menghindari bukan hanya ucapan yang melibatkan kebohongan, tetapi juga ucapan yang bersifat memecah-belah22 atau mengejek untuk memperoleh kemenangan,23 tetapi harus menggunakan kata-kata bijaksana, kata-kata yang dihargai, kata-kata yang tepat pada situasinya. Ini adalah ajaran yang tanpa tandingan sehubungan dengan perilaku yang benar dalam ucapan ….’
12. ‘Juga, Sang Bhagavā tidak tertandingi dalam hal mengajarkan Dhamma sehubungan dengan perilaku etis seseorang. Seseorang harus jujur dan berkeyakinan, tidak menggunakan muslihat, berbicara tidak jelas, memberikan isyarat dan bersikap seolah tidak memiliki apa-apa,24 tidak [107] selalu berbuat untuk mendapatkan perolehan lebih banyak, tetapi dengan pintu-pintu indria terkendali, makan dan minum secukupnya, pelaku-kedamaian, selalu waspada, aktif, bersemangat dalam berusaha, seorang meditator,25 penuh perhatian, layak diajak berbicara, berpenampilan tenang dan teguh,26 bertekad27 dan mudah memahami,28 tidak serakah terhadap kenikmatan-indria, tetapi penuh perhatian dan berhati-hati. Ini adalah ajaran yang tanpa tandingan sehubungan dengan perilaku etis seseorang.’
13. ‘Juga, Sang Bhagavā tidak tertandingi dalam hal mengajarkan Dhamma sehubungan dengan cara penerimaan nasihat, yang ada empat: Sang Bhagavā mengetahui dengan pengamatan terampil-Nya29 sendiri: “Bahwa seseorang akan, dengan mengikuti nasihat, dengan hancurnya tiga belenggu, menjadi Pemenang-Arus, tidak akan terlahir kembali di alam rendah, kokoh, pasti mencapai Penerangan;” “bahwa seseorang akan, dengan mengikuti nasihat, dengan hancurnya tiga belenggu, dan melemahnya keserakahan, kebencian, dan kebodohan, menjadi Yang-Kembali-Sekali, dan setelah kembali satu kali lagi ke alam ini, akan mengakhiri penderitaan;” “bahwa seseorang akan, dengan mengikuti nasihat, dengan hancurnya lima belenggu yang lebih rendah, terlahir kembali secara spontan,30 dan di sana akan mencapai Nibbāna tanpa kembali dari alam itu;” “bahwa seseorang akan, dengan mengikuti nasihat, dengan hancurnya kekotoran-kekotoran, mencapai dalam kehidupan ini, kebebasan pikiran, kebebasan melalui kebijaksanaan yang tidak terkotori, dan yang ia pahami dan ia capai melalui pengetahuan-super yang ia miliki.” Ini adalah ajaran yang tanpa tandingan sehubungan dengan cara penerimaan nasihat ….’ [108]
14. ‘Juga, Sang Bhagavā tidak tertandingi dalam hal mengajarkan Dhamma sehubungan dengan pengetahuan kebebasan makhluk-makhluk lain. Sang Bhagavā mengetahui dengan pengamatan terampil-Nya sendiri: “Bahwa seseorang akan, dengan penghancuran tiga belenggu, menjadi Pemenang-Arus …; kemudian dengan melemahnya keserakahan, kebencian, dan kebodohan, menjadi Yang-Kembali-Sekali …; kemudian dengan penghancuran lima belenggu yang lebih rendah, terlahir kembali secara spontan; kemudian dengan hancurnya kekotoran-kekotoran, mencapai dalam kehidupan ini, kebebasan pikiran, kebebasan melalui kebijaksanaan yang tidak terkotori ….”’
15. ‘Juga, Sang Bhagavā tidak tertandingi dalam hal mengajarkan Dhamma sehubungan dengan ajaran Keabadian.31 Ada tiga teori demikian: (1) Di sini, beberapa petapa atau Brahmana, dengan semangat, usaha, … mengingat berbagai kehidupan lampau … hingga beberapa ratus ribu kelahiran … (seperti Sutta 1, paragraf 1.31). [109] Dengan demikian, ia mengingat rincian dari berbagai kehidupan lampaunya, dan ia mengatakan: “Aku mengetahui masa lampau, apakah alam ini mengembang atau mengerut,32 tetapi aku tidak mengetahui apakah di masa depan alam ini akan mengembang atau mengerut. Diri dan alam ini adalah abadi, mandul, kokoh bagaikan puncak gunung, tertanam bagaikan tonggak. Makhluk-makhluk berlarian, berpindah, meninggal dunia, dan muncul kembali, namun hal ini tetap abadi.” (2) Kemudian, beberapa petapa atau Brahmana mengingat berbagai kehidupan lampau (seperti (1) tetapi “hingga dua puluh kappa ….”) [110] (3) Kemudian, beberapa petapa atau Brahmana mengingat berbagai kehidupan lampau (seperti (1) tetapi “hingga sepuluh, dua puluh, tiga puluh, empat puluh kappa ….”) Ini adalah ajaran yang tanpa tandingan sehubungan dengan ajaran Keabadian ….’
16. ‘Juga, Sang Bhagavā tidak tertandingi dalam hal mengajarkan Dhamma sehubungan dengan kehidupan lampau. Di sini, beberapa petapa atau Brahmana … mengingat berbagai kehidupan lampau-satu kelahiran, dua kelahiran, tiga, empat, lima, sepuluh, dua puluh, tiga puluh, empat puluh, lima puluh, seratus, seribu, seratus ribu kelahiran, beberapa periode penyusutan, [111] pengembangan, penyusutan dan pengembangan. “Di sana namaku adalah ini dan itu, sukuku adalah ini dan itu, kastaku adalah ini dan itu, makananku adalah ini dan itu, aku mengalami pengalaman menyenangkan dan menyakitkan ini, aku hidup selama itu. Setelah meninggal dunia dari sana, aku muncul di situasi begini dan begitu. Meninggal dunia dari sana, aku muncul di sini.” Demikianlah ia mengingat berbagai rincian dalam kehidupan lampau. Ada para dewa yang umur kehidupannya tidak dapat dihitung melalui perhitungan,33 namun kehidupan yang mana pun34 juga yang pernah mereka alami, apakah di alam berbentuk atau di alam tanpa bentuk, apakah berkesadaran, tanpa kesadaran, atau bukan berkesadaran juga bukan tanpa-kesadaran, mereka mengingat rincian dari kehidupan-kehidupan lampau itu. Ini adalah ajaran yang tanpa tandingan sehubungan dengan mengingat kehidupan lampau ….’
17. ‘Juga, Sang Bhagavā tidak tertandingi dalam hal mengajarkan Dhamma sehubungan dengan kematian dan kelahiran kembali makhluk-makhluk. Di sini, beberapa petapa atau Brahmana … mencapai suatu konsentrasi pikiran sehingga ia dapat melihat, dengan mata-dewa, yang murni dan melampaui mata manusia, makhluk-makhluk meninggal dunia dan muncul kembali: hina dan mulia, berpenampilan baik dan berpenampilan buruk, di alam bahagia atau alam menderita sesuai kamma yang mengarahkannya, dan ia mengetahui: “Makhluk-makhluk ini, karena perbuatan jahat melalui jasmani, ucapan, atau pikiran atau mencela Para Mulia, memiliki pandangan salah dan akan menderita takdir kamma pandangan salah. Saat hancurnya jasmani setelah kematian, mereka terlahir kembali di alam rendah, alam sengsara, kondisi menderita, neraka. Tetapi makhluk-makhluk ini, karena perbuatan baik melalui jasmani, ucapan, atau pikiran atau memuji Para Mulia, memiliki pandangan benar dan akan menerima imbalan kamma pandangan benar. Saat hancurnya jasmani [112] setelah kematian, mereka terlahir kembali di alam bahagia, alam surga.” Demikianlah dengan mata-dewa, ia melihat makhluk-makhluk meninggal dunia dan muncul kembali …. Ini adalah ajaran yang tanpa tandingan sehubungan dengan kematian dan kelahiran kembali makhluk-makhluk ….’
18. ‘Juga, Sang Bhagavā tidak tertandingi dalam hal mengajarkan Dhamma sehubungan dengan kekuatan-kekuatan supernormal. Ada dua jenis. Jenis yang terikat pada kekotoran dan kemelekatan,35 yang disebut ”bukan-Ariya” dan jenis yang bebas dari kekotoran dan tidak terikat pada kemelekatan, yang disebut “Ariya”. Apakah kekuatan supernormal “bukan Ariya”? Di sini, beberapa petapa atau Brahmana menikmati berbagai kekuatan supernormal: dari satu, ia menjadi banyak – dari banyak, ia menjadi satu; ia muncul dan lenyap; ia berjalan menembus dinding, tembok, dan gunung tanpa halangan seolah-olah di ruang terbuka; ia menyelam dan keluar lagi dari dalam tanah seolah-olah di air; ia berjalan di atas air tanpa memecah permukaannya seolah-olah di atas tanah; ia melayang sambil duduk bersila di angkasa bagaikan burung dengan sayapnya; ia bahkan menyentuh dan menepuk matahari dan bulan dengan tangannya, kuat dan sakti; dan dengan tubuhnya, ia berjalan hingga mencapai alam Brahmā. Itu adalah kekuatan supernormal “bukan Ariya”. Dan apakah kekuatan supernormal “Ariya”? Di sini, seorang bhikkhu, jika ia menginginkan: “Aku akan berdiam dalam kejijikan36 merasakan ketidakjijikan,” dapat berdiam demikian, dan jika ia menginginkan: “Aku akan [113] berdiam dalam ketidakjijikan merasakan kejijikan,” dapat berdiam demikian, juga merasakan kejijikan maupun ketidakjijikan dalam keduanya … atau: “Dengan mengabaikan kejijikan dan ketidakjijikan, aku akan berdiam dalam keseimbangan, penuh perhatian, dan berkesadaran jernih,” ia dapat berdiam demikian. Itu adalah kekuatan supernormal “Ariya” yang bebas dari kekotoran dan tidak terikat pada kemelekatan. Ini adalah ajaran yang tanpa tandingan sehubungan dengan kekuatan-kekuatan supernormal. Ini dipahami sepenuhnya oleh Sang Bhagavā, dan di luar ini, tidak ada lagi yang harus dipahami; dan dengan pemahaman demikian, tidak ada petapa atau Brahmana lain yang lebih mulia atau lebih tercerahkan daripada Sang Bhagavā, sehubungan dengan kekuatan-kekuatan supernormal.’
19. ‘Bagaimanapun juga, Bhagavā, adalah mungkin bagi seseorang yang memiliki keyakinan untuk mencapai dengan mengerahkan upaya dan terus-menerus, dengan usaha manusia, daya-upaya manusia dan ketabahan manusia,37 apa yang dicapai oleh Sang Bhagavā. Karena Bhagavā telah meninggalkan kenikmatan indria yang rendah, kasar, ditujukan bagi kaum duniawi, bukan bagi Para Mulia, dan tidak bermanfaat, juga meninggalkan penyiksaan-diri, yang menyakitkan, tidak mulia, dan tidak bermanfaat.38 Bhagavā mampu, di sini dan saat ini,39 menikmati berdiam dalam empat jhāna yang melampaui kebahagiaan.40
‘Bhagavā, seandainya aku ditanya: “Teman Sāriputta, apakah pernah ada di masa lampau, petapa atau Brahmana mana pun yang lebih tinggi dalam hal penerangan daripada Sang Bhagavā?” Aku akan menjawab: “Tidak.” Jika ditanya: “Akankah yang demikian di masa depan?” Aku akan menjawab: “Tidak.” [114] Jika ditanya: “Apakah ada yang demikian di masa sekarang?” Aku akan menjawab: “Tidak.” Kemudian, jika ditanya: “Apakah pernah ada di masa lampau, petapa atau Brahmana mana pun yang sama dalam hal penerangan dengan Sang Bhagavā?” Aku akan menjawab: “Ada.” Jika ditanya: “Akankah yang demikian di masa depan?” Aku akan menjawab: “Ada.” Jika ditanya: “Apakah ada yang demikian di masa sekarang?” Aku akan menjawab: “Tidak.” Dan jika kemudian aku ditanya: “Yang Mulia Sāriputta, mengapa engkau mengakui yang tertinggi ini pada seseorang dan bukan pada orang lainnya?” Aku akan mengatakan: “Aku telah mendengar dari mulut Sang Bhagavā sendiri: ‘Telah ada di masa lampau, akan ada di masa depan, para Buddha Arahat yang sama dalam hal penerangan dengan diri-Ku.’ Aku juga telah mendengar dari mulut Sang Bhagavā sendiri bahwa tidak mungkin, dalam satu alam semesta yang sama, ada dua Buddha Arahat tertinggi, muncul bersamaan.41 Situasi demikian tidak mungkin terjadi.”’
‘Bhagavā, seandainya aku [115] menjawab demikian atas pertanyaan-pertanyaan demikian, apakah jawabanku selaras dengan kata-kata Bhagavā, dan tidak keliru memahami Beliau dengan menyeleweng dari kebenaran? Apakah aku menjelaskan Dhamma dengan benar, sehingga tidak ada teman-pengikut Dhamma dapat membantahnya atau menemukan kesempatan untuk mencela?’
‘Tentu saja, Sāriputta, jika engkau menjawab demikian, engkau tidak keliru memahami-Ku, engkau menjelaskan Dhamma dengan benar dan tidak memberikan kesempatan bagimu untuk dicela.’
20. Mendengar kata-kata ini, Yang Mulia Udāyi berkata kepada Sang Bhagavā: ‘Sungguh indah, Bhagavā, sungguh menakjubkan, betapa senangnya Bhagavā, betapa puas, dan terkendali,42 meskipun memiliki kekuatan-kekuatan dan pengaruh demikian, namun Beliau tidak memamerkannya! Jika para pengembara yang memercayai ajaran lain mampu melihat dalam diri mereka, bahkan hanya satu saja dari kualitas demikian, mereka akan mengumumkannya dengan menggunakan spanduk! Sungguh indah … bahwa Sang Bhagavā tidak memamerkannya.’
‘Udāyi, cukup diperhatikan: demikianlah adanya. Jika para pengembara demikian mampu melihat dalam diri mereka, bahkan hanya satu dari kualitas demikian, mereka akan mengumumkannya dengan menggunakan spanduk. Tetapi Sang Tathāgata senang, … Beliau tidak memamerkannya!’ [116]
21. Kemudian Sang Bhagavā berkata kepada Sāriputta: ‘Dan oleh karena itu, engkau, Sāriputta, harus sering membicarakan hal ini kepada para bhikkhu dan bhikkhunī, kepada para umat awam laki-laki dan perempuan. Dan orang-orang dungu mana pun yang memiliki keragu-raguan atau pertanyaan mengenai Sang Tathāgata akan, dengan mendengarkan kata-kata tersebut, dapat melenyapkan keragu-raguan mereka dan pertanyaan mereka terjawab.’
Demikianlah bagaimana Yang Mulia Sāriputta menyatakan keyakinan terhadap Sang Bhagavā. Dan karena itu, seseorang menamakan pembabaran ini sebagai ‘Keyakinan Tenang’.
  • 1. Dua paragraf pertama adalah sama dengan DN 16.1.16ff, dan bagian selanjutnya dari Sutta ini adalah (tidak diragukan) perluasan dari percakapan tersebut.
  • 2. Dengan demikian, Sāriputta telah menguasai ‘Cermin Dhamma’: DN 16.2.8ff.
  • 3. 37 Bodhipakkhiya-Dhammā atau ‘prasyarat penerangan sempurna’, dijelaskan dalam Sutta 33.2.3 (2). Baca BDic dan EB untuk penjelasan lebih lanjut.
  • 4. Enam organ indria (pikiran sebagai yang ke enam) dan objek-objeknya.
  • 5. Ini merujuk pada (1) manusia biasa, (2) delapan puluh ‘Siswa Besar’ (3) Dua Siswa Utama Sang Buddha, para Pacceka Buddha dan para Bodhisatta, (4) para ‘Bodhisatta Mahatahu’, yaitu, mereka yang dalam kelahiran terakhir mereka akan menjadi Buddha (DA).
  • 6. Cf. DN 11.3, di sini dijelaskan.
  • 7. Oleh para Yakkha dan sejenisnya (DA).
  • 8. Ini berarti telah mencapai jhāna ke dua.
  • 9. Dassana-samāpatti. Dua yang pertama menyerupai perenungan yang dijelaskan dalam VM 6.
  • 10. Viññāṇa-sota: ungkapan yang jarang digunakan, yang sepertinya serupa dengan bhavanga, istilah komentarial untuk ‘unsur-kehidupan’ (Ñāṇamoli). Baca BDic dan EB pada bagian bhavanga. Dalam hal ini, adalah kaum duniawi (puthujjana) dan pelajar (sekhā).
  • 11. Para Arahat.
  • 12. Puggala-paññati: juga merupakan judul buku Abhidhamma, tetapi di sini, rujukan ini adalah untuk membedakan kelompok-kelompok Arahat.
  • 13. Ubhato-bhāga-vimutto: Seseorang yang telah mencapai kebebasan melalui jhāna dan pandangan terang. Ini adalah ‘kebebasan pikiran dan melalui kebijaksanaan’ yang sering disebutkan (yaitu dalam DN 6.13). Tetapi hanya bagian ke dua, ‘melalui kebijaksanaan’, yang merupakan kebebasan akhir dan lengkap.
  • 14. Paññā-vimutto: Seseorang yang mencapai kebebasan hanya melalui pandangan terang saja, tanpa harus melalui jhāna-jhāna.
  • 15. Kāya-sakkhī. Untuk definisi yang lebih terpelajar (dan tidak diragukan) dari ini dan seterusnya, baca Bdic pada bagian Ariya-puggala (B), atau VM 21, juga terdapat dalam MN 70.
  • 16. Diṭṭhi-ppatto.
  • 17. Saddhā-vimutto.
  • 18. Dhammānusārī.
  • 19. Saddhānusārī.
  • 20. Seperti komentar RD, sangat tidak biasa hal ini disebut padhāna atau usaha.
  • 21. Penjelasan lengkap dalam AN 4.162.
  • 22. Vebhūtiyaṁ.
  • 23. Sārambhajaṁ jayāpekkho: dengan marah menginginkan kemenangan.
  • 24. Seperti dalam DN 1.1.20.
  • 25. Tertulis Jhāyi oleh DA.
  • 26. Gatimā.
  • 27. Dhitimā.
  • 28. Mutimā.
  • 29. Paccattaṁ yoniso manasikārā.
  • 30. Sebagai seorang Yang-Tidak-Kembali.
  • 31. Seperti DN 1.30ff.
  • 32. Seperti DN 1.2.2ff.
  • 33. Melampaui semua perhitungan.
  • 34. Atta-bhāva.
  • 35. Sa-upadhika.
  • 36. Paṭikkula.
  • 37. Catatan, tekanan pada ‘manusia’: Sang Buddha masih tetap berpikir seperti seorang manusia biasa, dalam pengertian tertentu. Ini bertentangan dengan pengembangan belakangan dalam aliran Mahāyāna.
  • 38. Dua ekstrem yang harus dihindari menurut Khotbah Pertama Sang Buddha.
  • 39. Dalam kehidupan ini.
  • 40. Abhicetasikānaṁ: diterjemahkan sebagai ‘melampaui pikiran alam-indria’ – tentu saja bukan melampaui dalam pengertian Lokuttara.
  • 41. Cf. DN 19.14.
  • 42. Sallekhatā: ‘Latihan keras’.