Kamis, 01 Maret 2012

ANATHAPINDIKA

II. ANATHAPINDIKA

11 (1) Candimasa
Di Savatthi. Kemudian, ketika malam telah larut, dewa muda Candimasa, dengan keelokan yang memukau, yang menerangi seluruh Hutan Jeta, menghampiri Yang Terberkahi. Setelah mendekat, dia memberi hormat kepada Yang Terberkahi, berdiri di satu sisi, <118> dan mengucapakan syair-syair ini dihasdapan Yang Terberkahi:
290 “Mereka pasti akan mencapai keamanan
Bagaikan rusa di dalam paya yang bebas – nyamuk,
Yang, setelah mencapai jhana-jhana,
Disatukan, berhati-hati, penuh perhatian.” 160
[Yang Terberkahi:]
290 “mereka pasti akan mencapai pantai seberang
Bagaikan ikan ketika jalanya dipotong,
Yang, setelah mencapai jhana-jhana,
Tekun, dengan cacat yang telah dibuang.”161

12 (2) Venhu
Di Savatthi. Dengan berdirinya satu sisi, dewa muda Venhu mengucapkan syair inidi hadapan Yang Terberkahi :162
292 “ Sungguh berbahagia makhluk manusia
Yang melaayani Yang Beruntung,
Yang mengerahkan diri pada ajaran Gotama,
Yang berlatih di dalamnya dengan ketekunan.” 163 <119>
293 “Ketika rangkaian ajaaran dinyatakan olehku,
[O Venhu,” kata Yang Terberkahi,]
“Para meditator yang berlatih di sana,
Yang tekun pada waktu yang tepat,
Tidak akan berada dibaawah kekuasaan Kematian.”
13 (3) Dighalatthi
Demikianlah yang saya dengar. Pada suatu ketika Yang Terberkahi sedang berdiam di Rajagaha di Hutan Bambu, Tempat Perlindungan Tupai. Kemudian, ketika malam telah larut, dewa muda Dighalatthi, dengan keelokan yang memukau, yang menerangi seluruh Hutan Bambu, menghampiri Yang Terberkahi. Setelah mendekat, dia memberi hormat kepada Yang Terberkahi, berdiri di satu sisi, dan mengucapkan syair-syair ini di hadapan Yang Terberkahi:
294 “Seorang bhikkhu seharusnya menjadi meditator,
Manusia yang pikirannya terbebas,
Jika dia menginginkan pencapaian – hati,
Condong ke situ sebagai keuntungannya.
Setelah mengetahui muncul dan lenyapnya dunia, <120>
Biarlah pikirannya menjadi tinggi dan tidak – melekat.”
14 (4) Nandana
Dengan berdiri di satu sisi, dewa muda Nandana menyapa Yang Terberkahi dengan syair:
295 “ Saya bertanya kepadamu, Gotama, yang luas kebijaksanaannya-
Tak terhalangi pengetahuan dan visi Yang Terberkahi: [53]
Seperti apa dia yang mereka sebut luhur?
Seperti apa dia yang mereka sebut bijaksana?
Seperti apa yang telah melampaui penderitaan?
Seperti apa dia yang dipuja oleh para devata?”
296 “orang yang luhur, yang bijaksana, yang pikirannya telah berkembang,
Terkonsentrasi, penuh perhatian, menikmati jhana,
Baginya semua kesedihan telah hilang, telah ditinggalkan,
Penghancur-noda yang menanggung tubuh terakhirnya:
Orang seperti itulah yang mereka sebut luhur, <121>
Orang seperti itulah yang mereka sebut bijaksana,
Orang seperti itulah yang melampaui penderitaan,
Orang seperti itulah yang dipuja oleh pada devata.”
15 (5) Candana
Dengan berdiri di satu sisi, dewa muda Candana menyapa Yang Terberkahi dengan syair:
298 “Siapa di sini yang menyeberangi banjir,
Yang tidak letih siang dan malam?
Siapa yang tidak tenggelam di kedalaman,
Tanpa penyangga, tanpa pegangan?” 164
299 “orang yang selalu sempurna dalam keluhuran,
Yang memiliki kebijaksanaan, terkonsentrasi dengan baik,
Orang yang bersemangat dan kokoh
Menyeberangi banjir yang sulit diseberangi.
300 “orang yanmg berhenti dari persepsi indera,
Yang telah mengatasi belenggu bentuk,<122>
Yang telah menghancurkan sukacita dalam dumadi-
Dia tidak tenggelam di kedalaman.” 165
16 (16) Vasudatta
Dengan berdiri di satu sisi, dewa muda Vasudatta mengucapkan syair ini di hadapan Yang Terberkahi:
301 “bagaikan dihantam oleh pedang,
Seolah-olah kepalanya terbakar,
Seorang bhikkhu seharusnya berkelana dengan waspada
Untuk meninggalkan nafsu indera.”
302 “bagaikan dihantam oleh pedang,
Seolah-olah kepalanya terbakar,
Seorang bhikkhu seharusnya berkelana dengan waspada
Untuk meningglakan pandangan tentang identitas.”
17 (17) Subrahma
<123> Dengan berdiri di satu sisi, dewa muda Subrahma menyapa Yang Terberkahi di dalam syair: 166
303 “Selalu ketakutan pikiran ini,
Pikiran selalu bergejolak [54]
Tentang masalah-masalah yang belum muncul
Dan tentang masalah-masalah yang sudah muncul.
Jika memang ada jalan keluar dari ketakutan,
Karena ditanya, mohon jelaskan hal itu kepadaku.”167
304 “tidak selain dari pencerahan dan petapaan,
Tidak selain dari pengendalian kemampuan indera,
Tidak selain dari melepaskan semuanya,
Kulihat ada keamanan bagi makhluk hidup.”168
Demikianlah yang dikatakan oleh Yang Terberkahi … Dia [dewa muda itu] lenyap di situ juga.
18 (8) Kakudha
Demikianlah yang saya dengar. Pada suatu ketika Yang Terberkahi sedang berdiam di Saketa di Hutan Anjana, Taman Rusa. Kemudian, ketika malam telah larut, dewa muda Kakudha, <124>, dengan keelokan yang memukau, yang menerangi seluruh Hutan Anjana, menghampiri Yang Terberkahi. Setelah mendekat, dia memberi hormat kepada Yang Terberkahi, berdiri di satu sisi, dan berkata kepada Yang Terberkahi:
“Apakah engkau bersukacita, petapa?”
“Telah memperoleh apa, sahabat?
“Kalau begitu, petapa, engkau bersedih?”
“Telah kehilangan apa, sahabat?”
“Kalau begitu, petapa, apakah engkau bukan bersukacita maupun bersedih?
“Ya, sahabat.”
305 “Saya harap engkau tak-terganggu, bhikkhu.
Saya harap tiodak ada sukacita yang terdapat padamu.
Saya harap ketika engkau duduk sendirian saja
Ketidak-puasan tidak menyebar padamu.” 169
306 “Sungguh, aku tak-terganggu, makhluk halus,
Namun tidak ada sukacita terdapat padaku.
Dan ketika aaku sedang duduk sendirian saja <125>
Ketidak-puasan tidak menyebar padaku.”
307 “Bagaimana engkau tak-terganggu, bhikkhu?
Bagaimana sukacita tak ada padamu?
Bagaimana bisa, ketika engkau duduk sendirian saja,
Ketidak-puasan tidak menyebar padamu?”
308 “ Sukacita datang pada orang yang sengsara,
Kesengsaraan pada orang yang dipenuhi sukacita.
Sebagaui bhikkhu yang tak-bersukacita, tak-terganggu:
Demikianlah engkau seharusnya mengenalku, sahabat.”
309 “Setelah waktu yang lama, akhirnya saya melihat
Seorang brahmana yang telah sepenuhnya padam,
Seorang bhikkhu yang tak-bersukacita, tak-terganggu,
Yang telah menyeberangi kemelekatan terhadap dunia.”170
19 (9) Uttara
Di Rajagaha. Sambil berdiri di satu sisi, dewa muda Uttara menucapkan syair ini di hadapan Yang Terberkahi: [55] <126>
310 “Kehidupan berlalu pergi, sungguh pendek rentang kehidupan ini;
Tak ada perlindungan bagi orang yang telah mencapai usia tua.
Karena melihat dengan jelas bahaya dalam kematian ini,
Orang seharusnya melakukan tindakan-tindakan berjasa yang membawa kebahagiaan.”
311 “Kehidupan berlalu pergi, sungguh pendek rentang kehidupan ini;
Tak ada perlindungan bagi orang yang telah mencapai usia tua
Karena melihat dengan jelas bahaya dalam kematian ini,
Pencari kedamaian seharusnya melepas umpan dunia.”
20 (10) Anathapindika
Sambil berdiri di satu sisi, dewa muda Anathapindika mengucapkan syaair-syair ini di hadapan Yang Terberkahi:
312 “Ini sungguh merupakan Hutan Jeta itu,
Tempat bagi Sangha para penglihat,
Yang didiami oleh Raja Dhamma,
Tempat yang memberiku kegembiraan.
313 “Tindakan, pengetahuan, keluhuran,
Moralitas, kehidupan yang elok:
Melalui inilah para makhluk dunia termurnikan, <127>
Bukan melalui keturunan atau kekayaan.
314 “Karena itu, orang yang bijaksana,
Demi untuk kebaikannya sendiri, [56]
Dengan cermat harus memeriksa Dhamma:
Dengan demikian dia termurnikan di dalamnya.
315 “Sariputta benar-benar memiliki kebijaksanaan,
Dengan moralitas dan dengan kedamaian di dalam.
Bahkan seorang bhikkhu yang telah pergi ke seberang
Paling-paling hanya dapat menyamainya.”
Demikianlah yang dikatakan dewa muda Anathapindika. Setelah mengatakan hal ini, dia memberi hormat kepada Yang Terberkahi,dengan menjaga Beliau di sisi kanan, dia lenyap di situ juga.
Kemudian, setelah malam berlalu, Yang Terberkahi menyapa para bhikkhu demikian: “Para bhikkhu, tadi malam, ketika malam telah larut, satu dewa muda … menghampiriku… dan di hadapanku mengucapkan syair-syair ini:
316-319 “’ Ini sungguh merupakan Hutan Jeta itu,…<128>
Paling-paling hanya dapat menyamainya.’
“Demikianlah yang dikatakan oleh dewa muda itu. Setelah mentakannya, dia memberi hormat kepadaku. Dan dengan tetap menjaga aga aku berada di sisi kanan, dia lenyap di sanan seketika itu juga.”
Ketika hal ini dikatakan, Y.M. Ananda berkata kepada Yang Terberkahi: “Yang Mulia, dewa muda itu pasti dulunya Anathapindika. Karena perumah-tangga Anathapindika dulu memiliki keyakinan penuh pada Y.M. Sariputta.”
“Bagus, bagus, Ananda! Engkau telah mengambil kesimpulan melalui penalaran. Karena dewa muda itu, Ananda, memang dulunya Ananthapindika.”