Kamis, 01 Maret 2012

Dhananjani Sutta

1. DEMIKIAN YANG SAYA DENGAR. Pada suatu ketika Yang Terberkahi sedang berdiam di Rajagaha di Hutan Bambu, Taman Tupai.
2. Pada saat itu, Y.M. Sariputta sedang berkelana di perbukitan selatan dengan sekelompok besar Sangha para bhikkhu. Kemudian seorang bhikkhu tertentu [185] yang telah menghabiskan Masa Penghujan di Rajagaha pergi menemui Y.M. Sariputta di Perbukitan Selatan dan bertukar salam dengan beliau. Setelah ramah tamah dan percakapan yang bersahabat in selesai, dia duduk di satu sisi dan Y.M. Sariputta bertanya kepadanya: “Apakah Yang Terberkahi dalam keadaan yang sehat dan kuat, sahabat?”
“Yang Terberkahi dalam keadaan yang sehat dan kuat, sahabat.”
“Apakah Sangha para bhikkhu dalam keadaan yang sehat dan kuat, sahabat?”
“Sangha para bhikkhu juga dalam keadaan yang sehat dan kuat, sahabat.”
“Sahabat,. Ada seorang brahmana bernama Dhananjani yang hidup di Rajagaha di Gerbang Tangdulapala. Apakah brahmana Dhananjani itu dalam keadaan yang sehat dan kuat?”
“Brahmana Dhananjani juga dalam keadaan yang sehat dan kuat, sahabat.”
“Apakah dia rajin, sahabat?”
“Bagaimana dia bisa rajin, sahabat? Dia memeras para brahmana perumah tangga atas nama raja, dan dia memeras raja atas nama para brahmana perumah-tangga. Istrinya – yang memiliki keyataan kuat dan berasal dari keluarga yang memiliki keyakinan – telah meninggal dan kini dia telah mengambil istri lagi, seorang perempuan tanpa keyakinan yang berasal dari keluarga yang tanpa keyakinan.’
“Ini berita buruk yang kita dengar, teman. Benar-benar berita buruk mendengar bahwa brahmana Dhananjani telah menjadi lalai. Mungkin suatu ketika kita akan menemui brahmana Dhananjani dan berbincang-bincang dengannya.”
3. Kemudian, setelah tinggal di Perbukitan selatan selama yang beliau inginkan, Y.M. Sariputta mulai melakukan perjalanan menuju Rajagaha. Berkelana secara bertahap, akhirnya beliau tiba di Rajagaha, dan kemudian berdiam di Hutan Bambu, Taman Tupai.
4. Kemudian, di pagi hari, Y.M. Sariputta berpakaian, mengambil mangkuk dan jubah luarnya, dan pergi ke Rajagaha untuk mengumpulkan dana makanan. [186] Pada saat itu, brahmana Dhananjani sedang menunggui sapi-sapinya yang sedang diperah di peternakannya di pinggir kota. Maka ketika Y.M. Sariputta telah berkelana mengumpulkan dana makanan di Rajagaha dan telah kembali dari perjalanannya mengumpulkan dana makanan, setelah selesai makan beliau pergi menemui brahmana Dhananjani. Brahmana Dhananjani melihat kedatangan Y.M. Sariputta dari kejauhan, dan dia menyambutnya dan berkata: “Minumlah susu segar ini, Guru Sariputta, sambil menunggu waktunya makan.”
“Cukup, Brahmana, aku sudah makan hari ini. Aku akan berada di bawah pohon itu untuk berdiam hari ii. Kamu boleh dating ke sana.”
“Ya, tuan,” jawabnya.
5. Dan kemudian, setelah makan pagi brahmana Dhananjani pergi kepada Y.M. Sariputta dan bertukar salam dengan Beliau. Setelah ramah tamah dan percakapan yang bersahabat ini selesai, dia duduk di satu sisi dan Y.M. Sariputta bertanya kepadanya: “Apakah engkau rajin, Dhananjani?”
“Bagaimana kami bisa rajin, Guru Sariputta, bila kami harus menyokong orang tua kami, istri dan anak-anak kami, dan para budak, pelayan, dan pekerja kami; bila kami harus melakukan kewajiban kami terhadap para sahabat dan teman kami, terhadap sanak saudara dan keluarga kami, terhadap tamu-tamu kami, terhadap para leluhur kami yang sudah meninggal, terhadap para dewa, dan terhadap raja; dan bila tubuh ini juga harus dijaga agar segar dan sehat?”
6. “Bagaimana pendapatmu, Dhananjani? Andaikan saja seseorang harus bertindak berlawanan dengan Dhamma, bertindak tak-bajik demi orangtuanya, dan kemudian karena perilaku yqang demikian itu para penjaga neraka menyeretnya ke neraka. Dapatkah dia [membebaskan dirinya dengan memohon seperti ini]: ‘Demi orangtuakulah maka aku telah bertindak berlawanan dengan Dhamma, maka aku telah bertindak tak-bajik, maka jangan biarkan para penjaga neraka [menyeretku] ke neraka’? [187] Atau dapatkah orangtuanya [membebaskan dia dengan memohon seperti ini]: ‘Demi kamilah maka dia telah bertindak berlawanan dengan Dhamma, bahwa dia telah bertindak tak-bajik, maka jangan biarkan para penjaga neraka [menyeretnya] ke neraka’?”
“Tidak, Guru Sariputta. Bahkan pada saat dia sedang berteriak pun, para penjaga neraka akan melemparkannya ke dalam neraka.”
7-15 “Bagaimana pendapatmu, Dhananjani? Andaikan saja seseorang harus bertindak berlawanan dengan Dhamma, bertindak tak-bajik demi istri dan anaknya … demi budak, pelayan dan pekerjanya… demi para sahabatnya dan temannya … demi sanak-saudara dan keluarganya…demi tamu-tamunya…[188] demi pada leluhurnya yang sudah meninggal … demi para dewa … demi para raja … demi kesegaran dan kesehatan tubuhnya, dan karena perilaku yang demikian itu para penjaga neraka menyeretnya ke dalam neraka. Dapatkah dia [membebaskan dirinya dengan memohon seperti ini]: ‘Demi kesegaran dan kesehatan tubuh inilah maka aku   telah bertindak berlawanan dengan Dhamma, maka aku telah bertindak tak bajik, maka jangan biarkan para penjaga neraka [menyeretku] ke neraka’? Atau dapatkan orang-orang lain [membebaskan dia dengan memohon seperti ini]: ‘Demi kesegaran dan kesehatan tubuh inilah maka dia telah bertindak berlawanan dengan Dhamma, maka dia telah bertindak tak-bajik, maka jangan biarkan para penjaga neraka [menyeretnya] ke neraka’?”
“Tidak, Guru Sariputta. Bahkan pada saat dia sedang berteriak pun, para penjaga neraka akan melemparkannya ke dalam neraka.”
16. “Bagaimana pendapatmu, Dhananjani? Siapakah yang lebih baik, orang yang demi orangtuanya lalu bertindak berlawanan dengan Dhamma, bertindak tak-bajik, atau orang yang demi orangtuanya lalu bertindak sesuai Dhamma, bertindak bajik?”
“Guru Sariputta, orang yang demi orang tuanya lalu bertindak berlawanan dengan Dhamma, bertindak tak-bajik, bukanlah yang lebih baik; orang yang demi orangtuanya lalu bertindak sesuai Dhamma, bertindak bajik, adalah yang lebih baik.”
“Dhananjani, ada berbagai jenis pekerjaan lain, yang mendatangkan keuntungan dan sesuai Dhamma, dan dengan pekerjaan itu dia dapat menopang orangtuanya dan sekaligus menghindari perbuatan jahat dan mempraktekkan perbuatan jasa.
17-25 “Bagaimana pendapatmu, Dhananjani? Siapakah yang lebih baik, orang yang demi istri dan anaknya…[189] … demi budak, pelayan dan pekerjanya … demi para sahabat dan temannya … [190] … demi sanak-saudara dan keluarganya…demi tamu-tamunya … demi para leluhurnya yang sudah meninggal … demi para dewa … [191] … demi raja … demi kesegaran dan kesehatan tubuh ini bertindak berlawanan dengan Dhamma, bertindak tak-bajik, atau orang yang demi kesegaran dan kesehatan tubuh ini bertindak sesuai Dhamma, bertindak bajik?”
“Guru Sariputta, orang yang demi kesegaran dan kesehatan tubuh ini bertindak berlawanan dengan Dhamma, bertindak tak bajik, bukanlah yang lebih baik; orang yang demi kesegaran dan kesehatan tubuh ini bertindak sesuai Dhamma, bertindak bajik, adalah yang lebih baik.”
“Dhananjani, ada berbagai jenis pekerjaan lain, yang mendatangkan keuntungan dan sesuai Dhamma, dan dengan pekerjaan itu dia dapat menopang orangtuanya dan sekaligus menghindari perbuatan jahat dan mempraktekkan perbuatan jasa.”
26. Kemudian brahmana Dhananjani, setelah bersukacita dan bergembira di dalam kata-kata Y.M. Sariputta, bangkit dari tempat duduknya dan meninggalkan tempat itu.
27. Beberapa waktu sesudahnya, brahmana Dhananjani terkena penyakit, menderita, sakit keras. Maka dia berkata kepada seseorang: “Kemarilah, orang baik, [192] pergilah menghadap Yang Terberkahi, berilah hormat atas namaku dengan kepalamu di kaki Beliau, dan katakan: ‘Tuan yang terhormat, brahmana Dhananjani terkena penyakit, menderita, sakit keras; dia memberi hormat dengan kepalanya di kaki Yang Terberkahi.’ Kemudian pergilah menghadap Y.M. Sariputta, berilah hormat atas namaku dengan kepalamu di kaki beliau, dan katakan: ‘Tuan yang terhormat, brahmana Dhananjani terkena penyakit, menderita, sakit keras; dia memberi hormat dengan kepalanya di kaki Y.M. Sariputta.’ Kemudian katakana demikian: ‘Sungguh baik, tuan yang terhormat, jika Y.M. Sariputta berkenan dating ke rumah brahmana Dhananjani, karena welas-asih.’”
“Ya, tuan.” Jawab laki-laki itu. Lalu dia menghadap Yang Terberkahi, dan setelah memberi hormat kepada Yang Terberkahi, dia duduk di satu sisi dan menyampaikan pesan yang membawanya. Kemudian dia menghadap Y.M. Sariputta, dan setelah memberi hormat kepada Y.M. Sariputta, dia menyampaikan pesan yang membawanya, dengan berkata: Sungguh baik, tuan yang terhormat, jika Y.M. Sariputta berkenan datang ke rumah brahmana Dhananjani, karena welas asih.” Y.M. Sariputta menyetujui dengan berdiam diri.
28. Kemudian Y.M. Sariputta berpakaian, mengambil mangkuk dan jubah luarnya, dan pergi ke kediaman brahmana Dhananjani. Beliau duduk di tempat duduk yang telah disiapkan, dan berkata kepada brahmana Dhananjani: “Aku berharap engkau semakin membaik, Brahmana, aku berharap engkau merasa nyaman. Aku berharap rasa sakitmu berkurang dan tidak bertambah, dan berkurangnya, bukan bertambah rasa sakit itu nyata terasa.”
29. “Guru Sariputta, saya tidak semakin membaik, saya tidak merasa nyaman. Rasa sakit saya semakin bertambah, tidak berkurang; bertambahnya dan bukan berkurangnya rasa sakit ini yang nyata terasa. Seakan-akan [193] ada laki-laki perkasa yang sedang membelah kepala saya dengan pedang  yang tajam, demikian juga, angin yang keras menembus masuk ke kepala saya. Saya tidak semakin mambaik ….Seakan-akan ada laki-laki perkasa yang sedang mengikatkan tali kulit yang kuat di kepala saya sebagai ikat kepala, demikian juga, ada rasa sakit yang amat sangat di kepala saya. Saya tidak semakin membaik… Seakan-akan ada tukang daging piawai atau asistennya merobek perut sapi dengan pisau daging yang tajam, demikian juga, angin yang keras sedang merobek perut saya. Saya tidak semakin membaik … Seakan-akan ada dua laki-laki perkasa yang sedang merenggut laki-laki lemah pada dua lengannya dan memanggangnya di lubang perapian batu bara, demikian juga, ada rasa terbakar yang menyakitkan di tubuh saya. Saya tidak semakin membaik, saya tidak merasa nyaman. Rasa sakit saya semakin bertambah, tidak berkurang; bertambahnya dan bukan berkurangnya rasa sakit ini yang nyata terasa.”
30. “Bagaimana pendapatmu Dhananjani? Manakah yang lebih baik – neraka atau alam binatang?” – “Alam binatang, Guru Sariputta.” – “Manakah yang lebih baik – alam binatang atau alam makhluk halus?”-“Alam makhluk halus, Guru Sariputta,” – “manakah yang lebih baik – alam makhluk halus atau alam manusia?” –“Manusia, Guru Sariputta.”[194] “manakah yang lebih baik – manusia atau dewa-dewa dari surga Empat Raja Besar?” – “Dewa-dewa dari surga Empat Raja Besar, Guru Sariputta.” – “Manakah yang lebih baik – dewa-dewa dari surga Empat Raja Besar atau dewa-dewa dari surga Tiga-puluh-Tiga?” –“Dewa-dewa dari surga Tiga-puluh-Tiga, Guru Sariputta.”-“Manakah yang lebih baik – dewa-dewa dari surga Tiga-puluh-Tiga atau dewa-dewa Yama?”-“Dewa-dewa Yama, Guru Sariputta.”-“Manakah yang lebih baik – dewa-dewa Yama atau dewa-dewa dari surga Tusita?”- “Dewa-dewa dari surga Tusita, Guru Sariputta.”- “Manakah yang lebih baik – dewa-dewa surga Tusita atau dewa-dewa yang bersukacita dalam mencipta?”- “Dewa-dewa yang bersukacita dalam mencipta, Guru Sariputta.”- “Manakah yang lebih baik – dewa-dewa yang bersuka cita dalam mencipta atau dewa-dewa yang mampu menggunakan kekuasaan atas ciptaan yang lain?” – “Dewa-dewa yang mampu menggunakan kekuasaan atas ciptaan yang lain, Guru Sariputta.”
31. “Bagaimana pendapatmu, Dhananjani? Manakah yang lebih baik – dewa-dewa yang mampu menggunakan kekuasaan atas ciptaan yang lain atau alam-Brahma?” – “Guru Sariputta berkata ‘alam-Brahma.’ Guru Sariputta berkata ‘alam-Brahma.’”
Kemudian Y.M. Sariputta berpikir. Brahmana-brahmana ini sangat berbakti pada alam-brahma. Bagaimana jika aku menunjukkan brahmana Dhananjani jalan menuju ke kelompok
Brahma?” [Maka beliau berkata:] “Dhanahjani, aku menunjukkan kepadamu jalan menuju ke kelompok Brahma. Dengarkan dan perhatikan baik-baik apa yang akan kukatakan.” – “Ya, tuan,” jawabnya. [195] Kemudian Y. M. Sariputta berkata demikian:
32. “Apakah jalan menuju ke kelompok Brahma itu? Dhananjani, seorang bhikkhu yang berdiam dengan melingkupi satu penjuru dengan pikiran yang dipenuhi cinta-kasih, demikian juga penjuru yang kedua, demikian juga penjuru yang ketiga, demikian juga penjuru yang keempat; demikian juga ke ke bawah, ke sekeliling, dan ke mana pun, dan kepada semua seperti juga kepada dirinya sendiri, dia berdiam dengan melingkupi dunia yang sepenuhnya terliputi oleh pikiran dipenuhi cinta-kasih, yang melimpah, tak-terhingga, tak-terukur, tanpa rasa permusuhan dan tanpa niat-buruk. Inilah jalan menuju ke kelompok Brahma.
33-35. “Sekali lagi, Dhananjani, seorang bhikkhu berdiam dengan melingkupi satu penjuru dengan pikiran yang dipenuhi kasih sayang … dengan pikiran yang dipenuhi kegembiraan yang bersimpati … dengan pikiran yang dipenuhi ketenangan- seimbangan, demikian juga penjuru yang kedua, demikian penjuru yang ketiga, demikian juga penjuru yang keempat, demikian juga ke atas, ke bawah, ke sekeliling, dan ke mana pun, dan kepada semua seperti juga kepada dirinya sendiri, dia berdiam dengan melingkupi dunia yang sepenuhnya terliputi oleh pikiran yang dipenuhi cinta-kasih, yang melimpah, terhingga, tak-terukur, tanpa rasa permusuhan dan tanpa niat-buruk. Inilah jalan menuju ke kelompok Brahma.”
36. “Kalaudemikian,Guru Sariputta,berilah hormat atas nama saya dengan kepalamu di kaki Yang Terberkahi, dan katakan: “Guru yang Mulia, brahmana Dhananjani terkena penyakit, menderita, sakit keras; dia memberi hormat dengan kepalanya di kaki Yang Terberkahi.”‘
Kemudian Y M. Sariputta, setelah memantapkan brahmana Dhananjani di dalam alam-Brahma rendah, bangkit dari tempat duduknya dan pergi padahal masih ada hal lain yang harus dilakukan .898 Segera setelah Y M. Sariputta pergi, brahmana Dhananjani meninggal dan muncul kembali di alam-Brahma.
37. Pada saat itu, Yang Terberkahi berkata kepada para bhikkhu demikian: “Para bhikkhu, Sariputa -setelah memantapkan brahmana Dhananjani di dalam alam-Brahma rendah- bangkit dari tempat duduknya dan pergi padahal masih ada hal lain yang harus dilakukan.”
38. Kemudian Y M. Sariputta menghadap Yang Terberkahi, dan setelah memberi hormat ~ kepada Beliau, duduk di satu sisi dan berkata: Bhante, brahmana Dhananjani terkena penyakit, menderita, sakit keras; dia memberi hormat dengan kepalanya di kaki Yang Terberkahi.”
“Sariputta, setelah memantapkan Brahmana Dhananjani [196] di kedalaman alam-Brahma, mengapa engkau bangkit dari duduk dan pergi padahal masih ada hal lain yang harus dilakukan?”
“Bhante, saya tadi berpikir demikian: ‘Para brahmana ini sangat berbakti pada alam-Brahma. Sebaiknya aku menunjukkan brahmana Dhananjani jalan menuju kelompok Brahma.’”
“Sariputta, brahmana Dhananjani telah meninggal dan telah muncul kembali di alam-Brahma.”898
Catatan
198 Sati uttarakaraniye. Y. M. Sariputta telah pergi tanpa memberinya suatu ajaran yang sebenarnya mampu membuatnya tiba pada jalan di-atas-duniawi dan menjadi mantap dalam tujuan pencerahan. Dibandingkan dengan pencerahan, kelahiran kembali di alam-Brahma dijelaskan sebagai “rendah” (hina).
199 Ucapan ini memiliki kekuatan teguran yang halus. Sang Buddha pastilah melihat bahwa Dhananjani sebenarnya memiliki potensi untuk mencapai jalan di-atas-duniawi, karena di tempat lain (misalnya MN 99.24-27) Beliau sendiri pun hanya mengajarkan jalan menuju alam-Brahma bila pendengarnya tidak memiliki kemampuan itu.