1. DEMIKIAN YANG SAYA DENGAR. Pada suatu ketika Yang Terberkahi sedang berdiam di Rajagaha di Hutan Bambu, Taman Tupai.
2. Pada saat itu, Y.M. Sariputta sedang berkelana di perbukitan
selatan dengan sekelompok besar Sangha para bhikkhu. Kemudian seorang
bhikkhu tertentu [185] yang telah menghabiskan Masa Penghujan di
Rajagaha pergi menemui Y.M. Sariputta di Perbukitan Selatan dan bertukar
salam dengan beliau. Setelah ramah tamah dan percakapan yang bersahabat
in selesai, dia duduk di satu sisi dan Y.M. Sariputta bertanya
kepadanya: “Apakah Yang Terberkahi dalam keadaan yang sehat dan kuat,
sahabat?”
“Yang Terberkahi dalam keadaan yang sehat dan kuat, sahabat.”
“Apakah Sangha para bhikkhu dalam keadaan yang sehat dan kuat, sahabat?”
“Sangha para bhikkhu juga dalam keadaan yang sehat dan kuat, sahabat.”
“Sahabat,. Ada seorang brahmana bernama Dhananjani yang hidup di
Rajagaha di Gerbang Tangdulapala. Apakah brahmana Dhananjani itu dalam
keadaan yang sehat dan kuat?”
“Brahmana Dhananjani juga dalam keadaan yang sehat dan kuat, sahabat.”
“Apakah dia rajin, sahabat?”
“Bagaimana dia bisa rajin, sahabat? Dia memeras para brahmana perumah
tangga atas nama raja, dan dia memeras raja atas nama para brahmana
perumah-tangga. Istrinya – yang memiliki keyataan kuat dan berasal dari
keluarga yang memiliki keyakinan – telah meninggal dan kini dia telah
mengambil istri lagi, seorang perempuan tanpa keyakinan yang berasal
dari keluarga yang tanpa keyakinan.’
“Ini berita buruk yang kita dengar, teman. Benar-benar berita buruk
mendengar bahwa brahmana Dhananjani telah menjadi lalai. Mungkin suatu
ketika kita akan menemui brahmana Dhananjani dan berbincang-bincang
dengannya.”
3. Kemudian, setelah tinggal di Perbukitan selatan selama yang beliau
inginkan, Y.M. Sariputta mulai melakukan perjalanan menuju Rajagaha.
Berkelana secara bertahap, akhirnya beliau tiba di Rajagaha, dan
kemudian berdiam di Hutan Bambu, Taman Tupai.
4. Kemudian, di pagi hari, Y.M. Sariputta berpakaian, mengambil
mangkuk dan jubah luarnya, dan pergi ke Rajagaha untuk mengumpulkan dana
makanan. [186] Pada saat itu, brahmana Dhananjani sedang menunggui
sapi-sapinya yang sedang diperah di peternakannya di pinggir kota. Maka
ketika Y.M. Sariputta telah berkelana mengumpulkan dana makanan di
Rajagaha dan telah kembali dari perjalanannya mengumpulkan dana makanan,
setelah selesai makan beliau pergi menemui brahmana Dhananjani.
Brahmana Dhananjani melihat kedatangan Y.M. Sariputta dari kejauhan, dan
dia menyambutnya dan berkata: “Minumlah susu segar ini, Guru Sariputta,
sambil menunggu waktunya makan.”
“Cukup, Brahmana, aku sudah makan hari ini. Aku akan berada di bawah
pohon itu untuk berdiam hari ii. Kamu boleh dating ke sana.”
“Ya, tuan,” jawabnya.
5. Dan kemudian, setelah makan pagi brahmana Dhananjani pergi kepada
Y.M. Sariputta dan bertukar salam dengan Beliau. Setelah ramah tamah dan
percakapan yang bersahabat ini selesai, dia duduk di satu sisi dan Y.M.
Sariputta bertanya kepadanya: “Apakah engkau rajin, Dhananjani?”
“Bagaimana kami bisa rajin, Guru Sariputta, bila kami harus menyokong
orang tua kami, istri dan anak-anak kami, dan para budak, pelayan, dan
pekerja kami; bila kami harus melakukan kewajiban kami terhadap para
sahabat dan teman kami, terhadap sanak saudara dan keluarga kami,
terhadap tamu-tamu kami, terhadap para leluhur kami yang sudah
meninggal, terhadap para dewa, dan terhadap raja; dan bila tubuh ini
juga harus dijaga agar segar dan sehat?”
6. “Bagaimana pendapatmu, Dhananjani? Andaikan saja seseorang harus
bertindak berlawanan dengan Dhamma, bertindak tak-bajik demi
orangtuanya, dan kemudian karena perilaku yqang demikian itu para
penjaga neraka menyeretnya ke neraka. Dapatkah dia [membebaskan dirinya
dengan memohon seperti ini]: ‘Demi orangtuakulah maka aku telah
bertindak berlawanan dengan Dhamma, maka aku telah bertindak tak-bajik,
maka jangan biarkan para penjaga neraka [menyeretku] ke neraka’? [187]
Atau dapatkah orangtuanya [membebaskan dia dengan memohon seperti ini]:
‘Demi kamilah maka dia telah bertindak berlawanan dengan Dhamma, bahwa
dia telah bertindak tak-bajik, maka jangan biarkan para penjaga neraka
[menyeretnya] ke neraka’?”
“Tidak, Guru Sariputta. Bahkan pada saat dia sedang berteriak pun, para penjaga neraka akan melemparkannya ke dalam neraka.”
7-15 “Bagaimana pendapatmu, Dhananjani? Andaikan saja seseorang harus
bertindak berlawanan dengan Dhamma, bertindak tak-bajik demi istri dan
anaknya … demi budak, pelayan dan pekerjanya… demi para sahabatnya dan
temannya … demi sanak-saudara dan keluarganya…demi tamu-tamunya…[188]
demi pada leluhurnya yang sudah meninggal … demi para dewa … demi para
raja … demi kesegaran dan kesehatan tubuhnya, dan karena perilaku yang
demikian itu para penjaga neraka menyeretnya ke dalam neraka. Dapatkah
dia [membebaskan dirinya dengan memohon seperti ini]: ‘Demi kesegaran
dan kesehatan tubuh inilah maka aku telah bertindak berlawanan dengan
Dhamma, maka aku telah bertindak tak bajik, maka jangan biarkan para
penjaga neraka [menyeretku] ke neraka’? Atau dapatkan orang-orang lain
[membebaskan dia dengan memohon seperti ini]: ‘Demi kesegaran dan
kesehatan tubuh inilah maka dia telah bertindak berlawanan dengan
Dhamma, maka dia telah bertindak tak-bajik, maka jangan biarkan para
penjaga neraka [menyeretnya] ke neraka’?”
“Tidak, Guru Sariputta. Bahkan pada saat dia sedang berteriak pun, para penjaga neraka akan melemparkannya ke dalam neraka.”
16. “Bagaimana pendapatmu, Dhananjani? Siapakah yang lebih baik,
orang yang demi orangtuanya lalu bertindak berlawanan dengan Dhamma,
bertindak tak-bajik, atau orang yang demi orangtuanya lalu bertindak
sesuai Dhamma, bertindak bajik?”
“Guru Sariputta, orang yang demi orang tuanya lalu bertindak
berlawanan dengan Dhamma, bertindak tak-bajik, bukanlah yang lebih baik;
orang yang demi orangtuanya lalu bertindak sesuai Dhamma, bertindak
bajik, adalah yang lebih baik.”
“Dhananjani, ada berbagai jenis pekerjaan lain, yang mendatangkan
keuntungan dan sesuai Dhamma, dan dengan pekerjaan itu dia dapat
menopang orangtuanya dan sekaligus menghindari perbuatan jahat dan
mempraktekkan perbuatan jasa.
17-25 “Bagaimana pendapatmu, Dhananjani? Siapakah yang lebih baik,
orang yang demi istri dan anaknya…[189] … demi budak, pelayan dan
pekerjanya … demi para sahabat dan temannya … [190] … demi sanak-saudara
dan keluarganya…demi tamu-tamunya … demi para leluhurnya yang sudah
meninggal … demi para dewa … [191] … demi raja … demi kesegaran dan
kesehatan tubuh ini bertindak berlawanan dengan Dhamma, bertindak
tak-bajik, atau orang yang demi kesegaran dan kesehatan tubuh ini
bertindak sesuai Dhamma, bertindak bajik?”
“Guru Sariputta, orang yang demi kesegaran dan kesehatan tubuh ini
bertindak berlawanan dengan Dhamma, bertindak tak bajik, bukanlah yang
lebih baik; orang yang demi kesegaran dan kesehatan tubuh ini bertindak
sesuai Dhamma, bertindak bajik, adalah yang lebih baik.”
“Dhananjani, ada berbagai jenis pekerjaan lain, yang mendatangkan
keuntungan dan sesuai Dhamma, dan dengan pekerjaan itu dia dapat
menopang orangtuanya dan sekaligus menghindari perbuatan jahat dan
mempraktekkan perbuatan jasa.”
26. Kemudian brahmana Dhananjani, setelah bersukacita dan bergembira
di dalam kata-kata Y.M. Sariputta, bangkit dari tempat duduknya dan
meninggalkan tempat itu.
27. Beberapa waktu sesudahnya, brahmana Dhananjani terkena penyakit,
menderita, sakit keras. Maka dia berkata kepada seseorang: “Kemarilah,
orang baik, [192] pergilah menghadap Yang Terberkahi, berilah hormat
atas namaku dengan kepalamu di kaki Beliau, dan katakan: ‘Tuan yang
terhormat, brahmana Dhananjani terkena penyakit, menderita, sakit keras;
dia memberi hormat dengan kepalanya di kaki Yang Terberkahi.’ Kemudian
pergilah menghadap Y.M. Sariputta, berilah hormat atas namaku dengan
kepalamu di kaki beliau, dan katakan: ‘Tuan yang terhormat, brahmana
Dhananjani terkena penyakit, menderita, sakit keras; dia memberi hormat
dengan kepalanya di kaki Y.M. Sariputta.’ Kemudian katakana demikian:
‘Sungguh baik, tuan yang terhormat, jika Y.M. Sariputta berkenan dating
ke rumah brahmana Dhananjani, karena welas-asih.’”
“Ya, tuan.” Jawab laki-laki itu. Lalu dia menghadap Yang Terberkahi,
dan setelah memberi hormat kepada Yang Terberkahi, dia duduk di satu
sisi dan menyampaikan pesan yang membawanya. Kemudian dia menghadap Y.M.
Sariputta, dan setelah memberi hormat kepada Y.M. Sariputta, dia
menyampaikan pesan yang membawanya, dengan berkata: Sungguh baik, tuan
yang terhormat, jika Y.M. Sariputta berkenan datang ke rumah brahmana
Dhananjani, karena welas asih.” Y.M. Sariputta menyetujui dengan berdiam
diri.
28. Kemudian Y.M. Sariputta berpakaian, mengambil mangkuk dan jubah
luarnya, dan pergi ke kediaman brahmana Dhananjani. Beliau duduk di
tempat duduk yang telah disiapkan, dan berkata kepada brahmana
Dhananjani: “Aku berharap engkau semakin membaik, Brahmana, aku berharap
engkau merasa nyaman. Aku berharap rasa sakitmu berkurang dan tidak
bertambah, dan berkurangnya, bukan bertambah rasa sakit itu nyata
terasa.”
29. “Guru Sariputta, saya tidak semakin membaik, saya tidak merasa
nyaman. Rasa sakit saya semakin bertambah, tidak berkurang; bertambahnya
dan bukan berkurangnya rasa sakit ini yang nyata terasa. Seakan-akan
[193] ada laki-laki perkasa yang sedang membelah kepala saya dengan
pedang yang tajam, demikian juga, angin yang keras menembus masuk ke
kepala saya. Saya tidak semakin mambaik ….Seakan-akan ada laki-laki
perkasa yang sedang mengikatkan tali kulit yang kuat di kepala saya
sebagai ikat kepala, demikian juga, ada rasa sakit yang amat sangat di
kepala saya. Saya tidak semakin membaik… Seakan-akan ada tukang daging
piawai atau asistennya merobek perut sapi dengan pisau daging yang
tajam, demikian juga, angin yang keras sedang merobek perut saya. Saya
tidak semakin membaik … Seakan-akan ada dua laki-laki perkasa yang
sedang merenggut laki-laki lemah pada dua lengannya dan memanggangnya di
lubang perapian batu bara, demikian juga, ada rasa terbakar yang
menyakitkan di tubuh saya. Saya tidak semakin membaik, saya tidak merasa
nyaman. Rasa sakit saya semakin bertambah, tidak berkurang;
bertambahnya dan bukan berkurangnya rasa sakit ini yang nyata terasa.”
30. “Bagaimana pendapatmu Dhananjani? Manakah yang lebih baik –
neraka atau alam binatang?” – “Alam binatang, Guru Sariputta.” –
“Manakah yang lebih baik – alam binatang atau alam makhluk halus?”-“Alam
makhluk halus, Guru Sariputta,” – “manakah yang lebih baik – alam
makhluk halus atau alam manusia?” –“Manusia, Guru Sariputta.”[194]
“manakah yang lebih baik – manusia atau dewa-dewa dari surga Empat Raja
Besar?” – “Dewa-dewa dari surga Empat Raja Besar, Guru Sariputta.” –
“Manakah yang lebih baik – dewa-dewa dari surga Empat Raja Besar atau
dewa-dewa dari surga Tiga-puluh-Tiga?” –“Dewa-dewa dari surga
Tiga-puluh-Tiga, Guru Sariputta.”-“Manakah yang lebih baik – dewa-dewa
dari surga Tiga-puluh-Tiga atau dewa-dewa Yama?”-“Dewa-dewa Yama, Guru
Sariputta.”-“Manakah yang lebih baik – dewa-dewa Yama atau dewa-dewa
dari surga Tusita?”- “Dewa-dewa dari surga Tusita, Guru Sariputta.”-
“Manakah yang lebih baik – dewa-dewa surga Tusita atau dewa-dewa yang
bersukacita dalam mencipta?”- “Dewa-dewa yang bersukacita dalam
mencipta, Guru Sariputta.”- “Manakah yang lebih baik – dewa-dewa yang
bersuka cita dalam mencipta atau dewa-dewa yang mampu menggunakan
kekuasaan atas ciptaan yang lain?” – “Dewa-dewa yang mampu menggunakan
kekuasaan atas ciptaan yang lain, Guru Sariputta.”
31. “Bagaimana pendapatmu, Dhananjani? Manakah yang lebih baik –
dewa-dewa yang mampu menggunakan kekuasaan atas ciptaan yang lain atau
alam-Brahma?” – “Guru Sariputta berkata ‘alam-Brahma.’ Guru Sariputta
berkata ‘alam-Brahma.’”
Kemudian Y.M. Sariputta berpikir. Brahmana-brahmana ini sangat
berbakti pada alam-brahma. Bagaimana jika aku menunjukkan brahmana
Dhananjani jalan menuju ke kelompok
Brahma?” [Maka beliau berkata:] “Dhanahjani, aku menunjukkan kepadamu
jalan menuju ke kelompok Brahma. Dengarkan dan perhatikan baik-baik apa
yang akan kukatakan.” – “Ya, tuan,” jawabnya. [195] Kemudian Y. M.
Sariputta berkata demikian:
32. “Apakah jalan menuju ke kelompok Brahma itu? Dhananjani, seorang
bhikkhu yang berdiam dengan melingkupi satu penjuru dengan pikiran yang
dipenuhi cinta-kasih, demikian juga penjuru yang kedua, demikian juga
penjuru yang ketiga, demikian juga penjuru yang keempat; demikian juga
ke ke bawah, ke sekeliling, dan ke mana pun, dan kepada semua seperti
juga kepada dirinya sendiri, dia berdiam dengan melingkupi dunia yang
sepenuhnya terliputi oleh pikiran dipenuhi cinta-kasih, yang melimpah,
tak-terhingga, tak-terukur, tanpa rasa permusuhan dan tanpa niat-buruk.
Inilah jalan menuju ke kelompok Brahma.
33-35. “Sekali lagi, Dhananjani, seorang bhikkhu berdiam dengan
melingkupi satu penjuru dengan pikiran yang dipenuhi kasih sayang …
dengan pikiran yang dipenuhi kegembiraan yang bersimpati … dengan
pikiran yang dipenuhi ketenangan- seimbangan, demikian juga penjuru yang
kedua, demikian penjuru yang ketiga, demikian juga penjuru yang
keempat, demikian juga ke atas, ke bawah, ke sekeliling, dan ke mana
pun, dan kepada semua seperti juga kepada dirinya sendiri, dia berdiam
dengan melingkupi dunia yang sepenuhnya terliputi oleh pikiran yang
dipenuhi cinta-kasih, yang melimpah, terhingga, tak-terukur, tanpa rasa
permusuhan dan tanpa niat-buruk. Inilah jalan menuju ke kelompok
Brahma.”
36. “Kalaudemikian,Guru Sariputta,berilah hormat atas nama saya
dengan kepalamu di kaki Yang Terberkahi, dan katakan: “Guru yang Mulia,
brahmana Dhananjani terkena penyakit, menderita, sakit keras; dia
memberi hormat dengan kepalanya di kaki Yang Terberkahi.”‘
Kemudian Y M. Sariputta, setelah memantapkan brahmana Dhananjani di
dalam alam-Brahma rendah, bangkit dari tempat duduknya dan pergi padahal
masih ada hal lain yang harus dilakukan .898 Segera setelah Y M.
Sariputta pergi, brahmana Dhananjani meninggal dan muncul kembali di
alam-Brahma.
37. Pada saat itu, Yang Terberkahi berkata kepada para bhikkhu
demikian: “Para bhikkhu, Sariputa -setelah memantapkan brahmana
Dhananjani di dalam alam-Brahma rendah- bangkit dari tempat duduknya dan
pergi padahal masih ada hal lain yang harus dilakukan.”
38. Kemudian Y M. Sariputta menghadap Yang Terberkahi, dan setelah
memberi hormat ~ kepada Beliau, duduk di satu sisi dan berkata: Bhante,
brahmana Dhananjani terkena penyakit, menderita, sakit keras; dia
memberi hormat dengan kepalanya di kaki Yang Terberkahi.”
“Sariputta, setelah memantapkan Brahmana Dhananjani [196] di
kedalaman alam-Brahma, mengapa engkau bangkit dari duduk dan pergi
padahal masih ada hal lain yang harus dilakukan?”
“Bhante, saya tadi berpikir demikian: ‘Para brahmana ini sangat
berbakti pada alam-Brahma. Sebaiknya aku menunjukkan brahmana Dhananjani
jalan menuju kelompok Brahma.’”
“Sariputta, brahmana Dhananjani telah meninggal dan telah muncul kembali di alam-Brahma.”898
Catatan
198 Sati uttarakaraniye. Y. M. Sariputta telah pergi tanpa memberinya
suatu ajaran yang sebenarnya mampu membuatnya tiba pada jalan
di-atas-duniawi dan menjadi mantap dalam tujuan pencerahan. Dibandingkan
dengan pencerahan, kelahiran kembali di alam-Brahma dijelaskan sebagai
“rendah” (hina).
199 Ucapan ini memiliki kekuatan teguran yang halus. Sang Buddha
pastilah melihat bahwa Dhananjani sebenarnya memiliki potensi untuk
mencapai jalan di-atas-duniawi, karena di tempat lain (misalnya MN
99.24-27) Beliau sendiri pun hanya mengajarkan jalan menuju alam-Brahma
bila pendengarnya tidak memiliki kemampuan itu.