Kamis, 01 Maret 2012

Ekaka Nipata

BAB SATU

Kelompok Satu
1. Tidak Ada Bentuk Lain
Demikian telah saya dengar. Pada suatu ketika Sang Bhagava berdiam di Savatthi, di Hutan Jeta, vihara Anathapindika.1 Di sana Sang Bhagava berkata kepada para bhikkhu demikian: “Para bhikkhu!”
“Bhante!” jawab para bhikkhu itu. Sang Buddha berkata demikian:
“Tak ada bentuk lain yang kuketahui, O para bhikkhu, yang sedemikian terus menerus mengobsesi pikiran seorang pria seperti bentuk seorang wanita. Bentuk seorang wanita terus menerus mengobsesi pikiran seorang pria.
“Tak ada suara yang kuketahui, yang sedemikian terus menerus mengobsesi pikiran seorang pria seperti suara seorang wanita … Tidak ada bau lain yang kuketahui… Tidak ada cita rasa lain yang kuketahui2… Tidak ada sentuhan lain yang kuketahui, yang sedemikian terus menerus mengobsesi pikiran seorang pria seperti sentuhan seorang wanita. Sentuhan seorang wanita terus menerus mengobsesi pikiran seorang pria.
“Tak ada bentuk lain yang kuketahui, O para bhikkhu, yang sedemikian terus menerus mengobsesi pikiran wanita seperti bentuk seorang pria. Bentuk seorang pria terus menerus mengobsesi pikiran seorang wanita.
“Tak ada suara lain yang kuketahui, yang sedemikian terus menerus mengobsesi pikiran seorang wanita seperti suara seorang pria… Tidak ada bau lain yang kuketahui… Tidak ada cita rasa lain yang kuketahui… Tidak ada sentuhan lain yang kuketahui, yang sedemikian terus menerus mengobsesi pikiran seorang wanita seperti sentuhan seorang pria. Sentuhan seorang pria terus menerus mengobsesi pikiran seorang wanita.”
(I, i, 1-10)
2. Meninggalkan Penghalang-penghalang
Tak ada hal lain yang kuketahui, O para bhikkhu, yang oleh karena hal itu maka nafsu-nafsu indera yang tadinya belum muncul kemudian muncul dan nafsu-nafsu yang telah muncul kemudian meningkat dan menjadi kuat sedemikian besar seperti yang disebabkan oleh hal ini: suatu objek yang indah.3 Bagi orang yang secara tidak benar memperhatikan suatu objek yang indah, nafsu indera yang tadinya belum muncul akan muncul dan nafsu indera yang telah muncul akan meningkat dan menjadi kuat.4
Tak ada hal lain yang kuketahui, O para bhikkhu, yang oleh karena hal itu maka niat jahat yang tadinya belum muncul kemudian muncul dan niat jahat yang telah muncul kemudian meningkat dan menjadi kuat sedemikian besar seperti yang disebabkan oleh hal ini: suatu objek yang menjijikkan. Bagi orang yang secara tidak benar memperhatikan suatu objek yang menjijikkan, niat jahat yang tadinya belum muncul akan muncul dan niat jahat yang telah muncul akan meningkat dan menjadi kuat.
Tak ada hal lain yang kuketahui, O para bhikkhu, yang oleh karena hal itu maka kemalasan serta kelambanan yang tadinya belum muncul kemudian muncul dan kemalasan serta kelambanan yang telah muncul kemudian meningkat dan bertambah kuat sedemikian besar seperti yang disebabkan oleh hal ini: lesu, lamban, peregangan tubuh yang malas-malasan, mengantuk setelah makan, kemalasan mental. Bagi orang yang pikirannya malas, kemalasan serta kelambanan yang tadinya belum muncul akan muncul dan kemalasan serta kelambanan yang telah muncul akan meningkat dan menjadi kuat.
Tidak ada hal lain yang kuketahui, O para bhikkhu, yang oleh karena hal itu maka kegelisahan serta kekhawatiran yang tadinya belum muncul kemudian muncul dan kegelisahan serta kekhawatiran yang telah muncul kemudian meningkat dan menjadi kuat sedemikian besar seperti yang disebabkan oleh hal ini: pikiran yang tidak tenang. Bagi orang yang pikirannya tidak tenang, kegelisahan serta kekhawatiran yang tadinya belum muncul akan muncul dan kegelisahan serta kekhawatiran yang telah muncul akan meningkat dan menjadi kuat.
Tak ada hal lain yang kuketahui, O para bhikkhu, yang oleh karena hal itu maka keraguan yang tadinya belum muncul kemudian muncul dan keraguan yang telah muncul kemudian meningkat dan bertambah kuat sedemikian besar seperti yang disebabkan oleh hal ini: perhatian yang tidak benar.5 Bagi orang yang secara tidak benar memperhatikan segala sesuatu, keraguan yang tadinya belum muncul akan muncul dan keraguan yang telah muncul akan meningkat dan menjadi kuat.
Tak ada hal lain yang kuketahui, O para bhikkhu, yang oleh karena hal itu maka nafsu indera yang tadinya belum muncul tidak akan muncul dan nafsu indera yang telah muncul kemudian ditinggalkan sedemikian besar seperti yang disebabkan oleh hal ini: suatu objek yang menjijikkan.6 Bagi orang yang dengan benar memperhatikan objek yang menjijikkan, maka nafsu indera yang tadinya belum muncul tidak akan muncul dan nafsu indera yang telah muncul akan ditinggalkan.
Tak ada hal lain yang kuketahui, O para bhikkhu, yang oleh karena hal itu maka niat jahat yang tadinya belum muncul tidak akan muncul dan niat jahat yang telah muncul kemudian ditinggalkan sedemikian besar seperti yang disebabkan oleh hal ini: pembebasan hati karena cinta kasih.7 Bagi orang yang dengan benar memperhatikan pembebasan hati lewat cinta kasih, niat jahat yang tadinya belum muncul tidak akan muncul dan niat jahat yang telah muncul akan ditinggalkan.
Tak ada hal lain yang kuketahui, O para bhikkhu, yang oleh karena hal itu maka kemalasan serta kelambanan yang tadinya belum muncul tidak akan muncul dan kemalasan serta kelambanan yang telah muncul kemudian ditinggalkan sedemikian besar seperti yang disebabkan oleh hal ini: elemen kebangkitan, elemen ketekunan, elemen usaha yang kuat.8 Bagi orang yang telah membangkitkan energi, kemalasan serta kelambanan yang tadinya belum muncul tidak akan muncul dan kelambanan serta kemalasan yang telah muncul akan ditinggalkan.
Tak ada hal lain yang kuketahui, O para bhikkhu, yang oleh karena hal itu maka kegelisahan serta kekhawatiran yang tadinya belum muncul tidak akan muncul dan kegelisahan serta kekhawatiran yang telah muncul kemudian ditinggalkan sedemikian besar seperti yang disebabkan oleh hal ini: pikiran yang sudah tenang.9 Bagi orang yang pikirannya sudah tenang, kegelisahan serta kekhawatiran yang tadinya belum muncul tidak akan muncul dan kegelisahan serta kekhawatiran yang telah muncul akan ditinggalkan.
Tak ada hal lain yang kuketahui, O para bhikkhu, yang oleh karena hal itu maka keraguan yang tadinya belum muncul tidak akan muncul dan keraguan yang telah muncul kemudian ditinggalkan sedemikian besar seperti yang disebabkan oleh hal ini: perhatian yang benar.10 Bagi orang yang dengan benar memperhatikan segala sesuatu, keraguan yang belum muncul tidak akan muncul dan keraguan yang telah muncul akan ditinggalkan.
(I, ii, 1-10; pilihan)
3. Pikiran – I
Tak ada hal lain yang kuketahui, O para bhikkhu, yang sangat sulit dikendalikan seperti pikiran yang tidak berkembang.11 Pikiran yang belum berkembang sungguh sangat sulit dikendalikan.
Tak ada hal lain yang kuketahui, O para bhikkhu, yang sangat mudah dikendalikan seperti pikiran yang telah berkembang. Pikiran yang telah berkembang sungguh mudah dikendalikan.
Tak ada hal lain yang kuketahui, O para bhikkhu, yang membawa sangat banyak penderitaan seperti pikiran yang tidak berkembang dan tidak dilatih. Pikiran yang tidak berkembang dan tidak dilatih sungguh membawa penderitaan.
Tidak ada hal lain yang kuketahui, O para bhikkhu, yang membawa sangat banyak kebahagiaan seperti pikiran yang telah berkembang dan dilatih. Pikiran yang telah berkembang dan dilatih sungguh membawa kebahagiaan.
(I, iii, 1-10; pilihan)
Tak ada hal lain yang kuketahui, O para bhikkhu, yang membawa sangat banyak kerugian seperti pikiran yang tidak dijinakkan, tidak terjaga, tidak terlindungi dan tidak terkendali. Pikiran semacam itu sungguh membawa banyak kerugian.
Tidak ada hal lain yang kuketahui, O para bhikkhu yang membawa sangat banyak manfaat seperti pikiran yang telah dijinakkan, terjaga, terlindungi dan terkendalii. Pikiran semacam itu sungguh membawa manfaat besar.
(I, iv, 1-10, pilihan)
4. Pikiran – II
Tak ada hal lain yang kuketahui, O para bhikkhu, yang berubah sangat cepat seperti pikiran. Tidaklah mudah memberikan perumpamaan betapa cepatnya pikiran berubah.12
Pikiran ini, O para bhikkhu, sebenamya bersinar, tetapi ia dikotori oleh kekotoran-kekotoran batin yang datang secara tak terduga.13 Manusia duniawi yang belum belajar tidak memahami hal ini sebagaimana adanya; sehingga baginya tidak ada perkembangan mental.
Pikiran ini, O para bhikkhu, bersinar, dan ia terbebas dari kekotoran-kekotoran batin yang datang secara tak terduga. Para siswa agung yang telah belajar memahami hal ini sebagaimana adanya; sehingga baginya ada perkembangan mental.
(I, vi, 1-2)
5. Cinta Kasih
Para bhikkhu, seandainya saja hanya selama sejentikan jari seorang bhikkhu memancarkan buah pikir cinta kasih, mengembangkannya, memberikan perhatian kepadanya, maka orang seperti itu benar-benar dapat disebut seorang bhikkhu. Tak sia-sialah dia bermeditasi. Dia bertindak sesuai dengan ajaran Sang Guru, dia mengikuti nasihat Sang Guru, makan makanan yang sepantasnya dia peroleh dari mengumpulkan dana makanan.14 Betapa lebih besarnya cinta kasih itu jika dia mengembangkannya!
(I, vi, 3-5)
6. Pikiran adalah Pendahulu
Para bhikkhu, keadaan-keadaan apapun yang tidak baik, yang merupakan bagian dari yang tidak baik, berhubungan dengan yang tidak baik – semua ini didahului oleh pikiran.15 Pikiran muncul sebagai yang pertama dari semua itu, yang diikuti oleh keadaan-keadaan yang tidak baik.
Para bhikkhu, keadaan-keadaan apapun yang baik, yang merupakan bagian dari apa yang baik, berhubungan dengan yang baik semua ini didahului oleh pikiran. Pikiran muncul sebagai yang pertama dari semua itu, yang diikuti oleh keadaan-keadaan yang baik.
Tak ada hal lain yang kuketahui, O para bhikkhu, yang sangat bertanggung jawab menyebabkan keadaan-keadaan tidak baik yang tadinya belum muncul kemudian muncul dan keadaan-keadaan baik yang telah muncul kemudian memudar seperti halnya kelalaian.16 Di dalam diri orang yang lalai, keadaan-keadaan tidak baik yang tadinya belum muncul akan muncul dan keadaan-keadaan baik yang telah muncul akan memudar.
Tak ada hal lain yang kuketahui, O para bhikkhu, yang sangat bertanggung jawab menyebabkan keadaan-keadaan baik yang tadinya belum muncul kemudian muncul dan keadaan tidak baik yang telah muncul kemudian memudar seperti halnya ketekunan. Di dalam diri orang yang tekun, keadaan-keadaan baik yang tadinya belum muncul akan muncul dan keadaan tidak baik yang telah muncul akan memudar.
(I, vi, 6-9)
7. Pencapaian Tertinggi
Tak banyak artinya, O para bhikkhu, hilangnya sanak keluarga, kekayaan, dan kemasyhuran; hilangnya kebijaksanaan adalah kehilangan terbesar.
Tak banyak artinya, O para bhikkhu, bertambahnya sanak keluarga, kekayaan, dan kemasyhuran; meningkatnya kebijaksanaan adalah pencapaian tertinggi:
Oleh karena itu, O para bhikkhu, kalian harus melatih diri demikian: “Kami akan berkembang dalam peningkatan kebijaksanaan.” Demikianlah, O para bhikkhu, kalian harus melatih diri.
(I, viii, 6-10)
8. Satu Orang
Para bhikkhu, ada satu orang yang kemunculannya di dunia ini adalah demi kesejahteraan semua makhluk, demi kebahagiaan amat banyak makhluk, yang datang karena kasih sayang kepada dunia, untuk kebaikan, kesejahteraan serta kebahagiaan pada dewa dan manusia. Siapakah satu orang itu? Beliau adalah Sang Tathagata, Sang Arahat, Yang Telah Sepenuhnya Tercerahkan. Inilah satu orang itu.17
Para bhikkhu, ada satu orang yang unik, yang muncul di dunia ini, tanpa teman, tanpa pasangan, tidak dapat dibandingkan, tidak dapat disamakan, tidak dapat disetarakan, tidak tertandingi, yang terbaik di antara manusia. Siapakah satu orang itu? Beliau adalah Sang Tathagata, Sang Arahat, Yang Telah Sepenuhnya Tercerahkan. Inilah satu orang itu.
Para bhikkhu, manifestasi satu orang merupakan manifestasi visi yang besar, sinar yang agung, kecemerlangan yang luar biasa; manifestasi ini merupakan manifestasi enam hal yang tiada bandingnya; realisasi empat pengetahuan analitis; penembusan berbagai elemen, beragam elemen; manifestasi ini merupakan realisasi buah dari pengetahuan dan pembebasan; realisasi dari buah-buah pemasuk-arus, yang-kembali-sekali-lagi, yang-tidak-kembali-lagi, dan arahat.18 Siapakah satu orang itu? Beliau adalah Sang Tathagata, Arahat, Yang Telah Sepenuhnya Tercerahkan. Inilah satu orang itu
(I, xiii; 1, 5, 6)
9. Tidak Mungkin
Adalah tidak mungkin dan tidak bisa, O para bhikkhu, bagi seseorang yang memiliki pandangan benar untuk menganggap bentukan apapun sebagai kekal.19 Namun mungkin saja seorang manusia biasa yang tidak belajar akan menganggap suatu bentukan sebagai kekal.
Adalah tidak mungkin dan tidak bisa, O para bhikkhu, bagi seseorang yang memiliki pandangan benar untuk menganggap bentukan apapun sebagai sumber kebahagiaan. Namun mungkin saja seorang manusia biasa yang tidak belajar akan menganggap suatu bentukan sebagai sumber kebahagiaan.
Adalah tidak mungkin dan tidak bisa, O para bhikkhu, bagi seseorang yang memiliki pandangan benar untuk mengganggap apapun sebagai diri.20 Tetapi mungkin saja seorang manusia biasa yang tidak belajar akan menganggap sesuatu sebagai diri.
(I, xv, 1-3)
10. Hanya Sedikit Makhluk-makhluk Itu
Para bhikkhu, sama halnya seperti di Jambudipa ini hanya sedikit jumlah taman, hutan kecil, pemandangan alam, kolam teratai yang menyenangkan hati, sementara banyak bukit dan lereng yang curam, sungai yang tak dapat diseberangi dan gunung terjal yang tertutup semak dan duri, demikian juga hanya sedikit jumlah makhluk-makhluk yang terlahir lagi di antara manusia, sementara banyak jumlah mereka yang terlahir lagi di alam lain.21 Hanya sedikit jumlah mereka yang memiliki mata kebijaksanaan yang agung, sementara banyak yang bingung dan terbenam di dalam ketidaktahuan. Hanya sedikit jumlah mereka yang dapat melihat Tathagata, mendengarkan Dhamma dan Disiplin Beliau, sementara banyak jumlah mereka yang gagal memperoleh kesempatan ini. Hanya sedikit jumlah mereka yang memahami arti Dhamma dan berlatih sesuai Dhamma, sementara banyak yang gagal melakukannya. Hanya sedikit jumlah mereka yang tergugah oleh hal-hal yang memang menggugah, sementara banyak yang tidak tergugah demikian. Hanya sedikit jumlah mereka yang berusaha dengan benar sementara banyak yang berusaha dengan tidak benar. Hanya sedikit jumlah mereka yang memperoleh konsentrasi yang mengambil pelepasan sebagai objeknya, sementara banyak yang gagal memperoleh konsentrasi semacam itu.22 Hanya sedikit jumlah mereka yang memperoleh cita rasa makanan yang lezat, sementara banyak yang tidak memperoleh makanan semacam itu melainkan harus makan sisa-sisa di dalam mangkuk. Hanya sedikit jumlah mereka yang memperoleh cita rasa tujuan, cita rasa Dhamma, cita rasa pembebasan, sementara banyak yang tidak memperoleh cita rasa semacam itu. Oleh karena itu, O para bhikkhu, kalian harus melatih :diri demikian: “Kami akan memperoleh cita rasa tujuan; cita rasa Dhamma, cita rasa pembebasan.” 23 Demikianlah kalian harus melatih diri.
(I, xix, 1; pilihan)
11. Kewaspadaan yang Ditujukan pada Tubuh
Bahkan seperti orang yang pikirannya mencakupkan samudera luas akan mencakupkan juga semua sungai kecil yang masuk ke samudera; demikian pula, O para bhikkhu, siapapun yang mengembangkan dan melatih kewaspadaan yang ditujukan pada tubuh akan mencakupkan semua keadaan yang baik, yang merupakan bagian dari pengetahuan tertinggi itu.24
Satu hal, O para bhikkhu, yang jika dikembangkan dan dilatih, akan menuju pada rasa kemendesakan yang kuat, menuju pada manfaat; menuju pada keselamatan yang besar, yang bebas dari keterikatan; menuju pada kewaspadaan dan pemahaman yang jernih; pada pencapaian visi dan pengetahuan; pada kediaman yang menyenangkan langsung di dalam kehidupan ini juga; pada realisasi buah pengetahuan dan pernbebasan. Apakah satu hal itu? Itulah kewaspadaan yang ditujukan pada tubuh
Jika satu hal, O para bhikkhu, dikembangkan dan dilatih, maka tubuh ini akan menjadi tenang, pikiran akan menjadi tenang, buah buah pikir yang berkesinambungan akan menjadi diam, dan semua keadaan yang merupakan bagian dari pengetahuan tertinggi akan mencapai puncak pengembangannya. Apakah satu hal itu? Itulah kewaspadaan yang ditujukan pada tubuh
Jika satu hal, O para bhikkhu, dikembangkan dan dilatih, maka kebodohan batin akan lenyap, pengetahuan tertinggi akan muncul, kebodohan batin mengenai diri akan terlepas, kecenderungan yang mendorong akan hilang, belenggu-belenggu akan dibuang.25 Apakah satu hal itu? Itulah kewaspadaan yang ditujukan pada tubuh.
(ii)
Mereka tidak mengambil bagian dalam Tanpa-Kematian bila tidak mengambil bagian dalam kewaspadaan yang ditujukan pada tubuh. Mereka mengambil bagian dalam Tanpa-Kematian bila mengambil bagian dalam kewaspadaan yang ditujukan pada tubuh.
Tanpa-Kematian tidak ditemukan oleh mereka yang telah kehilangan kewaspadaan yang ditujukan pada tubuh. Tanpa-Kematian dapat ditemukan oleh mereka yang tidak kehilangan kewaspadaan yang ditujukan pada tubuh.
Mereka akan gagal mencapai Tanpa-Kematian bila gagal dalam kewaspadaan yang dituju kepada tubuh. Mereka memperoleh Tanpa-Kematian bila memperoleh kewaspadaan yang ditujukan pada tubuh.
Mereka mengabaikan pencarian Tanpa-Kematian bila mengabaikan kewaspadaan yang ditujukan pada tubuh. Mereka tidak mengabaikan pencarian Tanpa-Kematian bila tidak mengabaikan kewaspadaan yang ditujukan pada tubuh.
Mereka melupakan Tanpa-Kematian bila melupakan kewaspadaan yang ditujukan pada tubuh. Mereka tidak melupakan Tanpa-Kematian bila tidak melupakan kewaspadaan yang ditujukan pada tubuh.
Mereka tidak berkembang dalam pencarian Tanpa-Kematian bila tidak mengembangkan kewaspadaan yang ditujukan pada tubuh. Mereka berkembang dalam pencarian Tanpa-Kematian bila berkembang dalam kewaspadaan yang ditujukan pada tubuh.
Mereka belum memahami Tanpa-Kematian bila belum memahami kewaspadaan yang ditujukan pada tubuh. Mereka telah memahami Tanpa-Kematian bila telah memahami kewaspadaan yang ditujukan pada tubuh.
Mereka belum merealisasikan Tanpa-Kematian bila belum merealisasikan kewaspadaan yang ditujukan pada tubuh. Mereka telah merealisasikan Tanpa-Kematian bila telah merealisasikan kewaspadaan yang ditujukan pada tubuh.
(I, xxi; pilihan)
Catatan
1 Ini adalah vihara yang dibangun oleh perumah tangga kaya, Anathapindika, penopang awam utama Sang Buddha, di suatu hutan yang dibelinya dari Pangeran Jeta. Vihara itu menjadi tempat tinggal utama Sang Buddha. Di sana Beliau melewatkan banyak masa vassa dan menyampaikan banyak khotbah.
2 AA memberikan, sebagai contoh, rasa bibir dan air liur ketika berciuman, dan cita rasa makanan yang disiapkan dan dipersembahkan oleh seorang wanita.
3 Lima kekotoran batin yang harus dibahas di sini adalah lima rintangan; lihat Pendahuluan, hal. 47, dan Teks 111; untuk pilihan teks-teks yang lebih rinci, lihat Nyanaponika (1961). Suatu objek yang indah (subhanimitta, atau “tanda keindahan”) merupakan suatu objek indera yang menggoda secara sensual – terutama objek yang membangkitkan nafsu seksual. Teks ini dijelaskan oleh Teks 37 di bawah.
4 AA mengutip definisi perhatian yang tidak benar (ayoniso manasikara) dari Abhidhamma (Vibh 373, §936): “Di situ, apakah ‘perhatian yang tidak benar’ itu? Ada perhatian yang tidak benar demikian, ‘Di dalam yang tidak kekal ada kekekalan’… ‘Di dalam rasa sakit ada kesenangan’… ‘Di dalam apa yang tanpa diri ada suatu diri’… ‘Di dalam hal yang menjijikkan ada keindahan’; atau, pembelokan pikiran, pembelokan yang diulang-ulang, kognisi yang diulang-ulang, penyimakan yang diulang-ulang, perhatian yang berulang-ulang pada apa yang berlawanan dengan kebenaran. Inilah yang disebut perhatian tidak benar” (terjemahan mengikuti Ashin Thittila, dengan sedikit perubahan). Walaupun perhatian yang tidak benar disebutkan persis di bawahnya sebagai penyebab utama untuk keraguan, di tempat lain ini dikatakan menyebabkan munculnya seluruh lima rintangan. Lihat SN 46:2, 46:51.
5 Di dalam Teks 37, perhatian yang tidak benar dikutip sebagai penyebab penentu untuk kebodohan batin, di mana keraguan merupakan suatu manifestasinya.
6 Objek yang menjijikkan (asubhanimitta) merupakan tema untuk meditasi yang menguak sifat tubuh yang secara hakiki sebenarnya tidak menarik. Kitab-kitab komentar menyebutkan sepuluh jenis mayat, dalam tahap-tahap kelapukan yang berbeda (lihat Vism Bab VI). Tetapi di dalam Nikaya-nikaya, objek utama dari meditasi mengenai sifat yang menjijikkan adalah 31 bagian tubuh (ditingkatkan menjadi 32 di dalam literatur belakangan, dengan otak sebagai tambahannya). Lihat perlakuan “persepsi sifat menjijikkan” dalam Teks 142 dan 196. Agar benar-benar efektif sebagai penangkal melawan nafsu, AA berpendapat perenungan sifat menjijikkan harus dikembangkan sampai tingkat jhana pertama.
7 Mettacetovomutti. Cinta kasih (metta) adalah keinginan untuk kesejahteraan dan kebahagiaan semua makhluk hidup. Ini disebut “pembebasan pikiran” jika dikembangkan sampai tingkat jhana, karena faktor ini secara efektif membebaskan pikiran dari keadaan-keadaan menekan, seperti misalnya niat jahat, kemarahan dan kebencian.
8 Ini merupakan tiga tahap dalam pengembangan energi/semangat (viriya). Elemen pembangkitan (arambhadhatu) merupakan kebangkitan semangat yang pertama; elemen ketekunan (nikkamadhatu) merupakan tahap lanjutan, di mana semangat sudah menanggulangi kemalasan; dan elemen pemaksaan (parakkamadhatu) merupakan tahap yang lebih maju, di mana semangat itu menjadi tak terkalahkan.
9 AA menjelaskan ini sebagai suatu pikiran yang dijinakkan lewat jhana atau lewat pandangan terang.
10 Perhatian yang benar (yoniso manasikara) merupakan perhatian terhadap yang tidak kekal sebagai yang tidak kekal, apa yang merupakan penderitaan sebagai penderitaan, yang tanpa-diri sebagai tanpa-diri, dan yang menjijikkan sebagai yang menjijikkan. Dalam Teks 37 hal itu disebutkan sebagai penyebab utama untuk tidak munculnya kebodohan batin yang belum muncul dan untuk lenyapnya kebodohan batin yang telah muncul.
11 Tidak berkembang (abhavitam). AA: pikiran yang tidak tumbuh, tidak maju dalam perkembangan mental (bhavana).
12 AA menjelaskan hal ini dengan pengertian bahwa pikiran (yaitu momen kesadaran) muncul dan lenyap dengan sangat cepat. Tetapi ungkapan yang sama digunakan di tempat lain dalam kitab suci, dengan konteks yang menyiratkan bahwa artinya adalah kerapuhan pikiran yang cepat berubah dalam hal niat dan kesukaan. Lihat misalnya Vin I 150, di mana Sang Buddha mengizinkan seorang bhikkhu untuk menghentikan masa vassanya sebelum waktunya ketika dia sedang digoda oleh seorang wanita yang menggiurkan “karena pikiran dikatakan cepat berubah”.
13 Bersinar (pabhassaram). AA menyatakan bahwa di sini “pikiran” (citta) mengacu pada bhavanga-citta, “penerus-kehidupan” atau arus kesadaran yang mendasari, yang menyela bilamana kesadaran aktif menjadi kendur, dan hal ini paling nyata terlihat pada tidur yang lelap. Kekotoran batin yang datang begitu saja adalah keserakahan, kebencian dan kebodohan batin, yang muncul pada tahap proses kognitif. Di dalam literatur Buddhis belakangan, hal ini disebut javana, “dorongan kuat”. AA mengatakan bahwa kekotoran-kekotoran batin tidak muncul secara bersamaan dengan bhavanga, tetapi mereka “datang” kemudian, pada fase javana. Fakta bahwa ungkapan ‘pikiran yang bersinar ini’ tidak menunjukkan “esensi-pikiran yang murni dan abadi” apapun- tampak jelas dari teks sebelumnya. Di situ pikiran dikatakan amat cepat dan amat sementara. “Manusia biasa yang tidak belajar” (assutava puthujjana) adalah orang yang tidak memiliki pengetahuan Dhamma yang memadai dan tidak cukup berlatih di dalam praktek Dhamma.
14 Karena para bhikkhu dan bhikkhuni bergantung atas kedermawanan perumah tangga sebagai penopang, mereka harus membuat diri mereka pantas menerima persembahan dengan cara mengerahkan usaha untuk pengembangan pikiran. AA membedakan empat kemungkinan bagi cara para bhikkhu memanfaatkan persembahan yang mereka terima: (i) seorang bhikkhu yang tidak bermoral akan menggunakannya seperti seorang pencuri; (ii) seorang manusia biasa yang luhur namun tanpa perenungan akan menggunakannya seperti seorang yang berhutang; (iii) seorang yang berlatih (yang berada pada tiga tahap kesucian yang lebih rendah) menggunakannya sebagai warisan; (iv) arahat menggunakannya sebagai pemilik yang pantas.
15 Manopubbangama. Fase ini muncul di Dhp 1, 2. Keadaan-keadaan yang tidak bajik (akusala-dhamma) merupakan keadaan-keadaan mental yang terlahir dari keserakahan, kebencian, dan kebodohan batin. Keadaan-keadaan yang bajik (kusala-dhamma) yang disebutkan persis di bawahnya merupakan keadaan-keadaan mental yang muncul dari tanpa-keserakahan, tanpa-kebencian, dan tanpa-kebodohan-batin. Pikiran (mano) di sini mengacu kepada niat. Memang pikiran tidak sungguh-sungguh mendahului keadaan-keadaan yang bajik dan tidak bajik dalam pengertian waktu. Namun pikiran itu dikatakan muncul terlebih dahulu, karena kehendak atau niatlah yang menentukan kualitas etis dari tindakan-tindakan yang muncul dari pikiran.
16 Pamada adalah kekenduran moral, keteledoran, kurangnya keteguhan dan ketekunan dalam mengejar pemurnian diri. Sering dijelaskan sebagai kurangnya kewaspadaan dan energi dalam mengembangkan sifat-sifat yang bajik. Untuk definisi formalnya, lihat Vibh 350 (§846). Lawannya adalah appamada, ketekunan, kehati-hatian atau ketulusan, kadang kadang didefinisikan sebagai keteguhan kewaspadaan. Untuk perbedaan keduanya, lihat Dhp 21-32, dan untuk pujian terhadap ketekunan, lihat Teks 186.
17 Tathagata adalah nama atau ungkapan yang digunakan Sang Buddha ketika berbicara mengenai diriNya sendiri. Kitab-kitab komentar menawarkan sejumlah penjelasan, yaitu “orang yang telah datang demikian.” (tatha agata), yakni melalui jalan praktek yang sama dengan yang dilalui para Buddha di masa lalu; “orang yang telah pergi demikian” (tatha gata), yaitu pergi menuju pencerahan spiritual pada jalan yang sama dengan yang dilalui semua Yang Tercerahkan, dll. Lihat Teks 54 dan Bhikkhu Bodhi (1978), Bagian V.
18 Mengenai enam hal yang tidak terlampaui (anuttariya) lihat Teks 120. Empat pengetahuan analitis (patisambhida) merupakan empat jenis pengetahuan khusus mengenai arti, doktrin dan rumusan bahasa Dhamma, dan cara untuk menggunakan pengetahuan ini dalam membabarkan Dhamma kepada yang lain. Elemen (dhatu) yang dimaksud di sini khususnya adalah delapan belas elemen (enam kemampuan indera, enam objek indera, dan enam jenis kesadaran yang berhubungan). Untuk kelompok-kelompok elemen lain, lihat MN 115, MN 140 dan SN Bab 14. Empat buah sotapanna, dll. merupakan empat tahap kesucian. Untuk hal ini lihat Pendahuluan, hal. 38.
19 Orang yang memiliki pandangan benar (ditthi-sampanna) adalah seorang pemasuk-arus atau orang pada tahap kesucian yang lebih tinggi. Sankhara – bentukan – mencakup segala sesuatu yang dihasilkan oleh kondisi.
20 Di bacaan ini sankhara digantikan oleh dhamma, yang mencakup semua gejala apapun, tak peduli apakah terkondisi atau tidak terkondisi. Istilah ini umumnya dianggap dapat diterapkan untuk elemen yang tidak berkondisi (asankhata-dhatu), Nibbana. Jadi, walaupun Nibbana, sebagai yang tidak dapat hancur dan merupakan kebahagiaan tertinggi, bukanlah tidak permanen atau penderitaan, namun tidak bisa diidentifikasikan sebagai suatu diri. Lihat Dhp 277-79.
21 Jambudipa: nama Pali untuk sub-benua India. AN I, xix, 2 menyatakan, dalam acuannya pada lima alam kelahiran kembali, bahwa mereka yang terlahir lagi sebagai dewa atau manusia adalah sedikit, sementara mereka yang terlahir di alam neraka, alam binatang dan lingkup setan adalah banyak jumlahnya.
22 Vavassaggarammanam karitva labhanti samadhim. AA menjelaskan “melepas” di sini sebagai Nibbana, dan mengidentifikasikan samadhi ini sebagai konsentrasi jalan dan buah supra-duniawi.
23 AA: “cita rasa tujuan” (attharasa) merupakan empat buah petapaan; “cita rasa Dhamma” (dhammarasa) adalah empat jalan; “cita rasa pembebasan” (vimuttirasa) adalah Tanpa-Kematian, Nibbana.
24 “Kewaspadaan yang ditujukan pada tubuh” (kayagata-sati) terdiri dari seluruh empat belas latihan yang dijelaskan di bacaan tentang perenungan tubuh di Kayagata-sati Sutta (MN 119) dan Satipatthana Sutta (DN 22, MN 10): kewaspadaan akan nafas, perhatian pada postur tubuh, pemahaman jernih mengenai aktivitas, perenungan tentang sifat menjijikkan (dari 31 bagian tubuh), analisa ke dalam empat elemen, dan sembilan perenungan kuburan (mengenai mayat-mayat yang membusuk). Penekanan besar yang diberikan pada perenungan mengenai tubuh itu berasal dari fakta bahwa pemahaman meditatif mengenai sifat tidak kekal, menyakitkan dan tanpa-diri dari proses tubuh membentuk landasan yang tidak dapat digantikan bagi pemahaman proses mental yang berhubungan; dan hanya pemahaman tentang dua hal inilah yang akan membawa pada pandangan terang yang membebaskan dan pada jalan mulia itu.
25 Mengenai sepuluh belenggu, lihat Bab III, nomor 65-67. Kecenderungan-kecenderungan yang mendasarinya (anusaya) adalah tujuh kekotoran mental yang tergores dalam di pikiran melalui kebiasaan-kebiasaan lampau: nafsu sensual, kebencian, kesombongan, pandangan, keraguan, kemelekatan terhadap dumadi dan kebodohan batin. Pandangan-pandangan dan keraguan dihilangkan pada tahap Pemasuk-Arus; nafsu indera dan kebencian, pada tingkat Yang-Tak-Kembali-Lagi; kesombongan, kemelekatan untuk dumadi dan kebodohan batin, baru pada tingkat Arahat.