Kamis, 01 Maret 2012

KAYAGATASATI SUTTA

1. Demikian telah saya dengar:
Pada suatu ketika Sang Bhagava sedang berdiam di Jetavana, Anathapindikarama, kota Savatthi.
2. Ketika itu beberapa bhikkhu sedang duduk di upatthana sala, tempat mereka bertemu setelah berkeliling pindapatta dan makan. Ketika itu di antara mereka terlontar ucapan: “Teman, sangat menakjubkan dan mengagumkan, betapa perhatian seksama tentang jasmani telah dikatakan oleh Sang Bhagava yang tahu dan melihat, Arahat Samma Sambuddha, apabila dikembangkan dan sering dipraktikkan akan menghasilkan pahala dan manfaat besar.”
Pada waktu sore pembicaraan mereka terhenti karena Sang Bhagava telah selesai bermeditasi, memasuki sala dan duduk di tempat yang telah disediakan. Setelah duduk, Beliau berkata: “Para bhikkhu, apakah yang menjadi pokok pembicaraan kalian di sini? Apakah pembicaraan yang baru terhenti tadi?”
“Bhante, ketika kami sedang duduk di upatthana sala ini, tempat kami bertemu setelah berkeliling pindapatta dan makan, di antara kami terlontar ucapan: ‘Avuso, sangat menakjubkan dan mengagumkan, telah dikatakan oleh Sang Bhagava, yang tahu dan melihat, Arahat Samma Sambuddha, betapa perhatian seksama pada jasmani apabila dikembangkan dan sering dipraktikkan akan menghasilkan pahala dan manfaat besar.’ Inilah pembicaraan kami yang terhenti ketika Sang Bhagava tiba.”
3. “Para bhikkhu, bagaimana perhatian seksama pada jasmani dikembangkan dan sering dipraktikkan akan menghasilkan pahala dan manfaat besar?
Para bhikkhu, begini, setelah seorang bhikkhu pergi ke hutan, ke bawah sebuah pohon atau ke sebuah gubuk kosong dan duduk di sana; setelah duduk bersila dengan posisi tubuh tegak, ia memusatkan perhatiannya dan dengan penuh perhatian ia menarik napas dan mengeluarkan napas.
Ketika menarik napas panjang, ia mengerti: ‘Saya bernapas panjang’; Ketika mengeluarkan napas panjang ia mengerti: ‘Saya mengeluarkan napas panjang’. Ketika menarik napas pendek ia mengerti: ‘Saya menarik napas pendek’. Ketika mengeluarkan napas pendek ia mengerti: ‘Saya mengeluarkan napas pendek’. Ia melatih diri sebagai berikut: ‘Saya akan menarik napas sambil menyelami jasmani secara keseluruhan’. Ia melatih diri sebagai berikut: ‘Saya akan mengeluarkan napas sambil menyelami jasmani secara keseluruhan’. Ia melatih diri sebagai berikut: ‘Saya akan menarik napas sambil menenangkan proses jasmani’. Ia melatih diri sebagai berikut: ‘Saya akan mengeluarkan napas sambil menenangkan proses jasmani.’
Bagaikan seorang kusir atau pembantunya, ketika membuat belokan panjang ia mengerti: ‘Saya membuat belokan panjang’, atau ketika membuat belokan pendek ia mengerti: ‘Saya membuat belokan pendek’, demikian juga pada saat menarik napas panjang, ia mengerti: ‘Saya menarik napas panjang’, … ia melatih diri sebagai berikut: ‘Saya akan mengeluarkan napas sambil menenangkan proses jasmani’.
4. Karena ia tekun berlatih, rajin, bersungguh-sungguh dan penuh disiplin diri maka semua ingatan dan keinginannya yang didasarkan pada kehidupan berkeluarga disingkirkan; dengan menyingkirkan hal-hal itu pikirannya menjadi terpusat pada dirinya sendiri, tenang, bersatu dan terkonsentrasi. Dengan cara seperti itu, seorang bhikkhu mengembangkan perhatian seksama pada jasmani.
5. Para bhikkhu, demikian pula ketika seorang bhikkhu berjalan ia mengerti: ‘Saya berjalan’, ketika sedang berdiri, ia mengerti: ‘Saya berdiri’, ketika sedang duduk ia mengerti: ‘Saya sedang duduk’, ketika sedang berbaring ia mengerti: ‘Saya sedang berbaring’, atau ia mengerti semua aktivitas tubuhnya.
6. Karena ia tekun berlatih, rajin …. Dengan cara seperti itu, seorang bhikkhu mengembangkan perhatian seksama pada jasmani.
7. Para bhikkhu, demikian pula bhikkhu adalah seorang yang bertindak dengan penuh kesadaran ketika bergerak kian kemari, bertindak dengan penuh kesadaran ketika melihat ke sini dan ke sana, bertindak dengan penuh kesadaran ketika mengeraskan dan melemaskan otot, bertindak dengan penuh kesadaran ketika mengenakan jubah, jubah sanghati dan membawa patta, bertindak penuh kesadaran ketika makan, minum dan menghirup, bertindak penuh kesadaran ketika sedang berjalan, berdiri, duduk, berbaring, bangun, berbicara dan berdiam diri.
8. Karena ia tekun berlatih, rajin …. Dengan cara seperti itu, seorang bhikkhu mengembangkan perhatian seksama pada jasmani.
9. Para bhikkhu, demikian pula seorang bhikkhu memperhatikan dengan seksama tubuh ini, dari telapak kaki ke atas dan dari ujung rambut ke bawah, yang penuh dengan berbagai macam kotoran, yaitu: ‘Dalam tubuh ini ada rambut kepala, bulu roma, kuku, gigi, kulit, daging, otot, tulang, sumsum tulang, ginjal, jantung, hati, sekat ronga badan, limpa, paru-paru, usus, isi perut, …, kotoran, empedu, dahak, nanah, darah, keringat, lemak, air mata, minyak (gemuk), ludah, upil, cairan persendian dan air kencing.
Bagaikan sebuah kantung yang terbuka pada kedua ujungnya yang berisi penuh dengan biji-bijian seperti beras, beras merah, kacang, kacang polong, padi-padian dan beras putih, lalu seseorang dengan mata terang membuka kantung itu dan memperhatikan dengan seksama isinya: ‘Ini adalah beras, beras merah, kacang, kacang polong, padi-padian dan beras putih’. Demikian pula bhikkhu memperhatikan dengan seksama tubuh ini dari telapak kaki ke atas dan dari ujung rambut ke bawah, yang penuh dengan berbagai macam kotoran, yaitu … dan air kencing.
10. Karena ia tekun berlatih, rajin …. Dengan cara seperti itu, seorang bhikkhu mengembangkan perhatian seksama pada jasmani.
11. Para bhikkhu, demikian pula seorang bhikkhu memperhatikan dengan seksama tubuh ini yang terdiri dari beberapa unsur, yaitu: ‘Dalam tubuh ini terdapat unsur tanah, air, api dan udara.
Bagaikan seorang tukang jagal berpengalaman atau muridnya, setelah menyembelih seekor sapi kemudian menjual daging sapi itu dalam bentuk irisan-irisan kecil di persimpangan jalan; demikian juga, seorang bhikkhu memperhatikan dengan seksama tubuh ini yang terdiri dari baberapa unsur, yaitu: ‘Dalam tubuh ini terdapat unsur tanah, air, api dan udara.’
12. Karena ia tekun berlatih, rajin …. Dengan cara seperti itu, seorang bhikkhu mengembangkan perhatian seksama pada jasmani.
13. Para bhikkhu, demikian pula seorang bhikkhu bagaikan ia sedang memperhatikan mayat-mayat yang berusia satu hari, dua hari, tiga hari yang telah membengkak, lebam dan mengeluarkan cairan, yang berada di atas tanah kuburan: ‘Demikian pula sifat dari tubuh ini, tubuh ini akan menjadi seperti itu, tubuh ini pasti jadi seperti itu.’
14. Karena ia tekun berlatih, rajin …. Dengan cara seperti itu, seorang bhikkhu mengembangkan perhatian seksama pada jasmani.
15. Para bhikkhu, demikian pula seorang bhikkhu menilai tubuh ini bagaikan ia sedang memperhatikan mayat-mayat yang sedang dimakan oleh burung-burung gagak, elang, burung nasar, anjing, serigala dan bermacam-macam kelompok cacing, yang berada di atas tanah kuburan: ‘Tubuh ini pun bersifat seperti itu, tubuh ini akan menjadi seperti itu, tubuh ini pasti jadi seperti itu.’
16. Karena ia tekun berlatih, rajin …. Dengan cara seperti itu, seorang bhikkhu mengembangkan perhatian seksama pada jasmani.
17. Para bhikkhu, demikian pula seorang bhikkhu menilai tubuh ini bagaikan ia sedang memperhatikan bagian-bagian mayat, seperti kerangka yang dilekati daging dan darah dipersatukan oleh urat-urat, yang ada di atas tanah kuburan: ‘Tubuh ini pun bersifat seperti itu,… jadi seperti itu.’
18. Karena ia tekun berlatih, rajin …. Dengan cara seperti itu, seorang bhikkhu mengembangkan perhatian seksama pada jasmani.
19. Para bhikkhu, demikian pula seorang bhikkhu menilai tubuh ini bagaikan ia sedang memperhatikan bagian-bagian mayat, seperti kerangka yang tanpa daging dan lumuran darah yang dipersatukan oleh urat-urat, yang ada di atas tanah kuburan: ‘Tubuh inipun bersifat seperti itu, … jadi seperti itu.’
20. Karena ia tekun berlatih, rajin …. Dengan cara seperti itu, seorang bhikkhu mengembangkan perhatian seksama pada jasmani.
21. Para bhikkhu, demikian pula seorang bhikkhu menilai tubuh ini bagaikan ia sedang memperhatikan bagian-bagian mayat, seperti kerangka yang tanpa daging dengan darah yang dipersatukan oleh urat-urat, yang ada di atas tanah kuburan: ‘Tubuh inipun bersifat seperti itu, … jadi seperti itu.’
22. Karena ia tekun berlatih, rajin …. Dengan cara seperti itu, seorang bhikkhu mengembangkan perhatian seksama pada jasmani.
23. Para bhikkhu, demikian pula seorang bhikkhu menilai tubuh ini bagaikan ia sedang memperhatikan bagian-bagian mayat, seperti tulang-tulang tanpa urat-urat yang berserakkan: tulang tangan di sini, di sana ada tulang kaki, tulang kering, tulang paha, tulang pinggul, tulang punggung, tulang rusuk, tulang dada, tulang tangan, tulang bahu, tulang leher, tulang iga, tulang rahang, tulang gigi, dan tengkorak, yang ada di atas tanah kuburan: ‘Tubuh ini pun bersifat seperti itu, … jadi seperti itu.’
24. Karena ia tekun berlatih, rajin …. Dengan cara seperti itu, seorang bhikkhu mengembangkan perhatian seksama pada jasmani.
25. Para bhikkhu, demikian pula seorang bhikkhu menilai tubuh ini bagaikan ia sedang memperhatikan bagian-bagian mayat, seperti tulang belulang yang telah berwarna putih, bagaikan warna kulit kerang, yang ada di atas tanah kuburan: ‘Tubuh ini pun bersifat seperti itu, … jadi seperti itu.’
26. Karena ia tekun berlatih, rajin …. Dengan cara seperti itu, seorang bhikkhu mengembangkan perhatian seksama pada jasmani.
27. Para bhikkhu, demikian pula seorang bhikkhu menilai tubuh ini bagaikan ia sedang memperhatikan bagian-bagian mayat, seperti tumpukan tulang yang telah lebih dari setahun, yang ada di atas tanah kuburan: ‘Tubuh ini pun bersifat seperti itu, … jadi seperti itu.’
28. Karena ia tekun berlatih, rajin …. Dengan cara seperti itu, seorang bhikkhu mengembangkan perhatian seksama pada jasmani.
29. Para bhikkhu, demikian pula seorang bhikkhu menilai tubuh ini bagaikan ia sedang memperhatikan bagian-bagian mayat, seperti tulang belulang yang membusuk rapuh menjadi debu, yang ada di atas tanah kuburan: ‘Tubuh ini pun bersifat seperti itu, … jadi seperti itu.’
30. Karena ia tekun berlatih, rajin …. Dengan cara seperti itu, seorang bhikkhu mengembangkan perhatian seksama pada jasmani.
31. Para bhikkhu, demikian pula seorang bhikkhu agak bebas dari nafsu indera, bebas dari hal-hal (dhamma) yang tak berguna, ia mencapai dan berada dalam Jhana I yang disertai oleh vitakka (usaha pikiran untuk menangkap obyek), vicara (obyek telah tertangkap oleh pikiran), piti (kegiuran) dan sukha (kebahagian) yang dihasilkan oleh viveka (ketenangan).
32. Ia membuat piti dan sukha yang dihasilkan oleh viveka meresapi, merendami, mengisi dan meliputi seluruh tubuhnya, sehingga tidak ada bagian tubuhnya yang tidak diliputi oleh piti dan sukha yang dihasilkan oleh viveka. Bagaikan seorang pencuci atau pembantunya penumpahkan bubuk pencuci (sabun) ke dalam sebuah baskom logam, sedikit demi sedikit memercikinya dengan air, mengaduknya sehingga air membasahi butir-butir bubuk sabun, merendamnya dan meliputi seluruh bagian luar dan dalam, tetapi bubuk itu tidak menjadi air. Demikian pula, seorang bhikkhu membuat piti dan sukha yang dihasilkan oleh viveka meresapi, meredami, mengisi dan meliputi seluruh tubuhnya, sehingga tidak ada bagian tubuhnya yang tidak diliputi oleh piti dan sukha yang dihasilkan oleh viveka.
33. Karena ia tekun berlatih, rajin …. Dengan cara seperti itu, seorang bhikkhu mengembangkan perhatian seksama pada jasmani.
34. Para bhikkhu, demikian pula seorang bhikkhu dengan menghilangkan vitakka dan vicara, ia mencapai dan berada dalam Jhana II disertai kegiuran, kebahagiaan, keyakinan yang kuat dan pikiran terpusat, tanpa vitakka dan vicara.
35. Ia membuat piti dan sukha yang dihasilkan oleh samadhi meresapi, merendami, mengisi dan meliputi seluruh tubuhnya, sehingga tidak ada bagian tubuhnya yang tidak diliputi oleh piti dan sukha yang dihasilkan oleh samadhi. Bagaikan sebuah danau bermata air di dasarnya, tanpa air mengalir masuk dari timur, barat, utara atau selatan, juga tanpa tambahan air hujan, maka air dingin dari mata air di dasar danau akan meresapi, merendami, mengisi dan memenuhi seluruh danau, sehingga tidak ada bagian danau yang tidak dipenuhi oleh air dingin. Demikian pula, seorang bhikkhu membuat piti dan sukha yang dihasilkan oleh samadhi meresapi, merendami, mengisi dan memenuhi seluruh tubuhnya, sehingga tidak ada bagian tubuh yang tidak dipenuhi oleh piti dan sukha yang dihasilkan oleh samadhi.
36. Karena ia tekun berlatih, rajin …. Dengan cara seperti ini, seorang bhikkhu mengembangkan perhatian seksama pada jasmani.
37. Para bhikkhu, demikian pula seorang bhikkhu dengan melenyapkan piti, ia diliputi upekha (keseimbangan), penuh sati (perhatian) dan sampajana (pengertian), ia menikmati sukha jasmaniah, ia mencapai dan berada dalam Jhana III, seperti yang dinyatakan oleh para ariya: Ia menikmati sukha yang disertai upekha dan sati.
38. Ia membuat sukha meresapi, merendami, mengisi dan memenuhi seluruh tubuhnya, sehingga tidak ada bagian tubuh yang tidak dipenuhi sukha. Bagaikan sebuah kolam bunga bakung air, kolam bunga teratai putih atau merah, ada beberapa bakung, teratai putih atau merah yang bertunas, bertumbuh, berkembang di bawah permukaan dan tidak muncul di permukaan air, semuanya dari ujung hingga keakar-akarnya diresapi, direndami, diisi dan dipenuhi oleh air dingin, sehingga tidak ada bunga bakung, teratai putih atau merah yang tidak dipenuhi oleh air dingin. Demikian pula, seorang bhikkhu membuat sukha meresapi, merendam, mengisi dan memenuhi seluruh tubuhnya, sehingga tidak ada bagian tubuhnya yang tidak dipenuhi sukha.
39. Karena ia tekun berlatih, rajin, … Dengan cara seperti itu, seorang bhikkhu mengembangkan perhatian seksama pada jasmani.
40. Para bhikkhu, demikian pula seorang bhikkhu dengan melenyapkan sukha (kebahagiaan) dan dukkha (penderitaan) jasmaniah, yang didahului oleh lenyapnya somanassa (kesenangan batin) dan domanassa (penderitaan batin), ia mencapai dan berada dalam Jhana IV, dengan kondisi bukan menderita maupun bukan menyenangkan, disertai sati dan upekha yang suci.
41. Ia duduk dengan pikiran terang dan suci yang meliputi seluruh tubuhnya, sehingga tidak ada bagian tubuhnya yang tidak diliputi oleh pikiran terang dan suci. Bagaikan seorang yang duduk dibungkus dengan kain putih dari kepalanya sampai ke kakinya, sehingga tidak ada bagian tubuhnya yang tidak tertutup oleh kain putih tersebut. Demikian pula, seorang bhikkhu duduk dengan pikiran yang terang dan suci meliputi seluruh tubuhnya, sehingga tidak ada bagian tubuhnya yang tidak diliputi oleh pikiran terang dan suci.
42. Karena ia tekun berlatih, rajin …. Dengan cara seperti itu, seorang bhikkhu mengembangkan perhatian seksama pada jasmani.
43. Bilamana seorang telah mengembangkan dan terus menerus mempraktikkan kayagata sati (perhatian seksama pada jasmani), berarti ia telah mensertakan kusala dhamma (dhamma baik atau berguna) dan pengetahuan benar. Bagaikan seorang yang mengarahkan pikirannya pada samudra besar yang mencakup sungai apapun yang bermuara pada samudra tersebut. Demikian pula, seorang bhikkhu yang telah mengembangkan dan terus menerus mempraktikkan kayagata sati, berarti ia telah mensertakan kusala dhamma dan pengetahuan benar.
44. Bilamana seseorang tidak mengembangkan dan tidak terus-menerus mempraktikkan kayagata sati, maka Mara mendapat kesempatan dan obyek pada orang itu.
45. Para bhikkhu, bagaimana pendapat kalian, andaikata seseorang melemparkan sebuah bola batu yang berat ke setumpuk tanah liat basah, apakah bola batu yang berat itu akan masuk ke dalam tumpukan tanah liat itu?”
“Ya, Bhante.”
“Para bhikkhu, demikian pula bilamana seseorang tidak mengembangkan dan tidak terus-menerus mempraktikkan kayagata sati, maka Mara mendapat kesempatan dan obyek pada orang itu.
46. Para bhikkhu, bagaimana pendapat kalian, andaikata ada sepotong kayu kering dan ada seseorang yang datang dengan membawa sebuah tongkat pemantik api sambil berpikir: ‘Saya akan menyalakan api, saya akan menimbulkan panas’; apakah orang itu akan dapat menyalakan api dan menimbulkan panas bila sepotong kayu kering tadi digosokkan dengan tongkat pemantik api itu?”
“Ya, Bhante.”
“Para bhikkhu, demikian pula bilamana seseorang tidak mengembangkan dan tidak terus-menerus mempraktikkan kayagata sati, maka Mara mendapat kesempatan dan obyek pada orang itu.
47. Para bhikkhu, bagaimana pendapat kalian, andaikata ada sebuah bejana kosong berdiri di atas sebuah tempat bejana dan ada orang yang datang sambil membawa air, apakah ia dapat menuangkan air ke dalam bejana itu?”
“Ya, Yang Mulia.”
“Para bhikkhu, demikian pula bilamana seseorang tidak mengembangkan dan tidak terus-menerus mempraktikkan kayagata sati, maka Mara mendapat kesempatan dan obyek pada orang itu.
48. Bilamana seseorang telah mengembangkan dan terus menerus mempraktikkan kayagata sati, maka Mara tidak mendapat kesempatan dan obyek pada orang itu.
49. Para bhikkhu, bagaimana pendapat kalian, andaikata ada orang yang melemparkan sebuah gulungan benang yang ringan pada daun pintu, yang berbuat dari kayu keras; apakah gulungan benang yang ringan itu dapat menembus daun pintu yang terbuat dari kayu keras tersebut?”
“Tidak, Bhante.”
“Para bhikkhu, demikian pula bilamana seseorang telah mengembangkan dan terus-menerus mempraktikkan kayagata sati, maka Mara tidak mendapat kesempatan dan obyek pada orang itu.
50. Para bhikkhu, bagaimana pendapat kalian, andaikata ada sepotong kayu basah dan ada orang yang datang dengan membawa sebuah tongkat pemantik api sambil berpikir: ‘Saya akan menyalakan api, saya akan menimbulkan panas’; apakah orang itu akan dapat menyalakan api dan menimbulkan panas bila sepotong kayu basah tadi digosokkan dengan tongkat pemantik api itu?”
“Tidak, Bhante.”
“Para bhikkhu, demikian pula bilamana seseorang telah mengembangkan dan terus-menerus mempraktikkan kayagata sati, maka Mara tidak mendapat kesempatan dan obyek pada orang itu.”
51. Para bhikkhu, bagaimana pendapat kalian, andaikata ada sebuah bejana yang ada di atas sebuah tempat bejana, yang berisi penuh dengan air dan meluap, sehingga burung gagak dengan mudah meminum airnya dan ada orang datang sambil membawa air; apakah dia dapat menuangkan air ke dalam bejana itu?”
“Tidak, Bhante.”
“Para bhikkhu, demikian pula bilamana seseorang telah mengembangkan dan terus-menerus mempraktikkan kayagata sati, maka Mara tidak mendapat kesempatan dan obyek pada orang itu.
52. Bilamana seseorang telah mengembangkan dan terus-menerus mempraktikkan kayagata sati, maka ia mempunyai abhinna (kemampuan batin) yang dapat membuktikan segala sesuatu (dhamma) sesuai dengan kecenderungan pikirannya, kapan saja bila ia mau.
53. Andaikata ada sebuah bejana air yang berdiri di atas sebuah tempat bejana, yang berisi penuh dengan air sampai meluap, sehingga burung gagak dengan mudah meminum airnya, lalu seorang perkasa memiringkan bejana tersebut, apakah air akan tumpah setiap kali bejana dimiringkan?”
“Ya, Bhante.”
“Para bhikkhu, demikian pula bilamana seseorang telah mengembangkan dan terus-menerus mempraktikkan kayagata sati, maka ia mempunyai abhinna yang dapat membuktikan segala sesuatu (dhamma), sesuai dengan kecenderungan pikirannya, kapan saja bila ia mau.
54. Andaikata pada sebidang tanah terdapat sebuah kolam segi empat yang lengkap dengan tanggul-tanggulnya, berisi penuh dengan air sampai meluap sehingga burung gagak mudah meminum airnya, lalu seorang perkasa merobohkan tanggulnya, apakah air akan tumpah?
“Ya, Bhante.”
“Para bhikkhu, demikian juga bilamana seseorang telah mengembangkan dan terus-menerus mempraktikkan kayagata sati, … kapan saja bila ia mau.
55. Andaikata ada sebuah kereta yang lengkap dengan kuda-kuda pilihan dan dilengkapi cambuk siap digunakan, dan kereta itu sudah siap di perempatan jalan sehingga seorang kusir yang mahir mengendalikan kuda-kuda akan dengan mudah menaiki kereta, memegang tali kekang, menjalankan kereta itu kian kemari ke arah mana saja yang ia sukai. Para bhikkhu, demikian pula bila seorang bhikkhu telah mengembangkan dan terus-menerus mempraktikkan kayagata sati, .. . kapan saja bila ia mau.
56. Bilamana kayagata sati dikembangkan, terus-menerus dipraktikkan, dijadikan sebagai sarana dan dasar, dibentuk, dikonsolidasikan, dilaksanakan dengan baik, maka ada sepuluh manfaat akan diperolehnya. Apakah kesepuluh manfaat itu?
57. Ia menjadi penakluk kebencian, senang dan kebencian tidak menguasainya, ia dapat mengatasi kebencian bilamana kebencian muncul.
58. Ia menjadi penakluk rasa takut dan ngeri, rasa takut dan ngeri tidak menguasainya, ia dapat mengatasi rasa takut dan ngeri bila hal-hal itu muncul.
59. Ia menjadi tahan rasa dingin, rasa panas, lapar, haus, gigitan nyamuk, lalat, angin, matahari dan segala binatang merayap; ia tahan mendengar kata-kata menyakitkan dan yang tak disukai; ia tahan terhadap penderitaan fisik seperti sakit, pedih, goresan, sayatan, tusukan, tidak menyenangkan, menekan dan membahayakan keselamatan.
60. Ia menjadi orang yang dengan sekehendak hatinya mendapatkan dengan mudah dan tanpa kesulitan mencapai empat tingkat Jhana, yang merupakan tingkat pikiran yang lebih tinggi dan merasakan kesenangan pada saat sekarang.
61. Ia memiliki bermacam-macam iddhividha atau ‘kemampuan batin fisik’ yaitu ia dapat memperbanyak dirinya, atau dari banyak kembali menjadi seorang, menembus benteng atau dinding, menyelam dalam tanah bagaikan menyelam dalam air, berjalan di atas air bagaikan berjalan di tanah, terbang di angkasa bagaikan burung, ia dapat menyentuh matahari dan bulan, dengan tubuhnya ia dapat pergi ke alam brahma.
62. Ia memiliki telinga dewa, sehingga ia dapat mendengar suara yang dekat, jauh maupun terhalang, suara para dewa dan makhluk tak tertampak lainnya.
63. Ia dapat mengetahui pikiran orang lain (lihat sutta 77, paragraf 33).
64. Ia mempunyai kemampuan untuk mengingat kembali kehidupan-kehidupannya pada masa yang lampau …. (lihat sutta 77, paragraf 34)… hingga perbuatan-perbuatan yang sekecil-kecilnya dan sedetailnya.
65. Dengan mata kedewaannya … (lihat sutta 77, paragraf 35) … berdasarkan karma-karma yang dilakukannya.
66. Pada saat sekarang ini, dengan abhinna ia merealisasikan dirinya sendiri, ia mencapai cetovimutti (kesucian melalui samadhi) dan pannavimutti (kesucian melalui kebijaksanaan) dengan melenyapkan semua asava (kotoran batin).
67. Bilamana kayagata sati dikembangkan, terus-menerus dipraktikkan, dijadikan sebagai sarana dan dasar, dibentuk dan dikonsolidasikan, dilaksanakan dengan baik, maka ada sepuluh manfaat akan diperolehnya.”
Inilah yang dibabarkan oleh Sang Bhagava. Para bhikkhu merasa puas dan gembira dengan apa yang diuraikan Sang Bhagava.