1. DEMIKIAN YANG SAYA DENGAR. Pada suatu ketika Yang Terberkahi sedang berdiam di Savatthi di Hutan Jeta, Taman Anathapindika.
2. Pada saat itu, seorang siswa brahmana Subha, putra Todeyya, sedang
berdiam di rumah kediaman seorang perumah-tangga di Savatthi untuk
suatu urusan bisnis.908 Kemudian siswa brahmana Subha, putra Todeyya,
bertanya kepada perumah-tangga pemilik tempat yang didiaminya:
“Perumah-tangga, aku telah mendengar bahwa Savatthi tidak kekurangan
Arahat. Petapa atau brahmana siapa yang bisa kita datangi hari ini untuk
diberi hormat?”
“Tuan yang mulia, Yang Terberkahi sedang berdiam di Savafthi di Hutan
Jeta, Taman Anathapindika. Engkau bisa pergi dan memberi hormat kepada
Yang Terberkahi, tuan yang mulia.” [197]
3. Kemudian, setelah menyatakan setuju kepada si perumah tangga,
siswa brahmana Subha, putra Todeyya, menemui Yang Terberkahi dan
bertukar salam dengan Beliau. Setelah ramah tamah dan percakapan yang
bersahabat ini telah selesai, dia duduk di satu sisi dan bertanya kepada
Yang Terberkahi:
4. “Guru Gotama, para brahmana mengatakan hal ini: ‘Para
perumah-tangga telah mencapai jalan yang benar, Dhamma yang bajik. Orang
yang meninggalkan keduniawian [menuju kehidupan tak-berumah] tidak
mencapai jalan yang benar,
Dhamma yang bajik.’ Bagaimana pendapat Guru Gotama tentang hal ini?”
“Di sini, siswa, aku adalah orang yang berbicara sesudah membuat
analisis;909 aku tidak berbicara secara berpihak. Aku tidak memuji cara
praktek yang salah, baik pada pihak perumah-tangga maupun pihak yang
telah meninggalkan keduniawian; karena tak peduli apakah orang itu
perumah-tangga atau telah meninggalkan keduniawian, dia yang telah
memasuki praktek yang salah, disebabkan oleh prakteknya yang salah
itulah maka dia tidak mencapai jalan yang benar, Dhamma yang bajik. Aku
memuji praktek yang benar, baik pada pihak perumah-tangga maupun pihak
yang telah meninggalkan keduniawian; karena tak peduli apakah orang itu
perumah tangga atau telah meninggalkan keduniawian, dia yang telah
memasuki praktek yang benar, disebabkan oleh prakteknya yang benar
itulah maka dia mencapai jalan yang benar, Dhamma yang bajik.”
5. “Guru Gotama, para brahmana mengatakan hal ini:’Karena pekerjaan
dalam kehidupan berumah-tangga melibatkan banyak kegiatan, banyak
fungsi, banyak kesibukan, dan banyak urusan, maka pekerjaan itu
menghasilkan buah yang besar. Karena pekerjaan dalam kehidupan yang
telah meninggalkan keduniawian melibatkan sedikit kegiatan, sedikit
fungsi, sedikit kesibukan, dan sedikit urusan, maka pekerjaan itu
menghasilkan buah yang sedikit pula.’ Bagaimana pendapat Guru Gotama
tentang hal ini?”
“Di sini juga, siswa, aku adalah orang yang berbicara sesudah membuat
analisis; aku tidak berbicara secara berpihak. Ada pekerjaan yang
melibatkan banyak kegiatan, banyak fungsi, banyak kesibukan, dan banyak urusan, yang bila gagal, akan menghasilkan buah yang sedikit.
Ada pekerjaan yang melibatkan banyak kegiatan, banyak fungsi, banyak
kesibukan, dan banyak urusan, yang bila berhasil, akan menghasilkan buah
yang besar. Ada pekerjaan yang melibatkan sedikit kegiatan, sedikit fungsi, sedikit kesibukan, dan sedikit urusan, yang bila gagal, akan menghasilkan buah yang sedikit. Ada
pekerjaan yang melibatkan sedikit kegiatan, sedikit fungsi, sedikit
kesibukan, dan sedikit urusan, yang bila berhasil, akan menghasilkan
buah yang besar.
6. “Apakah, siswa, [198] pekerjaan yang melibatkan banyak kegiatan … yang bila gagal, akan menghasilkan buah yang sedikit?
Bercocok tanam adalah pekerjaan yang melibatkan banyak kegiatan … yang
bila gagal, akan menghasilkan buah yang sedikit. Dan siswa, apakah
pekerjaan yang melibatkan banyak kegiatan … yang bila berhasil, akan
menghasilkan buah yang besar? Sekali lagi, bercocok tanam adalah
pekerjaan yang melibatkan banyak kegiatan … yang bila berhasil, akan
menghasilkan buah yang besar. Siswa, dan apa pekerjaan yang melibatkan sedikit kegiatan … yang bila gagal, akan menghasilkan buah yang sedikit?
Berdagang adalah pekerjaan menghasilkan buah yang seclikit.910 Dan
apakah, siswa, pekerjaan yang melibatkan seclikit kegiatan … yang bila
berhasil, akan menghasilkan buah yang besar? Sekali lagi, berdagang
adalah pekerjaan yang melibatkan sedikit kegiatan … yang bila berhasil, akan menghasilkan buah yang besar.
7. “Sama halnya bercocok tanam, siswa, merupakan
pekerjaan yang melibatkan banyak kegiatan … tetapi menghasilkan buah
yang sedikit bila gagal, demikian pula pekedaan dalam kehidupan
perumah-tangga melibatkan banyak kegiatan, banyak fungsi, banyak
kesibukan, dan banyak urusan, tetapi menghasilkan buah yang sedikit bila
gagal. Sama halnya bercocok tanam merupakan pekerjaan yang melibatkan
banyak kegiatan … dan menghasilkan buah yang banyak bila berhasil,
demikian pula pekerjaan dalam kehidupan perumah-tangga melibatkan banyak
kegiatan, banyak fungsi, banyak kesibukan, dan banyak urusan, dan
menghasilkan buah yang banyak bila berhasil. Sama halnya berdagang merupakan
pekerjaan yang melibatkan sedikit kegiatan … dan menghasilkan buah yang
sedlikit bila gagal, demikian pula pekedaan orang yang telah
meninggalkan keduniawian yang melibatkan seclikit kegiatan, sedikit
fungsi, sedikit kesibukan, dan seclikit urusan, dan menghasilkan buah
yang sedikit bila gagal. Sama halnya berdagang merupakan pekedaan yang
melibatkan sedikit kegiatan … dan menghasilkan buah yang besar bila
berhasil, demikian pula (199] pekerjaan orang yang telah meninggalkan
keduniawian yang melibatkan sedikit kegiatan, sedikit fungsi, sedikit
kesibukan, dan sedikit urusan, dan menghasilkan buah yang besar bila
berhasil.”
8. “Guru Gotama, para brahmana menetapkan lima hal dalam melakukan perbuatan baik, untuk mencapai kebajikan.”
“Jika tidak menyulitkan engkau, siswa, tolong nyatakan kepada
kelompok ini lima hal yang ditetapkan oleh para brahmana dalam melakukan
perbuatan baik, untuk mencapai kebajikan.”
“Tidak menyulitkan saya, Guru Gotama, ketika para mulia seperti Guru
Gotama dan yang lain sedang duduk bersama [dalam kelompok].”
“Jika demikian, nyatakan hal itu, siswa.”
9. “Guru Gotama, kebenaran adalah hal pertama yang ditetapkan oleh
para brahmana untuk melakukan perbuatan baik, untuk mencapai kebajikan.
Petapaan adalah hal kedua … Selibat adalah hal ketiga … Belajar adalah
hal keempat … Kedermawanan adalah hal kelima yang ditetapkan oleh para
brahmana dalam melakukan perbuatan baik, untuk mencapai kebajikan. Ini
adalah lima hal yang ditetapkan oleh para brahmana dalam melakukan
perbuatan baik, untuk mencapai kebajikan. Bagaimana pendapat Guru
Gotama?”
“Kalau begitu, bagaimana, siswa,911 di antara para brahmana itu
adakah satu brahmana saja yang berkata demikian: ‘Aku menyatakan hasil
dari lima hal ini setelah mewujudkannya sendiri melalui pengetahuan
langsung’?” – “Tidak, Guru Gotama.”
“Kalau begitu, bagaimana, siswa, di antara para brahmana itu adakah
satu guru atau guru dari guru sampai tujuh generasi sebelumnya yang
berkata demikian:’Aku menyatakan hasil dari lima hal ini setelah
mewujudkannya sendiri melalui pengetahuan langsung’?” – “Tidak, Guru
Gotama.” [200]
“Kalau begitu, bagaimana, siswa, para penglihat brahmana kuno, para
pencipta hymne, penggubah hymne, mereka yang hymne kunonya telah sejak
dulu dilagukan, diucapkan, dan dikumpulkan dan para brahmana masa-kini
masih melagukan dan mengulang, mengulangi apa yang dulu diucapkan,
menghafalkan kembali apa yang dulu dihafalkan – mereka adalah Atthaka,
Vamaka, Vamadeva, Vessamitta, Yamataggi, Angirasa, Bharadvaja, Vasettha,
Kassapa, dan Bhagu – apakah bahkan para penglihat brahmana kuno ini
dulu berkata demikian: ‘Kami menyatakan hasil dari lima hal ini karena
telah mewujudkannya sendiri melalui pengetahuan langsung’?” “Tidak, Guru
Gotama.”
“Jadi, siswa, tampaknya di antara para brahmana itu tidak adasatu pun
yang berkata demikian: ‘Aku menyatakan hasil dari lima hal ini setelah
mewujudkannya sendiri melalui pengetahuan langsung.’ Dan di antara para
brahmana itu tidak ada satu guru atau guru dari guru sampai tujuh
generasi sebelumnya yang berkata demikian:’Aku menyatakan hasil dari
lima hal ini setelah mewujudkannya sendiri melalui pengetahuan
langsung.’ Dan para penglihat brahmana kuno, para pencipta hymne,
penggubah hymne … bahkan para penglihat brahmana kuno ini dulu tidak
berkata demikian: ‘Kami menyatakan hasil dari lima hal ini setelah
mewujudkannya sendiri melalui pengetahuan langsung.’Andaikan saja ada
sebaris orang buta yang masing-masing bersentuhan dengan berikutnya:
orang yang pertama tidak melihat, yang di tengah tidak melihat, dan yang
terakhir tidak melihat. Demikian pula, siswa, sehubungan dengan
pernyataan mereka itu para brahmana tampaknya mirip dengan sebaris orang
buta: orang yang pertama tidak melihat, yang di tengah tidak melihat,
dan yang terakhir tidak melihat.”
10. Ketika hal ini dikatakan, siswa brahmana Subha, putra Todeyya,
menjadi marah dan tidak senang dengan perumpamaan sebaris orang buta,
dan dia mencerca, menghina, dan mengecam Yang Terberkahi, dengan
berkata: “Petapa Gotama akan menjadi paling buruk.” Kemudian dia berkata
kepada Yang Terberkahi: “Guru Gotama, brahmana Pokkharasati dari
kelompok Upamanna, penguasa Hutan Subhaga, berkata demikian:912′
Beberapa petapa dan brahmana di sini menyatakan kondisi-kondisi
supra-manusiawi, perbedaan-perbedaan dalam pengetahuan dan penglihatan
yang dimiliki para mulia. Tetapi apa yang mereka katakan [201] ternyata
menggelikan; ternyata hanya kata-kata belaka, yang kosong dan tidak
bermakna. Karena bagaimana seorang manusia mengetahui atau melihat atau
memiliki kondisi supramanusiawi, perbedaan dalam pengetahuan dan
penglihatan yang dimiliki para mulia? Itu tidak mungkin.”
11. “Kalau begitu, siswa, bagaimana brahmana Pokkharasati memahami
pikiran-pikiran semua petapa dan brahmana, setelah melingkupinya dengan
pikirannya sendiri ?”
“Guru Gotama, brahmana Pokkharasati bahkan tidak memahami pikiran
budak perempuannya Punnika, setelah melingkupinya dengan pikirannya
sendiri, jadi bagaimana dia dapat memahami pikiran-pikiran semua petapa
dan brahmana?”
12. “Siswa, seandainya saja ada laki-laki yang terlahir buta, yang
tidak dapat melihat bentuk gelap dan terang, yang tidak dapat melihat
bentuk biru, kuning, merah, atau merah muda , yang tidak dapat melihat
apa yang rata dan tak-rata, yang tidak dapat melihat bintang atau
matahari dan bulan. Dia mungkin berkata demikian: Tdak ada bentuk gelap
dan terang, dan tak ada seorang pun yang melihat bentuk gelap dan
terang; tidak ada bentuk biru, kuning, merah, atau merah muda, dan tak
seorang pun yang melihat bentuk biru, kuning, merah, atau merah muda;
tidak ada yang rata dan tak-rata, dan tak ada seorang pun yang melihat
yang rata dan tak-rata; tidak ada bintang dan tidak ada matahari dan
bulan, dan tidak ada seorang pun yang melihat bintang dan matahari dan
bulan. Aku tidak mengetahui ini semua, aku tidak melihat itu semua, oleh
sebab itu, itu semua tidak ada.’ Ketika berbicara demikian, siswa,
apakah dia berbicara dengan benar?”
“Tidak, Guru Gotama. Ada bentuk gelap dan terang, dan mereka yang
melihat bentuk gelap dan terang … ada bintang dan matahari dan bulan,
dan mereka yang melihat bintang dan matahari dan bulan. [202] Berkata,
‘Aku tidak mengetahui itu semua, aku tidak melihat itu semua, oleh sebab
itu, itu semua tidak ada,’dia berbicara dengan tidak benar.”
13. “Demikian juga, siswa, brahmana Pokkharasati itu buta dan tidak
bisa melihat. Bahwa dia bisa mengetahui atau melihat atau memahami
kondisi supra-manusiawi, perbedaan dalam pengetahuan dan penglihatan
yang dimiliki para mulia – hal ini tidak mungkin. Bagaimana pendapatmu,
siswa? Apa yang lebih baik bagi brahmana-brahmana kaya dari Kosala
seperti misalnya brahmana Canki, brahmana Tarukkha, brahmana
Pokkharasati, brahmana Anussoni, atau ayahmu brahmana Todeyya – bahwa
pernyataan yang mereka buat sejalan dengan kesepakatan duniawi atau
menyimpang dari kesepakatan duniawi ?”- “Bahwa mereka sejalan dengan
kesepakatan duniawi, Guru Gotama.”
“Apa yang lebih baik bagi mereka, bahwa semua pernyataan yang mereka
buat itu dipikirkan dengan baik atau sembarangan?” – “Dipikirkan dengan
baik, Guru Gotama.” “Apa yang lebih baik bagi mereka, bahwa mereka
membuat semua pernyataan setelah merefleksikannya atau tanpa
merefleksikannya?” – “Setelah merefleksikannya, Guru Gotama.” – “Apa
yang lebih baik bagi mereka, bahwa semua pernyataan yang mereka buat itu
bermanfaat atau tidak bermanfaat?” – “Bermanfaat, Guru Gotama.”
14. “Bagaimana pendapatmu, siswa? Jika demikian hainya, apakah
pernyataan yang dibuat oleh brahmana Pokkharasati sejalan dengan
kesepakatan duniawi atau menyimpang dari kesepakatan duniawi?” –
“Menyimpang dari kesepakatan duniawi, Guru Gotama.” – “Apakah pernyataan
yang dibuat itu dipikirkan dengan baik atau sembarangan?” –
“Sembarangan,Guru Gotama.” – “Apakah pernyataan itu dibuat setelah
merefleksilkannya atau tanpa merefleksikannya?” – “Tanpa
merefleksikannya, Guru Gotama.” – “Apakah pernyataan yang dibuat itu
bermanfaat atau ticlak bermanfaat?” – “Ticlak bermanfaat, Guru Gotama.”
[203]
15. “Ada lima penghalang ini, pelajar. Apakah yang lima itu? Penghalang nafsu indera, penghalang niat-jahat, penghalang kemalasan dan kelambanan, penghalang kegelisahan dan penyesalan, serta penghalang keraguan.
Inilah lima penghalang itu. Brahmana Pokkharasati itu terbelenggu,
terhalang, tertutup, dan diselimuti oleh lima penghalang ini. Bahwa dia
bisa mengetahui atau melihat atau memahami kondisi supra-manusiawi,
perbedaan di dalam pengetahuan dan penglihatan yang dimiliki para mulia –
hal ini tidak mungkin.
16. “Ada lima tali kesenangan indera, siswa. Apakah yang lima itu? Bentuk yang dapat dikognisi oleh mata yang diharapkan, diinginkan, menyenangkan, dan disukai, yang
berhubungan dengan nafsu indera dan memancing nafsu jasmani. Suara yang dapat dikognisi oleh telinga … Bebauan yang dapat dikognisi oleh hidung … Citarasa yang dapat dikognisi oleh lidah … Sentuhan
yang dapat dikognisi oleh tubuh yang diharapkan, diinginkan,
menyenangkan, dan disukai, yang berhubungan dengan nafsu indera dan
memancing nafsu jasmani. Inilah lima tali kesenangan indera itu.
BrahmanaPokkharasati itu terikat oleh lima tali kesenangan indera
ini,tergila-gila olehnya dan benar-benar tidak dapat terlepas darinya;
dia menikmati semua itu tanpa melihat bahaya di dalamnya atau memahami
jalan keluar darinya. Bahwa dia bisa mengetahui atau melihat atau
memahami kondisi supramanusiawi, perbedaan di dalam pengetahuan dan
penglihatan yang dimiliki para mulia – hal ini tidak mungkin.
17. “Bagaimana pencdapatmu, siswa? Manakah dari dua api ini yang akan
memiliki nyala, warna, dan cahaya yang [lebih baik] – api yang mungkin
menyala bergantung atas bahan bakarnya, seperti misalnya rumput dan
kayu, atau api yang mungkin menyala tanpa bergantung pada bahan
bakarnya, seperti misalnya rumput dan kayu?”
“Seandainya saja mungkin, Guru Gotama, bagi api untuk menyala tanpa
bergantung atas bahan bakarnya seperti misalnya rumput dan kayu, api
seperti itu yang akan memiliki nyala, warna dan cahaya [yang lebih
baik].”
“Hal itu memang tidak mungkin, siswa, memang tidak bisa terjadi bahwa
api menyala tanpa bergantung atas bahan bakarnya seperti misalnya
rumput dan kayu kecuali melalui [penggunaan] kekuatan supranatural.
Sebagaimana halnya api yang menyala dengan bergantung atas bahan
bakarnya seperti misalnya rumput dan kayu, kukatakan, demikian juga
halnya dengan kegiuran [204] yang bergantung atas lima tali kesenangan
indera. Sebagaimana halnya api yang menyala tanpa bergantung atas bahan
bakarnya seperti misalnya rumput dan kayu, kukatakan, demikian pula
kegiuran yang terlepas dari kesenangan-kesenangan indera, terlepas dari
kondisi-kondisi yang tak-bajik. Dan apakah itu, siswa, kegiuran yang
terlepasdari kesenangan-kesenangan indera, terlepas dari kondisi-kondisi
yang tak-bajik itu? Di sini, sangat terpisah dari kesenangan-kesenangan
indera, terpisah dari kondisi-kondisi yang tak-bajik, seorang bhikkhu
masuk dan berdiam di dalam jhana pertama, yang dibarengi pemikiran
pemicu dan pemikiran yang bertahan, dengan kegiuran dan kesenangan yang
terlahir dari kesendirian. Inilah kegiuran yang terlepas dari
kesenangan-kesenangan indera, terlepas dari keadaan-keadaan yang tak
bajik. Begitu pula, dengan berhentinya pernikiran pemicu dan pemikiran
yang bertahan, seorang bhikkhu masuk dan berdiam di dalam jhana kedua,
yang memiliki keyakinan-diri dan kemanunggalan pikiran tanpa pemikiran
pemicu dan pemikiran yang bertahan, dengan kegiuran dan kesenangan yang
terlahir dari konsentrasi. Inilah juga kegiuran yang terlepas dari
kesenangan-kesenangan indera, terlepas dari kondisi-kondisi yang
tak-bajik.
18. “Dari lima hal itu, siswa, yang ditetapkan oleh para brahmana
untuk melakukan perbuatan baik, untuk mencapai kebajikan, yang mana dari
lima hal itu yang mereka tetapkan sebagai yang paling besar buahnya
untuk melakukan perbuatan baik, untuk mencapai kebajikan?”
Dari lima hal itu, Guru Gotama, yang ditetapkan oleh para brahmana
untuk melakukan perbuatan jasa, untuk mencapai kebajikan, mereka
menetapkan kedermawanan sebagai yang paling besar buahnya untuk
melakukan perbuatan baik, untuk mencapai kebajikan.”
19. “Bagaimana pendapatmu, siswa? Di sini, seorang brahmana mungkin
sedang mengadakan persembahan besar, dan dua brahmana lain pergi ke sana
karena berpikir untuk mengambil bagian dalam persembahan besar itu.
Satu brahmana di antara mereka berpikir: “Oh, seandainya saja aku bisa
memperoleh tempat duduk terbaik, air terbaik, dana makanan terbaik di
ruang makan; seandainya saja tidak ada brahmana lain yang memperoleh
tempat duduk terbaik, air terbaik, dana makanan terbaik di ruang
makan!’Tetapi mungkin saja seorang brahmana lain, bukan brahmana tadi
itu, yang memperoleh tempat duduk terbaik, air terbaik, dana makanan
terbaik di ruang makan. Ketika memikirkan tentang hal ini, [205]
brahmana yang pertama itu mungkin menjadi marah dan tidak senang. Hasil
macam apa yang dijelaskan oleh para brahmana tentang hal ini?”
“Guru Gotama, para brahmana tidak memberikan persembahan dengan cara
demikian, dengan berpikir: ‘Biarkan yang lain menjadi marah dan tidak
senang karena ini.’ Alih-alih, para brahmana memberikan persembahan
dengan dimotivasi oleh kasih-sayang.”
“Karena demikian halnya, siswa, bukankah hal ini merupakan landasan keenam para brahmana untuk melakukan perbuatan baik, yaitu motivasi kasih-sayang?”913
“Memang demikian halnya, Guru Gotama, hal inilah landasan keenam para
brahmana untuk melakukan perbuatan baik, yaitu motivasi kasih-sayang.”
20. “Lima hal itu, siswa, yang ditetapkan oleh para brahmana untuk
melakukan perbuatan baik, untuk mencapai kebajikan di mana kamu sering
melihat lima hal itu, di antara para perumah-tangga atau di antara
mereka yang meninggalkan keduniawian?”
“Lima hal itu, Guru Gotama, yang clitetapkan oleh para brahmana untuk
melakukan perbuatan baik, untuk mencapai kebajikan, saya sering
melihatnya di antara mereka yang meninggalkan keduniawian, jarang di
antara para perumah-tangga. Karena seorang perumah-tangga memiliki
banyak kegiatan, banyak fungsi, banyak kesibukan, dan banyak urusan: dia
tidak konsisten dan tidak selalu berkata benar, mempraktekkan
kepetapaan, menjalankan kehidupan selibat, tekun belajar, atau tekun
melakukan kedermawanan. Tetapi seorang yang tak berumah memiliki sedikit
kegiatan, sedikit fungsi, sedikit kesibukan, dan sedikit urusan: dia
konsisten dan selalu berkata benar, mempraktekkan kepetapaan,
menjalankan kehidupan selibat, tekun belajar, dan tekun melakukan
kedermawanan. Jadi lima hal yang ditetapkan oleh para brahmana untuk
melakukan perbuatan baik, untuk mencapai kebajikan, sering saya lihat di
antara mereka yang tak-berumah, jarang di antara para perumah-tangga.”
21. “Lima hal itu, siswa, yang ditetapkan oleh para brahmana untuk
melakukan perbuatan baik, untuk mencapai kebajikan, [206] kusebut
peralatan pikiran, yaitu, untuk mengembangkan pikiran tanpa rasa
permusuhan clan tanpa niat-jahat. Di sini,siswa, seorang bhikkhu adalah
pembicara kebenaran. Berpikir: ‘Aku adalah pembicara kebenaran,’ dia
memperoleh inspirasi di dalam maknanya, memperoleh inspirasi di dalam
Dhamma, memperolah kegembiraan yang berhubungan dengan Dhamma.
Kegembiraan yang berhubungan dengan kebajikan inilah yang kusebut
peralatan pikiran. Di sini, siswa, seorang bhikkhu adalah petapa … orang
yang selibat … orang yang tekun belajar … seseorang yang tekun
melakukan kedermawanan. Berpikir: ‘Aku adalah orang yang tekun melakukan
kedermawanan,’dia memperoleh inspirasi di dalam maknanya, memperoleh
inspirasi di dalarn Dhamma, memperoleh kegembiraan yang berhubungan
dengan Dhamma. Kegembiraan yang berhubungan dengan kebajikan inilah yang
kusebut peralatan pikiran. Jadi lima hal yang clitetapkan oleh para
brahmana untuk melakukan perbuatan baik, untuk mencapai kebajikan itu,
kusebut peralatan pikiran, yaitu, untuk mengembangkan pikiran tanpa rasa
permusuhan dan tanpa niat-jahat.”
22. Ketika hal ini dikatakan, siswa brahmana Subha, putra Todeyya,
berkata kepada Yang Terberkahi: “Guru Gotama, saya telah mendengar bahwa
petapa Gotama mengetahui jalan menuju ke kelompok Brahma.”
“Bagaimana pendapatmu, siswa? Apakah desa Nalakara ada di dekat sini, tidakjauh dari tempat ini?”
“Ya, tuan, desa Nalakara ada di dekat sini, tidak jauh dari tempat ini.”
“Bagaimana pendapatmu, siswa? Seandainya saja ada seseorang yang
dilahirkan dan dibesarkan di desa Nalakara, dan segera setelah
meninggalkan Nalakara dia ditanya tentang jalan menuju desa itu. Akankah
orang itu akan lambat atau ragu-ragu menjawabnya?”
“Tidak, Guru Gotama. Mengapa demikian? Karena orang itu telah
dilahirkan dan dibesarkan di Nalakara, dan kenal baik dengan semua jalan
menuju ke desa itu.”
“Meskipun demikian, seseorang yang dilahirkan dan dibesarkan di
Nalakara [207] bisa saja lambat dan ragu-ragu menjawab ketika ditanya
tentang jalan menuju ke desa itu, tetapi Tathagata, ketika ditanya
tentang alam-Brahma atau jalan menuju ke alam-Brahma, tidak pernah
lambat dan ragu-ragu menjawabnya. Aku memahami Brahma, siswa, dan aku
memahami alam-Brahma, dan aku memahami jalan menuju ke alam-Brahma, dan
aku memahami bagaimana seseorang harus berlatih agar muncul kembali di
alam-Brahma.
23. “Guru Gotama, saya telah mendengar Guru Gotama mengajarkan jalan
menuju ke kelompok Brahma. Sungguh bagus jika Guru Gotama mengajarkan
pada saya jalan menuju ke kelompok Brahma.”
“Jika demikian, siswa, dengarkan dan perhatikan baik-baik apa yang akan kukatakan.”
“Ya, tuan,” jawabnya. Yang Terberkahi berkata demikian:
24. “Apakah, siswa, jalan menuju ke kelompok Brahma itu? Di sini,
seorang bhikkhu yang berdiam dengan melingkupi satu penjuru dengan
pikiran yang dipenuhi cinta-kasih, demikian juga penjuru yang kedua,
demikian juga penjuru yang ketiga, demikian juga penjuru yang keempat;
demikian juga ke atas, ke bawah, ke sekeliling, dan ke mana pun, dan
kepada sernua seperti juga kepada dirinya sendiri, dia berdiam dengan
melingkupi dunia yang sepenuhnya terliputi oleh pikiran yang dipenuhi
cinta-kasih, yang melimpah, tak-terhingga, tak-terukur, tanpa rasa
permusuhan dan tanpa niat-buruk. Ketika pembebasan pikiran dengan
cinta-kasih ini dikembangkan dengan cara itu, tidak lagi tersisa
tindakan yang membatasi, tidak ada lagi yang tersisa di sana. Sama
hainya peniup terompet yang bersemangat dapat membuat dirinya terdengar
tanpa kesulitan ke empat penjuru, demikian juga, ketika pembebasan
pikiran dengan cinta-kasih ini dikembangkan dengan cara itu, tidak lagi
tersisa tindakan yang membatasi, tidak ada lagi yang tersisa di sana
.915 Inilah jalan menuju ke kelompok Brahma.
25-27. “Sekali lagi, seorang bhikkhu berdiam dengan melingkupi satu
penjuru dengan pikiran yang dipenuhi kasih sayang …dengan pikiran yang
dipenuhi kegembiraan yang bersimpati … dengan pikiran yang dipenuhi
ketenang-seimbangan, demikian juga penjuru yang kedua, demikian juga
penjuru yang ketiga, demikian juga penjuru yang keempat; demikian juga
ke atas, ke bawah, ke sekeliling, dan ke mana pun, dan kepada sernua
seperti juga kepada dirinya sendiri, dia berdiam dengan melingkupi dunia
yang sepenuhnya terliputi oleh pikiran yang dipenuhi cinta-kasih, yang
melimpah, tak-terhingga, [208] takterukur, tanpa rasa permusuhan dan
tanpa niat-buruk. Ketika pembebasan pikiran dengan ketenang-seimbangan
ini dikembangkan dengan cara itu, tidak lagi tersisa tindakan yang
membatasi, tidak ada lagi yang tersisa di sana. Sama halnya peniup
terompet yang bersemangat dapat membuat dirinya terdengar tanpa
kesulitan ke empat penjuru, demikian juga, ketika pembebasan pikiran
dengan ketenang-seimbangan ini dikembangkan dengan cara itu, tidak lagi
tersisa tindakan yang membatasi, tidak ada lagi yang tersisa di sana.
Inilah juga jalan menuju ke kelompok Brahma.”
28. Ketika hal ini dikatakan, siswa brahmana Subha, putra Todeyya,
berkata kepada Yang Terberkahi: ” “Luar biasa, Guru Gotama! Luar biasa,
Guru Gotama! Guru Gotama telah membuat Dhamma menjadi jelas dengan
banyak cara, seakan-akan Beliau menegakkan kembali apa yang tadinya
terjungkir balik, mengungkapkan apa yang tadinya tersembunyi,
menunjukkan jalan bagi orang yang tersesat, atau memberikan penerangan
di dalam kegelapan bagi mereka yang mempunyai mata untuk melihat bentuk.
Saya pergi kepada Guru Gotama untuk perlindungan dan kepada Dhamma dan
kepada Sangha para bhikkhu. Sejak hari ini, biarlah Guru Gotama
mengingat saya sebagai pengikut awam yang telah pergi kepada Beliau
untuk perlindungan sepanjang hidup.”
29. “Dan sekarang, Guru Gotama, kami mohon diri. Kami sibuk dan punya banyak pekerjaan.”
“Sekarang adalah saatnya, siswa, untuk melakukan apa yang engkau pikir sesuai.”
Kemudian siswa brahmana Subha, putra Todeyya, setelah bersukacita dan
bergembira di dalam kata-kata Yang Terberkahi, bangkit dari tempat
duduknya, dan setelah memberi hormat kepada Yang Terberkahi, dengan
menjaga agar Beliau tetap di sisi kanannya, dia pun pergi.
30. Pada saat itu, brahmana Janussoni sedang meninggalkan Savatthi di
tengah hari di dalam kereta serba-putih yang ditarik oleh kuda-kuda
putih.916 Dia melihat siswa brahmana Subha, putra Todeyya, datang dari
kejauhan dan bertanya kepadanya: “Dari mana Tuan Bharadvaja datang di
tengah hari ini?”
“Tuan, saya datang dari menemui petapa Gotama.”
“Bagaimana pendapat Guru Bharadvaja tentang kejernihan dari
kebijaksanaan petapa Gotama? Apakah Beliau bijaksana, apakah Beliau
tidak bijaksana?” [209]
“Tuan, siapakah saya sehingga bisa mengetahui kejernihan dari
kebijaksanaan petapa Gotama? Seseorang tentu harus setara Beliau untuk
bisa mengetahui kejernihan dari kebijaksanaan petapa Gotama.”
“Guru Bharadvaja memuji petapa Gotama dengan pujian yang sungguh sangat tinggi.”
“Tuan, siapakah saya sehingga bisa memuji petapa Gotama? Petapa
Gotama dipuji oleh yang terpuji sebagai yang terbaik di antara para dewa
dan manusia. Tuan, lima hal yang ditetapkan oleh para brahmana untuk
melakukan perbuatan baik, untuk mencapai kebajikan, oleh petapa Gotama
disebutkan sebagai peralatan pikiran, yaitu, untuk mengembangkan pikiran
yang tanpa rasa permusuhan dan tanpa niat-jahat.”
31. Ketika hal ini dikatakan, brahmana Janussoni turun dari kereta
serba-putihnya yang ditarik oleh kuda-kuda putih, dan setelah mengatur
jubah luarnya di satu bahu, dia menangkupkan tangannya dalam
penghormatan ke arah Yang Terberkahi dan berseru: Ini merupakan berkah
bagi Raja Pasenadi dari Kosala, ini merupakan berkah bagi Raja Pasenadi
dari Kosala sehingga Sang Tathagata, yang telah mantap dan sepenuhnya
tercerahkan, bertempat tinggal di negerinya.”
Catatan
908 Todeyya adalah seorang brahmana kaya, tuan tanah di Tudigama,
sebuah desa di dekat Savatthi. MN 135 juga membicarakan Subha yang sama.
909 Vibhajjavado kho aham ettha. Pernyataan-pernyataan ini
menjelaskan sebutan bagi Buddhisme sebagai vibhjjavada, “doktrin
analisa”.
910 Tampaknya, pada waktu itu perdagangan masih berada pada tahap
awal perkembang annya. Pernyataan yang sama ini tidak mungkin dibuat
sekarang ini!
911 Sama sepeti di MN 95.13.
912 Pernyataan ini pastilah dibuat sebelum Pokkharasati menjadi pengikut Buddha, seperti yang disebutkan pada MN 95.9.
913 Anukampajatika.
914 Pengetahuan ini ada berkenaan dengan kekuatan ketiga Tathagata,
yang mengetahui jalan-jalan menuju semua tempat tujuan. Lihat MN 12.12.
915 MA menjelaskan tindakan yang membatasi (pamanakatam kammam)
sebagai kamma yang berhubungan dengan lingkup indera (kamavacara).
Tindakan ini dibandingkan dengan tindakan yang tanpa-batas atau
tak-terukur, yaitu, jhana-jhana yang berkenaan dengan lingkup
materi-halus atau lingkup tanpa-materi. Dalam hal ini, brahmavihara
memang dimaksudkan untuk dikembangkan pada tingkatan jhana. Ketika jhana
yang berkenaan dengan lingkup materi-halus atau lingkup tanpa-materi
telah dicapai atau dikuasai, sebuah kamma yang berhubungan dengan
lingkup indera tidak dapat mengalahkannya dan memperoleh kesempatan
untuk memberikan hasilnya sendiri. Alih-alih, kamma yang berhubungan
dengan lingkup materi-halus atau lingkup tanpa materi mengalahkan kamma
lingkup-indera dan memberikan hasilnya sendiri. Dengan menghambat hasil
dari kamma lingkup-indera, brahmavihara yang telah dikuasi pun mengarah
pada kelahiran kembali di kelompok Brahma.
916 Seperti di MN 27.2