Kamis, 01 Maret 2012

Subha Sutta

1. DEMIKIAN YANG SAYA DENGAR. Pada suatu ketika Yang Terberkahi sedang berdiam di Savatthi di Hutan Jeta, Taman Anathapindika.
2. Pada saat itu, seorang siswa brahmana Subha, putra Todeyya, sedang berdiam di rumah kediaman seorang perumah-tangga di Savatthi untuk suatu urusan bisnis.908 Kemudian siswa brahmana Subha, putra Todeyya, bertanya kepada perumah-tangga pemilik tempat yang didiaminya: “Perumah-tangga, aku telah mendengar bahwa Savatthi tidak kekurangan Arahat. Petapa atau brahmana siapa yang bisa kita datangi hari ini untuk diberi hormat?”
“Tuan yang mulia, Yang Terberkahi sedang berdiam di Savafthi di Hutan Jeta, Taman Anathapindika. Engkau bisa pergi dan memberi hormat kepada Yang Terberkahi, tuan yang mulia.” [197]
3. Kemudian, setelah menyatakan setuju kepada si perumah tangga, siswa brahmana Subha, putra Todeyya, menemui Yang Terberkahi dan bertukar salam dengan Beliau. Setelah ramah tamah dan percakapan yang bersahabat ini telah selesai, dia duduk di satu sisi dan bertanya kepada Yang Terberkahi:
4. “Guru Gotama, para brahmana mengatakan hal ini: ‘Para perumah-tangga telah mencapai jalan yang benar, Dhamma yang bajik. Orang yang meninggalkan keduniawian [menuju kehidupan tak-berumah] tidak mencapai jalan yang benar,
Dhamma yang bajik.’ Bagaimana pendapat Guru Gotama tentang hal ini?”
“Di sini, siswa, aku adalah orang yang berbicara sesudah membuat analisis;909 aku tidak berbicara secara berpihak. Aku tidak memuji cara praktek yang salah, baik pada pihak perumah-tangga maupun pihak yang telah meninggalkan keduniawian; karena tak peduli apakah orang itu perumah-tangga atau telah meninggalkan keduniawian, dia yang telah memasuki praktek yang salah, disebabkan oleh prakteknya yang salah itulah maka dia tidak mencapai jalan yang benar, Dhamma yang bajik. Aku memuji praktek yang benar, baik pada pihak perumah-tangga maupun pihak yang telah meninggalkan keduniawian; karena tak peduli apakah orang itu perumah tangga atau telah meninggalkan keduniawian, dia yang telah memasuki praktek yang benar, disebabkan oleh prakteknya yang benar itulah maka dia mencapai jalan yang benar, Dhamma yang bajik.”
5. “Guru Gotama, para brahmana mengatakan hal ini:’Karena pekerjaan dalam kehidupan berumah-tangga melibatkan banyak kegiatan, banyak fungsi, banyak kesibukan, dan banyak urusan, maka pekerjaan itu menghasilkan buah yang besar. Karena pekerjaan dalam kehidupan yang telah meninggalkan keduniawian melibatkan sedikit kegiatan, sedikit fungsi, sedikit kesibukan, dan sedikit urusan, maka pekerjaan itu menghasilkan buah yang sedikit pula.’ Bagaimana pendapat Guru Gotama tentang hal ini?”
“Di sini juga, siswa, aku adalah orang yang berbicara sesudah membuat analisis; aku tidak berbicara secara berpihak. Ada pekerjaan yang melibatkan banyak kegiatan, banyak fungsi, banyak kesibukan, dan banyak urusan, yang bila gagal, akan menghasilkan buah yang sedikit. Ada pekerjaan yang melibatkan banyak kegiatan, banyak fungsi, banyak kesibukan, dan banyak urusan, yang bila berhasil, akan menghasilkan buah yang besar. Ada pekerjaan yang melibatkan sedikit kegiatan, sedikit fungsi, sedikit kesibukan, dan sedikit urusan, yang bila gagal, akan menghasilkan buah yang sedikit. Ada pekerjaan yang melibatkan sedikit kegiatan, sedikit fungsi, sedikit kesibukan, dan sedikit urusan, yang bila berhasil, akan menghasilkan buah yang besar.
6. “Apakah, siswa, [198] pekerjaan yang melibatkan banyak kegiatan … yang bila gagal, akan menghasilkan buah yang sedikit? Bercocok tanam adalah pekerjaan yang melibatkan banyak kegiatan … yang bila gagal, akan menghasilkan buah yang sedikit. Dan siswa, apakah pekerjaan yang melibatkan banyak kegiatan … yang bila berhasil, akan menghasilkan buah yang besar? Sekali lagi, bercocok tanam adalah pekerjaan yang melibatkan banyak kegiatan … yang bila berhasil, akan menghasilkan buah yang besar. Siswa, dan apa pekerjaan yang melibatkan sedikit kegiatan … yang bila gagal, akan menghasilkan buah yang sedikit? Berdagang adalah pekerjaan menghasilkan buah yang seclikit.910 Dan apakah, siswa, pekerjaan yang melibatkan seclikit kegiatan … yang bila berhasil, akan menghasilkan buah yang besar? Sekali lagi, berdagang adalah pekerjaan yang melibatkan sedikit kegiatan … yang bila berhasil, akan menghasilkan buah yang besar.
7. “Sama halnya bercocok tanam, siswa, merupakan pekerjaan yang melibatkan banyak kegiatan … tetapi menghasilkan buah yang sedikit bila gagal, demikian pula pekedaan dalam kehidupan perumah-tangga melibatkan banyak kegiatan, banyak fungsi, banyak kesibukan, dan banyak urusan, tetapi menghasilkan buah yang sedikit bila gagal. Sama halnya bercocok tanam merupakan pekerjaan yang melibatkan banyak kegiatan … dan menghasilkan buah yang banyak bila berhasil, demikian pula pekerjaan dalam kehidupan perumah-tangga melibatkan banyak kegiatan, banyak fungsi, banyak kesibukan, dan banyak urusan, dan menghasilkan buah yang banyak bila berhasil. Sama halnya berdagang merupakan pekerjaan yang melibatkan sedikit kegiatan … dan menghasilkan buah yang sedlikit bila gagal, demikian pula pekedaan orang yang telah meninggalkan keduniawian yang melibatkan seclikit kegiatan, sedikit fungsi, sedikit kesibukan, dan seclikit urusan, dan menghasilkan buah yang sedikit bila gagal. Sama halnya berdagang merupakan pekedaan yang melibatkan sedikit kegiatan … dan menghasilkan buah yang besar bila berhasil, demikian pula (199] pekerjaan orang yang telah meninggalkan keduniawian yang melibatkan sedikit kegiatan, sedikit fungsi, sedikit kesibukan, dan sedikit urusan, dan menghasilkan buah yang besar bila berhasil.”
8. “Guru Gotama, para brahmana menetapkan lima hal dalam melakukan perbuatan baik, untuk mencapai kebajikan.”
“Jika tidak menyulitkan engkau, siswa, tolong nyatakan kepada kelompok ini lima hal yang ditetapkan oleh para brahmana dalam melakukan perbuatan baik, untuk mencapai kebajikan.”
“Tidak menyulitkan saya, Guru Gotama, ketika para mulia seperti Guru Gotama dan yang lain sedang duduk bersama [dalam kelompok].”
“Jika demikian, nyatakan hal itu, siswa.”
9. “Guru Gotama, kebenaran adalah hal pertama yang ditetapkan oleh para brahmana untuk melakukan perbuatan baik, untuk mencapai kebajikan. Petapaan adalah hal kedua … Selibat adalah hal ketiga … Belajar adalah hal keempat … Kedermawanan adalah hal kelima yang ditetapkan oleh para brahmana dalam melakukan perbuatan baik, untuk mencapai kebajikan. Ini adalah lima hal yang ditetapkan oleh para brahmana dalam melakukan perbuatan baik, untuk mencapai kebajikan. Bagaimana pendapat Guru Gotama?”
“Kalau begitu, bagaimana, siswa,911 di antara para brahmana itu adakah satu brahmana saja yang berkata demikian: ‘Aku menyatakan hasil dari lima hal ini setelah mewujudkannya sendiri melalui pengetahuan langsung’?” – “Tidak, Guru Gotama.”
“Kalau begitu, bagaimana, siswa, di antara para brahmana itu adakah satu guru atau guru dari guru sampai tujuh generasi sebelumnya yang berkata demikian:’Aku menyatakan hasil dari lima hal ini setelah mewujudkannya sendiri melalui pengetahuan langsung’?” – “Tidak, Guru Gotama.” [200]
“Kalau begitu, bagaimana, siswa, para penglihat brahmana kuno, para pencipta hymne, penggubah hymne, mereka yang hymne kunonya telah sejak dulu dilagukan, diucapkan, dan dikumpulkan dan para brahmana masa-kini masih melagukan dan mengulang, mengulangi apa yang dulu diucapkan, menghafalkan kembali apa yang dulu dihafalkan – mereka adalah Atthaka, Vamaka, Vamadeva, Vessamitta, Yamataggi, Angirasa, Bharadvaja, Vasettha, Kassapa, dan Bhagu – apakah bahkan para penglihat brahmana kuno ini dulu berkata demikian: ‘Kami menyatakan hasil dari lima hal ini karena telah mewujudkannya sendiri melalui pengetahuan langsung’?” “Tidak, Guru Gotama.”
“Jadi, siswa, tampaknya di antara para brahmana itu tidak adasatu pun yang berkata demikian: ‘Aku menyatakan hasil dari lima hal ini setelah mewujudkannya sendiri melalui pengetahuan langsung.’ Dan di antara para brahmana itu tidak ada satu guru atau guru dari guru sampai tujuh generasi sebelumnya yang berkata demikian:’Aku menyatakan hasil dari lima hal ini setelah mewujudkannya sendiri melalui pengetahuan langsung.’ Dan para penglihat brahmana kuno, para pencipta hymne, penggubah hymne … bahkan para penglihat brahmana kuno ini dulu tidak berkata demikian: ‘Kami menyatakan hasil dari lima hal ini setelah mewujudkannya sendiri melalui pengetahuan langsung.’Andaikan saja ada sebaris orang buta yang masing-masing bersentuhan dengan berikutnya: orang yang pertama tidak melihat, yang di tengah tidak melihat, dan yang terakhir tidak melihat. Demikian pula, siswa, sehubungan dengan pernyataan mereka itu para brahmana tampaknya mirip dengan sebaris orang buta: orang yang pertama tidak melihat, yang di tengah tidak melihat, dan yang terakhir tidak melihat.”
10. Ketika hal ini dikatakan, siswa brahmana Subha, putra Todeyya, menjadi marah dan tidak senang dengan perumpamaan sebaris orang buta, dan dia mencerca, menghina, dan mengecam Yang Terberkahi, dengan berkata: “Petapa Gotama akan menjadi paling buruk.” Kemudian dia berkata kepada Yang Terberkahi: “Guru Gotama, brahmana Pokkharasati dari kelompok Upamanna, penguasa Hutan Subhaga, berkata demikian:912′ Beberapa petapa dan brahmana di sini menyatakan kondisi-kondisi supra-manusiawi, perbedaan-perbedaan dalam pengetahuan dan penglihatan yang dimiliki para mulia. Tetapi apa yang mereka katakan [201] ternyata menggelikan; ternyata hanya kata-kata belaka, yang kosong dan tidak bermakna. Karena bagaimana seorang manusia mengetahui atau melihat atau memiliki kondisi supramanusiawi, perbedaan dalam pengetahuan dan penglihatan yang dimiliki para mulia? Itu tidak mungkin.”
11. “Kalau begitu, siswa, bagaimana brahmana Pokkharasati memahami pikiran-pikiran semua petapa dan brahmana, setelah melingkupinya dengan pikirannya sendiri ?”
“Guru Gotama, brahmana Pokkharasati bahkan tidak memahami pikiran budak perempuannya Punnika, setelah melingkupinya dengan pikirannya sendiri, jadi bagaimana dia dapat memahami pikiran-pikiran semua petapa dan brahmana?”
12. “Siswa, seandainya saja ada laki-laki yang terlahir buta, yang tidak dapat melihat bentuk gelap dan terang, yang tidak dapat melihat bentuk biru, kuning, merah, atau merah muda , yang tidak dapat melihat apa yang rata dan tak-rata, yang tidak dapat melihat bintang atau matahari dan bulan. Dia mungkin berkata demikian: Tdak ada bentuk gelap dan terang, dan tak ada seorang pun yang melihat bentuk gelap dan terang; tidak ada bentuk biru, kuning, merah, atau merah muda, dan tak seorang pun yang melihat bentuk biru, kuning, merah, atau merah muda; tidak ada yang rata dan tak-rata, dan tak ada seorang pun yang melihat yang rata dan tak-rata; tidak ada bintang dan tidak ada matahari dan bulan, dan tidak ada seorang pun yang melihat bintang dan matahari dan bulan. Aku tidak mengetahui ini semua, aku tidak melihat itu semua, oleh sebab itu, itu semua tidak ada.’ Ketika berbicara demikian, siswa, apakah dia berbicara dengan benar?”
“Tidak, Guru Gotama. Ada bentuk gelap dan terang, dan mereka yang melihat bentuk gelap dan terang … ada bintang dan matahari dan bulan, dan mereka yang melihat bintang dan matahari dan bulan. [202] Berkata, ‘Aku tidak mengetahui itu semua, aku tidak melihat itu semua, oleh sebab itu, itu semua tidak ada,’dia berbicara dengan tidak benar.”
13. “Demikian juga, siswa, brahmana Pokkharasati itu buta dan tidak bisa melihat. Bahwa dia bisa mengetahui atau melihat atau memahami kondisi supra-manusiawi, perbedaan dalam pengetahuan dan penglihatan yang dimiliki para mulia – hal ini tidak mungkin. Bagaimana pendapatmu, siswa? Apa yang lebih baik bagi brahmana-brahmana kaya dari Kosala seperti misalnya brahmana Canki, brahmana Tarukkha, brahmana Pokkharasati, brahmana Anussoni, atau ayahmu brahmana Todeyya – bahwa pernyataan yang mereka buat sejalan dengan kesepakatan duniawi atau menyimpang dari kesepakatan duniawi ?”- “Bahwa mereka sejalan dengan kesepakatan duniawi, Guru Gotama.”
“Apa yang lebih baik bagi mereka, bahwa semua pernyataan yang mereka buat itu dipikirkan dengan baik atau sembarangan?” – “Dipikirkan dengan baik, Guru Gotama.” “Apa yang lebih baik bagi mereka, bahwa mereka membuat semua pernyataan setelah merefleksikannya atau tanpa merefleksikannya?” – “Setelah merefleksikannya, Guru Gotama.” – “Apa yang lebih baik bagi mereka, bahwa semua pernyataan yang mereka buat itu bermanfaat atau tidak bermanfaat?” – “Bermanfaat, Guru Gotama.”
14. “Bagaimana pendapatmu, siswa? Jika demikian hainya, apakah pernyataan yang dibuat oleh brahmana Pokkharasati sejalan dengan kesepakatan duniawi atau menyimpang dari kesepakatan duniawi?” – “Menyimpang dari kesepakatan duniawi, Guru Gotama.” – “Apakah pernyataan yang dibuat itu dipikirkan dengan baik atau sembarangan?” – “Sembarangan,Guru Gotama.” – “Apakah pernyataan itu dibuat setelah merefleksilkannya atau tanpa merefleksikannya?” – “Tanpa merefleksikannya, Guru Gotama.” – “Apakah pernyataan yang dibuat itu bermanfaat atau ticlak bermanfaat?” – “Ticlak bermanfaat, Guru Gotama.” [203]
15. “Ada lima penghalang ini, pelajar. Apakah yang lima itu? Penghalang nafsu indera, penghalang niat-jahat, penghalang kemalasan dan kelambanan, penghalang kegelisahan dan penyesalan, serta penghalang keraguan. Inilah lima penghalang itu. Brahmana Pokkharasati itu terbelenggu, terhalang, tertutup, dan diselimuti oleh lima penghalang ini. Bahwa dia bisa mengetahui atau melihat atau memahami kondisi supra-manusiawi, perbedaan di dalam pengetahuan dan penglihatan yang dimiliki para mulia – hal ini tidak mungkin.
16. “Ada lima tali kesenangan indera, siswa. Apakah yang lima itu? Bentuk yang dapat dikognisi oleh mata yang diharapkan, diinginkan, menyenangkan, dan disukai, yang
berhubungan dengan nafsu indera dan memancing nafsu jasmani. Suara yang dapat dikognisi oleh telinga … Bebauan yang dapat dikognisi oleh hidung … Citarasa yang dapat dikognisi oleh lidah … Sentuhan yang dapat dikognisi oleh tubuh yang diharapkan, diinginkan, menyenangkan, dan disukai, yang berhubungan dengan nafsu indera dan memancing nafsu jasmani. Inilah lima tali kesenangan indera itu. BrahmanaPokkharasati itu terikat oleh lima tali kesenangan indera ini,tergila-gila olehnya dan benar-benar tidak dapat terlepas darinya; dia menikmati semua itu tanpa melihat bahaya di dalamnya atau memahami jalan keluar darinya. Bahwa dia bisa mengetahui atau melihat atau memahami kondisi supramanusiawi, perbedaan di dalam pengetahuan dan penglihatan yang dimiliki para mulia – hal ini tidak mungkin.
17. “Bagaimana pencdapatmu, siswa? Manakah dari dua api ini yang akan memiliki nyala, warna, dan cahaya yang [lebih baik] – api yang mungkin menyala bergantung atas bahan bakarnya, seperti misalnya rumput dan kayu, atau api yang mungkin menyala tanpa bergantung pada bahan bakarnya, seperti misalnya rumput dan kayu?”
“Seandainya saja mungkin, Guru Gotama, bagi api untuk menyala tanpa bergantung atas bahan bakarnya seperti misalnya rumput dan kayu, api seperti itu yang akan memiliki nyala, warna dan cahaya [yang lebih baik].”
“Hal itu memang tidak mungkin, siswa, memang tidak bisa terjadi bahwa api menyala tanpa bergantung atas bahan bakarnya seperti misalnya rumput dan kayu kecuali melalui [penggunaan] kekuatan supranatural. Sebagaimana halnya api yang menyala dengan bergantung atas bahan bakarnya seperti misalnya rumput dan kayu, kukatakan, demikian juga halnya dengan kegiuran [204] yang bergantung atas lima tali kesenangan indera. Sebagaimana halnya api yang menyala tanpa bergantung atas bahan bakarnya seperti misalnya rumput dan kayu, kukatakan, demikian pula kegiuran yang terlepas dari kesenangan-kesenangan indera, terlepas dari kondisi-kondisi yang tak-bajik. Dan apakah itu, siswa, kegiuran yang terlepasdari kesenangan-kesenangan indera, terlepas dari kondisi-kondisi yang tak-bajik itu? Di sini, sangat terpisah dari kesenangan-kesenangan indera, terpisah dari kondisi-kondisi yang tak-bajik, seorang bhikkhu masuk dan berdiam di dalam jhana pertama, yang dibarengi pemikiran pemicu dan pemikiran yang bertahan, dengan kegiuran dan kesenangan yang terlahir dari kesendirian. Inilah kegiuran yang terlepas dari kesenangan-kesenangan indera, terlepas dari keadaan-keadaan yang tak bajik. Begitu pula, dengan berhentinya pernikiran pemicu dan pemikiran yang bertahan, seorang bhikkhu masuk dan berdiam di dalam jhana kedua, yang memiliki keyakinan-diri dan kemanunggalan pikiran tanpa pemikiran pemicu dan pemikiran yang bertahan, dengan kegiuran dan kesenangan yang terlahir dari konsentrasi. Inilah juga kegiuran yang terlepas dari kesenangan-kesenangan indera, terlepas dari kondisi-kondisi yang tak-bajik.
18. “Dari lima hal itu, siswa, yang ditetapkan oleh para brahmana untuk melakukan perbuatan baik, untuk mencapai kebajikan, yang mana dari lima hal itu yang mereka tetapkan sebagai yang paling besar buahnya untuk melakukan perbuatan baik, untuk mencapai kebajikan?”
Dari lima hal itu, Guru Gotama, yang ditetapkan oleh para brahmana untuk melakukan perbuatan jasa, untuk mencapai kebajikan, mereka menetapkan kedermawanan sebagai yang paling besar buahnya untuk melakukan perbuatan baik, untuk mencapai kebajikan.”
19. “Bagaimana pendapatmu, siswa? Di sini, seorang brahmana mungkin sedang mengadakan persembahan besar, dan dua brahmana lain pergi ke sana karena berpikir untuk mengambil bagian dalam persembahan besar itu. Satu brahmana di antara mereka berpikir: “Oh, seandainya saja aku bisa memperoleh tempat duduk terbaik, air terbaik, dana makanan terbaik di ruang makan; seandainya saja tidak ada brahmana lain yang memperoleh tempat duduk terbaik, air terbaik, dana makanan terbaik di ruang makan!’Tetapi mungkin saja seorang brahmana lain, bukan brahmana tadi itu, yang memperoleh tempat duduk terbaik, air terbaik, dana makanan terbaik di ruang makan. Ketika memikirkan tentang hal ini, [205] brahmana yang pertama itu mungkin menjadi marah dan tidak senang. Hasil macam apa yang dijelaskan oleh para brahmana tentang hal ini?”
“Guru Gotama, para brahmana tidak memberikan persembahan dengan cara demikian, dengan berpikir: ‘Biarkan yang lain menjadi marah dan tidak senang karena ini.’ Alih-alih, para brahmana memberikan persembahan dengan dimotivasi oleh kasih-sayang.”
“Karena demikian halnya, siswa, bukankah hal ini merupakan landasan keenam para brahmana untuk melakukan perbuatan baik, yaitu motivasi kasih-sayang?”913
“Memang demikian halnya, Guru Gotama, hal inilah landasan keenam para brahmana untuk melakukan perbuatan baik, yaitu motivasi kasih-sayang.”
20. “Lima hal itu, siswa, yang ditetapkan oleh para brahmana untuk melakukan perbuatan baik, untuk mencapai kebajikan di mana kamu sering melihat lima hal itu, di antara para perumah-tangga atau di antara mereka yang meninggalkan keduniawian?”
“Lima hal itu, Guru Gotama, yang clitetapkan oleh para brahmana untuk melakukan perbuatan baik, untuk mencapai kebajikan, saya sering melihatnya di antara mereka yang meninggalkan keduniawian, jarang di antara para perumah-tangga. Karena seorang perumah-tangga memiliki banyak kegiatan, banyak fungsi, banyak kesibukan, dan banyak urusan: dia tidak konsisten dan tidak selalu berkata benar, mempraktekkan kepetapaan, menjalankan kehidupan selibat, tekun belajar, atau tekun melakukan kedermawanan. Tetapi seorang yang tak berumah memiliki sedikit kegiatan, sedikit fungsi, sedikit kesibukan, dan sedikit urusan: dia konsisten dan selalu berkata benar, mempraktekkan kepetapaan, menjalankan kehidupan selibat, tekun belajar, dan tekun melakukan kedermawanan. Jadi lima hal yang ditetapkan oleh para brahmana untuk melakukan perbuatan baik, untuk mencapai kebajikan, sering saya lihat di antara mereka yang tak-berumah, jarang di antara para perumah-tangga.”
21. “Lima hal itu, siswa, yang ditetapkan oleh para brahmana untuk melakukan perbuatan baik, untuk mencapai kebajikan, [206] kusebut peralatan pikiran, yaitu, untuk mengembangkan pikiran tanpa rasa permusuhan clan tanpa niat-jahat. Di sini,siswa, seorang bhikkhu adalah pembicara kebenaran. Berpikir: ‘Aku adalah pembicara kebenaran,’ dia memperoleh inspirasi di dalam maknanya, memperoleh inspirasi di dalam Dhamma, memperolah kegembiraan yang berhubungan dengan Dhamma. Kegembiraan yang berhubungan dengan kebajikan inilah yang kusebut peralatan pikiran. Di sini, siswa, seorang bhikkhu adalah petapa … orang yang selibat … orang yang tekun belajar … seseorang yang tekun melakukan kedermawanan. Berpikir: ‘Aku adalah orang yang tekun melakukan kedermawanan,’dia memperoleh inspirasi di dalam maknanya, memperoleh inspirasi di dalarn Dhamma, memperoleh kegembiraan yang berhubungan dengan Dhamma. Kegembiraan yang berhubungan dengan kebajikan inilah yang kusebut peralatan pikiran. Jadi lima hal yang clitetapkan oleh para brahmana untuk melakukan perbuatan baik, untuk mencapai kebajikan itu, kusebut peralatan pikiran, yaitu, untuk mengembangkan pikiran tanpa rasa permusuhan dan tanpa niat-jahat.”
22. Ketika hal ini dikatakan, siswa brahmana Subha, putra Todeyya, berkata kepada Yang Terberkahi: “Guru Gotama, saya telah mendengar bahwa petapa Gotama mengetahui jalan menuju ke kelompok Brahma.”
“Bagaimana pendapatmu, siswa? Apakah desa Nalakara ada di dekat sini, tidakjauh dari tempat ini?”
“Ya, tuan, desa Nalakara ada di dekat sini, tidak jauh dari tempat ini.”
“Bagaimana pendapatmu, siswa? Seandainya saja ada seseorang yang dilahirkan dan dibesarkan di desa Nalakara, dan segera setelah meninggalkan Nalakara dia ditanya tentang jalan menuju desa itu. Akankah orang itu akan lambat atau ragu-ragu menjawabnya?”
“Tidak, Guru Gotama. Mengapa demikian? Karena orang itu telah dilahirkan dan dibesarkan di Nalakara, dan kenal baik dengan semua jalan menuju ke desa itu.”
“Meskipun demikian, seseorang yang dilahirkan dan dibesarkan di Nalakara [207] bisa saja lambat dan ragu-ragu menjawab ketika ditanya tentang jalan menuju ke desa itu, tetapi Tathagata, ketika ditanya tentang alam-Brahma atau jalan menuju ke alam-Brahma, tidak pernah lambat dan ragu-ragu menjawabnya. Aku memahami Brahma, siswa, dan aku memahami alam-Brahma, dan aku memahami jalan menuju ke alam-Brahma, dan aku memahami bagaimana seseorang harus berlatih agar muncul kembali di alam-Brahma.
23. “Guru Gotama, saya telah mendengar Guru Gotama mengajarkan jalan menuju ke kelompok Brahma. Sungguh bagus jika Guru Gotama mengajarkan pada saya jalan menuju ke kelompok Brahma.”
“Jika demikian, siswa, dengarkan dan perhatikan baik-baik apa yang akan kukatakan.”
“Ya, tuan,” jawabnya. Yang Terberkahi berkata demikian:
24. “Apakah, siswa, jalan menuju ke kelompok Brahma itu? Di sini, seorang bhikkhu yang berdiam dengan melingkupi satu penjuru dengan pikiran yang dipenuhi cinta-kasih, demikian juga penjuru yang kedua, demikian juga penjuru yang ketiga, demikian juga penjuru yang keempat; demikian juga ke atas, ke bawah, ke sekeliling, dan ke mana pun, dan kepada sernua seperti juga kepada dirinya sendiri, dia berdiam dengan melingkupi dunia yang sepenuhnya terliputi oleh pikiran yang dipenuhi cinta-kasih, yang melimpah, tak-terhingga, tak-terukur, tanpa rasa permusuhan dan tanpa niat-buruk. Ketika pembebasan pikiran dengan cinta-kasih ini dikembangkan dengan cara itu, tidak lagi tersisa tindakan yang membatasi, tidak ada lagi yang tersisa di sana. Sama hainya peniup terompet yang bersemangat dapat membuat dirinya terdengar tanpa kesulitan ke empat penjuru, demikian juga, ketika pembebasan pikiran dengan cinta-kasih ini dikembangkan dengan cara itu, tidak lagi tersisa tindakan yang membatasi, tidak ada lagi yang tersisa di sana .915 Inilah jalan menuju ke kelompok Brahma.
25-27. “Sekali lagi, seorang bhikkhu berdiam dengan melingkupi satu penjuru dengan pikiran yang dipenuhi kasih sayang …dengan pikiran yang dipenuhi kegembiraan yang bersimpati … dengan pikiran yang dipenuhi ketenang-seimbangan, demikian juga penjuru yang kedua, demikian juga penjuru yang ketiga, demikian juga penjuru yang keempat; demikian juga ke atas, ke bawah, ke sekeliling, dan ke mana pun, dan kepada sernua seperti juga kepada dirinya sendiri, dia berdiam dengan melingkupi dunia yang sepenuhnya terliputi oleh pikiran yang dipenuhi cinta-kasih, yang melimpah, tak-terhingga, [208] takterukur, tanpa rasa permusuhan dan tanpa niat-buruk. Ketika pembebasan pikiran dengan ketenang-seimbangan ini dikembangkan dengan cara itu, tidak lagi tersisa tindakan yang membatasi, tidak ada lagi yang tersisa di sana. Sama halnya peniup terompet yang bersemangat dapat membuat dirinya terdengar tanpa kesulitan ke empat penjuru, demikian juga, ketika pembebasan pikiran dengan ketenang-seimbangan ini dikembangkan dengan cara itu, tidak lagi tersisa tindakan yang membatasi, tidak ada lagi yang tersisa di sana. Inilah juga jalan menuju ke kelompok Brahma.”
28. Ketika hal ini dikatakan, siswa brahmana Subha, putra Todeyya, berkata kepada Yang Terberkahi: ” “Luar biasa, Guru Gotama! Luar biasa, Guru Gotama! Guru Gotama telah membuat Dhamma menjadi jelas dengan banyak cara, seakan-akan Beliau menegakkan kembali apa yang tadinya terjungkir balik, mengungkapkan apa yang tadinya tersembunyi, menunjukkan jalan bagi orang yang tersesat, atau memberikan penerangan di dalam kegelapan bagi mereka yang mempunyai mata untuk melihat bentuk. Saya pergi kepada Guru Gotama untuk perlindungan dan kepada Dhamma dan kepada Sangha para bhikkhu. Sejak hari ini, biarlah Guru Gotama mengingat saya sebagai pengikut awam yang telah pergi kepada Beliau untuk perlindungan sepanjang hidup.”
29. “Dan sekarang, Guru Gotama, kami mohon diri. Kami sibuk dan punya banyak pekerjaan.”
“Sekarang adalah saatnya, siswa, untuk melakukan apa yang engkau pikir sesuai.”
Kemudian siswa brahmana Subha, putra Todeyya, setelah bersukacita dan bergembira di dalam kata-kata Yang Terberkahi, bangkit dari tempat duduknya, dan setelah memberi hormat kepada Yang Terberkahi, dengan menjaga agar Beliau tetap di sisi kanannya, dia pun pergi.
30. Pada saat itu, brahmana Janussoni sedang meninggalkan Savatthi di tengah hari di dalam kereta serba-putih yang ditarik oleh kuda-kuda putih.916 Dia melihat siswa brahmana Subha, putra Todeyya, datang dari kejauhan dan bertanya kepadanya: “Dari mana Tuan Bharadvaja datang di tengah hari ini?”
“Tuan, saya datang dari menemui petapa Gotama.”
“Bagaimana pendapat Guru Bharadvaja tentang kejernihan dari kebijaksanaan petapa Gotama? Apakah Beliau bijaksana, apakah Beliau tidak bijaksana?” [209]
“Tuan, siapakah saya sehingga bisa mengetahui kejernihan dari kebijaksanaan petapa Gotama? Seseorang tentu harus setara Beliau untuk bisa mengetahui kejernihan dari kebijaksanaan petapa Gotama.”
“Guru Bharadvaja memuji petapa Gotama dengan pujian yang sungguh sangat tinggi.”
“Tuan, siapakah saya sehingga bisa memuji petapa Gotama? Petapa Gotama dipuji oleh yang terpuji sebagai yang terbaik di antara para dewa dan manusia. Tuan, lima hal yang ditetapkan oleh para brahmana untuk melakukan perbuatan baik, untuk mencapai kebajikan, oleh petapa Gotama disebutkan sebagai peralatan pikiran, yaitu, untuk mengembangkan pikiran yang tanpa rasa permusuhan dan tanpa niat-jahat.”
31. Ketika hal ini dikatakan, brahmana Janussoni turun dari kereta serba-putihnya yang ditarik oleh kuda-kuda putih, dan setelah mengatur jubah luarnya di satu bahu, dia menangkupkan tangannya dalam penghormatan ke arah Yang Terberkahi dan berseru: Ini merupakan berkah bagi Raja Pasenadi dari Kosala, ini merupakan berkah bagi Raja Pasenadi dari Kosala sehingga Sang Tathagata, yang telah mantap dan sepenuhnya tercerahkan, bertempat tinggal di negerinya.”

Catatan
908 Todeyya adalah seorang brahmana kaya, tuan tanah di Tudigama, sebuah desa di dekat Savatthi. MN 135 juga membicarakan Subha yang sama.
909 Vibhajjavado kho aham ettha. Pernyataan-pernyataan ini menjelaskan sebutan bagi Buddhisme sebagai vibhjjavada, “doktrin analisa”.
910 Tampaknya, pada waktu itu perdagangan masih berada pada tahap awal perkembang annya. Pernyataan yang sama ini tidak mungkin dibuat sekarang ini!
911 Sama sepeti di MN 95.13.
912 Pernyataan ini pastilah dibuat sebelum Pokkharasati menjadi pengikut Buddha, seperti yang disebutkan pada MN 95.9.
913 Anukampajatika.
914 Pengetahuan ini ada berkenaan dengan kekuatan ketiga Tathagata, yang mengetahui jalan-jalan menuju semua tempat tujuan. Lihat MN 12.12.
915 MA menjelaskan tindakan yang membatasi (pamanakatam kammam) sebagai kamma yang berhubungan dengan lingkup indera (kamavacara). Tindakan ini dibandingkan dengan tindakan yang tanpa-batas atau tak-terukur, yaitu, jhana-jhana yang berkenaan dengan lingkup materi-halus atau lingkup tanpa-materi. Dalam hal ini, brahmavihara memang dimaksudkan untuk dikembangkan pada tingkatan jhana. Ketika jhana yang berkenaan dengan lingkup materi-halus atau lingkup tanpa-materi telah dicapai atau dikuasai, sebuah kamma yang berhubungan dengan lingkup indera tidak dapat mengalahkannya dan memperoleh kesempatan untuk memberikan hasilnya sendiri. Alih-alih, kamma yang berhubungan dengan lingkup materi-halus atau lingkup tanpa materi mengalahkan kamma lingkup-indera dan memberikan hasilnya sendiri. Dengan menghambat hasil dari kamma lingkup-indera, brahmavihara yang telah dikuasi pun mengarah pada kelahiran kembali di kelompok Brahma.
916 Seperti di MN 27.2