Seorang anak atau menantu yang bersikap kurang baik terhadap orang
tua atau mertuanya, tidak mau melaksanakan kewajiban dengan baik, akan
mengalami kemerosotan di dalam hidupnya kelak ia juga akan mengalami hal
yang sama, anak dan menantunya akan bersikap kurang baik terhadap
dirinya. Seorang anak demikian tega sehingga membunuh kedua orang
tuanya, akan terlahir di neraka sekian kali ratusan ribu tahun, kemudian
setelah itu ratusan kali terlahir kembali sebagai mahluk manusia yang
berumur pendek dan selalu tersiksa sebelum mati (Baca kisah Moggalana).
Memang ada orang tua dan mertua yang kurang baik, yang suka menyiksa
atau menghina anak dan menantunya. Ada yang semakin tua semakin sukar
dilayani, semakin cerewet dan semakin keras kepala. Anak harus bersikap
sabar dan menahan diri, anggaplah hal tersebut sebagai buah dari
perbuatan buruk yang telah dilakukan dalam masa yang lampau.
Anak yang baik wajib melayani orang tuanya dengan kasih dan telaten,
sama seperti orang tuanya membesarkan dirinya dengan kasih sayang ketika
ia masih kecil dan sukar diatur (nakal). Berkorban kepentingan untuk
orang tua atau mertua adalah hal yang terpuji.
Memang ada seorang ibu yang kebetulan hanya memiliki seorang putera,
menganggap menantunya sebagai saingan dalam rangka merebut perhatian
anaknya; apalagi kalau ia sudah menjadi janda. Ia selalu mencampuri
keluarga anaknya, selalu ikut mengatur apa yang baik untuk anaknya,
tanpa mekikirkan bahwa anaknya itu sudah dewasa dan telah menikah. Si
menantu harus siap untuk bersabar dan bersabar lagi, karena apabila ia
juga “melayani” sikap negatif dari ibu mertuanya, yang akan susah adalah
suami dan dirinya sendiri. Banyak suami yang sukar untuk menentukan
sikap, apabila terjadi masalah di antara ibu dan isterinya. Adalah
bijaksana untuk semua pihak mengendalikan diri dengan baik, selalu
memegang teguh ajaran Sang Buddha dalam hidup sehari-hari.
Menurut Sang Buddha di dalam dunia ini terdapat dua orang yang tidak
dapat dibayar lunas jasa-jasa baiknya, yaitu ibu dan ayah. Meskipun
seseorang memanggul ibu dan ayahnya diatas kedua bahunya sampai 100
tahun lamanya, memberikan tunjangan kepada ibu dan ayahnya, membalur
tubuh mereka, dengan obat gosok, memijit, membersihkan dan mengurut kaki
mereka, dan kadang-kadang mereka mengotorinya dengan air seni dan
tinja, ia tetap tidak dapat membayar lunas jasa-jasa kebaikan orang
tuanya. Selanjutnya, meskipun ia menempatkan orang tuanya menjadi
pejabat tinggi, menjadi orang yang sangat kaya dan berkuasa, ia tetap
belum dapat membayar lunas jasa-jasa kebaikan orang tuanya. Karena orang
tua telah berbuat banyak sekali kepada anak, yaitu membesarkan, memberi
makan, mendidik dan memperkenalkan dunia luar kepada anak mereka.
Apabila ada anak yang dapat mendorong orang tuanya yang tidak
memiliki keyakinan, agar memiliki dan mengembangkan keyakinannya
terhadap Dhamma; apabila ada anak yang dapat mendorong orang tuanya yang
tidak bermoral, agar memiliki dan mengembangkan moral sesuai dengan
Dhamma; apabila ada anak yang dapat mempengaruhi orang tuanya yang
sangat kikir, agar memiliki dan mengembangkan sikap murah hati; apabila
ada anak yang dapat mendorong orang tuanya yang bodoh atau dungu, agar
memiliki dan mengembangkan kebijaksanaan, dengan berbuat demikian,
barulah ia dapat membayar lunas jasa-jasa kebaikan orang tuanya, bahkan
lebih daripada, itu.
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 9 tahun 1975
tentang Pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan Bab V tentang Tatacara Perceraian pasal 19 disebut
bahwa perceraian dapat terjadi karena alasan atau alasan-alasan :
Setelah diperoleh keputusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum
mengikat pasti, dalam pengertian apabila tidak dilakukan upaya
permohonan banding atau kasasi atau setelah upaya-upaya hukum itu
selesai ditempuh, berdasarkan surat keputusan Pengadilan yang memutus
perceraian tersebut, selanjutnya dilakukan Pencatatan di tempat dimana
perkawinan itu semula dicatatkan untuk dapat dikeluarkan atau diperoleh
Akte Perceraian bagi suami isteri sudah bercerai tersebut.
Catatan :
Seperti telah diuraikan diatas, ternyata di dalam Undang-undang
Perkawinan yang berlaku dewasa ini serta juga dalam peraturan
pelaksanaannya, hanya ditentukan mengenai keabsahan perkawinan yaitu
harus dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya
itu serta harus dicatat menurut peraturan perundangan yang berlaku. Akan
tetapi di dalam masalah perceraian, kecuali yang dilakukan di hadapan
Pengadilan Agama bagi umat Islam, tidak ditentukan keharusan misalnya
keabsahan perceraian harus memenuhi hukum masing-masing agama dan
kepercayaannya, dalam hal ini misalnya agama Buddha.
Di dalam agama Buddha sendiri, tidak diajarkan kepada umat Buddha
mengenai apakah perceraian itu merupakan hal yang dilarang menurut
Dhamma; oleh sebab itu seorang suami atau seorang isteri yang merasa
dirinya sudah tidak dapat melanjutkan lagi kehidupan bersama pasangannya
sebagai suami isteri dengan alasan-alasan tersendiri, dituntut dengan
segala pertimbangan yang didasarkan kepada ajaran moral yang tinggi
berdasarkan Buddha Dhamma, untuk mempertimbangkan dengan penuh kesadaran
baik buruknya kalau mereka bercerai, apalagi apabila di dalam
perkawinan itu sudah dilahirkan anak atau anak-anak, yang pada umumnya
justru anak-anaklah yang paling menderita akibat dari suatu perceraian.
Dengan mengambil panutan yang dilakukan oleh Pangeran Siddharta
Gotama sendiri, walaupun untuk kepentingan yang demikian besar, yaitu
mencari Jalan untuk membebaskan semua mahluk dari belenggu kebodohan,
Beliau pergi meninggalkan isteri dan anakNya, demikian juga istanaNya,
namun Beliau tidak menceraikan isteriNya, bahkan setelah mencapai
Penerangan Sempurna dan menjadi Buddha, Beliau mengajarkan Dhamma kepada
isteri dan anakNya tersebut.
Seperti telah diuraikan di muka, umat Buddha di Indonesia wajib untuk
mentaati hukum Negara, termasuk juga dalam masalah perkawinan dan
masalah perceraian. Apabila seorang suami atau seorang isteri atas dasar
pertimbangannya sendiri yang masak dan telah bulat hati memilih jalan
perceraian, maka dari segi agama Buddha hal itu sudah merupakan
keputusan, dalam pengertian bahwa perceraian tersebut merupakan
perbuatan yang akan dipetik hasilnya kelak di kemudian hari, entah baik
atau buruk, merupakan sesuatu yang harus diterimanya; sedangkan dari
hukum Negara wajiblah ditempuh ketentuan-ketentuan yang berlaku seperti
diatur dalam pasal 39 Undang-undang No 1 Tahun 1974 dan pasal 19
Peraturan Pemerintah No 9 Tahun 1975 tersebut di atas.
SIGALOVADA SUTTA
(Digha Nikaya III, 180-193)
Demikianlah telah kudengar :
1. Pada suatu hari Sang Bhagava berdiam di Kalandakanivapa (tempat
pemeliharaan tupai), Veluvana (Hutan Bambu), dekat kota Rajagaha. Ketika
itu seorang pemuda bernama Sigala, bangun pagi-pagi sekali, pergi
keluar kota dengan rambut dan pakaian basah menyembah dengan
merangkapkan tangannya ke atas, keenam arah langit dan bumi: arah timur,
arah selatan, arah barat, arah utara, arah bawah dan arah atas.
2. Dan Sang Bhagava pagi hari itu, setelah selesai berkemas, membawa
mangkuk dan jubahNya memasuki kota Rajagaha untuk pindapata
(mengumpulkan dana makanan). Ketika Beliau melihat pemuda Sigala sedang
memuja dengan caranya tersebut Beliau bertanya :”Mengapa, anak muda,
engkau bangun pagi-pagi sekali, membasahi rambut dan pakaianmu kemudian
menyembah ke enam arah langit dan bumi ?’
“Yang Mulia, ayahku ketika mau meninggal dunia telah meninggalkan
pesan, “Anakku yang tercinta, engkau harus memuja ke enam arah langit
dan bumi.” Karena saya ingin menaati pesan ayahku yang kujunjung tinggi,
yang kuhormati dan kuanggap suci, maka saya bangun pagi-pagi sekali,
lalu pergi ke luar Rajagaha dan memuja secara begini.”
“Tetapi dalam agama Ariya, anak muda, memuja enam arah langit dan bumi bukan begitu caranya. ” Ujar Sang Buddha.
“Kalau begitu, bagaimanakah cara memuja enam arah langit dan bumi
dalam agama Ariya ? Alangkah baiknya, apabila Yang Mulia berkenan
memberikan pelajaran kepada saya, bagaimana seharusnya enam arah langit
dan bumi itu dipuja menurut ajaran agama Ariya. ”
“Kalau begitu, dengarlah anak muda, perhatikanlah baik-baik apa yang akan Kukatakan. ”
” Baiklah, Yang Mulia. ”
3. “Anak muda, apabila seorang siswa Ariya telah menyingkirkan empat
cacad dalam tingkah laku, apabila ia tidak melakukan perbuatan-perbuatan
jahat karena dorongan dari empat sebab, apabila ia tidak melakukan enam
jalan untuk menghabiskan harta, dengan demikian ia menjauhkan diri dari
empat belas kejahatan; ia adalah pemuja dari enam arah langit dan bumi.
Ia melakukan hal-hal tersebut untuk menaklukkan dua dunia (alam), ia
akan menikmati hasilnya baik di dunia ini maupun di dunia yang akan
datang. Pada saat badan jasmaninya hancur, setelah mati, ia akan
bertumimbal lahir di alam surga yang berbahagia.
Apakah empat cacad dalam tingkah laku yang telah ia singkirkan ?’
-
Memusnahkan mahluk hidup
-
Mengambil apa yang tidak diberikan
-
Melakukan perbuatan asusila
-
Mengucapkan kata-kata yang tidak benar
Inilah empat cacad dalam tingkah laku yang telah ia singkirkan. ”
4. Kemudian Sang Bhagava melanjutkan :
“Untuk pembunuhan, pencurian, dusta dan perzinahan, tidak sepatah kata pujianpun pernah diberikan oleh para Bijaksana. “
5. “Apakah empat sebab yang mendorong seseorang untuk melakukan
kejahatan?” “Perbuatan jahat dilakukan atas dorongan : hawa nafsu,
kebencian, kebodohan dan ketakutan. Karena seorang siswa Ariya tidak
lagi dapat dipengaruhi, maka ia tidak akan melakukan perbuatan jahat
karena dorongan empat sebab tersebut diatas.”
6. Selanjutnya Sang Bhagava bersabda :
“Barang siapa yang melanggar Dhamma,
Karena hawa nafsu, kebencian, kebodohan dan ketakutan,
Nama baiknya akan menjadi suram,
Bagaikan bulan sabit pada waktu gelap bulan.
Barang siapa yang tidak melanggar Dhamma,
Karena hawa nafsu, kebencian, kebodohan dan ketakutan,
Nama baik dan kemashurannya akan meningkat,
Bagaikan bulan purnama pada waktu terang bulan.”
7. “Apakah yang dimaksud dengan enam jalan untuk menghabiskan harta ?”
“Yang dimaksud dengan enam jalan untuk menghabiskan harta adalah :
-
Ketagihan minuman keras (alkohol)
-
Sering mengunjungi tempat hiburan
-
Sering berkeliaran di jalan pada waktu yang tidak layak
-
Gemar berjudi
-
Pergaulan dengan orang jahat
-
Kebiasaan bermalas-malasan. “
8. “Terdapat enam bahaya, anak muda, bagi mereka yang ketagihan minuman keras.”
a.1. Harta cepat habis
a.2. Sering bertengkar dengan orang lain
a.3. Mudah terserang penyakit
a.4. Kehilangan watak yang baik
a.5. Penampilan diri menjadi tidak pantas
a.6. Kecerdasan berkurang
9. “Terdapat enam bahaya, anak muda, bagi orang yang sering berkeliaran di jalan pada, waktu yang tidak layak. ”
Enam bahaya itu adalah :
b.1. Dirinya tidak terjaga dan tidak terlindungi dengan baik
b.2. Anak dan isterinya juga tidak terjaga dan tidak terlindungi dengan baik
b.3. Hartanya juga tidak terjaga dan tidak terlindungi dengan baik
b.4 Sering dituduh melakukan kejahatan (yang belum terungkap)
b.5. Mengalami banyak kesulitan lain
10. “Terdapat enam bahaya, anak muda, bagi mereka yang sering mengunjungi tempat-tempat hiburan. ”
Didalam pikirannya selalu bertanya-tanya :
c.1. Dimanakah ada tari-tarian ?
c.2. Dimanakah ada nyanyi-nyanyian?
c.3. Dimanakah ada musik ?
c.4. Dimanakah ada pertunjukan ?
c.5. Dimanakah ada pukulan tabuh-tabuhan ?
c.6. Dimanakah ada pukulan gendang ?
11. “Terdapat enam bahaya, anak muda, bagi orang yang gemar berjudi”
Enam bahaya itu adalah :
d.1. Jika ia menang, maka ia akan dibenci orang yang kalah
d.2. Jika ia kalah, ia hanya dapat meratapi hartanya yang hilang
d.3. Menghambur-hamburkan harta kalau menang judi
d.4. Di pengadilan, kata-katanya tidak dipercaya
d.5. Dipandang rendah oleh kawan-kawan dan para pejabat
d.6. Tidak dicari oleh para orang tua yang sedang mencari menantu,
karena mereka beranggapan bahwa seorang penjudi tidak akan mampu
mempunyai seorang isteri.
12. “Terdapat enam bahaya, anak muda, bagi orang yang mempunyai pergaulan dengan orang-orang jahat. ”
Enam bahaya itu adalah :
e.1. Setiap penjudi adalah kawannya
e.2. Setiap orang yang cabul (pelaku asusila) adalah kawannya
e.3. Setiap pemabuk adalah kawannya
e.4. Setiap pembohong adalah kawannya
e.5. Setiap penipu adalah kawannya
e.6. Setiap pembuat keributan adalah kawannya
13. “Terdapat enam bahaya, anak muda, bagi orang yang mempunyai kebiasaan suka bermalas-malasan.”
Enam bahaya itu adalah :
f.1. Dengan alasan terlalu dingin, ia tidak mau bekerja
f.2. Dengan alasan terlalu panas, ia tidak mau bekerja
f.3. Dengan alasan terlalu pagi, ia tidak mau bekerja
f.4. Dengan alasan terlalu siang, ia tidak mau bekerja
f.5. Dengan alasan terlalu lapar, ia tidak mau bekerja
f.6. Dengan alasan terlalu kenyang, ia tidak mau bekerja
Sehingga semua pekerjaan yang harus ia kerjakan tidak dilakukan.
Harta yang ada akan semakin menyusut dan habis, sedangkan harta yang
baru tidak ia dapatkan. Demikianlah apa yang disabdakan oleh Sang
Buddha.
14. Setelah itu Sang Bhagava melanjutkan :
“Beberapa orang adalah kawan minum-minum,
Beberapa lagi mengaku sebagai kawan baikmu,
Tetapi mereka yang membuktikan menjadi kawanmu,
Sewaktu kamu berada dalam kesulitan,
Merekalah sesungguhnya kawanmu yang sejati.
Bangun tidur terlampau siang, berzinah,
Bertengkar, melakukan perbuatan jahat,
Bergaul dengan orang jahat, berhati kejam,
Inilah enam sebab yang membuat orang
mengalami keruntuhan.
Berkawan dengan orang jahat,
Hidup dengan cara yang tidak baik,
Baik di dunia ini maupun di dunia yang akan datang,
Orang ini akan menderita dengan menyedihkan.
Berjudi dan main perempuan, minum-minuman keras,
menonton tari-tarian dan nyanyi-nyanyian,
Tidur di waktu siang dan berkeliaran di waktu malam,
Berkawan dengan orang jahat, berhati kejam,
Inilah enam sebab yang membuat orang mengalami keruntuhan.
Bermain judi, minum minuman keras,
Melakukan perbuatan asusila dengan isteri orang,
Mengikuti orang yang dungu, tidak mengikuti orang yang bijaksana,
Ia akan mejadi suram seperti bulan sabit pada waktu gelap bulan.
Peminum minuman keras, miskin melarat,
Tidak pernah puas minum minuman keras,
pengunjung setia kedai minum,
Bagaikan batu ia tenggelam dalam hutang,
Cepat sekali ia membawa nista kepada keluarganya.
Siapa yang tidur di siang hari,
Dan bergadang di malam hari,
Orang yang selalu tidak bertanggung jawab,
minum minuman keras tanpa batas,
Tentu tidak pantas menjadi kepala keluarga.
Terlalu dingin ! Terlalu panas ! Terlalu siang!
Begitulah keluhannya,
Dengan demikian ia mengelakkan diri dari
pekerjan yang menunggu,
Kesempatan lewat untuk selama-lamanya.
Tetapi orang yang menganggap hawa dingin
atau hawa panas sama saja,
Tidak menghiraukannya dan tetap melakukan
pekerjaannya sebagaimana mestinya,
Ia tidak akan kehilangan kebahagiaannya
dengan cara apapun juga.
15. Empat macam manusia, anak muda, yang harus dianggap sebagai musuh yang berpura-pura menjadi sahabatmu :
-
Orang yang sangat serakah
-
Orang yang banyak bicara, tetapi tidak berbuat apa-apa
-
Seorang penjilat
-
Seorang pemboros
16. Atas dasar empat hal “orang yang sangat serakah” harus dianggap sebagai musuh yang berpura-pura menjadi sahabatmu :
a. 1. Sangat tamak
a. 2. Memberi hanya sedikit, mengambil banyak
a. 3. Melakukan kewajiban karena takut
a. 4. Hanya mengingat kepentingannya sendiri saja
17. Atas dasar empat hal “orang yang banyak bicara, tetapi tidak
berbuat apa-apa” harus dianggap sebagai musuhmu yang berpura-pura
menjadi sahabatmu :
b.1. Ia membuat pernyataan yang menyenangkan tentang hal-hal yang telah lalu
b.2. Ia membuat pernyataan yang menyenangkan tentang hal-hal yang akan datang
b.3 Ia berusaha disukai olehmu dengan mengucapkan kata-kata yang menyenangkan dan tidak ada isinya
b.4. Tetapi, apabila sudah tiba saatnya untuk melakukan sesuatu untukmu,
ia akan menyatakan tidak sanggup dengan mengemukakan berbagai alasan
yang dicari-cari.
18. Atas dasar empat hal “seorang penjilat” dianggap sebagai musuh yang berpura-pura menjadi sahabatmu :
c.1. Ia membiarkan anda berbuat kesalahan
c.2. Ia tidak menganjurkan anda untuk berbuat kebajikan
c.3. Didepanmu anda dipuji-puji
c.4. Dibelakangmu ia mencela dirimu.
19. Atas dasar empat hal “seorang pemboros” harus dianggap sebagai musuh yang berpura-pura menjadi sahabatmu :
d.1. Ia menjadi sahabatmu, apabila anda suka minum-minuman keras
d.2. Ia menjadi sahabatmu, apabila anda sering berkeliaran di jalan pada waktu yang tidak pantas
d.3. Ia menjadi sahabatmu, apabila anda sering mengunjungi tempat pelesiran
d.4. Ia menjadi sahabatmu, apabila anda gemar bejudi.
20. Setelah itu Sang Bhagava melanjutkan :
“Kawan yang hanya mencari sesuatu untuk diambil,
Kawan yang ucapannya berlainan dengan perbuatannya,
Kawan yang pandai menjilat untuk membuat engkau merasa senang,
Kawan yang gembira di jalan yang sesat,
Keempat orang tersebut sebenarnya adalah musuhmu;
Setelah dapat mengenalinya dengan baik,
Seyogyanya orang Bijaksana menghindarinya jauh-jauh,
Bagaikan menghindari jalan yang berbahaya dan menakutkan.”
21. Empat macam manusia, anak muda, yang harus dipandang sebagai sahabat yang berhati tulus :
-
Sahabat yang suka menolong
-
Sahabat di waktu senang dan di waktu susah
-
Sahabat yang suka memberi nasehat yang baik
-
Sahabat yang selalu memperhatikan keadaanmu
22. Atas dasar empat hal “sahabat yang suka menolong” harus dipandang sebagai sahabat yang berhati tulus :
a. 1. Ia menjaga dirimu ketika kamu sedang lengah
a. 2. Ia menjaga milikmu ketika kamu sedang tidak waspada
a. 3. Ia akan melindungimu ketika kamu sedang ketakutan
a. 4. Apabila kamu mau melakukan sesuatu, ia akan membantu kamu lebih dari yang kamu butuhkan
24. Atas dasar empat hal “sahabat di waktu senang dan di waktu susah” harus dipandang sebagai sahabat yang berhati tulus :
b.1. Ia mempercayakan rahasianya kepadamu
b.2. Ia juga menjaga rahasiamu
b.3. Apabila kamu dalam kesulitan, ia tidak akan meninggalkan kamu sendirian
b.4. Bahkan ia rela mengorbankan dirinya untuk membela kamu
24. Atas dasar empat hal “sahabat yang suka memberikan nasehat yang baik” harus dipandang sebagai sahabat yang berhati tulus :
c.1. Ia mencegah kamu berbuat kesalahan
c.2. Ia menganjurkan kamu berbuat baik
c.3. Ia memberitahukan apa yang kamu belum pernah dengar
c.4. Ia menunjukkan kamu jalan ke surga
25. Atas dasar empat hal “sahabat yang selalu memperhatikan keadaanmu” harus dipandang sebagai sahabat yang berhati tulus :
d.1. Ia tidak bergembira melihat kamu mendapat bencana
d.2. Ia turut bergembira melihat keberhasilanmu
d.3. Ia mencegah orang lain berbicara buruk tentang dirimu
d.4. Ia menyetujui setiap orang yang mernuji dirimu.
26. Kemudian Sang Bhagava melanjutkan :
“Sahabat yang suka menolong dirimu,
Sahabat di waktu senang dan di waktu susah,
Ia yang suka memberikan nasehat yang baik,
Dan ia selalu memperhatikan keadaanmu,
Orang Bijaksana menganggap empat jenis manusia tersebut
Sebagai sahabat sejati dan wajib menjaganya dengan baik
Seperti seorang ibu menjaga anak kandungnya sendiri.
Orang yang bajik dan cerdas, Bercahaya seperti api yang menyala
di puncak bukit,
Baginya menimbun harta bagaikan kumbang,
Yang menjelajah mengumpulkan madu tanpa menyakiti siapapun juga
Hartanya menumpuk bagaikan sarang semut yang semakin tinggi,
Jika harta dikumpulkan secara demikian,
Ia akan sanggup menolong sanak keluarganya,
Seyogyanya ia membagi empat hartanya,
Yang sangat disukai dalam kehidupan,
Sebagian ia pakai untuk dinikmati,
Dua bagian lain untuk menjalankan usahanya,
Bagian keempat ia simpan dan timbun,
Sehingga tersedia cadangan jika suatu saat ia memerlukannya.”
27. Dengan cara bagaimanakah, anak muda, siswa yang Ariya menjaga enam arah? Keenam arah itu harus dipandang sebagai berikut :
-
Kedua orang tua sebagai arah timur
-
Guru sebagai arah selatan
-
Isteri dan anak sebagai arah barat
-
Sahabat dan kenalan sebagai arah utara
-
Pelayan dan karyawan sebagai arah bawah
-
Para guru agama dan pertapa sebagai arah atas
28. Dengan lima cara seorang anak memperlakukan orang tuanya sebagai arah timur :
a.1. Dahulu aku telah dipelihara/dibesarkan oleh mereka, sekarang aku akan menyokong mereka
a.2. Aku akan melakukan tugas-tugas kewajibanku terhadap mereka
a.3. Aku akan menjaga baik-baik garis keturunan dan tradisi keluarga
a.4. Aku akan membuat diriku pantas untuk menerima warisan
a.5. Aku akan mengurus persembahyangan kepada sanak keluargaku yang telah meninggal dunia
Dengan lima cara orang tua menunjukkan kasih sayangnya kepada anak sebagai arah timur :
a. 1. Mencegah anak berbuat jahat
a. 2. Menganjurkan anak berbuat baik
a. 3. Memberikan pendidikan profesional kepada anak
a. 4. Mencarikan pasangan yang sesuai untuk anak
a. 5. Menyerahkan harta warisan kepada anak pada saat yang tepat
Dengan demikian ia terlindungi dari arah timur, aman dan terjamin
29. Dengan lima cara seorang murid memperlakukan gurunya sebagai arah selatan
b. 1. Bangun dari duduk (apabila guru datang menghampiri sebagai tanda hormat)
b. 2. Melayani guru dengan hormat
b. 3. Bertekad untuk belajar sungguh-sungguh
b. 4. Memberikan jasa-jasa kepadanya (memberikan makanan dan kebutuhan lainnya)
b. 5. Memperhatikan dengan baik segala uraian guru ketika diberi pelajaran
Dengan lima cara guru memperlakukan muridnya, sebagai arah selatan
b’.1. Melatih muridnya dengan baik sesuai dengan keahlian yang dimilikinya
b’.2. Membuat muridnya menguasai pelajaran yang diberikan
b’.3. Ia mengajarkan secara mendalam semua ilmu pengetahuan yang dimilikinya
b’.4. Ia berbicara yang baik-baik tentang muridnya kepada sahabat dan kenalannya
b’.5. Ia menjaga murid dari segala ancaman
Dengan cara demikian ia terlindungi dari arah selatan, aman dan terjamin.
30. Dengan lima cara suami memperlakukan isterinya sebagai arah barat:
c.1. Dengan menghormati isterinya
c.2. Dengan bersikap lemah lembut
c.3. Dengan setia kepada isterinya
c.4. Dengan memberikan kekuasaan tertentu kepada isterinya
c.5. Dengan memberikan perhiasan kepada isterinya
Dengan lima cara seorang isteri memperlakukan suaminya sebagai arah barat :
c’.1. Melakukan semua tugas kewajibannya dengan baik
c’.2. Bersikap ramah kepada keluarga dari kedua belah pihak
c’.3. Setia kepada suaminya
c’.4. Menjaga baik-baik barang-barang yang dibawa suaminya
c’.5. Pandai dan rajin dalam melaksanakan semua pekerjaannya
Dengan cara demikian arah barat telah terlindungi dengan baik, aman dan terjamin.
31. Dengan lima cara orang wajib memperlakukan sahabat atau kenalannya sebagai arah utara :
d.1. Dengan bermurah hati kepada mereka
d.2. Dengan bersikap ramah tamah kepada mereka
d.3. Dengan berbuat baik kepada mereka
d.4. Dengan memperlakukan mereka seperti memperlakukan diri sendiri
d.5. Menepati janji kepada mereka
Dengan lima cara sahabat atau kenalan akan memperlakukannya sebagai arah utara :
d’.1. Mereka akan melindunginya dikala ia tidak siaga
d’.2. Mereka juga akan menjaga harta-bendanya dikala ia tidak siaga
d’.3. Mereka akan melindunginya dalam bahaya
d’.4. Ketika berada dalam kesusahan, mereka tidak akan meninggalkannya
d’.5. Mereka akan menunjukkan perhatian kepada keluarganya.
Dengan demikian arah utara telah terlindungi, aman dan terjamin.
32. Dengan lima cara seorang majikan memperlakukan pelayan dan karyawannya, sebagai arah bawah :
e.1. Memberi mereka pekerjaan yang sesuai dengan kemampuannya
e.2. Memberi mereka makanan dan upah yang sesuai
e.3. Memberi mereka pengobatan dan perawatan di waktu sedang sakit
e.4. Memberi mereka makanan yang enak-enak pada waktu-waktu tertentu
e.5. Memberi mereka libur (cuti) pada waktu-waktu tertentu
Dengan lima cara para pelayan atau karyawan akan memperlakukan majikan mereka sebagai arah bawah :
e’.1. Mereka bangun lebih pagi dari majikan
e’.2. Mereka pergi tidur setelah majikan tidur
e’.3. Mereka berterima kasih atas upah dan perlakuan yang mereka terima
e’.4. Mereka bekerja dengan baik
e’.5. Mereka memuji dan menjaga nama baik majikannya dimanapun juga
Dengan cara demikian arah bawah telah terlindungi dengan baik, aman dan terjamin.
33. Dengan lima cara seorang umat biasa memperlakukan para pertapa atau bhikkhu,
sebagai arah atas :
f.1. Memperlakukan mereka dengan penuh kasih sayang
f.2. Hanya mengucapkan kata-kata yang ramah kepada mereka
f.3. Memikirkan mereka dengan pikiran yang penuh kasih sayang
f.4. Selalu membuka pintu untuk mereka
f.5. Selalu menyediakan segala keperluan hidup mereka
(pakaian, makanan, obat-obatan dan tempat tinggal)
Dengan enam cara para pertapa atau bhikkhu memperlakukan umat biasa, sebagai arah atas :
f’.1. Mencegah mereka berbuat kejahatan
f’.2. Menganjurkan mereka berbuat kebaikan
f’.3. Memikirkan mereka dengan penuh kasih sayang
f’.4. Mengajarkan sesuatu yang mereka belum ketahui
f’.5. Meluruskan pandangan mereka yang keliru
f’.6. Menunjukkan jalan ke surga
Dengan cara demikian arah atas telah terlindungi dengan baik, aman dan terjamin.
34. Demikianlah apa yang disabdakan oleh Sang Bhagava, kemudian Beliau
melanjutkan :
“Ibu dan ayah adalah arah timur,
Guru adalah arah selatan,
Isteri dan anak adalah arah barat,
Sahabat dan kenalan adalah arah utara
Pelayan dan karyawan adalah arah bawah.
Dan arah atas adalah para guru agama dan para pertapa,
Arah-arah tersebut harus dipuja, sesudah mana
Mereka baru pantas disebut sebagai kepala keluarga yang baik,
Orang yang bijaksana, sering melakukan perbuatan yang bajik,
Lemah lembut dan biasa melakukan pemujaan ini.
Rendah hati dan patuh, akan memperoleh penghormatan,
Bangun pagi-pagi, tidak bermalas-malasan,
Batinnya tidak tergoyahkan oleh kemalangan, hidup tanpa cacad,
Pandai, bijaksana, akan memperoleh penghormatan,
Semoga namanya harum dan mempunyai banyak sahabat,
Menyambut mereka dengan ramah tamah dan murah hati,
Memberikan mereka petunjuk dan nasehat yang bijaksana,
Dan memberikan bimbingan kepada mereka,
ia akan memperoleh penghormatan.
Gemar menolong orang, ramah tamah dalam ucapan,
Penuh pengabdian, tidak berpihak kepada orang ini
atau orang itu, sebagaimana diminta oleh situasi.
Itulah hal-hal yang membuat dunia berputar,
Sebagai juga pasak yang membuat roda berputar,
Jika tidak demikian halnya, tidak ada seorang ibupun yang akan menerima,
Penghormatan dan penghargaan atas apa yang dilakukan oleh anaknya,
Juga tidak ada seorang ayahpun yang akan menerimanya,
Tetapi karena hal tersebut benar-benar dipuji oleh para Bijaksana,
Maka patutlah hal-hal tersebut dianggap luhur dan dipuja orang. “
Setelah Sang Bhagava usai mengucapkan kata-kata diatas, Sigala memuji dengan mengatakan :
“Sungguh indah Bhante, Sungguh indah! Bagaikan orang yang menegakkan
kembali apa yang telah roboh, atau memperlihatkan apa yang tersembunyi,
atau menunjukkan jalan kepada orang yang tersesat, atau membawa lampu di
waktu gelap gulita, sambil berkata, ‘Siapa yang punya mata, silahkan
melihat.’ Demikianlah Dhamma telah dibabarkan dalam berbagai cara oleh
Sang Buddha. Dan saya, akan selalu mencari perlindungan kepada Sang
Buddha, Dhamma dan Sangha. Semoga Sang Bhagava menerima saya sebagai
upasaka, sebagai orang yang berlindung kepada Sang Tiratana sejak hari
ini sampai akhir hidup saya.”
PARABHAVA SUTTA
(Khudakka Nikaya, Sutta Nipatta 18)
Demikianlah telah kudengar :
Pada suatu waktu, ketika Sang Bhagava berdiam di dekati Savatthi
dalam hutan Jeta, di taman Anathapindika. Pada saat lewat malam, seorang
dewa menerangi seluruh hutan Jeta dengan cahayanya yang gilang
gemilang, muncul di hadapan Sang Buddha setelah memberi hormat ia
berdiri di satu sisi, dewa itu mengucapkan gatha ini :
-
“Siapakah, duhai Gotama,
yang sedang menghadapi kemerosotan ?
Apakah Sang Bhagava berkenan
untuk menerangkan sebab musabab dari kemerosotan
-
“Orang sedang jaya mudah diketahui,
orang sedang menghadapi kemerosotan mudah diketahui,
barang siapa mencintai Dhamma, jayalah ia,
barang siapa membenci Dharnma, merosotlah ia.
-
“Demikianlah telah diuraikan,
sebab pertama dari kemerosotan.
Silahkan Sang Bhagava katakan,
sebab kedua dari kemerosotan. “
-
“Barang siapa dicintai oleh orang-orang jahat,
tidak berbuat apapun yang disukai para Bijaksana,
orang yang menyetujui cara-cara para penjahat,
inilah sebab musabab dari kemerosotan”
-
“Demikianlah telah diuraikan,
sebab kedua dari kemerosotan,
Silahkan Sang Bhagava katakan,
sebab ketiga dari kemerosotan.”
-
“Orang yang suka mengantuk,
suka berpesta-pora, tidak bersemangat
malas dan mudah marah,
inilah sebab musabab dari kemerosotan.”
-
“Demikianlah telah diuraikan,
sebab ketiga dari kemerosotan,
Silahkan Sang Bhagava katakan,
sebab keempat dari kemerosotan.”
-
“Orang yang kaya,
tidak menyokong ayah dan ibunya,
yang sudah tua dan tidak berdaya,
inilah sebab-musabab dari kemerosotan.
-
“Demikianlah telah diuraikan,
sebab keempat dari kemerosotan,
Silahkan Sang Bhagava katakan,
sebab kelima dari kemerosotan. “
-
“Barang siapa menipu dengan mendustai
para seorang brahmana atau pertapa,
atau orang suci lainnya,
inilah sebab musabab dari kemerosotan.
-
“Demikianlah telah diuraikan,
Sebab kelima dari kemerosotan
Silahkan Sang Bhagava katakan,
sebab keenam dari kemerosotan.
-
“Orang yang sangat kaya,
memiliki emas dan makanan,
dan menikmati sendiri kekayaannya
yang menyenangkan,
inilah sebab musabab dari kemerosotan.”
-
“Demikianlah telah diuraikan,
sebab keenam dari kemerosotan,
Silahkan Sang Bhagava katakan,
sebab ketujuh dari kemerosotan. “
-
“Orang yang menyombongkan kelahirannya,
kekayaan dan keluarganya,
merendahkan sanak keluarganya sendiri,
inilah sebab musabab dari kemerosotan.”
-
“Demikianlah telah diuraikan,
sebab ketujuh dari kemerosotan,
Silahkan Sang Bhagava katakan,
sebab kedelapan dari kemerosotan.”
-
“Barang siapa menyerahkan diri pada
wanita-wanita penghibur,
pada minuman keras dan pada perjudian,
dan menghambur-hamburkan apa yang
telah diperolehnya,
inilah sebab musabab dari kemerosotan.”
-
“Demikianlah telah diuraikan,
sebab kedelapan dari kemerosotan,
Silahkan Sang Bhagava katakan,
sebab kesembilan dari kemerosotan.”
-
“Barang siapa tidak puas dengan isterinya sendiri,
terlihat bersama-sama dengan para pelacur dan
isteri-isteri orang lain,
inilah sebab musabab dari kemerosotan.”
-
“Demikianlah telah diuraikan,
sebab kesembilan dari kemerosotan,
Silahkan Sang Bhagava katakan,
sebab kesepuluh dari kemerosotan.”
-
“Barang siapa yang sudah tidak muda lagi,
tetapi mengajak pulang seorang wanita
yang memiliki buah dada seperti buah timbaru,
dan tidak dapat tidur karena menahan cemburu,
inilah sebab musabab dari kemerosotan.”
-
“Demikianlah telah diuraikan,
sebab kesepuluh dari kemerosotan,
Silahkan Sang Bhagava katakan,
sebab kesebelas dari kemerosotan.”
-
“Barang siapa memberikan kedudukan yang tinggi
kepada seorang wanita pemabuk dan pemboros,
atau kepada seorang laki-laki dengan ciri yang sama,
inilah sebab musabab dari kemerosotan. “
-
“Demikianlah telah diuraikan,
sebab kesebelas dari kemerosotan,
Silahkan Sang Bhagava katakan,
sebab keduabelas dari kemerosotan.”
-
“Barang siapa mempunyai sedikit kekayaan,
tetapi bernafsu besar, terlahir dalam keluarga ksatria,
dan mengidam-idamkan untuk menjadi raja,
inilah sebab musabab dari kemerosotan. “
-
“Setelah mengetahui sebab-sebab kemerosotan
di dalam dunia, orang bijaksana dan patut dimuliakan,
diberkati dengan kesadaran Ariya,
Menikmati kebahagiaan surgawi.”