1 DEMIKIAN YANG SAYA DENGAR. Pada suatu ketika Yang Terberkahi
sedang berdiam di Rajagaha di Hutan Bambu, Taman Tupai. Pada saat itu,
Sakuludayin si kelana sedang berdiam di Taman Burung Merak, taman para
kelana, bersama sekelompok besar kelana.
2. Pada saat itu, ketika pagi menjelang, Yang Terberkahi
berpakaian, mengambil mangkuk dan jubah luar Beliau, dan pergi ke
Rajagaha untuk mengumpulkan dana makanan. Pada saat itu Beliau
berpikir: Ini masih terlalu pagi untuk berkelana mengumpulkan dana
makanan di Rajagaha. Sebaiknya aku pergi ke Sakuludayin si kelana di
Taman Burung Merak, taman para kelana.”
3-4. Kemudian Yang Terberkahi pergi ke Taman Burung Merak, taman
para kelana. Pada saat itu Sakuludayin si kelana sedang duduk bersama
kelompok besar kelana yang kegaduhan … (seperti Sutta 77,
§4-5) [30]…….. “Sedang berdiskusi apakah maka kalian duduk
bersarna-sama di sini saat ini, Udayin? Apakah diskusi kalian yang
telah disela itu?”
5. “Tuan yang terhormat, biarkan saja
diskusi yang menyebabkan kami sekarang duduk bersama-sama di sini.Yang
Terberkahi dapat mendengarnya nanti. Tuan yang terhormat, bila saya
tidak datang ke perkumpulan ini, maka kelompok ini duduk membicarakan
berbagai macam pembicaraan yang tak berarti. Tetapi jika saya datang
ke perkumpulan ini, maka kelompok ini duduk memandang tinggi saya,
sambil berpikir: ‘Marilah kita mendengarkan Dhamma yang dibabarkan
oleh petapa Udayin.’Tetapi ketika [31] Yang Terberkahi datang, maka
saya dan kelompok ini duduk memandang tinggi Yang Terberkahi, sambil
berpikir: ‘Marilah kita mendengarkan Dhamma yang akan dibabarkan oleh
Yang Terberkahi.–
6. “Kalau demikian Udayin, sarankanlah apa yang harus kubicarakan.”
“Tuan yang terhormat, akhir-akhir ini ada orang yang menyatakan
diri sebagai mahatahu dan melihat-segala, yang memiliki pengetahuan
lengkap dan visi demikian: ‘Tak peduli apakah aku sedang berjalan atau
berdiri atau tidur atau terjaga, pengetahuan dan visi terus-menerus
dan tak-terputus berada di dalam diriku.’Ketika saya bertanya
kepadanya tentang masa lalu, dia berbicara putar-balik, mengalihkan
pembicaman dan menunjukkan kemarahan, kebencian, dan kepahitan.
Kemudian saya teringat Yang Terberkahi demikian: ‘Ah, sudah pasti Yang
Terberkahi, sudah pasti Yang Tertinggilah yang terampil di dalam
hal-hal ini.–
“Tetapi, Udayin, siapakah yang menyatakan sebagai maha-tahu dan
melihat-segala … namun ketika ditanya tentang masa lalu, dia berbicara
putar-balik, mengalihkan pembicaraan dan menunjukkan kemarahan,
kebencian, dan kepahitan?”
“Dia adalah Nigantha Nataputta, tuan yang terhormat.”
7. “Udayin, jika seseorang mengingat berbagai kehidupan lampaunya,
yaitu satu kelahiran, dua kelahiran … demikianlah dengan berbagai
aspek dan cirinya, jika dia mengingat berbagai kehidupan lampaunya,
maka dia bisa bertanya kepadaku tentang masa lampau atau aku mungkin
bertanya kepadanya tentang masa lampau, dan dia bisa memuaskan
pikiranku dengan jawabannya atas pertanyaanku atau aku bisa memuaskan
pikirannya dengan jawabanku atas pertanyaannya. Jika seseorang dengan
mata-dewanya, yang murni dan melampaui manusia, dapat melihat para
makhluk berlalu dan muncul kembali, rendah dan tinggi, elok dan buruk
rupa, beruntung dan sial …dan memahami bagaimana para mahluk berlanjut
sesuai tindakan mereka, maka dia bisa bertanya kepadaku tentang masa
depan [32] atau aku bisa bertanya kepadanya tentang masa depan, dan dia
bisa memuaskan pikiranku dengan jawabannya atas pertanyaanku atau aku
mungkin bisa memuaskan pikirannya dengan jawabanku atas pertanyaannya.
Tetapi biarkanlah masa lalu begitu, Udayin, biarkanlah masa depan
begitu. Aku akan mengajarkan Dhamma kepadamu: Bila ini ada, itu akan
menjadi ada; dengan munculnya ini, itu muncul. Jika ini tidak ada, itu
tidak menjadi ada; dengan berhentinya ini, itu berhenti.”782
8. “Tuan yang terhormat, saya bahkan tidak dapat mengingat dengan
aspek dan cirinya semua hal yang saya alami di dalam kehidupan ini,
jadi bagaimana saya dapat mengingat berbagai kehidupan lampauku, yaitu,
satu kehidupan, dua kehidupan … dengan berbagai aspek dan cirinya,
seperti Yang Terberkahi? Dan saya sekarang bahkan tidak dapat melihat
hantu-lumpur, jadi bagaimana saya -dengan mata dewa, yang murni dan
melampaui manusia- melihat para makhluk berlalu dan muncul kembali,
rendah dan tinggi, elok dan buruk rupa, beruntung dan sial … dan
memahami bagaimana para makhluk berlalu sesuai dengan tindakan mereka,
seperti Yang Terberkahi? Tetapi, tuan yang terhormat, ketika Yang
Terberkahi memberitahu saya: ‘Tetapi biarkanlah masa lalu begitu,
Udayin, biarkanlah masa depan begitu. Aku akan mengajarkan Dhamma
kepadamu: Bila ini ada, itu akan menjadi ada; dengan munculnya ini, itu
muncul. Jika ini tidak ada, itu tidak menjadi ada; dengan berhentinya
ini, itu berhenti’ – bagi saya hal itu malahan lebih tidak jelas lagi.
Mungkin, tuan yang terhormat, saya bisa memuaskan pikiran Yang
Terberkahi dengan menjawab pertanyaan tentang doktrin guru kami
sendiri.”
9. “Kalau demikian, Udayin, apa yang diajarkan di dalam doktrin gurumu sendiri?”
“Tuan yang terhormat, di dalam doktrin guru kami sendiri diajarkan
bahwa “Ini adalah kegemilangan sempurna, ini adalah kegemilangan
sempurna!”‘
“Tetapi, Udayin, karena diajarkan di dalam doktrin gurumu sendiri:
Ini adalah kegemilangan sempurna, ini adalah kegemilangan sempurna!’ –
apakah kegemilangan sempurna itu?”
“Tuan yang terhormat, kegemilangan itu adalah kegemilangan sempurna
yang tak tertandingi oleh kegemilangan lain yang lebih tinggi atau
lebih agung.”
“Tetapi, Udayin, apakah kegemilangan yang tak tertandingi oleh
kegemilangan lain yang lebih tinggi atau lebih agung itu ?’ [33]
“Tuan yang terhormat, kegemilangan itu adalah kegemilangan sempurna
yang tak tertandingi oleh kegemilangan lain yang lebih tinggi atau
lebih agung.”
10. “Udayin,engkau bisa saja terus melanjutkan dengan cara itu
untuk waktu yang lama. Engkau mengatakan: ‘Tuan yang terhormat,
kegemilangan itu adalah kegemilangan sempurna yang tak tertandingi oleh
kegemilangan lain yang lebih tinggi atau lebih agung,’ tetapi engkau
tidak menunjukkan apa kegemilangan itu. Seandainya saja ada orang yang
mengatakan: ‘Saya jatuh cinta dengan gadis paling cantik di negeri
ini.’
Kemudian mereka bertanya kepadanya: Sahabat, gadis paling cantik di
negeri ini, yang kau cintai itu – apakah engkau tahu dia berasal dari
kelas bangsawan atau brahmana atau pedagang atau pekerja?’Dan dia
menjawab:’Tidak.’Kemudian mereka bertanya kepadanya :
‘Sahabat, gadis paling cantik di negeri ini yang kau cintai itu –
apakah engkau tahu nama dan keluarganya? … Apakah dia tinggi, pendek
atau sedang? … Apakah dia berkulit gelap atau coklat atau keemasan? Apa
nama desa atau kota atau kota besar di mana dia tinggal?’dan dia
menjawab: ‘Tidak.’ Dan kemudian mereka bertanya kepadanya: Sahabat,
kalau begitu, apakah engkau mencintai gadis yang belum pernah kau
kenal atau lihat?’ dan dia menjawab: ‘Ya.’ Bagaimana pendapatmu,
Udaiyin, kalau demikian halnya, tidakkah pembicaraan orang itu berarti
omong kosong?”
“Tentu, tuan yang terhormat, kalau demikian halnya, pembicaraan orang itu berarti omong kosong.”
“Tetapi dengan cara yang sama, Udayin, engkau mengatakan demikian:
‘Kegemilangan itu adalah kegemilangan sempurna yang tak tertandingi
oleh kegemilangan lain yang lebih tinggi atau lebih agung,’ tetapi
engkau tidak menunjukkan apa kegemilangan itu.”
11. “Tuan yang terhormat, sama seperti permata beryl indah dari air
yang paling murni, bersisi-delapan, dipotong dengan bak terletak di
atas kain brokat merah, berkilau, cemerlang, dan bersinar, kegemilangan
seperti inilah diri [yang bertahan hidup] tak rusak setelah kematian
.”783
12. “Bagaimana pendapatmu, Udayin? Permata beryl indah dari air
paling murni, bersisi-delapan, dipotong dengan baik, terletak di atas
kain brokat merah, [34] berkilau, cemerlang, dan bersinar, atau ulat
kelip-kelip di tengah kegelapan malam yang pekat – dari dua hal ini,
yang manakah yang memancarkan kegemilangan yang lebih elok dan agung? “
– “Ulat kelip-kelip di tengah kegelapan malam yang pekat, tuan yang
terhormat.”
13. “Bagaimana pendapatmu, Udayin? Ulat kelip-kelip di tengah
kegelapan malam yang pekat ini atau lampu-minyak di tengah kegelapan
malam yang pekat – dari dua hal ini, yang manakah yang memancarkan
kegemilangan yang lebih elok dan agung?” -’Lampu-minyak, tuan yang
terhormat.”
14. Bagaimana pendapatmu, Udayin? Lampu-minyak di tengah kegelapan
malam yang pekat atau api unggun besar di tengah kegelapan malam yang
pekat – dari dua hal ini, yang manakah yang memancarkan kegemilangan
yang lebih elok dan agung?”- “Api unggun yang besar, tuan yang
terhormat,”
15. “Bagaimana pendapatmu, Udayin? Api unggun besar di tengah
kegelapan malam yang pekat atau bintang pagi saat fajar di langit yang
cerah tak berawan – dari dua hal ini, yang manakah yang memancarkan
kegemilangan yang lebih elok dan agung?” – “Bintang pagi saat fajar di
langit yang cerah tak berawan, tuan yang terhormat.”
16. “Bagaimana pendapatmu,Udayin? Bintang pagi saat fajar di langit
yang cerah tak berawan atau bulan purnama di tengah malam di langit
yang cerah tak berawan pada hari Uposatha tanggal limabelas – dari dua
hal ini, yang manakah yang memancarkan kegemilangan yang lebih elok
dan agung ? “- “Bulan purnama di tengah malam di langit yang cerah tak
berawan pada hari Uposatha tanggal limabelas, tuan yang terhormat.”
[35]
17. “Bagaimana pendapatmu, Udayin? Bulan purnama di tengah malam di
langit yang cerah tak berawan pada hari Uposatha tanggal limabelas,
atau lingkaran bulat matahari di tengah hari di langit yang cerah tak
berawan di musim gugur di bulan terakhir musim hujan – dari dua hal
ini, yang manakah yang memancarkan kegemilangan yang lebih elok dan
agung?” – “Lingkaran bulat matahari di tengah hari di langit yang
cerah tak berawan di musim gugur di bulan terakhir musim hujan, tuan
yang terhormat.”
18. “Diluar hal ini,Udayin,aku mengetahui amat banyak sekali dewa
[yang kegemilangannya] tidak tertandingi oleh terangnya matahari dan
rembulan, namun aku tidak mengatakan bahwa tidak ada kegemilangan yang
lebih tinggi dan agung daripada kegemilangan itu. Tetapi engkau,
Udayin, mengatakan tentang kegemilangan yang lebih rendah dan lebih
hina daripada kegemilangan ulat kelip-kelip: Ini adalah kegemilangan
sempurna,’tetapi engkau tidak menunjukkan apa kegemilangan itu.”
19. “Yang Terberkahi telah menghentikan diskusi ini; Yang Agung telah menghentikan diskusi ini.”
“Tetapi, Udayin, mengapa engkau berkata demikian?”
“Tuan yang terhormat, diajarkan di dalam doktrin para guru kami
sendiri: Ini adalah kegemilangan sempurna, ini adalah kegemilangan
sempurna.’Tetapi ketika didesak dan ditanya dan ditanya-ulang tentang
doktrin para guru kami sendiri oleh Yang Terberkahi, kami kedapatan
kosong, hampa, dan salah.”
20. “Bagaimana, Udayin, adakah dunia yang seluruhnya menyenangkan?
Adakah jalan praktis untuk mewujudkan dunia yang seluruhnya
menyenangkan?”
“Tuan yang terhormat, diajarkan di dalarn doktrin para guru kami
sendiri: ‘Ada dunia yang seluruhnya menyenangkan; ada jalan praktis
untuk mewujudkan dunia yang menyenangkan.”‘
21. “Tetapi, Udayin, apakah jalan praktis untuk mewujudkan dunia yang seluruhnya menyenangkan itu ?”
‘Di sini, tuan yang terhormat, dengan meninggalkan membunuh makhluk
hidup, orang menjauhkan diri dari membunuh makhluk hidup; dengan
meninggalkan mengambil apa yang tidak diberikan, dia menjauhkan diri
dari mengambil apa yang tidak diberikan; dengan meninggalkan perilaku
salah di dalam kesenangan indera, dia menjauhkan diri dari perilaku
salah di dalam kesenangan indera; [36] dengan meninggalkan ucapan
salah, dia menjauhkan diri dari ucapan salah; kalau tidak demikian,
dia menjalankan dan melatih suatu jenis kepertapaan.
Inilah jalan praktis menyenangkan itu untuk mewujudkan dunia yang seluruhnya menyenangkan itu.”
22. “Bagaimana pendapatmu, Udayin? Pada saat dia meninggalkan
membunuh makhluk hidup dan menjauhkan diri dari membunuh makhluk
hidup, apakah dirinya kemudian merasakan hanya kesenangan atau
kesenangan dan penderitaan?”
“Kesenangan dan penderitaan, tuan yang terhormat.”
“Bagaimana pendapatmu, Udayin? Pada saat dia meninggalkan mengambil
apa yang tidak diberikan dan menjauhkan diri dari mengambil apa yang
tidak diberikan … ketika dia meninggalkan perilaku salah di dalam
kesenangan indera dan menjauhkan diri dari perilaku salah di dalam
kesenangan indera … ketika dia meninggalkan ucapan salah dan
menjauhkan diri dari ucapan salah, apakah dirinya kemudian merasakan
hanya kesenangan atau kesenangan dan penderitaan?”
“Kesenangan dan penderitaan, tuan yang terhormat.”
“Bagaimana pendapatmu, Udayin? Pada saat dia menjalankan dan
melatih suatu jenis kepertapaan, apakah dirinya kemudian merasakan
hanya kesenangan atau kesenangan dan penderitaan?”
“Kesenangan dan penderitaan, tuan yang terhormat.”
“Bagaimana pendapatmu, Udayin ? Apakah realisasi dunia yang
seluruhnya menyenangkan terjadi dengan mengikuti jalan yang merupakan
campuran dari kesenangan dan penderitaan?”
23. “Yang Terberkahi telah menghentikan diskusi ini; Yang Agung telah menghentikan diskusi ini.”
“Tetapi, Udayin, mengapa engkau berkata demikian?”
“Tuan yang terhormat, diajarkan di dalam doktrin para guru kami
sendiri: “Ada dunia yang sepenuhnya menyenangkan; ada jalan praktis
untuk mewujudkan dunia yang sepenuhnya menyenangkan.’Tetapi ketika
didesak dan ditanya dan ditanya ulang tentang doktrin para guru kami
sendiri oleh Yang Terberkahi, kami kedapatan kosong, hampa, dan
salah.” Tetapi, bagaimana tuan yang terhormat, adakah dunia yang
sepenuhnya menyenangkan? Adakah jalan praktis untuk mewujudkan dunia
yang sepenuhnya menyenangkan?’ [37]
24. “Ada dunia yang sepenuhnya menyenangkan, Udayin; ada jalan praktis untuk mewujudkan dunia yang sepenuhnya menyenangkan.”
“Tuan yang terhormat, apakah jalan praktis untuk mewujudkan dunia yang sepenuhnya menyenangkan itu?”
25. “Di sini, Udayin, sangat terpisah dari kesenangan-kesenangan
indera, terpisah dari keadaan-keadaan tak-bajik, seorang bhikkhu masuk
dan berdiam di dalam jhana pertama
… Bersama berhentinya pemikiran pemicu dan pemikiran yang bertahan,
dia masuk dan berdiam di dalam jhana kedua … di dalam jhana ketiga …
Inilah jalan praktis untuk mewujudkan dunia yang sepenuhnya
menyenangkan.”
“Tuan yang terhormat, itu bukan jalan praktis untuk mewujudkan
dunia yang sepenuhnya menyenangkan; pada titik itu, dunia yang
sepenuhnya menyenangkan telah diwujudkan.”
“Udayin, pada titik itu, dunia yang sepenuhnya menyenangkan belum
diwujudkan; itu hanyalah jalan praktis untuk mewujudkan dunia yang
sepenuhnya menyenangkan.”
26. Ketika hal ini dikatakan, kelompok Sakuludayin si kelana
membuat kegaduhan, berbicara dengan sangat keras dan ribut: “Kami
tersesat bersama dengan doktrin para guru kami sendiri! Kami tersesat
bersama dengan doktrin para guru kami sendiri! Kami tidak tahu hal
yang lebih tinggi daripada itu !”784
Maka Sakuludayin si kelana pun menenangkan para kelana itu dan bertanya kepada Yang Terberkahi:
27. “Tuan yang terhormat, pada titik apakah dunia yang sepenuhnya menyenangkan dapat diwujudkan?”
“Di sini, Udayin, dengan ditinggalkannya kesenangan dan
penderitaan, dan dengan lenyapnya sukacita dan kesedihan sebelumnya,
seorang bhikkhu masuk dan berdiam di dalam jhana keempat, yang
mempunyai bukan-penderitaan-pun bukan-kesenangan dan kemurnian
kewaspadaan yang disebabkan oleh ketenang-seimbangan. Dia berdiam
dengan para dewa yang telah muncul di alam yang sepenuhnya menyenangkan
dan dia bercakap-cakap dengan mereka serta masuk ke dalam percakapan
dengan mereka.785 Pada titik inilah dunia yang sepenuhnya menyenangkan telah terwujud.”
28. “Tuan yang terhormat, tentunya demi mewujudkan dunia yang
sepenuhnya menyenangkan itulah maka para bhikkhu menjalani kehidupan
suci di bawah Yang Terberkahi.”
“Bukan demi mewujudkan dunia yang sepenuhnya menyenangkan itulah
maka para bhikkhu menjalani kehidupan suci di bawahku. Ada
keadaan-keadaan lain, Udayin, yang lebih tinggi dan lebih agung
[daripada itu] dan demi mewujudkan itu semualah maka para bhikkhu
menjalani kehidupan suci di bawahku.” [38]
“Apakah keadaan-keadaan yang lebih tinggi dan lebih agung itu, tuan
yang terhormat, yang demi mewujudkannya.maka para bhikkhu menjalani
kehidupan suci di bawah Yang Terberkahi7′
29-36. “Di sini, Udayin, Tathagata muncul di dunia, mantap,
sepenuhnya tercerahkan … (seperti Sutta 5 1, § 12-19) … Beliau
memurnikan pikirannya dari keraguan.
37. “Setelah demikian meninggalkan lima rintangan ini –yaitu
ketidak-sempurnaan pikiran yang melemahkan kebijaksanaan-, sangat
terpisah dari kesenangan-kesenangan indera, terpisah dari
keadaan-keadaan tak-bajik, seorang bhikkhu masuk dan berdiam di dalam
jhana pertama … Inilah, Udayin, keadaan yang lebih tinggi dan lebih
agung yang demi mewujudkannya maka para bhikkhu menialani kehidupan
suci di bawahku.
38-40. “Sekali lagi, dengan berhentinya pemikiran pemicu dan
pemikiran bertahan, seorang bhikkhu masuk dan berdiam di dalam jhana
kedua … jhana ketiga … jhana keempat. Inilah juga, Udayin, keadaan yang
lebih tinggi dan lebih agung yang demi mewujudkannya maka para
bhikkhu menjalani kehidupan suci di bawahku.
41. “Ketika pikiran yang terkonsentrasi telah demikian termurnikan,
terang, tak-ternoda, bebas dari ketidaksempurnaan, dapat diolah,
lentur, mantap, dan mencapai keadaan tak-terganggu, dia mengarahkannya
pada pengetahuan tentang ingatan kehidupan lampau. Dia mengingat
berbagai kehidupan lampaunya, satu kelahiran, dua kelahiran … (seperti
Sutta 51, §24)… Demikianlah, bersama dengan berbagai aspek dan
cirinya dia mengingat kembali berbagai kehidupan msa lampaunya. Inilah
juga, Udayin, keadaan yang lebih tinggi dan lebih agung yang demi
mewujudkannya maka para bhikkhu menjalani kehidupan suci di bawahku.
42. “Ketika pikiran yang terkonsentrasi telah demikian termurnikan,
terang, tak-ternoda, bebas dari ketidaksempurnaan, dapat diolah,
lentur, mantap, dan mencapai keadaan tak-terganggu, dia mengarahkannya
pada pengetahuan tentang ingatan akan lenyap dan muncul kembalinya
para makhluk … (seperti Sutta 51, §25) … Demikianlah dengan mata-dewa,
yang termurnikan dan melampaui manusia, dia melihat para makhluk
lenyap dan muncul kembali, rendah dan tinggi, elok dan buruk rupa,
beruntung dan sial, dan dia memahami bagaimana para makhluk berlanjut
sesuai dengan tindakan-tindakan mereka.
Inilah juga, Udayin, keadaan yang lebih tinggi dan lebih agung yang
demi mewujudkannya maka para bhikkhu menjalani kehidupan suci di
bawahku.
43. “Ketika pikiran yang terkonsentrasi telah demikian termurnikan,
terang, tak-ternoda, bebas dari ketidaksempurnaan, dapat diolah,
lentur, mantap, dan mencapai keadaan tak-terganggu, dia mengarahkannya
pada pengetahuan tentang hancurnya noda-noda. Dia memahami sebagaimana
adanya:’inilah penderitaan’ … (seperti Sutta 51, §26) [39] … Dia
memahami sebagaimana adanya: ‘inilah jalan menuju berhentinya
noda-noda.’
44. Ketika dia mengetahui dan melihat demikian, pikirannya terbebas
dari noda nafsu indera, dari noda dumadi, dan dari noda
ketidak-tahuan. Ketika pikiran itu terbebas, muncullah
pengetahuan:’Pikiran ini terbebas.’Dia memahami:’Kelahiran telah
hancur, kehidupan suci telah dijalani, apa yang harus dilakukan telah
dilakukan, tidak lagi ada kemunculan di alam mana pun juga.’ Inilah
juga, Udayin, keadaan yang lebih tinggi dan lebih agung yang demi
mewujudkannya maka para bhikkhu menjalani kehidupan suci di bawahku.
“Inilah, Udayin, keadaan-keadaan yang lebih tinggi dan lebih agung
yang demi mewujudkannya maka para bhikkhu menjalani kehidupan suci di
bawahku.”
45. Ketika hal ini dikatakan, kelana Sakuludayin berkata kepada
Yang Terberkahi: “Luar biasa, tuan yang terhormat! Luar biasa, tuan
yang terhormat! Yang Terberkahi telah membuat Dhamma jelas dengan
banyak cara, seakan-akan Beliau menegakkan apa yang tadinya terbalik,
mengungkapkan apa yang tadinya tersembunyi, menunjukkan jalan kepada
orang yang tersesat, atau memberi penerangan di dalam kegelapan bagi
mereka yang memiliki penglihatan untuk melihat bentuk. Saya pergi
kepada Yang Terberkahi untuk perlindungan dan kepada Dhamma serta
kepada Sangha para bhikkhu. Saya akan menerima pentahbisan di bawah
Yang Terberkahi, tuan yang terhormat, saya mau menerima pentahbisan
penuh.”
46. Ketika hal ini dikatakan, kelompok Sakuludayin si kelana
berbicara kepada Sakuludayin demikian: “Jangan menjalani kehidupan suci
di bawah petapa Gotama, Guru Udayin. Setelah menjadi guru, Guru
Udayin, jangan menjalani hidup sebagai siswa. Bila Guru Udayin
melakukannya, hal ini bagaikan tempayan air menjadi teko. Jangan
menjalani kehidupan suci di bawah petapa Gotama, Guru Udayin. Setelah
menjadi guru, Guru Udayin, jangan menjalani hidup sebagai siswa.”
Begitulah cara kelompok Sakuludayin si kelana menghalangi
Sakuludayin agar dia tidak menjalani kehidupan suci di bawah Yang
Terberkahi.786
Catatan
782
Lihat n.408.
783
Evamvanno atta hoti arogo param marana. Kata arogo,
biasanya berarti sehat, di sini seharusnya dipahami dengan arti kekal.
MA mengatakan bahwa dia berbicara dengan acuan pada kelahiran ulang di
alam surgawi dengan Keagungan Kemilau, imbangan objektif dari jhana
ketiga, yang telah dia dengar tanpa benar-benar mencapainya.
Pandangannya ini tampaknya masuk ke dalam kelompok yang dijelaskan di
MN 102.3.
784
Penerjemah-penerjemah sebelumnya kelihatannya bingung dengan kata-kerja anassama.
Jadi Nm di Ms menerjemahkan baris itu: “Kami tidak meninggalkan
doktrin guru-guru kami dengan alasan ini.” Dan Homer: “Kami telah
mendengar sampai di sini dari guru-guru kami sendiri.” Tetapi anassama adalah aorist jamak orang-pertama dari nassati,
“hancur, hilang.” Bentuk yang sama muncul di MN 27.7. MA menjelaskan,
mereka tahu bahwa di masa lalu para meditator melakukan kerja awal
dengan kasina, mencapai jhana ketiga, dan terlahir kembali di alam
Keagungan Kemilau. Tetapi bersama berlalunya waktu, kerja awal dengan
kasina lalu tidak lagi dipahami dan meditator tidak dapat mencapai
jhana ketiga. Para kelana hanya mempelajari bahwa “alam yang sepenuhnya
menyenangkan” itu ada dan bahwa lima kualitas yang disebutkan di §21
merupakan “jalan yang praktis” menuju kesana. Mereka tidak tahu
tentang alam yang sepenuhnya menyenangkan, yang lebih tinggi daripada
jhana ketiga, dan tentang jalan praktis yang lebih tinggi daripada
lima kualitas itu.
785
MA: Setelah mencapai jhana keempat, melalui kekuatan supranatural dia
pergi ke alam Keagungan Kemilau dan bercakap-cakap dengan para dewa di
sana.
786
MA menjelaskan bahwa dalam suatu kehidupan sebelumnya, sebagai seorang
bhikkhu pada zaman Buddha Kassapa, dia telah membujuk seorang bhikkhu
lain untuk kembali ke kehidupan awam guna memperoleh jubah dan
mangkuknya, dan kamma penghalang ini menghalangi dia meninggalkan
keduniawian di bawah Sang Buddha di dalam kehidupan ini. Tetapi Sang
Buddha mengajarkan kepadanya dua sutta panjang untuk menyediakan
kondisi baginya bagi pencapaian di masa mendatang. Selama masa
pernerintahan Raja Asoka, dia mencapai tingkat arahat sebagai
Assagutta Thera, yang unggul dalam praktek cinta-kasih.