1. DEMIKIAN YANG SAYA DENGAR. Pada suatu ketika Yang Terberkahi
sedang berdiam di Savatthi di Hutan Jeta, Taman Ananthapindika. Di sana
Beliau berbicara kepada para bhikkhu demikian: “para bhikkhu.” –
“Bhante,” jawab mereka. Yang Terberkahi berkata demikian:
2. “para bhikkhu, apakah kalian ingat lima belenggu rendah sebagaimana ku ajarkan?”
Ketika hal ini disampaikan, Y.M. Malunkyaputta menjawab: “Bhante,
saya ingat lima belenggu rendah sebagaimana diajarkan oleh Yang
Terberkahi.”(649)
“Bhante, saya ingat pandangan tentang kepribadian sebagai belenggu rendah yang diajarkan oleh Yang Terberkahi. Saya ingat keraguan sebagai belenggu rendah yang diajarkan oleh Yang Trberkahi. Saya ingat kemelekatan pada tata cara dan ritual sebagai belenggu rendah yang diajarkan oleh Yang Terberkahi. Saya ingat nafsu indera sebagai belenggu rendah yang diajarkan oleh Yang Terberkahi. Saya ingat niat jahat sebagai belenggu rendah yang diajarkan oleh Yang Terberkahi.”
3. “Malunkyaputta, kepada siapakah engkau ingat aku telah mengajarkan
lima belenggu rendah ini dengan cara demikian ?(650) Apakah para
kelana dari sekte lain tidak akan menyanggahmu dengan kiasan bayi?
Bayi muda lemah yang berbaring tengkurap bahkan tidak memiliki ide
‘kepribadian,’ [433] jadi bagaimana mungkin pandangan tentang kepribadian
muncul di dalam dirinya? Namun toh kecenderungan mendasar ke arah
pandangan kepribadian ada di dalam dirinya.(651) Bayi muda lemah yang
terbaring tengkurap bahkan tidak memiliki ide ajaran-ajaran,’(652)
jadi bagaimana mungkin keraguan tentang ‘ajaran-ajaran,’
muncul di dalam dirinya? Namun toh kecenderungan mendasar ke arah
keraguan ada di dalam dirinya. Bayi muda lemah yang terbaring
tengkurap bahkan tidak memiliki ide ‘tata cara,’ jadi bagaimana mungkin
kemelekatan pada ‘tatacara dan ritual’ muncul di
dalam dirinya? Namun toh kecenderungan mendasar ke arah tatacara dan
ritual ada di dalam dirinya. Bayi muda lemah yang terbaring tengkurap
bahkan memiliki ide ‘kesenangan-kesenangan indera,’ jadi bagaimana
mungkin nafsu indera muncul di dalam dirinya? Namun toh kecenderungan
mendasar ke arah nafsu indera ada di dalam dirinya. Bayi muda lemah
yang terbaring tengkurap bahkan tidak memiliki ide ‘makhluk-makhluk,’
jadi bagaimana mungkin niat jahat terhadap para
makhluk muncul di dalam dirinya? Namun toh kecenderungan mendasar ke
arah niat jahat ada di dalam dirinya. Apakah para kelana dari sekte
lain tidak akan menyanggahmu dengan kiasan bayi ini?
4. Oleh karena hal itu, Y.M. Ananda berkata : “Sudah saatnya Yang
Terberkahi, sudah saatnya, Yang Mahatinggi, bagi Yang Terberkahi untuk
mengajarkan lima belenggu rendah. Setelah mendengarkannya dari Yang
Terberkahi, para bhikkhu akan mengingatnya.”
“Kalau demikian dengarkanlah, Ananda, dan perhatikanlah denga cermat apa yang akan kukatakan.”
“Ya, Bhante,” jawab Y.M. Ananda.
Yang Terberkahi berkata demikian :
5. “Di sini, Ananda, orang biasa yang tak-belajar, yang tidak memiliki rasa hormat kepada para mulia serta tida-terampil dan tidak-disiplin di dalam Dhamma mereka, yang tidak memiliki rasa hormat kepada manusia-manusia sejati serta tidak-terampil dan tidak-disiplin di dalam Dhamma mereka, berdiam dengan pikiran yang terobsesi dan diperbudak oleh pandangan tentang kepribadian, dan dia tidak memahami sebagaimana adanya jalan keluar dari pandangan kepribadian yang muncul; dan jika pandangan kepribadian itu telah menjadi kebiasaan dan tidak terhapus dari dalam dirinya, maka hal itu merupakan belenggu rendah. Dia berdiam dengan pikiran yang terobsesi dan diperbudak oleh keraguan…oleh kemelekatan pada tatacara dan ritual…oleh nafsu indera [434]…oleh niat jahat,
dan dia tidak memahami sebagaimana adanya jalan keluar dari niat
jahat yang muncul; dan ketika niat jahat itu telah menjadi kebiasaan
dan tidak terhapus dari dalam dirinya, hal itu merupakan belenggu
rendah.
6. “Siswa mulia yang belajar-dengan-baik, yang memiliki rasa hormat
kepada para mulia serta terampil dan disiplin di dalam Dhamma mereka,
yang memiliki rasa hormat kepada manusia-manusia sejati serta
terampil dan disiplin di dalam Dhamma mereka, tidak berdiam dengan
pikiran yang terobsesi dan diperbudak oleh pandangan tentang kepribadian,
dan dia memahami sebagaimana adanya jalan keluar dari pandangan
kepribadian yang muncul; dan pandangan kepribadian bersama dengan
kecenderungan mendasarnya telah ditinggalkan dia dlam dirinya.(653) Dia
tidak berdiam engan pikiran yang terobsesi dan diperbudak oleh keraguan…oleh kemelekatan pada tatacara dan ritual …oleh nafsu indera…oleh niat jahat; dia
memahami jalan keluar dari niat jahat yang muncul sebagaimana adanya;
dan niat jahat bersama kecenderungan mendasarnya telah ditinggalkan
di dalam dirinya.
7. “Ada jalan, Ananda, cara untuk meninggalkan lima belenggu rendah itu; sehingga seseorang, tanpa datang pada jalan ini, pada cara ini, bisa mengetahui dan melihat serta meninggalkan lima belenggu rendah itu – hal ini tidaklah mungkin. Sama
seperti jika ada pohon besar berinti-kayu yang menjulang, seseorang
tidak mungkin dapat memotong inti-kayunya tanpa menembus kulit serta
kayu lunaknya, demikian pula, ada jalan … hal ini tidaklah mungkin.
“Ada jalan, Ananda, cara untuk meninggalkan lima belenggu rendah itu;[435] sehingga seseorang, dengan datang pada jalan ini, pada cara ini, bisa mengetahui dan melihat serta meninggalkan lima belenggu rendah itu – hal ini adalah mungkin.
Sama seperti jika ada pohon besar berinti-kayu yang menjulang,
seseorang dapat memotong inti-kayunya dengan cara menembus kulit serta
kayu lunaknya, demikian pula, ada jalan … hal ini adalah mungkin.
8. “Seandainya, Ananda, sungai Gangga dipenuhi air sampai ke bibir
sungai sehingga burung-burung gagak dapat minum darinya, dan kemudian
seorang laki-laki yang lemah datang dengan berpikir:
‘Dengan menggunakan tanganku untuk berenang menyeberangi arus, aku
akan sampai dengan selamat ke pantai seberang sungai Gangga ini’;
walaupun demikian dia tidak akan mampu menyeberang dengan selamat.
Demikian pula, ketika Dhamma diajarkan kepada seseorang demi
berhentinya kepribadian, jika pikirannya tidak masuk ke dalamnya dan
tidak memperoleh keyakinan, kemantapan, dan keputusan, maka dia dapat
dianggap seperti orang yang lemah itu.
“Seandainya, Ananda, Sungai Gangga dipenuhi air sampai ke bibir
sungai sehingga burung-burung gagak dapat minum darinya, dan kemudian
seorang laki-laki yang kuat datang dengan berpikir: ‘Dengan
menggunakan tanganku untuk berenang menyeberangi arus, aku akan
sampai dengan selamat ke pantai seberang sungai Gangga ini’: maka dia
akan mampu menyeberang dengan selamat. Demikian pula, ketika Dhamma
diajarkan kepada seseorang demi berhentinya kepribadian, jika
pikirannya masuk ke dalamnya dan memperoleh keyakinan, kemantapan, dan
keputusan, maka dia dapat dianggap seperti orang yang kuat itu.
9. “Daan apakan, Ananda, yang merupakan jalan itu, cara untuk
meninggalkan lima belenggu rendah itu? Di sini, dengan mengasingkan
diri dari objek-objek kemelekatan,(654) dengan meninggalkan
keadaan-keadaan yang tak-bajik, dengan sepenuhnya menenangkan
kelambanan tubuh, sangat terpisah dari kesenangan-kesenangan indera,
terpisah dari keadaan-keadaan tak-bajik, seorang bhikkhu masuk dan
berdiam di jhana pertama, yang dibarengi oleh pemikiran pemicu dan
pemikiran yang bertahan, dengan kegiuran dan kesenangan yang terlahir
dari kesendirian.
“Apa pun yang ada di tempat itu dalam bentuk materi, perasaan,
persepsi, bentukan-bentukan, dan kesadaran, dia melihat
keadaan-keadaan itu, sebagai tidak-kekal, sebagai penderitaan, sebagai
penyakit, sebagai tumor, sebagai anak panah, sebagai malapetaka,
sebagai kemalangan, sebagai sesuatu yang asing, sebagai yang-terurai,
sebagai kekosongan, sebagai bukan-diri.(655) Dia mengalihkan pikirannya
menjauhi keadaan-keadaan itu [436] dan mengarahkannya menuju elemen
tanpa-kematian demikian: ‘Inilah yang damai, inilah yang tertinggi,
yaitu, diamnya semua bentukan, lepasnya semua kemelekatan, hancurnya
nafsu keinginan, ketidak-tertarikan, penghentian, Nibbana.’(656)
Berdasar atas hal itu, dia mencapai hancurnya noda-noda. Tetapi jika
dia tidak mencapai hancurnya noda-noda. Tetapi jika dia tidak mencapai
hancurnya noda-noda, maka karena keinginan akan Dhamma itu,
kegembiraan di dalam Dhamma itu,(657) dengan hancurnya lima belenggu
rendah dia menjadi makhluk yang secara spontan akan muncul kembali [di
alam Kediaman-kediaman Murni] dan di sana mancapai Nibbana akhir
tanpa pernah kembali dari alam itu. Inilah jalan itu, cara untuk
meninggalkan lima belenggu rendah.
10-12. “Sekali lagi, dengan berhentinya pemikiran pemicu dan
pemikiran yang bertahan, seorang bhikkhu masuk dan berdiam di dalam
jhana kedua…Sekali lagi, juga dengan melemahnya kegiuran, seorang
bhikkhu…masuk dan berdiam di dalam jhana ke tiga…Sekali lagi, dengan
ditinggalkannya kesenangan dan penderitaan…seorang bhikkhu masuk dan
berdiam di dalam jhana keempat, yang memiliki
bukan-penderitaan-pun-bukan-kesenangan dan kemurnian kewaspadaan yang
disebabkan oleh ketenang-seimbangan.
“Apa pun yang ada di tempat di dalam bentuk materi, perasaan,
persepsi, bentukan-bentukan mental, dan kesadaran, dia melihat
keadaan-keadaan itu sebagai tidak-kekal …sebagai bukan-diri. Dia
mengalihkan pikirannya menjauhi keadaan-keadaan itu sebagai
tidak-kekal…sebagai bukan-diri. Dia mengalihkan pikirannya menjauhi
keadaan-keadaan itu [436] dan mengarahkannya menuju elemen
tanpa-kematian…inilah jalan itu, cara untuk meninggalkan lima belenggu
rendah.
13.. “Sekali lagi, dengan sepenuhnya meninggalkan persepsi mengenai
bentuk, dengan lenyapnya persepsi mengenai dampak indera, dengan
tanpa-perhatian terhadap persepsi mengenai perbedaan, menyadari bahwa
‘ruang adalah tak terhingga,’ seorang bhikkhu masuk dan berdiam di
dalam landaan ruang tak-terhingga.
“Apa pun yang ada di tempat itu dalam perasaan, persepsi,
bentukan-bentukan mental, dan kesadaran,(658) dia melihat
keadaan-keadaan itu sebagai tidak-kekal….sebagai bukan-diri. Dia
mengalihkan pikirannya menjauhi keadaan-keadaan itu[436] dan
mengarahkannya menuju elemen tanpa-kematian…Inilah jalan itu, cara
untuk meninggalkan lima belenggu rendah.
14. “Sekali lagi, denngan sepenuhnya meninggalkan landasan ruang
tak-terhingga, mengadari bahwa ‘kesadaran adalah tak-terhingga,’
seorang bhikkhu masuk dan berdiam di dalam landasan kesadaran
tak-terhingga.
“Apa pun yang ada di tempat itu dalam perasaan, persepsi,
bentukan-bentukan mental, dan kesadaran, dia melihat keadaan-keadaan itu
sebagai tidak-kekal …sebagai bukan-diri. Dia mengalihkan pikirannya
menjauhi keadaan-keadaan itu dan mengarahkannya menuju elemen
tanpa-kematian…Inilah jalan itu, cara untuk meninggalkan lima belenggu
rendah.
15. “Sekali lagi, dengan sepenuhnya meninggalkan landasan kesadaran
tak-terhingga, menyadari bahwa ‘tidak ada apa pun,’ seorang bhikkhu
masuk dan berdiam di dalam landasan kekosongan.
“Apa pun yang ada di tempat itu dalam perasaan, persepsi,
bentukan-bentukan mental, dan kesadaran, dia melihat keadaan-keadaan itu
sebagai tidak-kekal, sebagai penderitaan, sebagai penyakit, sebagai
tumor, sebagai anak panah, sebagai malapetaka, sebagai kemalangan,
sebagai sesuatu yang asing, sebagai yang-terurai, sebagai kekosongan,
sebagai bukan-diri. Dia mengalihkan pikirannya menjauhi keadaan-keadaan
itu dan mengarahkannya menuju elemen tanpa-kematian demikian: ‘Inilah
yang damai, inilah yang tertinggi, yaitu, diamnya semua bentukan,
lepasnya semua kemelekatan, hancurnya nafsu keinginan,
ketidak-tertarikan, penghentian, Nibbana.’ Berdasar atas hal itu,[437]
dia mencapai hancurnya noda-noda. Tetapi jika dia tidak mencapai
hancurnya noda-noda, maka karena keinginan akan Dhamma itu, kegembiraan
di dalam Dhamma itu, dengan hancurnya lima belenggu rendah dia
menjadi makhluk yang secara spontan akan muncul kembali [di alam
Kediaman-kediaman Murni] dan di sana mencapai Nibbana akhir tanpa
pernah kembali dari alam itu. Inilah jalan itu, cara untuk
meninggalkan, lima belenggu rendah.
16. “Bhante, jika inilah jalan itu, cara untuk meninggalkan lima
belenggu rendah itu, maka bagaimana mungkin beberapa bhikkhu di sini
[dikatakan] memperoleh pembebasan pikiran dan beberapa [dikatakan] memperoleh pembebasan melalui kebijaksanaan?”
‘Perbedaannya di sini, Ananda, ada pada kemampuan-kemampuan batin mereka, kukatakan.”(659)
Demikianlah yang dikatakan oleh Yang Terberkahi. Y.M. Ananda merasa puas dan bergembira di dalam kata-kata Yang Terberkahi.
Catatan
(649) Lima belenggu lebih rendah (orambhagiyai samyojanani) disebut
demikian karena membawa menuju kelahiran ulang di alam-alam lingkup
indera. Semua belenggu itu barulah terhapus sepenuhnya oleh
Yang-Tidak-Kembali-Lagi.
(650) MA: Pertanyaan ini bisa diajukan: “Saat Sang Buddha bertanya
tentang beelnggu-belenggu itu dan sang Thera mejawab sehubungan dengan
belenggu-belenggu tersebut, mengapa Sang Buddha mengkritik
jawabannya?” Alasannya adalah karena Malunkyaputta memiliki pandangan
bahwa seseorang terbelenggu oleh kekotoran batin hanya pada saat-saat
kekotoran batin itu menyerangnya, sedangkan di saat-saat lain dia tidak
terbelenggu olehnya. Sang Buddha berbicara seperti itu untuk
menunjukkan kesalahan di dalam pandangan ini.
(651) Anuseti tvev’assa sakkayaditthanusayo. Tentang anusaya atau
kecendrungan mendasar, lihat no. 473. Di dalam kitab-kitab komnetar,
kekotoran-kekotoran batin dibedakan sebagai yang muncul pada tiga
tingkat: tingkat anusata, di mana mereka tinggal hanya sebagai
disposisi laten di pikiran; tingkat pariyutthana, di mana mereka muncul
sampai mengobsesi dan memperbudak pikiran (diacu di §5 dalam khotbah
ini); dan tingkat vitikkama, di mana mereka memotivasi tindakan fisik
dan ucapan yang tak-bajik. Pokok kritik Sang Buddha adalah bahwa
belenggu-belenggu itu, sekalipun ketika tidak muncul dalam manifestasi
aktif, senantiasa ada di tingkat anusaya selama mereka belum dihapus
melalui jalan di-atas-duniawi.
(652) Dhamma. Kata ini sebetulnya juga bisa diterjemahkan “hal-hal.”
(653) MA: Belenggu dan kecendrungan mendasar pada prinsipnya tidak
berbeda; alih-alih, kekotoran batin yang samalah yang disebut belenggu
dalam pengertian mengikat, dan kecendrungan mendasar dalam pengertian
belum ditinggalkan.
(654) Upadhiviveka, MA menerangkan upadhi di sini sebagai lima
tali kesenangan indera. Walaupun tiga klausa pertama dalam pernyataan
ini kelihatannya menyampaikan ide yang sama dengan dua klausa
berikutnya yang lebih umum, MT menunjukkan bahwa mereka dimaksudkan
untuk menunjukkan sarana agar menjadi “sangat terpisah dari kesenangan
agar menjadi “sangat terpisah dari kesenangan-kesenangan indera,
terpisah dari keadaan-keadaan tak-bajik.”
(655) Bacaan ini menunjukkan perkembangan pandangan terang
(vipassana) pada dasar ketenangan (samatha), dengan menggunakan jhana
di mana praktek pandangan terang didasarkan sebagai objek perenungan
pandangan terang. Lihat MN 52.4 dan n.552. Di sini, dua istilah –tidak
kekal dan terurai-menunjukkan ciri ketidakkekalan; tiga istilah asing,
kosong, dan bukan-diri-menunjukkan cirri tanpa-diri; enam istilah
sisanya menunjukkan ciri penderitaan.
(656) MA: Dia “mengalihkan pikirannya” dari lima kelompok khanda
yang tercakup di dalam jhana, yang telah dilihatnya memiliki tiga
ciri. “Elemen tanpa kematian” (amata dhatu) adalah Nibbana.
Pertama-tama “dia mengarahkan pikirannya ke sana” dengan kesadaran
pandangan terang, karena telah mendengar hal itu dipuji dan digambarkan
sebagai “yang damai dan agung,” dst. Kemudian, dengan jalan
di-atas-duniawi, “dia mengarahkan pikirannya ke sana” dengan
membuatnya menjadi objek dan menembusnya sebagai yang damai dan agung,
dst.
(657) Lihat n.553.
(658) Harus dicatat bahwa, ketika pencapaian-pencapaian tanpa
materi digunakan sebagai landasan untuk perenungan pandangan terang,
kelompok bentuk materi tidak mencakupkan di antara objek-objek
pandangan terang. Jadi hanya empat kelompok khanda tanpa-materi yang
disebutkan di sini.
(659) MA: Di antara mereka yang maju melalui ketenangan, seorang
bhikkhu menekankan kemanunggalan pikiran – dia dikatakan memperoleh
pembebasan pikiran; bhikkhu lain menekankan kebijaksanaan – dia
dikatakan memperoleh pembebasan melalui kebijaksanaan. Di antara mereka
yang maju melalui pandangan terang, seseorang menekankan
kebijaksanaan – dia dikatakan memperoleh pembebasan melalui
kebijaksanaan; yang lain menekankan kemanunggalan pikiran – dia
dikatakan memperoleh pembebasan pikiran. Dua siswa utama ini mencapai
tingkat arahat dengan penekanan pada ketenangan dan pandangan terang
sekaligus, tetapi Y.M. Sariputta menjadi orang yang memperoleh
pembebasan melelui kebijaksanaan dan Y.M. Maha Moggallana menjadi orang
yang memperoleh pembebasan pikiran. Jadi, alasannya (untuk penandaan
yang berbeda-beda) adalah perbedaan dalam kemampuan batin mereka, yaitu
antara keunggulan kemampuan konsentrasi dan kemempuan kebijaksanaan