“Lihatlah burung itu,” dan seterusnya.—Kisah ini diceritakan oleh Sang Guru ketika berdiam di Jetavana, tentang seorang bhikkhu yang menipu.
Ketika dia dibawa ke hadapan Sang Guru, Beliau berkata, “Para Bhikkhu, ini bukanlah pertama kalinya dia menipu, dia juga pernah melakukan hal yang sama sebelumnya.”
Kemudian Beliau menceritakan kisah berikut.
[234] Dahulu kala ketika Brahmadatta menjadi Raja Benares, Bodhisatta terlahir sebagai seekor ikan, yang memiliki banyak pengikut, di sebuah kolam di daerah pegunungan Himalaya.
Kala itu, seekor burung bangau merasa ingin memakan ikan. Maka di sebuah tempat dekat kolam tersebut, dia membuat kepalanya seperti dalam keadaan terkulai, membentangkan kedua sayapnya, dan menatap kosong kepada ikan-ikan, sembari menunggu saat mereka tidak terjaga154.
Pada waktu yang sama, Bodhisatta bersama dengan rombongannya datang ke tempat tersebut untuk mencari makan. Ketika melihatnya, rombongan ikan itu mengucapkan bait pertama berikut:
Lihatlah burung itu, betapa pucatnya—Kemudian Bodhisatta melihatnya, dan mengucapkan bait kedua berikut:
seperti bunga seroja putih;
Kedua sayapnya terbentang di kiri dan di kanan—
oh, betapa tenang dan lemahnya dirinya!
Dirinya yang sebenarnya tidak kalian ketahui,Di sana rombongan ikan itu mengeruhkan airnya dan membuat bangau tersebut terbang pergi.
jika mengetahuinya, kalian tidak akan memuji dirinya.
Dia adalah musuh kita yang paling berbahaya;
Itulah sebabnya dia tidak menaikkan sayapnya.
Setelah uraian ini selesai, Sang Guru mempertautkan kisah kelahiran mereka:—“Bhikkhu yang menipu itu adalah burung bangau, dan Aku sendiri adalah raja ikan.”
Catatan kaki :
154 “Tidur bangau” adalah ungkapan dari bahasa India untuk tipuan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar