Kamis, 14 Juni 2012

DŪBHIYA-MAKKAṬA-JĀTAKA

[70] “Air yang banyak,” dan seterusnya. Kisah ini diceritakan Sang Guru ketika berdiam di Veluvana, tentang Devadatta.
Suatu hari para bhikkhu sedang berbicara di dalam balai kebenaran tentang Devadatta yang tidak tahu berterima kasih dan mengkhianati teman-temannya, kemudian Sang Guru berkata, “Bukan hanya kali ini saja, Para Bhikkhu, Devadatta tidak tahu berterima kasih dan mengkhianati teman-temannya sendiri, tetapi sebelumnya juga dia melakukan hal yang sama.”
Kemudian Beliau menceritakan kepada mereka sebuah kisah masa lampau.


Dahulu kala ketika Brahmadatta adalah Raja Benares, Bodhisatta terlahir di sebuah keluarga brahmana di sebuah desa di Kāsi, dan ketika dewasa, dia menikah dan hidup berumah tangga. Adapun pada saat itu terdapat sebuah sumur yang dalam, di dekat jalan raya di Kerajaan Kāsi, yang tidak memiliki jalan untuk turun ke bawahnya.
Orang-orang yang melewati jalan tersebut, untuk melakukan jasa kebajikan, biasanya mengambil air dengan sebuah tali yang panjang dan sebuah ember kayu, dan mengisi palungan55 untuk hewan-hewan; demikianlah cara mereka memberikan air minum kepada hewan-hewan. Di sekeliling itu adalah hutan yang lebat sekali, tempat sekumpulan kera tinggal.
Terjadi pada suatu ketika, selama dua atau tiga hari persediaan air terhenti, yang biasanya diambil oleh para pejalan kaki; dan hewan-hewan tidak mendapatkan minuman. Seekor kera, tersiksa dengan kehausan, berjalan naik dan turun di dekat sumur untuk mencari air.
Kala itu, Bodhisatta tiba di tempat tersebut dalam perjalanannya untuk suatu urusan tertentu, mengambil air untuk dirinya sendiri, minum, dan mencuci tangannya; kemudian dia melihat sang kera. Melihat betapa hausnya kera tersebut, sang pejalan kaki mengambil air dari sumur itu dan mengisikannya ke dalam palungan untuknya. Kemudian dia duduk di bawah sebuah pohon, untuk melihat apa yang akan dilakukan makhluk tersebut.
Kera tersebut minum, duduk di dekat sana, dan membuat suatu tampang menyeringai, untuk menakuti Bodhisatta. “Ah, monyet yang jahat!” katanya, ketika melihatnya demikian— “Ketika Anda kehausan dan menderita, [71] saya memberikanmu air yang banyak; dan sekarang Anda memperlihatkan tampang kera itu kepadaku. Baik, baik, menolong seorang yang jahat hanyalah akan menyia-nyiakan pengorbananmu.” Dan dia mengulangi bait pertama:
Air yang banyak kuberikan kepadamu
ketika Anda kepanasan dan juga kehausan:
Sekarang dengan penuh keburukan,
Anda duduk mengoceh,—terhadap orang-orang jahat,
lebih baik tidak melakukan apa-apa.
Kemudian kera yang dengki tersebut membalas, “Menurutku Anda pasti berpikir hanya itulah yang dapat kulakukan. Sekarang saya akan menjatuhkan sesuatu di kepalamu sebelum pergi.” Kemudian, sambil mengulangi bait kedua, dia meneruskan—
Siapa yang pernah melihat
seekor kera yang berkelakuan baik?
Akan kujatuhkan kotoran di atas kepalamu;
karena demikianlah tingkah laku kami.
Segera setelah mendengar ini, Bodhisatta bangkit untuk pergi. Tetapi pada saat yang bersamaan, kera tersebut, dari dahan tempat dia duduk, membuang kotoran seperti menjatuhkan hiasan, di atas kepalanya, dan kemudian lari masuk ke dalam hutan sambil bersuara keras.
Bodhisatta membersihkan dirinya dan kemudian kembali melanjutkan perjalanan.


[72] Ketika Sang Guru mengakhiri uraian ini, setelah berkata, “Bukan hanya sekarang Devadatta seperti itu, tetapi pada masa lalu juga dia tidak mengakui kebaikan hati yang Aku tunjukkan kepadanya,” Beliau mempertautkan kisah kelahiran mereka: “Devadatta adalah kera pada saat itu, dan brahmana itu adalah diri-Ku sendiri.

Catatan kaki :
54 Putra Buddha Gotama.
55 Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI): bak tempat makanan dan minuman ternak (kuda, kerbau, burung, dsb).

Tidak ada komentar: