Jumat, 25 Mei 2012

CANDĀBHA-JĀTAKA

“Ia yang bermeditasi dengan bijaksana,” dan seterusnya. Kisah ini juga diceritakan oleh Sang Guru ketika berada di Jetawana mengenai interpretasi mengenai suatu masalah oleh Thera Sāriputta di gerbang Saṁkassa.


Sekali waktu ketika Brahmadatta memerintah di Benares, Bodhisatta, menjelang kematian di rumahnya dalam hutan, menjawab pertanyaan para muridnya dengan kata-kata — “Sinar rembulan dan sinar matahari.” Dengan kata-kata tersebut, ia meninggal dunia dan terlahir kembali di Alam Cahaya (Ābhassara).
Saat siswa utamanya menafsirkan kata-kata gurunya, teman-temannya tidak memercayainya. Kemudian, kembalilah Bodhisatta dan, di tengah udara, mengucapkan syair berikut ini:
Ia yang bermeditasi pada sinar matahari dan bulan,
akan mendapatkan (ketika terdapat kebahagiaan
dalam ketenangan batin) kelahiran kembali di Alam Cahaya214.
Demikianlah ajaran dari Bodhisatta, dan memuji siswanya sebelum kembali ke alam brahma.

Setelah uraian itu berakhir, Sang Guru menjelaskan kelahiran tersebut dengan berkata, “Sāriputta adalah siswa utama di masa itu, dan Saya adalah sang maha brahma.”
Catatan kaki :
214 Barisan ini secara teknis menyiratkan, dengan mengambil Matahari dan Bulan sebagai kammaṭṭhāna-nya, atau objek meditasi, seorang umat Buddha melalui pencapaian Jhāna (atau pencerahan) tingkat kedua (yakni melampaui logika), dapat menyelamatkan diri dari kelahiran kembali di alam yang lebih rendah dari Ābhassaraloka atau Alam Cahaya dari Alam brahma yang mempunyai jasmani.

Tidak ada komentar: