1. DEMIKIAN YANG SAYA DENGAR. Pada suatu ketika Yang Terberkahi sedang berdiam di Savatthi di Hutan Jeta, Taman Anathapindika.
2. Pada saat itu, Vacchagotta si kelana pergi menghadap Yang
Terberkahi [484] dan bertukar sapa denngan Beliau. Setelah ramah
tamah ini selesai, dia duduk di satu sisi dan bertanya kepada Yang
Terberkahi:
3. “Bagaimanakah halnya, Guru Gotama, apakah Guru Gotama memiliki
pandangan: ‘Dunia ini kekal: hanya ini yang benar, yang lain salah’?”
“Vaccha, aku tidak memiliki pandangan: ‘Dunia ini kekal: hanya ini yang benar, yang lain salah.’”
4. “Kalau demikian halnya, apakah Guru
Gotama memiliki pandangan: ‘Dunia ini tidak kekal: hanya ini yang
benar, yang lain salah’?”
“Vaccha, aku tidak memiliki pandangan: ‘Dunia ini tidak kekal: hanya ini yang benar, yang lain salah.’”
5. “bagaimanakah halnya, Guru Gotama, apakah Guru Gotama memiliki
pandangan: ‘Dunia ini terbatas: hanya ini yang benar, yang lain
salah’?”
“Vaccha, aku tidak memiliki pandangan: ‘Dunia ini tidak kekal: hanya ini terbatas, hanya ini yang benar, yang lain salah.’”
6. :Kalau demikian halnya, Guru Gotama, apakah Guru Gotama memiliki
pandangan: ‘Dunia ini tak-terbatas: hanya ini yang benar, yang lain
salah’?”
“Vaccha, aku tidak memiliki pandangan: ‘Dunia ini tak-terbatas: hanya ini yang benar, yang lain salah.’”
7. “Bagaimanakah halnya, Guru Gotama, apakah Guru Gotama memiliki
pandangan: Jiwa dan tubuh adalah sama hanya ini yang benar, yang lain
salah.’”(718)
““Vaccha, aku tidak memiliki pandangan: ‘jiwa dan tubuh adalah sama: hanya ini yang benar, yang lain salah.’”
8. “Bagaimanakah halnya, Guru Gotama, apakah Guru Gotama memiliki
pandangan: ‘Jiwa adalah satu hal dan tubuh adalah hal lain: hanya ini
yang benar, yang lain salah.’?”
“Vaccha, aku tidak memiliki pandangan: ‘Jiwa adalah satu hal dan
tubuh adalah hal lain: hanya ini yang benar, yang lain salah.’”
9. “Bagimanakah halnya, Guru Gotama, apakah Guru Gotama memiliki
pandangan: Setelah kematian, Tathagata ada: hanya ini yang benar, yang
lain salah.’?”(719)
“Vaccha, aku tidak memiliki pandangan: ‘Setelah kematian, Tathagata ada: hanya ini yang benar, yang lain salah.’”
10. “Kalau demikian halnya, Guru Gotama, apakah Guru Gotama
memiliki pandangan: ‘Setelah kematian, Tathagata tidak ada: hanya ini
yang benar, yang lain salah.’”
“Vaccha, aku tidak memiliki pandangan: ‘Setelah kematian, Tathagata tidak ada: hanya ini yang benar, yang lain salah.’”
11. “Bagaimanakah halnya, Guru Gotama, apakah Guru Gotama memiliki
pandangan: ‘Setelah kematian, Tathagata sekaligus ada dan tidak ada:
Hanya ini yang benar, yang lain salah.’?”[485]
“Vaccha, aku tidak memiliki pandangan: ‘Setelah kematian, Tathagata
sekaligus ada dan tidak ada : hanya ini yang benar, yang lain
salah.’”
12. Kalau demikian halnya, Guru Gotama, apakah Guru Gotama memiliki
pandangan: ‘Setelah kematian, Tathagata bukan-ada-pun-bukan-tidak-ada:
hanya ini yang benar, yang lain salah.’?”
“Vaccha, aku tidak memiliki pandangan: ‘Setelah kematian, Tathagata
bukan-ada-pun-bukan-tidak-ada : hanya ini yang benar, yang lain
salah.’”
13. “Kalau demikian, bagaimanakah halnya, Guru Gotama? Ketika Guru Gotama ditanya masing-masing dari sepuluh pertanyaan
ini, Beliau menjawab: ‘Aku tidak memiliki pandangan itu.’ Bahaya
apakah yang dilihat oleh Guru Gotama sehingga Beliau tidak mengambil
satu pun dari pandangan-pandangan spekulatif ini?”
14. “Vaccha, pandangan spekulatif bahwa dunia ini kekal
merupakan belukar pandangan, belantara pandangan, pemutar-balikkan
pandangan, pengombang-ambingan pandangan, belenggu pandangan.
Pandangan itu dikelilingi oleh penderitaan, oleh kekesalan hati, oleh
keputus-asaan, dan oleh demam, dan tidak membawa
menuju ketidak-tertarikan, menuju hilangnya nafsu, menuju penghentian,
menuju kedamaian, menuju pengetahuan langsung, menuju pencerahan,
menuju Nibbana.
“Pandangan spekulatif bahwa dunia ini tidak kekal … bahwa dunia ini terbatas … bahwa dunia ini tak-terbatas… bahwa jiwa dan tubuh adalah sama…bahwa jiwa adalah satu hal dan tubuh adalah hal lain … bahwa setelah kematian, Tathagata ada [486]…bahwa setelah kematian, Tathagata tidak ada … bahwa setelah kematian, Tathagata sekaligus ada dan tidak ada … bahwa setelah kematian, Tathagata bukan ada-pun-bukan-tidak-ada merupakan
belukar pandangan, belantara pandangan, pemutar-balikan pandangan,
pengombang-ambingan pandangan, belenggu pandangan. Pandangan itu
dikelilingi oleh penderitaan, oleh kekesalan hati, oleh keputus-asaan,
dan oleh demam, dan tidak membawa menuju
ketidak-tertarikan, menuju hilangnya nafsu, menuju penghentian, menuju
kedamaian, menuju pengetahuan langsung, menuju pencerahan, menuju
Nibbana. Karena melihat bahaya ini, aku tidak mengambil
pandangan-pandangan spekulatif ini.”
15. “kalau demikian,. Apakah Guru Gotama memiliki suatu pandangan spekulatif juga?”
“Vaccha, ‘pandangan spekulatif’ merupakan sesuatu yang telah
disingkirkan oleh Tathagata. Karena Tathagata, Vaccha, telah
melihat(720) hal ini: ‘Seperti inilah bentuk materi, seperti inilah asal mulanya, seperti inilah kelenyapannya; seperti inilah perasaan seperi inilah asal mulanya, seperti inilah kelenyapannya; seperti inilah persepsi, seperti inilah asal mulanya, seperti inilah kelenyapannya; seperti inilah bentukan-bentukan, seperti inilah asal mulanya, seperti inilah kelenyapannya; seperti inilah kesadaran, seperti
inilah asal mulanya, seperti inilah kelenyapannya.’ Maka, aku
katakan, bersama hancurnya, pudarnya, berhentinya penyerahannya, dan
lepasnya semua pemahaman, semua pemikiran, semua penciptaan-aku,
penciptaan-milikku, dan kecenderungan mendasar menuju kesombongan,
Tathagata telah terbebas melalui tidak-melekat.”
16. “Bila pikiran seorang bhikkhu sudah terbebas demikian, Guru Gotama, di manakah dia muncul kembali [setelah kematian]?”
“Istilah ‘muncul kembali’ tidak berlaku, Vaccha.”(721)
“Kalau demikian, dia tidak muncul kembali, Guru Gotama?”
“Istilah tidak muncul kembali’ tidak berlaku, Vaccha.”
“kalau demikian, dia sekaligus muncul kembali dan tidak muncul kembali, Guru Gotama?”
“Istilah ‘sekaligus muncul kembali dan tidak muncul kembali’ tidak berlaku, Vaccha.”
“kalau demikian, dia bukan-muncul-kembali-pun-bukan-tidak-muncul-kembali, Guru Gotama?”
“Istilah ‘bukan-muncul-kembali-pun-bukan-tidak-muncul-kembali’ tidak berlaku, Vaccha.”
17. “Ketika Guru Gotama ditanya empat pertanyaan ini, Beliau
menjawab: ‘Istilah “muncul kembali” tidak berlaku, Vaccha; istilah
“tidak muncul kembali” tidak berlaku, Vaccha; istilah “muncul kembali
dan tidak muncul kembali” tidak berlaku, Vaccha; istilah
“bukan-muncul-kembali-pun-bukan [487]-tidak-muncul-kembali” tidak
berlaku, Vaccha.’ Di sini saya telah jatuh ke dalam kebingungan, Guru
Gotama, di sini saya telah jatuh ke dalam kekacauan, dan sejumlah
keyakinan yang telah saya peroleh melalui percakapan sebelumnya dengan
Guru Gotama sekarang telah lenyap.”
18. “Hal ini memang cukup menyebabkan kebingungan, Vaccha, cukup
menyebabkan kekacauan bagimu. Karena Dhamma ini, Vaccha, sungguh dalam,
sulit dilihat dan sulit dipahami, damai dan tinggi, tak dapat dicapai
hanya dengan sekadar penalaran, halus, untuk dialami oleh para
bijaksana. Memang sulit bagimu untuk memahaminya bila engkau memiliki
pandangan lain, menerima ajaran lain, meyetujui ajaran lain, mengejar
latihan lain,dan mengikuti guru lain. Jadi aku akan ganti bertanya
kepadamu tentang hal ini, Vaccha. Jawablah sesuai pilihanmu.
19. “Bagaimana pendapatmu, Vaccha? Seandainya api sedang menyala di
hadapanmu. Apakah engkau akan tahu: ‘Api ini sedang menyala di
hadapanku’?”
“Ya, Guru Gotama.”
“Seandainya seseorang bertanya padamu, Vaccha: ‘Bergantung pada
apakah api yang sedang menyala di hadapanmu ini?’ – jika ditanya
demikian, apa jawabanmu?”
“Jika ditanya demikian, saya akan menjawab: ‘Api yang menyala dihadapanku ini menyala bergantung pada rumput dan ranting.’”
“Seandainya api di hadapanmu itu padam, apakah engkau akan tahu: ‘Api di hadapanku ini telah padam’?”
“Ya, Guru Gotama.”
“Seandainya seseorang bertanya padamu, Vaccha:’ Ketika api di
hadapanmu itu padam, ke arah manakah api itu pergi: ke timur; ke barat,
ke utara, ke selatan?’ – jika ditanya demikian, apa jawabanmu?”
“Istilah itu tidak berlaku, Guru Gotama, api menyala bergantung
pada bahan bakar rumput dan ranting. Bila sudah terpakai habis, jika
api tidak mendapat bahan bakar lagi, maka tanpa bahan bakar, api itu
pun dianggap sebagai padam.”
20. “Demikian juga, Vaccha, Tathagata telah meninggalkan bentuk materi
yang dengannya orang yang menggambarkan Tathagata mungkin
menggambarkan Beliau;(722) Beliau telah memotongnya di akarnya,
membuatnya seperti tunggul palma, menghilangkannya sehingga tidak lagi
terkena kemunculan di masa depan. Tathagata telah terbebas dari
perkiraan sehubungan dengan bentuk materi, Vaccha, Beliau sungguh
dalam, tak-terukur, tak-terbatas bagaikan samudera. Istilah ‘muncul
kembali’ tidak berlaku, istilah ‘tidak muncul kembali’ tidak berlaku,
[488] istilah ‘sekaligus muncul kembali dan tidak muncul kembali’ tidak
berlaku; Istilah ‘bukan-muncul-kembali-pun-bukan-tidak-muncul-kembali’
tidak berlaku.(723) Tathagata telah meninggalkan perasaan yang dengannya orang yang menggambarkan Tathagata mungkin menggambarkan Beliau … telah meninggalkan persepsi yang dengannya orang yang menggambarkan Tathagata mungkin menggambarkan Beliau … telah meninggalkan bentukan-bentukan yang dengannya orang yang menggambarkan Tathagata mungkin menggambarkan Beliau… telah meninggalkan kesadaran yang
dengannya orang yang menggambarkan Tathagata mungkin menggambarkan
Beliau; Beliau telah memotong di akarnya. Membuatnya seperti tunggul
palma, menghilangkannya sehingga tidak lagi terkena kemunculan di masa
depan. Tathagata telah terbebas dari perkiraan sehubungan dengan
kesadaran, Vaccha; Beliau sungguh dalam, tak-terukur, tak-terbatas
bagaikan samudera. Istilah ‘muncul kembali’ tidak berlaku, istilah
‘tidak muncul kembali’ tidak berlaku, istilah ‘sekaligus muncul kembali
dan tidak muncul kembali’ tidak berlaku; istilah
‘bukan-muncul-kembali-pun-bukan-tidak-muncul kembali’ tidak berlaku.”
21. Ketika hal ini dikatakan, Vacchagotta si kelana berkata kepada
Yang Terberkahi: “Guru Gotama, seandainya ada pohon sala besar yang
tidak jauh dari desa atau kota, namun tidak-kekalan mengikis cabang dan
daunnya, kulit kayu dan kulit lunaknya, sehingga pada kesempatan
berikutnya, karena dilepaskan dari cabang dan daun, dilepaskan dari
kulit kayu dan kayu lunaknya,pohon itu pun menjadi bersih, seluruhnya
terdiri dari inti-kayunya; demikian pula, khotbah Guru Gotama ini
dilepaskan dari cabang dan daunnya, dilepaskan dari kulit kayu dan
kayu lunaknya, dan menjadi murni, seluruhnya terdiri dari
inti-kayunya.
22. “Luar biasa, Guru Gotama ! Luar biasa, Guru Gotama! Guru
Gotama telah membuat Dhamma menjadi jelas dengan banyak cara,
seakan-akan Beliau menegakkan kembali apa yang tadinya
terjungkir-balik, mengungkapkan apa yang tadinya tersembunyi,menunjukkan
jalan bagi orang yang tersesat, atau memberikan penerangan di dalam
kegelapan [489] bagi mereka yang mempunyai mata sehingga dapat melihat
bentuk. Saya pergi kepada Guru Gotama untuk perlindungan dan kepada
Dhamma dan kepada Sangha para bhikkhu. Sejak hari ini, biarlah Guru
Gotama mengingat saya sebagai pengikut awam yang telah pergi kepada
Beliau untuk perlindungan sepanjang hidup.”
Catatan
(718) Pandangan bahwa jiwa (jiva) dan tubuh adalah sama merupakan
pandangan materialisme, yang mengecilkan jiwa menjadi tubuh. Pandangan
berikut bahwa jiwa dan tubuh adalah berbeda merupakan pandangan
eternalis, yang menganggap jiwa sebagai suatu prinsip spiritual yang
tetap bertahan, yang bisa tetap ada secara terpisah dari tubuh.
(719) Pandangan bahwa Tathagata ada setelah kematian adalah bentuk
eternalisme yang menganggap Tathagata-atau individu yang secara
spiritual sempurna- memiliki suatu ‘diri’ yang mencapai pembebasan
abadi setelah kematian tubuh. Pandangan bahwa Tathagata tidak ada
setelah kematian juga mengidentifikasikan Tathagata sebagai diri,
tetapi mempertahankan bahwa diri ini teranihilasi pada saat matinya
tubuh. Pandangan ketiga mencoba memadukan dua pandangan ini, dan Sang
Buddha menolaknya karena dua komponen itu melibatkan pandangan yang
salah. Pandangan ke empat tampaknya merupakan usaha skeptis untuk
menolak dua alternatif itu atau untuk menghindar dari mengambil sikap
yang pasti.
(720) Di dalam bahasa Pali, ada permainan kata antara ditthigata,
“pandangan spekulatif,” yang telah disingkirkan oleh Tathagata, dan
dittha, apa yang telah “dilihat” oleh Tathagata dengan visi langsung,
yaitu, muncul dan lenyapnya lima kelompok khanda.
(721) MA mengatakan bahwa “tidak munncul kembali” sebenarnya memang
bisa berlaku, dalam pengertian bahwa Arahat tidak mengalami kehidupan
baru. Tetapi seandainya saja Vachagotta mendengar demikian, dia akan
salah mengartikan hal itu sebagai anihilasi. Oleh karena itu, Sang
Buddha menyangkal hal itu berlaku dalam pengertian bahwa anihilasi
bukanlah posisi yang masuk akal.
(722) MA mengatakan bahwa ini adalah bentuk materi yang digunakan
orang untuk mendeskripsikan Tathagata sebagai makhluk (atau diri) yang
memiliki bentuk materi. MT menambahkan bahwa bentuk materi telah
ditinggalkan dengan ditinggalkannya belenggu-belenggu yang berhubungan
dengannya, dan dengan demikian hal itu tidak lagi bisa muncul di masa
depan.
(723) Bacaan ini harus dihubungkan dengan perumpamaan tentang api
yang padam. Sama seperti api yang padam tidak dapat digambarkan telah
pergi ke suatu arah, demikian pula Tathagata yang telah mencapai
Nibbana akhir tidak dapat digambarkan berkenaan dengan empat alternatif
itu. Perumpamaan itu hanya berurusan dengan keabsahan penggunaan
linguistik dan konseptual dan tidak dimaksudkan untuk menyarankan –
seperti yang dipegang beberapa ahli- bahwa Tathagata mencapai suatu
pencerapan mistik di dalam Yang Mutlak. Kata-kata “tinggi, tak-terukur,
tak-bisa-dimengerti” menunjuk pada dimensi pembebasan transcendental
yang dicapai oleh Yang Piawai, yang tidak dapat dimasuki oleh
pemikiran yang tercerai-berai.