1. DEMIKIAN YANG SAYA DENGAR. Pada suatu ketika Yang Terberkahi
sedang berdiam di Savatthi di Hutan Jeta, Taman Ananthapindika. Di sana
Beliau berbicara kepada para bhikkhu demikian: “Para bhikkhu.” –
“Bhante,” jawab mereka. Yang Terberkahi berkata demikian:
2. “Para bhikkhu, aku makan sekali saja. Dengan melakukan hal itu,
aku bebas dari penyakit dan penderitaan, dan aku menikmati kesehatan,
kekuatan, dan kediaman yang nyaman.(660) Ayo, paara bhikkhu, makanlah
sekali saja. Dengan melakukan hal itu, kalian juga akan bebas dari
penyakit dan penderitaan, dan kalian akan menikmati kesehatan,
kekuatan, dan kediaman yang nyaman.”
3. ketika hal ini dikatakan, Y.M. Bhaddali berkata Yang
Terberkahi: “Bhante, saya tidak bersedia makan satu kali; karena
seandainya harus melakukannya, saya mungkin merasa cemas dan khawatir
tentang hal itu.”(661)
“Kalau demikian, Bhaddali, makanlah satu bagian di tempat kamu
diundang dan bawalah pergi sebagian untuk dimakan. Dengan makan secara
demikian, [438] engkau dapat mempertahankan diri.”
“Bhante, saya juga tidak bersedia makan dengan cara demikian;
karena jika seandainya harus melakukannya, saya mungkin merasa cemas
dan khawatir tentang hal itu.”(662)
4. Kemudian, ketika peraturan latihan ini diumumkan oleh Yang
Terberkahi,(663) Y.M. Bhaddali secara terbuka menyatakan kepada Sangha
para bhikkhu ketidak-sediaannya untuk menjalankan latihan. Maka Y.M.
Bhaddali tidak menemui Yang Terberkahi selama seluruh masa tiga-bulan
masa Vassa [masa Musim Hujan] itu, karena dia tidak memenuhi latihan
di dalam Ajaran Sang Guru.
5. Pada kesempatan itu, sekelompok bhikkhu sedang sibuk membuatkan
jubah untuk Yang Terberkahi sambil berpikir “Bersama selesainya jubah
ini, di akhir tiga bulan masa Vassa [masa Musim Hujan], Yang Terberkahi
akan mulai berkelana.”
6. Pada waktu itu, Y.M. Bhaddali menemui para bhikkhu tersebut dan
bertukar tegur-sapa dengan mereka, dan setelah ramah tamah ini
berakhir, dia duduk di satu sisi. Setelah dia duduk, para bhikkhu itu
berkata: “Sahabat Bhaddali, jubah ini sedang dibuat untuk Yang
Terbekahi. Bersama selesainya jubah ini, di akhir tiga bulan masa Vassa
[masa Musim Hujan], Yang Terberkahi akan mulai berkelana. Ayolah,
sahabat Bhaddali, tinjaulah pertanyaanmu itu dengan baik. Jangan sampai
hal itu menjadi lebih sulit bagimu nantinya.”
7. “Baik, sahabat-sahabat,” jawabnya. Y.M. Bhaddali pun pergi
menghadap Yang Terberkahi, dan setelah memberi hormat, dia duduk di
satu sisi dan berkata: “Bhante, pelanggaran telah menguasai saya,
sehingga seperti orang yang tolol, bingung dan salah besar, ketika
peraturan latihan disampaikan oleh Yang Terberkahi, saya secara terbuka
menyatakan di hadapan Sangha para bhikkhu ketidak-sediaan saya untuk
menjalankan latihan. Bhante, sudilah Yang Terberkahi mengampuni
pelanggaran saya yang dilihat sedemikian demi pengendalian diri di masa
depan.”
8. “Memang, Bhaddali, pelanggaran telah menguasaimu, sehingga
seperti orang yang tolol, bingung dan salah besar, ketika peraturan
latihan disampaikan olehku, engkau secara terbuka menyatakan di hadapan
Sangha para bhikkhu ketidak-sediaanmu untuk menjalankan latihan.
9. “Bhaddali, keadaan ini tidak terlihat olehmu pada waktu itu:
‘Yang Terberkahi sedang berdiam di Savatthi, dan Yang Terberkahi akan
mengenalku demikian: “Bhikkhu yang bernama Bhaddali adalah orang yang
tidak memenuhi latihan di dalam Ajaran Guru.” Keadaan ini tidak
terlihat olehmu pada waktu itu.
“Juga, keadaan ini tidak terlihat olehmu pada waktu itu: ‘Banyak
[439] bhikkhu berdiam di Savatthi selama masa Vassa, dan mereka juga
akan mengenalku demikian: “Bhikkhu yang bernama Bhaddali adalah orang
yang tidak memenuhi latihan di dalam Ajaran Guru.”’ Keadaan ini juga
tidak terlihat olehmu pada waktu itu.”
10.. “Bhante, pelanggaran telah menguasai saya, sehingga seperti
orang yang tolol, bingung dan salah besar, ketika peraturan latihan
disampaikan oleh Yang Terberkahi, saya secara terbuka menyatakan di
hadapan Sangha para bhikkhu ketidak-sediaan saya untuk menjalankan
latihan. Bhante, sudilah Yang Terberkahi mengampuni pelanggaran saya
yang dilihat sedemikian demi pngendalian diri di masa depan.”
“Memang, Bhaddali, pelanggaran telah menguasaimu, sehingga seperti
orang yang tolol, bingung dan salah besar, ketika peraturan latihan
disampaikan olehku, engkau secara terbuka menyatakan di hadapan Sangha
para bhikkhu ketidak-sediaanmu untuk menjalankan latihan.
11. “Bagaimana pendapatmu, Bhaddali? Seandainya saja seorang
bhikkhu di sini adalah manusia yang terbebas-dalam-kedua-jalan,(664)
dan aku memberitahu dia:’Ayo, bhikkhu, jadilah papan bagiku untuk
berjalan melintasi Lumpur.’ Apakah dia akan berjalan menyeberang
sendiri,(665) ataukah dia akan berbuat lain dengan tubuhnya, ataukah
dia akan mengatakan ‘Tidak’?”
“Tidak, Yang Mulia Bhante.”
“Bagaimana pendapatmu, Bhaddali? Seandainya saja seorang bhikkhu
disini adalah manusia yang
terbebas-oleh-kebijaksanaan…saksi-tubuh…orang yang
mencapai-pandangan…orang yang terbebas-oleh-keyakinan…seorang
pengikut-Dhamma…seorang pengikut-keyakinan, dan aku memberitahu dia:
‘Ayo, bhikkhu, jadilah papan bagiku untuk berjalan melintasi Lumpur.’
Apakah dia akan berjalan menyeberang sendiri, ataukah dia akan berbuat
lain dengan tubuhnya, ataukah dia akan mengatakan ‘Tidak’?”
“Tidak, Yang Mulia Bhante.”
12. “Bagaimana pendapatmu, Bhaddali? Apakah pada saat itu engkau
adalah manusia yang terbebas-dalam-kedua-jalan? Atau [440] manusia yang
terbebas-oleh-kebijaksanaan atau saksi tubuh atau seorang yang
mencapai-pandangan atau seorang yang terbebas-oleh-keyakinan atau
seorang pengikut-Dhamma atau seorang pengikut-keyakinan?”
“Bukan, Yang Mulia Bhante.”
“Bhaddali, pada saat itu apakah engkau bukan pelaku-kesalahan yang kosong dan hampa?”
13. “ya, Yang Mulia Bhante. Yang Mulia Bhante, pelanggaran telah
menguasai saya, sehingga seperti orang yang tolol, bingung dan salah
besar, ketika peraturan latihan disampaikan oleh Yang Terberkahi, saya
secara terbuka menyatakan di hadapan Sangha para bhikkhu
ketidak-sediaan saya untuk menjalankan latihan. Yang Mulia Bhante,
sudilah Yang Terberkahi mengampuni pelanggaran saya yang dilihat
sedemikian demi pengendalian diri di masa depan.”
“Memang, Bhaddali, pelanggaran telah menguasaimu, sehingga seperti
orang yang tolol, bingung dan salah besar, ketika peraturan latihan
disampaikan olehku, enngkau secara terbuka menyatakan di hadapan Sangha
para bhikkhu ketidak sediaanmu untuk menjalankan latihan. Tetapi
karena engkau melihat pelanggaranmu sedemikian rupa dan memperbaiki
kesalahan sesuai dengan Dhamma, kami memaafkan engkau; karena memang
merupakan perkembangan dalam Vinaya Manusia Agung jika seseorang
melihat pelanggarannya sedemikian dan memperbaiki kesalahan sesuai
dengan Dhamma dengan cara menjalankan pengandalian diri di masa depan.
14. “Di sini, Bhaddali, seorang bhikkhu tidak memenuhi latihan di
dalam Ajaran Guru. Dia mempertimbangkan demikian. ‘Sebaiknya aku
memutuskan untuk tinggal di tempat istirahat yang terpencil: di hutan,
akar pohon, gunung, jurang, gua di sisi bukit, tempat pembuangan
mayat, semak belukar, ruang terbuka, tumpukan jerami – mungkin aku
bisa merealisasikan keadaan supra-manusia, luar biasa dalam pengetahuan
dan visi yang pantas bagi para luhur.’ Dia memilih tempat-istirahat
terpencil seperti itu. Sementara dia hidup menarik diri demikian, Guru
mencelanya, sahabat-sahabat dalam kehidupan suci yang melakukan
penyelidikan mencelanya, para dewa mencelanya, dan dia mencela dirinya
sendiri. Dicela demikian oleh Guru, oleh sahabat-sahabat dalam
kehidupan suci, oleh para dewa, oleh dirinya sendiri, dia tidak
merealisasikan keadaan supra-manusia, tidak luar biasa dalam
pengetahuan dan visi yang pantas bagi para luhur. Mengapa? Memang
demikianlah halnya dengan orang yang tidak memenuhi latihan di dalam
Ajaran Guru.
15. “Di sini, Bhaddali, seorang bhikkhu benar-benar memenuhi
latihan di dalam Ajaran Guru. Dia mempertimbangkan demikian: ‘Sebaiknya
aku memutuskan untuk tinggal di tempat istirahat yang terpencil: di
hutan, akar pohon, gunung, jurang, gua di sisi bukit, tempat
pembuangan mayat, semak,[441] ruang terbuka, tumpukan jerami – mungkin
aku bisa merealisasikan keadaan supra-manusia, luar biasa dalam
pengetahuan dan visi yang pantas bagi para luhur.’ Dia memilih tempat –
istirahat terpencil seperti itu. Sementara dia hidup menarik diri
demikian, Guru tidak mencelanya, sahabat-sahabat dalam kehidupan suci
yang melakukan penyelidikan tidak mencelanya, para dewa tidak
mencelanya, dan dia tidak mencela dirinya sendiri. Tidak dicela
demikian oleh Guru, oleh sahabat-sahabat dalam kehidupan suci, oleh
para dewa, oleh dirinya sendiri, dia merealisasikan keadaan
supra-manusia, luar biasa dalam pengetahuan dan visi yang pantas bagi
para luhur.
16. “Benar-benar terpisah dari kesenangan-kesenangan indra,
terpisah dari keadaan-keadaan yang tak-bajik, dia masuk dan berdiam di
dalam jhana pertama, yang dibarenngi oleh pemikiran pemicu dan
pemikiran bertahan, dengan kegiuran dan kesenangan yang terlahir dari
kesendirian, Mengapa? Memang demikianlah halnya dengan orang yang
memenuhi latihan di dalam Ajaran Guru.
17. “Bersama berhentinya pemikiran pemicu dan pemikiran bertahan,
dia masuk dan berdiam di dalam jhana kedua …Dengan juga melemahnya
kegiuran…dia masuk dan berdiam di dalam jhana ketiga … Bersama dengan
ditinggalkannya kesenangan dan penderitaan … dia masuk dan berdiam di
dalam jhana keempat … Mengapa? Memang demikianlah halnya dengan orang
yang memenuhi latihan di dalam Ajaran Guru.
18. “Ketika pikirannya yang terkonsentrasi telah demikian
dimurnikan dan terang, tak-ternoda, bebas dari ketidak-sempurnaan, dapat
diolah, lentur, mantap, dan mencapai keadaan tak-terganggu, dia
mengarahkannya pada pengetahuan tentang ingatan akan
kehidupan-kehidupan lampau … (seperti Sutta 51, §24) … Demikianlah,
bersama dengan berbagai aspek dan cirri khasnya, dia mengingat berbagai
kehidupan masa lampaunya. Mengapa? Memang demikianlah halnya [442]
dengan orang yang memenuhi latihan di dalam Ajaran Guru.
19. “Ketika pikirannya yang terkonsentrasi telah demikian
dimurnikan dan terang … dan mencapai keadaan tak-terganggu, dia
mengarahkannya pada pengetahuan tentang lenyap dan muncul kembalinya
para makhluk … (seperti Sutta 51, §25) … Demikianlah, dengan mata dewa,
yang termurnikan dan melampaui manusia, dia memahami bagaimana
makhluk-makhluk berlanjut sesuai dengan tindakan-tindakan mereka.
Mengapa? Memang demikianlah halnya dengan orang yang memenuhi latihan
di dalam Ajaran Guru.
20. “Ketika pikirannya yang terkonsentrasi telah dimurnikan
demikian dan terang .. mencapai keadaan tak-terganggu, dia
mengarahkannya menuju pengetahuan tentang hancurnya noda-noda. Dia
memahami sebagaimana adanya: ‘Inilah penderitaan’ … (seperti Sutta 51,
§26) … Dia memahami sebagaimana adanya: ‘Inilah jalan menuju
berhentinya noda-noda.’
21. “Ketika dia mengetahui dan melihat demikian, pikirannya
terbebas dari noda nafsu indera, dari noda dumadi, dan dari noda
kebodohan-batin. Ketika pikiran itu terbebas, di sana muncullah
pengetahuan: ‘Pikiran ini terbebas.’ Dia memahami: ‘Kelahiran telah
hancur, kehidupan suci telah dijalani, apa yang harus dikerjakan telah
dikerjakan, tidak ada lagi kemunculan di alam mana pun juga.’ Mengapa?
Memang demikianlah halnya dengan orang yang memenuhi latihan di dalam
Ajaran Guru.”
22. Setelah itu Y.M. Bhaddali bertanya: “Yang Mulia Bhante, apakah
penyebabnya, apakah alasannya, mengapa mereka mengambil tindakan
terhadap seorang bhikkhu di sini dengan berulang-ulang menegurnya?
Apakah penyebabnya, apaka alasannya, mengapa mereka tidak mengambil
tindakan terhadap seorang bhikkhu di sini dengan berulang-ulang
menegurnya?”
23. “Di sini, Bhaddali, soerang bhikkhu merupakan pelanggar-tetap dengan banyak pelanggaran.
Ketika dibetulkan oleh para bhikkhu, dia memutar-balikkan kebenaran,
mengalihkan pembicaraan, menunjukkan gangguan, kebencian, dan
kepahitan; dia tidak maju dengan benar, dia tidak tunduk, dia tidak
membersihkan diri, dia tidak mengatakan: Biarlah saya bertindak demikian
sehingga Sangha merasa puas.’ [443] Para bhikkhu, dengan
mempertimbangkan masalah ini, pun berpikir: ‘Sungguh baik juka para
mulia ini memeriksa bhikkhu tersebut dengan cara sedemikian sehingga
jalannya perkara terhadap dia tidak terlalu cepat dibereskan.’ Dan para
bhikkhu memeriksa bhikkhu itu dengan cara sedemikian sehingga jalannya
perkara terhadap dia tidak terlalu cepat dibereskan.
24. “Sebaiknya, di sini seorang bhikkhu merupakan pelanggar-tetap dengan banyak pelanggaran. Ketika dibetulkan oleh para bhikkhu, dia tidak
memutar balikkan kebenaran, tidak mengalihkan pembicaraan, tidak
menunjukkan gangguan, kebencian, dan kepahitan; dia maju dengan benar,
dia tunduk, dia membersihkan diri, dia mengatakan: ‘Biarlah saya
bertindak sedemikian sehingga Sangha merasa puas.’ Para bhikkhu, dengan
mempertimbangkan maslah ini, punberpikir: ‘Sungguh baik jika para
mulia ini memeriksa bhikkhu tersebut dengan cara sedemikian sehingga
jalannya perkara terhadap dia cepat dibereskan.’ Dan para bhikkhu
memeriksa bhikkhu itu dengan cara sedemikian sehingga jalannya perkara
terhadap dia cepat dibereskan.
25. “Di sini, seorang bhikkhu adalah pelanggar sesekali tanpa banyak pelanggaran.
Ketika dibetulkan oleh para bhikkhu, dia memutar-balikkan … (ulang
sisa§23)…Dan para bhikkhu memeriksa bhikkhu itu dengan cara sedemikian
sehingga [444] jalannya perkara terhadap dia tidak terlalu cepat
dibereskan.
26. “Sebaliknya, di sini seorang bhikkhu adalah pelanggar sesekali tanpa banyak pelanggaran. Ketika dibetulkan oleh para bhikkhu, dia tidak memutar
balikkan…(ulang sisa §24)…Dan para bhikkhu memeriksa bhikkhu itu
dengan cara sedemikian sehingga jalannya perkara terhadap dia cepat
dibereskan.
27. “Di sini seorang bhikkhu maju sedikit dalam hal keyakinan dan
cinta kasih.(666) Maka, para bhikkhu mempertimbangkan demikian:
‘Sahabt-sahabat, bhikkhu ini maju sedikit dalam hal keyakinan dan cinta
kasih. Semoga dia tidak kehilangan keyakinan dan cinta kasih, karena
mungkin saja demikian halnya jika kita mengambil tindakan terhadap dia
dengan berulang-ulang menegurnya.’ Seandainya saja seorang memiliki
hanya satu mata; maka para sahabat dan teman-temannya, sanak dan
saudara, akan menjaga satu matanya itu, dengan berpikir: ‘Jangan
sampai dia kehilangan satu matanya lagi.’ Demikianlah juga, seorang
bhikkhu maju sedikit dalam hal keyakinan dan cinta kasih…’ Semoga dia
tidak kehilangan keyakinan dan cinta kasihnya itu, karena mungkin saja
demikian halnya jika kita mengambil tindakan terhadap dia dengan
secara berulang-ulang menegurnya.’
28. “Inilah penyebabnya, inilah alasannya, mengapa mereka mengambil tindakan terhadap seorang bhikkhu di sini dengan berulang-ulang menegurnya; inilah penyebabnya, inilah alasannya, mengapa mereka tidak mengambil tindakan terhadap seorang bhikkhu di sini dengan berulang-ulang menegurnya.”
29. “Yang Mulia bhante, apakah penyebabnya, apakah alasannya, mengapa sebelumnya [445] hanya ada lebih sedikit peraturan latihan dan lebih banyak bhikkhu menjadi mantap dalam pengetahuan akhir? Apakah alasannya, mengapa sekarang ada lebih banyak peraturan latihan dan lebih sedikit bhikkhu yang mantap dalam pengetahuan akhir?”
30. “Memang demikian halnya, Bhaddali. Ketika para makhluk merosot
dan Dhamma sejati mulai lenyap, maka ada lebih banyak peraturan latihan
dan lebih sedikit bhikkhu menjadi mantap dalam pengetahuan akhir.
Sang Guru tidak mengumumkan peraturan latihan bagi para siswa sampai hal-hal tertentu yang merupakan dasar bagi noda-noda terwujud
di sini dalam Sangha;(667) tetapi bila hal-hal tertentu yang merupakan
dasar bagi noda-noda terwujud di sini di dalam Sangha, maka Sang Guru
mengumumkan peraturan latihan bagi siswa untuk menghalau hal-hal yang
merupakan dasar bagi noda-noda itu.
31. “Hal-hal yang merupakan dasar bagi noda-noda tidak terwujud di
sini di dalam Sangha sampai Sangha menjadi besar; tetapi bila Sangha telah menjadi besar,
maka hal-hal yang merupakan dasar bagi noda-noda itu terwujud di sini
di dalam Sangha, dan dengan demikian Guru mengumumkan peraturan
latihan bagi para siswa untuk menghalau hal-hal yang merupakan dasar
bagi noda-noda itu. Hal-hal yang merupakan dasar untuk noda-noda tidak
terwujud di sini dalam Sangha sampai Sangha telah mencapai
puncak perolehan-duniawi…puncak ketenaran…puncak pembelajaran yang
besar…puncak kemasyuran yang berlangsung-lama; tetapi bila
Sangha telah mencapai puncak kemasyuran yang berlangsung-lama, maka
hal-hal yang merupakan dasar bagi noda-noda itu terwujud di sini di
dalam Sangha, dan dengan demikian Guru mengumumkan peraturan latihan
bagi para siswa untuk menghalau hal-hal yang merupakan dasar bagi
noda-noda itu.
32. Hanya ada sedikit dari kalian, Bhaddali, pada waktu aku dulu
mengajarkan Dhamma melalui kiasan kuda jantan muda keturunan-murni.
Apakah engkau ingat hal itu, Bhaddali?”
“Tidak, Yang Mulia Bhante.”
“Apa alasanmu untuk hal itu?”
“Yang Mulia Bhante, sudah lama saya merupakan orang yang tidak memenuhi latihan di dalam Ajaran Guru.”
“Itu bukanlah satu-satunya penyebab atau satu-satunya alasan
Alih-alih, dengan meliputi pikiranmu dengan pikiranku, aku telah lama
mengenalmu demikian: ‘Ketika aku sedang mengajarkanDhamma, manusia yang
salah jalan ini tidak memperhatikan, tidak menyimak, tidak
merangkumnya dengan segenap pikirannya, tidak mendengarkan Dhamma
dengan telinga yang antusias.’ Walaupun demikian, Bhaddali, tetap saja
aku akan mengajarkan padamu Dhamma melalui kiasan kuda jantan muda
keturunan-murni. Dengarkan dan perhatikan dengan cermat apa yang akan
kukatakan.”
“Ya, Yang Mulia Bhante,” jawab YM. Bhaddali.
Yang Terberkahi mengatakan hal ini:
33. Bhaddali, misalkan seorang pelatih kuda yang piawai mendapatkan
seekor kuda jantan muda keturunan-murni yang bagus. Pertama-tama dia
membuat kuda itu terbiasa memakai sanggurdi. Sementara kuda itu dibuat
terbiasa memakai sanggurdi-karena hal itu merupakan sesuatu yang belum
pernah dilakukan sebelumnya – kuda itu meronta, menggeliat-geliat,
dan terombang-ambing, tetapi dengan pengulangan yang terus-menerus dan
latihan bertahap, ia menjadi damai dalam tindakan itu.(668)
“Setelah kuda jantan muda itu menjadi damai dalam tindakan
tersebut, pelatih kuda pun selanjutnya membuatnya terbiasa memakai tali
kekang. Sementara kuda itu dibuat terbiasa memakai tali kekang –
karena hal itu merupakan sesuatu yang belum pernah dilakukan sebelumnya
– kuda itu meronta, menggeliat-geliat, dan terombang-ambing, tetapi
dengan pengulangan yang terus-menerus dan latihan bertahap, ia menjadi
damai dalam tindakan itu.
“Setelah kuda jantan itu menjadi damai dalam tindakan tersebut,
pelatih kuda pun selanjutnya membuatnya berlaku dengan melatih langkah,
berlari dalam lingkaran, melompat tinggi, lari kencang, maju
menyerang, dengan kualitas kerajaan, dengan warisan kerajaan, dengan
kecepatan tertinggi, dengan ketangkasan tertinggi, dengan kelembutan
tertinggi. Sementara kuda itu dibuat terbiasa melakukan hal-hal ini –
karena hal itu merupakan sesuatu yang belum pernah dilakukan
sebelumnya-kuda itu meronta, menggeliat-geliat, dan terombang-ambing,
tetapi dengan pengulangan yang terus –menerus dan latihan bertahap, ia
menjadi damai dalam tindakan itu.
“Ketika kuda jantan muda itu telah menjadi damai dalam tindakan
tersebut, pelatih kuda pun selanjutnya mengganjarnya dengan
menyikatnya dan mengurusnya. Jika seekor kuda jantan muda
keturunan-murni yang elok memiliki sepuluh factor ini, dia pantas untuk
raja, melayani raja, dan dianggap sebagai salah satu factor seorang
raja.
34. “Demikian pula, Bhaddali, jika seorang bhikkhu memiliki sepuluh sifat,
dia pantas memperoleh pemberian, pantas memperoleh keramah-tamahan,
pantas memperoleh, persembahan, pantas memperoleh penghormatan, ladang
jasa yang tak ada bandingnya bagi dunia. Apakah yang sepuluh itu? Di
sini, Bhaddali, seorang bhikkhu memiliki pandangan benar dari orang yang telah melampaui latihan,(669) niat benar dari orang yang telah melampaui latihan, ucapan benar dariorang yang telah melampaui latihan, tindakan benar dari orang yang telah melampaui latihan, penghidupan benar dari orang yang telah melampaui latihan,[447] kewaspadaan benar dari orang yang telah melampaui latihan, konsentrasi benar dari orang yang telah melampaui latihan, pengatahuan benar dari orang yang telah melampaui latihan, dan pembebasan benar
dari orang yang telah melampaui latihan.(670) Jika seorang bhikkhu
memiliki sepuluh sifat ini, dia pantas memperoleh pemberian, pantas
memperoleh keramah-tamahan, pantas memperoleh persembahan, pantas
memperoleh penghormatan, ladang jasa yang tak ada bandingannya bagi
dunia.”
Demikianlah yang dikatakan oleh Yang Terberkahi. Y.M. Bhaddali merasa puas dan bergembira di dalam kata-kata Yang Terberkahi.
Catatan
(660) Hal ini mengacu pada praktek Sang Buddha makan satu kali
hanya sebelum tengah hari. Menurut Patimokkha, para bhikkhu dilarang
makan sejak dari tengah hari sampai faajar berikutnya, walaupun
praktek sesi-tunggal ini hanya disarankan dan bukan diharuskan.
(661) MA: Dia akan mencemaskan dan mengkhawatirkan apakah dia dapat menjalani kehidupan suci seumur hidupnya.
(662) Kecemasannya terus berlanjut karena dia masih harus menghabiskan sisa makanannya sebelum tengah hari.
(663) Ini adalah peraturan yang melarang makan di luar batas-batas waktu yang pantas. Lihat Vin Pac 37 / iv.35.
(664) Tujuh istilah yang digunakan di bagian ini mewakili
pengelompokan berunsur-tujuh tentang individu-individu agung. Mereka
dijelaskan secara rinci di MN 70.14-21.
(665) Baik Nm maupun Horner mengambil sankameyya di sini dengan
pengertian bahwa bhikkhu tersebut membuat dirinya sendiri berfungsi
menjadi papan, yaitu berbaring di atas lumpur. Tetapi hal ini
dikontradiksi oleh jawaban negatif Bhaddali. Jadi tampaknya lebih
mungkin bila kata-kerja ini diambil dengan pengertian bahwa dia
menyeberang sendiri (seperti arti kata-kerja itu sendiri) tanpa
memperdulikan perintah Sang Buddha. MA menunjukkan bahwa Sang Buddha
tidak akan pernah memberikan perintah semacam itu kepada siswa-siswa
Beliau. Beliau hanya mengatakan hal hal ini untuk menekankan perilaku
bandel Bhaddali.
(666) MA: Dia mempertahankan diri dengan sejumlah keyakinan duniawi
dan kecintaan duniawi kepada pentahbis dan gurunya. Karena
bhikkhu-bhikkhu lain membantunya, di tetap berada di dalam kehidupan
tak-berumah dan akhirnya bisa menjadi seorang bhikkhu besar yang
mencapai pengetahuan langsung.
(667) Bacaan ini mengacu pada prinsip tetap bahwa Sang Buddha tidak
mmebuat peraturan latihan sampai ada suatu kasus yang muncul, yang
membutuhkan pengumuman resmi tentang peraturan latihan yang pantas.
Lihat Vin Par 1/iii.9-10.
(668) Tasmin thane parinibbayati. Kata-kerja yang digunakan di sini
merupakan bentuk verbal dan parinibbana, dan secara harafiah dapat
diterjemahkan – walaupun salah- menjadi “Dia mencapai Nibbana akhir di
dalam tindakan itu.”
(669) “orang yang di luar latihan” (asekha) adalah Arahat. MA
menjelaskan sepuluh factor ini sebagai unsure-unsur pokok bagi buah
tingkat arahat.
(670) Pengetahuan benar (samma nana) merupakan pengetahuan yang
berhubungan dengan buah tingkat arahat. Pembebasan benar (samma
vimutti) adalah pembebasan Arahat dari semua kekotoran batin.