Kamis, 23 Februari 2012

BHADDALI SUTTA

1. DEMIKIAN YANG SAYA DENGAR. Pada suatu ketika Yang Terberkahi sedang berdiam di Savatthi di Hutan Jeta, Taman Ananthapindika. Di sana Beliau berbicara kepada para bhikkhu demikian: “Para bhikkhu.” – “Bhante,” jawab mereka. Yang Terberkahi berkata demikian:
2. “Para bhikkhu, aku makan sekali saja. Dengan melakukan hal itu, aku bebas dari penyakit dan penderitaan, dan aku menikmati kesehatan, kekuatan, dan kediaman yang nyaman.(660) Ayo, paara bhikkhu, makanlah sekali saja. Dengan melakukan hal itu, kalian juga akan bebas dari penyakit dan penderitaan, dan kalian akan menikmati kesehatan, kekuatan, dan kediaman yang nyaman.”
3. ketika  hal ini dikatakan, Y.M. Bhaddali berkata Yang Terberkahi: “Bhante, saya tidak bersedia makan satu kali; karena seandainya harus melakukannya, saya mungkin merasa cemas dan khawatir  tentang hal itu.”(661)

“Kalau demikian, Bhaddali, makanlah satu bagian di tempat kamu diundang dan bawalah pergi sebagian untuk dimakan. Dengan makan secara demikian, [438] engkau dapat mempertahankan diri.”
“Bhante, saya juga tidak bersedia makan dengan cara demikian; karena jika seandainya harus melakukannya, saya mungkin merasa cemas dan khawatir tentang hal itu.”(662)
4. Kemudian, ketika peraturan latihan ini diumumkan oleh Yang Terberkahi,(663) Y.M. Bhaddali secara terbuka menyatakan kepada Sangha para bhikkhu ketidak-sediaannya untuk menjalankan latihan. Maka Y.M. Bhaddali tidak menemui Yang Terberkahi selama seluruh masa tiga-bulan masa Vassa [masa Musim Hujan] itu, karena dia tidak memenuhi latihan di dalam Ajaran Sang Guru.
5. Pada kesempatan itu, sekelompok bhikkhu sedang sibuk membuatkan jubah untuk Yang Terberkahi sambil berpikir “Bersama selesainya jubah ini, di akhir tiga bulan masa Vassa [masa Musim Hujan], Yang Terberkahi akan mulai berkelana.”
6. Pada waktu itu, Y.M. Bhaddali menemui para bhikkhu tersebut dan bertukar tegur-sapa dengan mereka, dan setelah ramah tamah ini berakhir, dia duduk di satu sisi. Setelah dia duduk, para bhikkhu itu berkata: “Sahabat Bhaddali, jubah ini sedang dibuat untuk Yang Terbekahi. Bersama selesainya jubah ini, di akhir tiga bulan masa Vassa [masa Musim Hujan], Yang Terberkahi akan mulai berkelana. Ayolah, sahabat Bhaddali, tinjaulah pertanyaanmu itu dengan baik. Jangan sampai hal itu menjadi lebih sulit bagimu nantinya.”
7. “Baik, sahabat-sahabat,” jawabnya. Y.M. Bhaddali pun pergi menghadap Yang Terberkahi, dan setelah memberi hormat, dia duduk di satu sisi dan berkata: “Bhante, pelanggaran telah menguasai saya, sehingga seperti orang yang tolol, bingung dan salah  besar, ketika peraturan latihan disampaikan oleh Yang Terberkahi, saya secara terbuka menyatakan di hadapan Sangha para bhikkhu ketidak-sediaan saya untuk menjalankan latihan. Bhante, sudilah Yang Terberkahi mengampuni pelanggaran saya yang dilihat sedemikian demi pengendalian diri di masa depan.”
8. “Memang, Bhaddali, pelanggaran telah menguasaimu, sehingga seperti orang yang tolol, bingung dan salah besar, ketika peraturan latihan disampaikan olehku, engkau secara terbuka menyatakan di hadapan Sangha para bhikkhu ketidak-sediaanmu untuk menjalankan latihan.
9. “Bhaddali, keadaan ini tidak terlihat olehmu pada waktu itu: ‘Yang Terberkahi sedang berdiam di Savatthi, dan Yang Terberkahi akan mengenalku demikian: “Bhikkhu yang bernama Bhaddali adalah orang yang tidak memenuhi latihan di dalam Ajaran Guru.” Keadaan ini tidak terlihat olehmu pada waktu itu.
“Juga, keadaan ini tidak terlihat olehmu pada waktu itu: ‘Banyak [439] bhikkhu berdiam di Savatthi selama masa Vassa, dan mereka juga akan mengenalku demikian: “Bhikkhu yang bernama Bhaddali adalah orang yang tidak memenuhi latihan di dalam Ajaran Guru.”’ Keadaan ini juga  tidak terlihat olehmu pada waktu itu.”
10.. “Bhante, pelanggaran telah menguasai saya, sehingga seperti orang yang tolol, bingung dan salah besar, ketika peraturan latihan disampaikan oleh Yang Terberkahi,  saya secara terbuka menyatakan di hadapan Sangha para bhikkhu ketidak-sediaan saya untuk menjalankan latihan. Bhante, sudilah Yang Terberkahi mengampuni pelanggaran saya yang dilihat sedemikian demi pngendalian diri di masa depan.”
“Memang, Bhaddali, pelanggaran telah menguasaimu, sehingga seperti orang yang tolol, bingung dan salah besar, ketika peraturan latihan disampaikan olehku, engkau secara terbuka menyatakan di hadapan Sangha para bhikkhu ketidak-sediaanmu untuk menjalankan latihan.
11. “Bagaimana pendapatmu, Bhaddali? Seandainya saja seorang bhikkhu di sini adalah manusia yang terbebas-dalam-kedua-jalan,(664) dan aku memberitahu dia:’Ayo, bhikkhu, jadilah papan bagiku untuk berjalan melintasi Lumpur.’ Apakah dia akan berjalan menyeberang sendiri,(665) ataukah dia akan berbuat lain dengan tubuhnya, ataukah dia akan mengatakan ‘Tidak’?”
“Tidak, Yang Mulia Bhante.”
“Bagaimana pendapatmu, Bhaddali? Seandainya saja seorang bhikkhu disini adalah manusia yang terbebas-oleh-kebijaksanaan…saksi-tubuh…orang yang mencapai-pandangan…orang yang terbebas-oleh-keyakinan…seorang pengikut-Dhamma…seorang pengikut-keyakinan, dan aku memberitahu dia: ‘Ayo, bhikkhu, jadilah papan bagiku untuk berjalan melintasi Lumpur.’ Apakah dia akan berjalan menyeberang sendiri, ataukah dia akan berbuat lain dengan tubuhnya, ataukah dia akan mengatakan ‘Tidak’?”
“Tidak, Yang Mulia Bhante.”
12. “Bagaimana pendapatmu, Bhaddali? Apakah pada saat itu engkau adalah manusia yang terbebas-dalam-kedua-jalan? Atau [440] manusia yang terbebas-oleh-kebijaksanaan atau saksi tubuh atau seorang yang mencapai-pandangan atau seorang yang terbebas-oleh-keyakinan atau seorang pengikut-Dhamma atau seorang pengikut-keyakinan?”
“Bukan, Yang Mulia Bhante.”
“Bhaddali, pada saat itu apakah engkau bukan pelaku-kesalahan yang kosong dan hampa?”
13. “ya, Yang Mulia Bhante. Yang Mulia Bhante, pelanggaran telah menguasai saya, sehingga seperti orang yang tolol, bingung dan salah besar, ketika peraturan latihan disampaikan oleh Yang Terberkahi, saya secara terbuka menyatakan di hadapan Sangha para bhikkhu ketidak-sediaan saya untuk menjalankan latihan. Yang Mulia Bhante, sudilah Yang Terberkahi mengampuni pelanggaran saya yang dilihat sedemikian demi pengendalian diri di masa depan.”
“Memang, Bhaddali, pelanggaran telah menguasaimu, sehingga seperti orang yang tolol, bingung dan salah besar, ketika peraturan latihan disampaikan olehku, enngkau secara terbuka menyatakan di hadapan Sangha para bhikkhu ketidak sediaanmu untuk menjalankan latihan. Tetapi karena engkau melihat pelanggaranmu sedemikian rupa dan memperbaiki kesalahan sesuai dengan Dhamma, kami memaafkan engkau; karena memang merupakan perkembangan dalam Vinaya Manusia Agung jika seseorang melihat pelanggarannya sedemikian dan memperbaiki kesalahan sesuai dengan Dhamma dengan cara menjalankan pengandalian diri di masa depan.
14. “Di sini, Bhaddali, seorang bhikkhu tidak memenuhi latihan di dalam Ajaran Guru. Dia mempertimbangkan demikian. ‘Sebaiknya aku memutuskan untuk tinggal di tempat istirahat yang terpencil: di hutan, akar pohon, gunung, jurang, gua di sisi bukit, tempat pembuangan mayat, semak belukar, ruang terbuka, tumpukan jerami – mungkin aku bisa merealisasikan keadaan supra-manusia, luar biasa dalam pengetahuan dan visi yang pantas bagi para luhur.’ Dia memilih tempat-istirahat terpencil seperti itu. Sementara dia hidup menarik diri demikian, Guru mencelanya, sahabat-sahabat dalam kehidupan suci yang melakukan penyelidikan mencelanya, para dewa mencelanya, dan dia mencela dirinya sendiri. Dicela demikian oleh Guru, oleh sahabat-sahabat dalam kehidupan suci, oleh para dewa, oleh dirinya sendiri, dia tidak merealisasikan keadaan supra-manusia, tidak luar biasa dalam pengetahuan dan visi yang pantas bagi para luhur. Mengapa? Memang demikianlah halnya dengan orang yang tidak memenuhi latihan di dalam Ajaran Guru.
15. “Di sini, Bhaddali, seorang bhikkhu benar-benar memenuhi latihan di dalam Ajaran Guru. Dia mempertimbangkan demikian: ‘Sebaiknya aku memutuskan untuk tinggal di tempat istirahat yang terpencil: di hutan, akar pohon, gunung, jurang, gua di sisi bukit, tempat pembuangan mayat, semak,[441] ruang terbuka, tumpukan jerami – mungkin aku bisa merealisasikan keadaan supra-manusia, luar biasa dalam pengetahuan dan visi yang pantas bagi para luhur.’ Dia memilih tempat – istirahat terpencil seperti itu. Sementara dia hidup menarik diri demikian, Guru tidak mencelanya, sahabat-sahabat dalam kehidupan suci yang melakukan penyelidikan tidak mencelanya, para dewa tidak mencelanya, dan dia tidak mencela dirinya sendiri. Tidak dicela demikian oleh Guru, oleh sahabat-sahabat dalam kehidupan suci, oleh para dewa, oleh dirinya sendiri, dia merealisasikan keadaan supra-manusia, luar biasa dalam pengetahuan dan visi yang pantas bagi para luhur.
16. “Benar-benar terpisah dari kesenangan-kesenangan indra, terpisah dari keadaan-keadaan yang tak-bajik, dia masuk dan berdiam di dalam jhana pertama, yang dibarenngi oleh pemikiran pemicu dan pemikiran bertahan, dengan kegiuran dan kesenangan yang terlahir dari kesendirian, Mengapa? Memang demikianlah halnya dengan orang yang memenuhi latihan di dalam Ajaran Guru.
17. “Bersama berhentinya pemikiran pemicu dan pemikiran bertahan, dia masuk dan berdiam di dalam jhana kedua …Dengan juga melemahnya kegiuran…dia masuk dan berdiam di dalam jhana ketiga … Bersama dengan ditinggalkannya kesenangan dan penderitaan … dia masuk dan berdiam di dalam jhana keempat … Mengapa? Memang demikianlah halnya dengan orang yang memenuhi latihan di dalam Ajaran Guru.
18. “Ketika pikirannya yang terkonsentrasi telah demikian dimurnikan dan terang, tak-ternoda, bebas dari ketidak-sempurnaan, dapat diolah, lentur, mantap, dan mencapai keadaan tak-terganggu, dia mengarahkannya pada pengetahuan tentang ingatan akan kehidupan-kehidupan lampau … (seperti Sutta 51, §24) … Demikianlah, bersama dengan berbagai aspek dan cirri khasnya, dia mengingat berbagai kehidupan masa lampaunya. Mengapa? Memang demikianlah halnya [442] dengan orang yang memenuhi latihan di dalam Ajaran Guru.
19. “Ketika pikirannya yang terkonsentrasi telah demikian dimurnikan dan terang … dan mencapai keadaan tak-terganggu, dia mengarahkannya pada pengetahuan tentang lenyap dan muncul kembalinya para makhluk … (seperti Sutta 51, §25) … Demikianlah, dengan mata dewa, yang termurnikan dan melampaui manusia, dia memahami bagaimana makhluk-makhluk berlanjut sesuai dengan tindakan-tindakan mereka. Mengapa? Memang demikianlah halnya dengan orang yang memenuhi latihan di dalam Ajaran Guru.
20. “Ketika pikirannya yang terkonsentrasi telah dimurnikan demikian dan terang .. mencapai keadaan tak-terganggu, dia mengarahkannya menuju pengetahuan tentang hancurnya noda-noda. Dia memahami sebagaimana adanya: ‘Inilah penderitaan’ … (seperti Sutta 51, §26) … Dia memahami sebagaimana adanya: ‘Inilah jalan menuju berhentinya noda-noda.’
21. “Ketika dia mengetahui dan melihat demikian, pikirannya terbebas dari noda nafsu indera, dari noda dumadi, dan dari noda kebodohan-batin. Ketika pikiran itu terbebas, di sana muncullah pengetahuan: ‘Pikiran ini terbebas.’ Dia memahami: ‘Kelahiran telah hancur, kehidupan suci telah dijalani, apa yang harus dikerjakan telah dikerjakan, tidak ada lagi kemunculan di alam mana pun juga.’ Mengapa? Memang demikianlah halnya dengan orang yang memenuhi latihan di dalam Ajaran Guru.”
22. Setelah itu Y.M. Bhaddali bertanya: “Yang Mulia Bhante, apakah penyebabnya, apakah alasannya, mengapa mereka mengambil tindakan terhadap seorang bhikkhu di sini dengan berulang-ulang menegurnya? Apakah penyebabnya, apaka alasannya, mengapa mereka tidak mengambil tindakan terhadap seorang bhikkhu di sini dengan berulang-ulang menegurnya?”
23. “Di sini, Bhaddali, soerang bhikkhu merupakan pelanggar-tetap dengan banyak pelanggaran. Ketika dibetulkan oleh para bhikkhu, dia memutar-balikkan kebenaran, mengalihkan pembicaraan, menunjukkan gangguan, kebencian, dan kepahitan; dia tidak maju dengan benar, dia tidak tunduk, dia tidak membersihkan diri, dia tidak mengatakan: Biarlah saya bertindak demikian sehingga Sangha merasa puas.’ [443] Para bhikkhu, dengan mempertimbangkan masalah ini, pun berpikir: ‘Sungguh baik juka para mulia ini memeriksa bhikkhu tersebut dengan cara sedemikian sehingga jalannya perkara terhadap dia tidak terlalu cepat dibereskan.’ Dan para bhikkhu memeriksa bhikkhu itu dengan cara sedemikian sehingga jalannya perkara terhadap dia tidak terlalu cepat dibereskan.
24. “Sebaiknya, di sini seorang bhikkhu merupakan pelanggar-tetap dengan banyak pelanggaran. Ketika dibetulkan oleh para bhikkhu, dia tidak memutar balikkan kebenaran, tidak mengalihkan pembicaraan, tidak menunjukkan gangguan, kebencian, dan kepahitan; dia maju dengan benar, dia tunduk, dia membersihkan diri, dia mengatakan: ‘Biarlah saya bertindak sedemikian sehingga Sangha merasa puas.’ Para bhikkhu, dengan mempertimbangkan maslah ini, punberpikir: ‘Sungguh baik jika para mulia ini memeriksa bhikkhu tersebut dengan cara sedemikian sehingga jalannya perkara terhadap dia cepat dibereskan.’ Dan para bhikkhu memeriksa bhikkhu itu dengan cara sedemikian sehingga jalannya perkara terhadap dia cepat dibereskan.
25. “Di sini, seorang bhikkhu adalah pelanggar sesekali tanpa banyak pelanggaran. Ketika dibetulkan oleh para bhikkhu, dia memutar-balikkan … (ulang sisa§23)…Dan para bhikkhu memeriksa bhikkhu itu dengan cara sedemikian sehingga [444] jalannya perkara terhadap dia tidak terlalu cepat dibereskan.
26. “Sebaliknya, di sini seorang bhikkhu adalah pelanggar sesekali tanpa banyak pelanggaran. Ketika dibetulkan oleh para bhikkhu, dia tidak memutar balikkan…(ulang sisa §24)…Dan para bhikkhu memeriksa bhikkhu itu dengan cara sedemikian sehingga jalannya perkara terhadap dia cepat dibereskan.
27. “Di sini seorang bhikkhu maju sedikit dalam hal keyakinan dan cinta kasih.(666) Maka, para bhikkhu mempertimbangkan demikian: ‘Sahabt-sahabat, bhikkhu ini maju sedikit dalam hal keyakinan dan cinta kasih. Semoga dia tidak kehilangan keyakinan dan cinta kasih, karena mungkin saja demikian halnya jika kita mengambil tindakan terhadap dia dengan berulang-ulang menegurnya.’ Seandainya saja seorang memiliki hanya satu mata; maka para sahabat dan teman-temannya, sanak dan saudara, akan menjaga satu matanya itu, dengan berpikir: ‘Jangan sampai dia kehilangan satu matanya lagi.’ Demikianlah juga, seorang bhikkhu maju sedikit dalam hal keyakinan dan cinta kasih…’ Semoga dia tidak kehilangan keyakinan dan cinta kasihnya itu, karena mungkin saja demikian halnya jika kita mengambil tindakan terhadap dia dengan secara berulang-ulang menegurnya.’
28. “Inilah penyebabnya, inilah alasannya, mengapa mereka mengambil tindakan terhadap seorang bhikkhu di sini dengan berulang-ulang menegurnya; inilah penyebabnya, inilah alasannya, mengapa mereka tidak mengambil tindakan terhadap seorang bhikkhu di sini dengan berulang-ulang menegurnya.”
29. “Yang Mulia bhante, apakah penyebabnya, apakah alasannya, mengapa sebelumnya [445] hanya ada lebih sedikit peraturan latihan dan lebih banyak bhikkhu menjadi mantap dalam pengetahuan akhir? Apakah alasannya, mengapa sekarang ada lebih banyak peraturan latihan dan lebih sedikit bhikkhu yang mantap dalam pengetahuan akhir?”
30. “Memang demikian halnya, Bhaddali. Ketika para makhluk merosot dan Dhamma sejati mulai lenyap, maka ada lebih banyak peraturan latihan dan lebih sedikit bhikkhu menjadi mantap dalam pengetahuan akhir. Sang Guru tidak mengumumkan peraturan latihan bagi para siswa sampai hal-hal tertentu yang merupakan dasar bagi noda-noda terwujud di sini dalam Sangha;(667) tetapi bila hal-hal tertentu yang merupakan dasar bagi noda-noda terwujud di sini di dalam Sangha, maka Sang Guru mengumumkan peraturan latihan bagi siswa untuk menghalau hal-hal yang merupakan dasar bagi noda-noda itu.
31. “Hal-hal yang merupakan dasar bagi noda-noda tidak terwujud di sini di dalam Sangha sampai Sangha menjadi besar; tetapi bila Sangha telah menjadi besar, maka hal-hal yang merupakan dasar bagi noda-noda itu terwujud di sini di dalam Sangha, dan dengan demikian Guru mengumumkan peraturan latihan bagi para siswa untuk menghalau hal-hal yang merupakan dasar bagi noda-noda itu. Hal-hal yang merupakan dasar untuk noda-noda tidak terwujud di sini dalam Sangha sampai Sangha telah mencapai puncak perolehan-duniawi…puncak ketenaran…puncak pembelajaran yang besar…puncak kemasyuran yang berlangsung-lama; tetapi bila Sangha telah mencapai puncak kemasyuran yang berlangsung-lama, maka hal-hal yang merupakan dasar bagi noda-noda itu terwujud di sini di dalam Sangha, dan dengan demikian Guru mengumumkan peraturan latihan bagi para siswa untuk menghalau hal-hal yang merupakan dasar bagi noda-noda itu.
32. Hanya ada sedikit dari kalian, Bhaddali, pada waktu aku dulu mengajarkan Dhamma melalui kiasan kuda jantan muda keturunan-murni. Apakah engkau ingat hal itu, Bhaddali?”
“Tidak, Yang Mulia Bhante.”
“Apa alasanmu untuk hal itu?”
“Yang Mulia Bhante, sudah lama saya merupakan orang yang tidak memenuhi latihan di dalam Ajaran Guru.”
“Itu bukanlah satu-satunya penyebab atau satu-satunya alasan Alih-alih, dengan meliputi pikiranmu dengan pikiranku, aku telah lama mengenalmu demikian: ‘Ketika aku sedang mengajarkanDhamma, manusia yang salah jalan ini tidak memperhatikan, tidak menyimak, tidak merangkumnya dengan segenap pikirannya, tidak mendengarkan Dhamma dengan telinga yang antusias.’ Walaupun demikian, Bhaddali, tetap saja aku akan mengajarkan padamu Dhamma melalui kiasan kuda jantan muda keturunan-murni. Dengarkan dan perhatikan dengan cermat apa yang akan kukatakan.”
“Ya, Yang Mulia Bhante,” jawab YM. Bhaddali.
Yang Terberkahi mengatakan hal ini:
33. Bhaddali, misalkan seorang pelatih kuda yang piawai mendapatkan seekor kuda jantan muda keturunan-murni yang bagus. Pertama-tama dia membuat kuda itu terbiasa memakai sanggurdi. Sementara kuda itu dibuat terbiasa memakai sanggurdi-karena hal itu merupakan sesuatu yang belum pernah dilakukan sebelumnya – kuda itu meronta, menggeliat-geliat, dan terombang-ambing, tetapi dengan pengulangan yang terus-menerus dan latihan bertahap, ia menjadi damai dalam tindakan itu.(668)
“Setelah kuda jantan muda itu menjadi damai dalam tindakan tersebut, pelatih kuda pun selanjutnya membuatnya terbiasa memakai tali kekang. Sementara kuda itu dibuat terbiasa memakai tali kekang – karena hal itu merupakan sesuatu yang belum pernah dilakukan sebelumnya – kuda itu meronta, menggeliat-geliat, dan terombang-ambing, tetapi dengan pengulangan yang terus-menerus dan latihan bertahap, ia menjadi damai dalam tindakan itu.
“Setelah kuda jantan itu menjadi damai dalam tindakan tersebut, pelatih kuda pun selanjutnya membuatnya berlaku dengan melatih langkah, berlari dalam lingkaran, melompat tinggi, lari kencang, maju menyerang, dengan kualitas kerajaan, dengan warisan kerajaan, dengan kecepatan tertinggi, dengan ketangkasan tertinggi, dengan kelembutan tertinggi. Sementara kuda itu dibuat terbiasa melakukan  hal-hal ini – karena  hal itu merupakan sesuatu yang belum  pernah dilakukan sebelumnya-kuda itu meronta, menggeliat-geliat, dan terombang-ambing, tetapi dengan pengulangan yang terus –menerus dan latihan bertahap, ia  menjadi damai dalam tindakan itu.
“Ketika kuda jantan muda itu telah menjadi damai dalam tindakan tersebut, pelatih kuda pun selanjutnya mengganjarnya dengan menyikatnya dan mengurusnya. Jika seekor kuda jantan muda keturunan-murni yang elok memiliki sepuluh factor ini, dia pantas untuk raja, melayani raja, dan dianggap sebagai salah satu factor seorang raja.
34. “Demikian pula, Bhaddali, jika seorang bhikkhu memiliki sepuluh sifat, dia pantas memperoleh pemberian, pantas memperoleh keramah-tamahan, pantas memperoleh, persembahan, pantas memperoleh penghormatan, ladang jasa yang tak ada bandingnya bagi dunia. Apakah yang sepuluh itu? Di sini, Bhaddali, seorang bhikkhu memiliki pandangan benar dari orang yang telah melampaui latihan,(669) niat benar dari orang yang telah melampaui latihan, ucapan benar dariorang yang telah melampaui latihan, tindakan benar dari orang yang telah melampaui latihan, penghidupan benar dari orang yang telah melampaui latihan,[447] kewaspadaan benar dari orang yang telah melampaui latihan, konsentrasi benar dari orang yang telah melampaui latihan, pengatahuan benar dari orang yang telah melampaui latihan, dan pembebasan benar dari orang yang telah melampaui latihan.(670) Jika seorang bhikkhu memiliki sepuluh sifat ini, dia pantas memperoleh pemberian, pantas memperoleh keramah-tamahan, pantas memperoleh persembahan, pantas memperoleh penghormatan, ladang jasa yang tak ada bandingannya bagi dunia.”
Demikianlah yang dikatakan oleh Yang Terberkahi. Y.M. Bhaddali merasa puas dan bergembira di dalam kata-kata Yang Terberkahi.
Catatan
(660) Hal ini mengacu pada praktek Sang Buddha makan satu kali hanya sebelum tengah hari. Menurut Patimokkha, para bhikkhu dilarang makan sejak dari tengah hari sampai faajar berikutnya, walaupun praktek sesi-tunggal ini hanya disarankan dan bukan diharuskan.
(661) MA: Dia akan mencemaskan  dan mengkhawatirkan apakah dia dapat menjalani kehidupan suci seumur hidupnya.
(662) Kecemasannya terus berlanjut karena dia masih harus menghabiskan sisa makanannya sebelum tengah hari.
(663) Ini adalah peraturan yang melarang makan di luar batas-batas waktu yang pantas. Lihat Vin Pac 37 / iv.35.
(664) Tujuh istilah yang digunakan di bagian ini mewakili pengelompokan berunsur-tujuh tentang individu-individu agung. Mereka dijelaskan secara rinci di MN 70.14-21.
(665) Baik Nm maupun Horner mengambil sankameyya di sini dengan pengertian bahwa bhikkhu tersebut membuat dirinya sendiri berfungsi menjadi papan, yaitu berbaring di atas lumpur. Tetapi hal ini dikontradiksi oleh jawaban negatif Bhaddali. Jadi tampaknya lebih mungkin bila kata-kerja ini diambil dengan pengertian bahwa dia menyeberang sendiri (seperti arti kata-kerja itu sendiri) tanpa memperdulikan perintah Sang Buddha. MA menunjukkan bahwa Sang Buddha tidak akan pernah memberikan perintah semacam itu kepada siswa-siswa Beliau. Beliau hanya mengatakan hal hal ini untuk menekankan perilaku bandel Bhaddali.
(666) MA: Dia mempertahankan diri dengan sejumlah keyakinan duniawi dan kecintaan duniawi kepada pentahbis dan gurunya. Karena bhikkhu-bhikkhu lain membantunya, di tetap berada di dalam kehidupan tak-berumah dan akhirnya bisa menjadi seorang bhikkhu besar yang mencapai pengetahuan langsung.
(667) Bacaan ini mengacu pada prinsip tetap bahwa Sang Buddha tidak mmebuat peraturan latihan sampai ada suatu kasus yang muncul, yang membutuhkan pengumuman resmi tentang peraturan latihan yang pantas. Lihat Vin Par 1/iii.9-10.
(668) Tasmin thane parinibbayati. Kata-kerja yang digunakan di sini merupakan bentuk verbal dan parinibbana, dan secara harafiah dapat diterjemahkan – walaupun salah- menjadi “Dia mencapai Nibbana akhir di dalam tindakan itu.”
(669) “orang yang di luar latihan” (asekha) adalah Arahat. MA menjelaskan sepuluh factor ini sebagai unsure-unsur pokok bagi buah tingkat arahat.
(670) Pengetahuan benar (samma nana) merupakan pengetahuan yang berhubungan dengan buah tingkat arahat. Pembebasan benar (samma vimutti) adalah pembebasan Arahat dari semua kekotoran batin.