Kamis, 23 Februari 2012

CATUMA SUTTA

Demikianlah yang saya dengar.
Pada suatu ketika Sang Bhagava sedang berada di Amalakivana, Catuma. Pada waktu itu sekitar 500 orang bhikkhu, dipimpin oleh Sariputta dan Moggalana tiba di Catuma untuk menemui Sang Bhagava dan terjadilah suara bising. Suara bising ini terjadi ketika para bhikkhu baru datang bertegur sapa dengan para bhikkhu yang sudah datang terlebih dahulu, sementara tempat untuk meletakkan patta-patta dan civara-civara. Kemudian Sang Bhagava menegur bhikkhu Ananda, berkata : “Ananda, apakah suara yang bising ini, suara yang sangat keras, seperti suara para nelayan menarik hasil tangkapan.”

“Sang Bhagava, sekitar 500 orang bhikkhu ini dengan Sariputta dan Moggalana sebagai pemimpin telah tiba di Catuma untuk menemui Sang Bhagava, dan para bhikkhu yang baru datang bertegur sapa dengan para bhikkhu yang sudah datang lebih dulu, sementara tempat disiapkan, mangkuk-mangkuk dan jubah-jubah diletakkan, terjadilah suara yang bising dan keras itu.”
“Kalau begitu Ananda, atas namaku kumpulkan para bhikkhu, katakan Sang Bhagava mengumpulkan para bhikkhu.”
“Baiklah bhante,” jawab bhikkhu Ananda dan segera menemui para bhikkhu dan berkata, “Sang Bhagava mempersilahkan para bhikkhu berkumpul.”
“Baiklah bhante,” jawab para bhikkhu. Segera bhikkhu Ananda menemui Sang Bhagava, sedangkan para bhikkhu duduk dengan sopan. Sang Bhagava berkata begini, ketika para bhikkhu sedang duduk, “Tidaklah engkau para bhikkhu berpikir bahwa suara yang bising dan keras itu seperti suara nelayan menarik hasil tangkapannya.”
“Bhante, sekitar 500 orang bhikkhu, dipimpin oleh Sariputta dan Moggalana tiba di Catuma untuk menemui Sang Bhagava, dan sementara ……. tempat disiapkan mangkuk-mangkuk dan jubah-jubah diletakkan, terjadilah suara yang bising dan keras itu.”
“Para bhikkhu, pergilah, engkau boleh meninggalkan tempat. Engkau jangan duduk dekat aku.”
“Baiklah Bhante,” para bhikkhu menjawab dengan segera, sambil memberi salam, tetap pada barisannya, berkemas-kemas pergi membawa patta dan civara-nya.
Pada suatu ketika Suku Sakya sedang berkumpul di sebuah ruangan pertemuan untuk suatu keperluan kegiatan. Suku Sakya dari Catuma ini melihat dari jarak jauh para bhikkhu datang; dan setelah mendekat mereka berkata begini kepada para bhikkhu, “Para bhikkhu, hendak pergi ke manakah anda sekalian?”
“Teman-teman, para bhikkhu Sangha telah dibubarkan oleh Sang Bhagava.”
“Bhante, kalau begitu duduklah dahulu sebentar; mungkin kami dapat membujuk Sang Bhagava.”
“Baiklah teman-teman,” para bhikkhu menjawab orang-orang Sakya dengan segera. Lalu orang-orang Sakya menemui Sang Bhagava, mereka duduk pada jarak yang sopan. Sementara mereka duduk pada jarak yang sopan, orang-orang Sakya dari Catuma itu berkata begini kepada Sang Bhagava: “Bhante, gembirakanlah para bhikkhu sangha, berilah salam kepada para bhikkhu sangha. Yang Mulia, jika dulu para bhikkhu sangha ditolong oleh Bhante, maka tolonglah para bhikkhu sangha sekarang. Bhante ada beberapa bhikkhu baru yang belum lama menjalani hidup kebhikkhuan, belum lama belajar dhamma dan vinaya ini. Jika mereka tidak mendapat kesempatan untuk melihat Bhante, bisa terjadi perubahan pada diri mereka. Seperti halnya biji-bijian yang tidak mendapat air, mereka bisa berubah, Sang Bhagava.
Karenanya Bhante, ada beberapa (458) bhikkhu baru yang belum lama menjalani hidup kebhikkhuan, belum lama belajar dhamma dan vinaya ini. Jika mereka tidak mendapat kesempatan untuk melihat Bhante, bisa terjadi perubahan pada diri mereka. Seperti halnya anak sapi tidak bertemu induknya, mereka bisa berubah. Bhante, ada beberapa bhikkhu baru yang belum lama menjalani hidup kebhikkhuan, belum lama belajar dhamma dan vinaya ini. Jika mereka tidak mendapat kesempatan untuk melihat Bhante, bisa terjadi perubahan pada diri mereka. Yang Mulia, gembirakanlah para bhikkhu sangha, berilah mereka tegur sapa. Bhante, jika dulu para bhikkhu sangha ditolong oleh Bhante, maka tolonglah para bhikkhu sangha sekarang.”
Lalu Brahmasahampati, yang mengetahui apa yang sedang dipikirkan Sang Bhagava, seperti seorang yang kuat menunjukkan kekuatan lengannya ke depan dan ke belakang saja layaknya, ia menghilang dari alam Brahma dan muncul di belakang Sang Bhagava. Lalu Brahmasahampati mengatur jubahnya ke samping lengan, memberi salam kepada Sang Bhagava dengan sikap anjali, berkata begini kepada Sang Bhagava, “Bhante, senangkanlah hati para bhikkhu …. (ulangi seperti pada orang-orang Sakya) …. Bhante …. Jika dulu para bhikkhu sangha ditolong oleh Bhante, (459) maka tolonglah para bhikkhu sangha sekarang.”
Sang Bhagava dapat menerima perumpamaan biji-bijian dan perumpamaan anak lembu dari orang-orang Sakya dan Brahmasahampati. Lalu bhikkhu Moggalana menyapa para bhikkhu, berkata, “Bhante, bangunlah, ambil patta dan jubah kalian. Sang Bhagava telah menerima orang-orang Sakya dan Brahmasahampati dengan perumpamaan biji-bijian dan perumpamaan anak lembu.”
“Baiklah Bhante,” jawab para bhikkhu, segera bangun dari tempat duduknya, mengambil patta dan jubahnya, mendekati Sang Bhagava. Setelah mendekat, memberi salam Sang Bhagava, mereka duduk pada tempat yang tersedia. Sang Bhagava berkata begini kepada Bhante Sariputta, “Sariputta, apa yang kau pikirkan ketika para bhikkhu sangha kupersilahkan pergi?”
“Ketika Sang Bhagava mempersilahkan para bhikkhu pergi, saya berpikir, Sang Bhagava tidak merasa cemas sekarang dan Dia akan menikmati kebahagiaan dalam Jhana. Kami pun demikian, merasa tidak cemas sekarang dan akan menikmati kebahagian dalam Jhana.”
“Apakah engkau menunggu, Sariputta, apakah engkau menunggu, Sariputta. Sariputta, jangan lagi membiarkan pikiran semacam itu timbul lagi.” Lalu Sang Bhagava berkata kepada bhikkhu Moggalana, “Moggalana, apa yang kau pikir ketika bhikkhu sangha saya persilahkan pergi?”
“Bhante, ketika bhikkhu sangha dipersilahkan pergi oleh Sang Bhagava, saya berpikir, Sang Bhagava tidak merasa cemas sekarang. Dia akan menikmati kebahagiaan dalam Jhana. Saya dan bhikkhu Sariputta akan memimpin bhikkhu sangha.”
“Bagus Moggalana, itu bagus. Karenanya selain saya, Moggalana maupun Sariputta dapat memimpin bhikkhu sangha.”
Kemudian Sang Bhagava berkata kepada bhikkhu sangha, “Para bhikkhu, ada empat bahaya yang dapat terjadi bagi seorang yang terjun ke dalam air. Apakah keempat bahaya itu? Bahaya dari ombak, bahaya dari buaya, bahaya dari pusaran air, bahaya dari ikan buas. Ini adalah empat macam bahaya yang dapat terjadi bagi seorang yang menjalani hidup kebhikkhuan dalam dhamma dan vinaya. (460) Apakah keempat bahaya itu ? Bahaya dari ombak, bahaya dari buaya, bahaya dari pusaran air, bahaya dari ikan buas.
Apakah bahaya dari ombak? Para bhikkhu, ada beberapa pemuda menjalani kehidupan kebhikkhuan dengan keyakinan, berpikir begini ‘Walaupun aku dibebani dengan kelahiran, umur tua, mati, sakit, penderitaan, kesengsaraan, ratapan dan putus asa, dibebani dengan penderitaan, dikuasai oleh penderitaan, mungkin akhir dari bentuk penderitaan yang menyeluruh ini belum dapat terlihat.’
Temannya pengikut kaum Brahmana mendesak dan menyuruhnya, ‘Mengapa engkau harus keluar, mengapa engkau harus kembali, mengapa engkau harus melihat ke depan, mengapa harus melihat ke sekeliling, mengapa harus beranjali, mengapa harus membawa jubah dan mengkuk.’ Bila ia berpikir begini, ‘Ketika aku hidup berumah tangga dulu, kami terbiasa menyuruh dan mendesak orang lain, tetapi karena mereka anak sendiri, cucu sendiri.’ Mereka berpikir mereka harus menyuruh dan mendesak kami …. lalu melanggar latihan, dia kembali kepada kehidupan dunia yang rendah. Para bhikkhu, mereka melanggar vinaya dan kembali kepada kehidupan dunia yang rendah inilah yang disebut sebagai orang yang ditakut-takuti bahaya ombak. Bahaya dari ombak ini adalah sama artinya dengan amarah.
Para bhikkhu, apakah bahaya dari buaya? Begini, beberapa pemuda dari keluarga yang telah menjalani kehidupan kebhikkhuan dengan keyakinan berfikir, ‘Walaupun aku dibebani dengan kelahiran, umur tua, ……… mungkin akhir dari bentuk penderitaan yang menyeluruh ini belum dapat terlihat.’ Temannya pengikut kaum Brahmana mendesak dan menyuruhnya, ‘Ini boleh kau makan, ini tak boleh kau makan, ini boleh kau ambil, ini tak boleh kau ambil, ini boleh kau cicipi, ini tak boleh kau cicipi, ini boleh kau minum, ini tak boleh kau minum, engkau harus makan apa yang diperbolehkan, engkau tidak boleh makan apa yang tidak diperbolehkan, engkau harus mengambil apa yang diperbolehkan, engkau tidak boleh mengambil apa yang tidak diperbolehkan, engkau boleh mencicipi apa yang boleh untuk dicicipi, engkau tidak boleh mencicipi apa yang tidak diperbolehkan, engkau tidak boleh minum apa yang tidak diperbolehkan, engkau harus makan pada waktu yang tepat, engkau tidak boleh makan pada waktu yang salah, engkau harus mengambil pada waktu yang tepat, engkau tidak boleh mengambil pada waktu yang salah, engkau harus mencicipi pada waktu yang tepat, engkau tidak boleh mencicipi pada waktu yang salah, engkau harus minum pada waktu yang tepat, engkau tidak boleh minum pada waktu yang salah.’ Bila ia berpikir begini (461) ‘Dulu ketika aku masih hidup sebagai perumah tangga, kami makan apa yang kami suka, kami tidak makan apa yang kami tidak suka, kami mengambil apa yang kami suka, kami tidak mengambil apa yang kami tidak suka, kami mencicipi apa yang kami suka, kami tidak mencicipi apa yang kami tidak suka, kami minum apa yang kami suka, kami tidak minum apa yang kami tidak suka, kami makan apa pada waktu yang tepat, kami tidak makan apa pada waktu yang salah, kami mengambil pada waktu yang tepat, kami tidak mengambil pada waktu yang salah, kami mencicipi pada waktu yang tepat, kami tidak mencicipi pada waktu yang salah, kami minum pada waktu yang tepat, kami tidak minum pada waktu yang salah, tetapi bila seorang kepala rumah tangga yang setia memberi kami makanan yang mewah, padat dan lembut, pada waktu yang salah, seolah ia menguji mulut ……. dan melanggar latihan, dia kembali kepada kehidupan dunia yang rendah. Para bhikkhu, mereka yang melanggar vinaya dan kembali kepada kehidupan dunia yang rendah inilah yang disebut sebagai orang yang ditakut-takuti bahaya buaya. Bahaya dari buaya ini sama artinya dengan kerusakan.
Para bhikkhu, apakah bahaya dari pusaran air? Begini para bhikkhu, beberapa pemuda dari keluarga, menjalani kehidupan kebhikkhuan, berpikir begini, ‘Walaupun aku dibebani dengan karena kelahiran, umur tua, ………. mungkin akhir dari bentuk penderitaan yang menyeluruh ini belum, dapat terlihat.’ Dia lalu menjalani kehidupan kebhikkhuan memakai jubahnya pagi hari, mengambil mangkuk dan jubah luarnya, memasuki sebuah desa, sebuah pasar untuk berpindapata dengan jasmani yang tidak terkendali, dengan ucapan yang tidak terkendali, dengan pikiran yang tidak bersih, perasaan-perasaan yang tidak terkendali. Di sana dia melihat seorang kepala rumah tangga atau anak kepala rumah tangga memanjakan dan memberikan dirinya dengan lima saluran perasaan mendapatkan kesenangan oleh karenanya. Bila ia berpikir begini, ‘Dulu ketika aku menjalani kehidupan rumah tangga, memanjakan dan memberikan diri dengan lima saluran kesenangan indera, kami mendapatkan kebahagiaan. Karena adanya kekayaan di rumahku, mungkin saja menikmati kekayaan sekaligus melakukan hal yang terpuji.’ Dia melanggar latihan, kembali kepada kehidupan dunia yang rendah. Para bhikkhu, mereka yang melanggar vinaya dan kembali kepada kehidupan dunia yang rendah inilah yang disebut sebagai orang yang ditakut-takuti bahaya pusaran air. Bahaya pusaran air ini adalah sama artinya dengan lima saluran kesenangan indera.
Para bhikkhu, apakah bahaya dari ikan buas? Begini, para bhikkhu (462) beberapa pemuda dari keluarga, menjalani kehidupan kebhikkhuan, berfikir begini walaupun aku dibebani dengan kelahiran, umur tua ….. mungkin akhir dari bentuk penderitaan yang menyeluruh ini belum dapat terlihat. Dia lalu menjalani kehidupan kebhikkhuan, memakai jubahnya pagi hari mengambil mangkuk dan jubah luarnya, memasuki sebuah desa, sebuah pasar untuk berpindapata dengan jasmani yang tak terkendali, dengan ucapan yang tidak terkendali, dengan pikiran yang tidak bersih, perasaan-perasaan yang tidak terkendali. Dia melihat seorang wanita yang berpakaian kurang sempurna atau kurang tertutup. Ketika dia melihat wanita dengan pakaian yang kurang sempurna dan kurang tertutup, nafsu mengusai pikirannya dan dengan pikiran yang dikuasai oleh nafsu, ia melanggar latihan, dia kembali kepada kehidupan dunia yang rendah. Para bhikkhu, mereka yang melanggar vinaya dan kembali kepada kehidupan dunia yang rendah inilah yang disebut sebagai orang yang ditakut-takuti bahaya ikan buas. Bahaya dari ikan buas ini adalah sama artinya dengan wanita.
Itulah para bhikkhu, empat bahaya yang dapat terjadi pada seorang yang menjalani dhamma dan vinaya dalam kehidupan kebhikkhuan.”
Demikian apa yang dikatakan oleh Sang Bhagava, para bhikkhu bersenang hati dengan apa yang dikatakan Sang Bhagava.