Demikian yang telah kami dengar:
- Pada suatu ketika Sang Bhagava sedang berdiam di Campa, di tepi
danau Gaggara, bersama sejumlah bhikkhu sebanyak lima ratus
orang. Di sana, Bhikkhu Sariputta menegur para bhikkhu:
“Kawan-kawan, bhikkhu,”
“Ya, kawan,” jawab para bhikkhu kepada Bhikkhu Sariputta. Kemudian Bhikkhu Sariputta berkata demikian:
“Akan kuterangkan Dhamma yang tinggi dalam sepuluh kelompok
Guna membebaskan diri dari semua ikatan
Untuk dapat mencapai Nibbana, kebahagiaan tertinggi
Sehingga dapat mengakhiri penderitaan.
- Kawan-kawan, terdapat satu hal (eka dhamma) yang banyak membantu
(bahukara), satu hal yang harus dikembangkan (bhavetabba),
satu hal yang harus diketahui (parinneyya), satu hal yang
harus disingkirkan (pahatabba), satu hal yang membawa
kemerosotan (hanabhagiya), satu hal yang membawa
kemuliaan (visesabhagiya) satu hal yang sulit ditembus
(duppativijjha), satu hal yang harus ditimbulkan (uppadetabba),
satu hal yang harus dimengerti sepenuhnya (abhinneyya), dan satu
hal yang harus direalisasi (sacchikatabba).
- Apakah satu hal yang banyak membantu itu? Tekun (appamada)
dalam hal-hal yang baik (kusala dhamma). Inilah satu hal yang
banyak membantu.
- Apakah satu hal yang harus dikembangkan itu? Penyadaran terhadap
faktor-faktor badan jasmani (kayagatasati) yang disertai
perasaan senang. Inilah satu hal yang harus
dikembangkan.
- Apakah satu hal yang harus diketahui itu? Kontak (phassa)
yang memiliki kekotoran-kekotoran batin (asava) dan memiliki
kemelekatan (upadana). Inilah satu hal yang harus
diketahui.
- Apakah satu hal yang harus disingkirkan itu? Kesombongan akan
‘aku’ (asmimana). Inilah satu hal yang harus disingkirkan.
- Apakah satu hal yang membawa kemerosotan itu? Pemikiran yang
tidak bijaksana (ayonisomanasikara). Inilah satu hal yang
membawa kemerosotan.
- Apakah satu hal yang membawa kemuliaan itu? Pemikiran yang
bijaksana (yonisomanasikara). Inilah satu hal yang membawa
kemuliaan.
- Apakah satu hal yang sulit ditembus itu? Konsentrasi pikiran
tanpa masa selang. Inilah satu hal yang sulit ditembus.
- Apakah satu hal yang harus ditimbulkan itu? Pengetahuan yang
tak tergoyahkan (akuppa nana). Inilah satu hal yang harus
ditimbulkan.
- Apakah satu hal yang harus dimengerti sepenuhnya itu? Semua
mahluk tetap berlangsung karena makanan (ahara). Inilah satu
hal yang harus dimengerti sepenuhnya.
- Apakah satu hal yang harus direalisasi itu? Kebebasan pikiran
yang tak tergoyahkan. Inilah satu hal yang harus
direalisasi.
Demikianlah, sepuluh hal ini adalah benar (bhuta), nyata (taccha),
harus demikian (tatha), bukan sebaliknya (avitatha),
tidak dapat salah (anannatha); dan hal ini semua telah
dipahami oleh Sang Tathagata, Buddha Yang Maha
Sempurna.
- Kawan-kawan, terdapat dua hal (dve dhamma) yang banyak membantu
(bahukara), dua hal yang harus dikembangkan (bhavetabba), dua
hal yang harus diketahui (parinneyya), dua hal yang
harus disingkirkan (pahatabba), dua hal yang membawa
kemerosotan (hanabhagiya), dua hal yang membawa kemuliaan
(visesabhagiya), dua hal yang sulit ditembus
(duppativijjha), dua hal yang harus ditimbulkan (uppadetabba), dua
hal yang harus dimengerti sepenuhnya (abhinneyya), dua hal
yang harus direalisasi (sacchikatabba).
- Apakah dua hal yang banyak membantu itu? Kesadaran (sati)
dan pengertian terang (sampajanna). Inilah dua hal yang banyak
membantu.
- Apakah dua hal yang harus dikembangkan itu? Ketenangan (samatha)
dan pandangan terang (vipassana). Inilah dua hal yang
harus dikembangkan.
- Apakah dua hal yang halus diketahui itu? Batin (nama) dan
jasmani (rupa). Inilah dua hal yang harus diketahui.
- Apakah dua hal yang harus disingkirkan itu? Ketidaktahuan
(avijja) dan nafsu keinginan akan perwujudan (bhava-tanha).
Inilah dua hal yang harus disingkirkan.
- Apakah dua hal yang membawa kemerosotan itu? Keras kepala
(dovacassata) dan pergaulan dengan teman-teman jahat
(papamittata). Inilah dua hal yang membawa
kemerosotan.
- Apakah dua hal yang membawa kemuliaan itu? Rendah hati (sovacassata)
dan pergaulan dengan teman-teman baik
(kalyanamittata). Inilah dua hal yang membawa
kemuliaan.
- Apakah dua hal yang sulit ditembus itu? Apa yang merupakan
sebab (hetu), kondisi (paccaya) bagi ternodanya batin
mahluk-mahluk; dan apa yang merupakan sebab (hetu),
kondisi (paccaya) bagi kesucian batin mahluk-mahluk.
Inilah dua hal yang sulit ditembus.
- Apakah dua hal yang harus ditimbulkan itu? Dua macam pengetahuan,
yaitu: pengetahuan tentang pemadaman nafsu-nafsu dan
pengetahuan untuk tidak terlahir kembali. Inilah dua
hal yang harus ditimbulkan.
- Apakah dua hal yang harus dimengerti sepenuhnya itu? Dua macam
unsur, yaitu; unsur yang berkondisi (sankhata dhatu) dan
unsur yang tak berkondisi (asankhata dhatu). Inilah
dua hal yang harus dimengerti sepenuhnya.
- Apakah dua hal yang harus direalisasi itu? Pengetahuan (vijja)
dan kebebasan (vimutti). Inilah dua hal yang harus
direalisasi.
Demikianlah, duapuluh hal ini adalah benar (bhuta), nyata (taccha),
harus demikian (tatha), bukan sebaliknya (avitatha),
tidak dapat salah (anannatha); dan hal ini semua telah
dipahami oleh Sang Tathagata, Buddha Yang Maha
Sempurna.
- Kawan-kawan, terdapat tiga hal (tayo dhamma) yang banyak membantu
(bahukara), tiga hal yang harus dikembangkan (bhavetabba),
tiga hal yang harus diketahui (parinneyya), tiga hal yang
harus disingkirkan (pahatabba), tiga hal yang membawa
kemerosotan (hanabhagiya), tiga hal yang membawa
kemuliaaan (visesabhagiya), tiga hal yang sulit ditembus
(duppativijjha), tiga hal yang harus ditimbulkan (uppadetabba),
tiga hal yang harus dimengerti sepenuhnya (abbhinneyya), tiga hal
yang harus direalisasi (sacchikatabba).
- Apakah tiga hal yang banyak membantu itu? Bergaul dengan orang-orang
baik (sappurisasamseva), mendengarkan ajaran yang
baik (sadhamma savana), melaksanakan ajaran sesuai
dengan dhamma (dhammanudhammapatipatti). Inilah tiga
hal yang banyak membantu.
- Apakah tiga hal yang harus dikembangkan itu? Tiga macam konsentrasi,
yaitu: konsentrasi yang disertai vitakka (pengarahan
pikiran pada obyek) dan vicara (mempertahankan
pikiran pada obyek); konsentrasi tanpa disertai
vitakka, tetapi hanya disertai vicara; dan
konsentrasi tanpa disertai vitakka dan vicara. Inilah tiga
hal yang harus dikembangkan.
- Apakah tiga hal yang harus diketahui itu? Tiga macam perasaan
(vedana), yaitu: perasaan senang, perasaan tidak senang,
dan perasaan yang bukan senang maupun bukan tidak
senang. Inilah tiga hal yang harus diketahui.
- Apakah tiga hal yang harus disingkirkan itu? Tiga macam nafsu
keinginan (tanha), yaitu: nafsu keinginan akan kesenangan
indera (kama tanha), nafsu keinginan akan perwujudan
(bhava tanha), dan nafsu keinginan akan kemusnahan
(vibhava tanha). Inilah tiga hal yang harus
disingkirkan.
- Apakah tiga hal yang membawa kemerosotan itu? Tiga akar kejahatan
(akusala mula), yaitu: akar kejahatan keserakahan, akar
kejahatan kebencian, dan akar kejahatan
ketidaktahuan. Inilah tiga hal yang membawa
kemerosotan.
- Apakah tiga hal yang membawa kemuliaan itu? Tiga akar kebajikan
(kusala mula), yaitu: akar kebajikan tidak serakah, akar
kebajikan tidak benci, dan akar kebajikan tidak
bodoh. Inilah tiga hal yang membawa kemuliaan.
- Apakah tiga hal yang sulit ditembus itu? Tiga unsur kebebasan
(nissarana), yaitu: pelepasan (nekkhamma), adalah keadaan
bebas dari semua kesenangan indera; tidak bermateri
(arupa), adalah keadaan bebas dari hal-hal bermateri
(rupa); dan pemadaman (nirodha), adalah keadaan bebas
dari apa yang terbentuk, apa yang berkondisi, dan
apa yang timbul karena sebab. Inilah tiga hal yang sulit
ditembus.
- Apakah tiga hal yang harus ditimbulkan itu? Tiga macam pengetahuan
(nana), yaitu: pengetahuan yang berkenaan dengan masa
lampau, pengetahuan yang berkenaan dengan masa yang
akan datang, dan pengetahuan yang berkenaan dengan
masa sekarang. Inilah tiga hal yang harus
ditimbulkan.
- Apakah tiga hal yang harus dimengerti sepenuhnya itu? Tiga
macam unsur, yaitu: Unsur kesenangan indera (kama dhatu),
unsur materi (rupa dhatu), dan unsur tak bermateri
(arupa dhatu). Inilah tiga hal yang harus dimengerti
sepenuhnya.
- Apakah tiga hal yang harus direalisasi itu? Tiga macam kemampuan
(vijja), yaitu: kemampuan dari pengetahuan ingatan
terhadap kehidupan-kehidupan lampau, kemampuan dari
pengetahuan terhadap timbul dan lenyapnya
mahluk-mahluk, dan kemampuan dari pengetahuan
terhadap pemusnahan kekotoran-kekotoran batin (asava khaya nana).
Inilah tiga hal yang harus direalisasi.
Demikianlah, tiga puluh hal ini adalah benar (bhuta), nyata (taccha),
harus demikian (tatha), bukan sebaliknya (avitatha),
tidak dapat salah (anannatha); dan hal ini semua telah
dipahami oleh Sang Tathagata, Buddha Yang Maha Sempurna.
- Kawan-kawan, terdapat empat hal (cattaro dhamma) yang banyak
membantu (bahukara), empat hal yang harus dikembangkan
(bhavetabba), empat hal yang harus diketahui
(parinneyya), empat hal yang harus disingkirkan
(pahatabba), empat hal yang membawa kemerosotan (hanabhagiya), empat
hal yang membawa kemulian (visesabhagiya), empat hal yang
sulit ditembus (duppativijjha), empat hal yang harus
ditimbulkan (uppadetabba), empat hal yang harus
dimengerti sepenuhnya (abhinneyya), dan empat hal yang
harus direalisasi (sacchikatabba).
- Apakah empat hal yang banyak membantu itu? Empat macam roda
(cakka), yaitu: berdiam di tempat yang sesuai, bergaul dengan
orang-orang baik, meningkatkan pribadi sendiri,
serta memiliki simpanan perbuatan-perbuatan berjasa
pada masa lampau. Inilah empat hal yang banyak
membantu.
- Apakah empat hal yang harus dikembangkan itu? Empat landasan
kesadaran, yaitu: dalam hal ini, kawan-kawan, seorang
bhikkhu terus menerus melakukan pengamatan jasmani
terhadap jasmani; dan dengan penuh semangat,
perhatian terang, kesadaran serta pengendalian diri,
ia mengatasi keserakahan dan kesedihan dalam dunia
ini. Begitu juga, kawan-kawan, seorang bhikkhu terus menerus
melakukan pengamatan perasaan terhadap perasaan; dan dengan
penuh semangat, perhatian terang, kesadaran diri, ia
mengatasi keserakahan dan kesedihan dalam dunia dan
pengendalian diri ini. Begitu juga, kawan-kawan,
seorang bhikkhu terus menerus melakukan pengamatan
pikiran terhadap pikiran; dan dengan penuh semangat
perhatian terang, kesadaran dan pengendalian diri, ia
mengatasi keserakahan dan kesedihan dalam dunia ini. Begitu
juga, kawan-kawan, seorang bhikkhu terus menerus melakukan
pengamatan fenomena (dhamma) terhadap fenomena; dan
dengan penuh semangat, perhatian terang, kesadaran
dan pengendalian diri, ia mengatasi keserakahan dan
kesedihan dalam dunia ini. Inilah empat hal yang
harus dikembangkan.
- Apakah empat hal yang harus diketahui itu? Empat macam makanan
(ahara), yaitu makanan materi (kabalinkara ahara), baik
yang kasar maupun yang halus; kontak (phassa) sebagai
makanan yang kedua; kehendak pikiran (mano
sancetana) sebagai makanan yang ketiga; dan kesadaran
(vinnana) sebagai makanan yang keempat. Inilah empat
hal yang harus diketahui.
- Apakah empat hal yang harus disingkirkan itu? Empat macam
banjir (ogha), yaitu: banjir kesenangan indera, banjir
perwujudan, banjir pandangan dan banjir
ketidaktahuan. Inilah empat hal yang harus
disingkirkan.
- Apakah empat hal yang membawa kemerosotan itu? Empat macam
ikatan (yoga), yaitu: ikatan kesenangan indera, ikatan
perwujudan, ikatan pandangan, dan ikatan
ketidaktahuan. Inilah empat hal yang membawa
kemerosotan.
- Apakah empat hal yang membawa kemuliaan itu? Empat macam
keterlepasan (visamyoga), yaitu: keterlepasan dari
kesenangan indera, keterlepasan dari perwujudan,
keterlepasan dari pandangan dan keterlepasan dari
ketidaktahuan. Inilah empat hal yang membawa kemuliaan.
- Apakah empat hal yang sulit ditembus itu? Empat macam konsentrasi
(samadhi), yaitu: konsentrasi yang cenderung pada
keruntuhan, konsentrasi yang cenderung pada
kelangsungan, konsentrasi yang cenderung pada
kemuliaan, dan konsentrasi yang cenderung pada
penembusan. Inilah empat hal yang sulit ditembus.
- Apakah empat hal yang harus ditimbulkan itu? Empat macam pengetahuan
(nana), yaitu: pengetahuan tentang ajaran,
pengetahuan tentang tradisi ajaran, pengetahuan untuk
menentukan, dan pengetahuan umum. Inilah empat hal
yang harus ditimbulkan.
- Apakah empat hal yang harus dimengerti sepenuhnya itu? Empat
Kebenaran Mulia (ariya-sacca), yaitu: Kebenaran Mulia
tentang dukkha, Kebenaran Mulia tentang sebab dukkha,
Kebenaran Mulia tentang akhir dukkha, dan Kebenaran
Mulia tentang Jalan yang membawa pada akhir dukkha.
Inilah empat hal yang harus dimengerti sepenuhnya.
- Apakah empat hal yang harus direalisasi itu? Empat Hasil dari
kehidupan sebagai pertapa, yaitu: Sotapatti-phala,
Sakadagami-phala, Anagami-phala, dan Arahatta-phala.
Inilah empat hal yang harus direalisasi.
Demikianlah, empat puluh hal ini adalah benar (bhuta), nyata
(taccha), harus demikian (tatha), bukan sebaliknya (avitatha),
tidak dapat salah (anannatha); dan hal ini semua telah
dipahami oleh Sang Tathagata, Buddha Yang Maha
Sempurna.
- Kawan-kawan, terdapat lima hal (panca-dhamma) yang banyak membantu
(bahukara), lima hal yang harus dikembangkan (bhavetabba),
lima hal yang harus diketahui (parinneyya), lima hal
yang harus disingkirkan (pahatabba), lima hal yang
membawa kemerosotan (hanabhagiya), lima hal yang membawa
kemuliaan (visesabhagiya), lima hal yang sulit ditembus
(duppativijjha), lima hal yang harus ditimbulkan (uppadetabba),
lima hal yang harus dimengerti sepenuhnya (abhinneyya), dan lima
hal yang harus direalisasi (sacchikatabba).
- Apakah lima hal yang banyak membantu itu? Lima faktor usaha
(padhana), yaitu: dalam hal ini, kawan-kawan, seorang bhikkhu
memiliki keyakinan, yakin akan Penerangan Sempurna
dari Sang Tathagata: Demikianlah Sang Bhagava, Yang
Maha Suci (Arahat), Yang Telah Mencapai Penerangan
Sempurna, sempurna pengetahuan serta
tindak-tanduk-Nya, sempurna menempuh Jalan, Pengenal segenap
alam, Pembimbing yang tiada tara bagi mereka yang bersedia untuk
dibimbing, Guru para dewa dan manusia, Yang Sadar,
Yang Patut Dimuliakan. Ia berada dalam keadaan sehat,
bebas dari sakit, memiliki pencernaan yang baik,
tidak terlalu panas atau dingin, tetapi sedang-sedang
saja, yang cukup untuk berusaha. Ia bukan penipu,
bukan pemalsu, jujur dalam menyatakan dirinya sebagaimana
adanya kepada guru atau sesama teman dalam kehidupan suci. Ia
berjuang dengan semangat untuk menyingkirkan sifat-sifat
yang tidak baik, dan membangkitkan sifat-sifat yang
baik; teguh, maju dengan mantap, tidak berhenti
berusaha untuk mencapai sifat-sifat yang baik. Ia
memiliki kebijaksanaan, kebijaksanaan mulia untuk
melihat timbul dan lenyapnya segala sesuatu, untuk mencapai
penghancuran total terhadap penderitaan. Inilah lima hal yang
banyak membantu.
- Apakah lima hal yang harus dikembangkan itu? Lima faktor konsentrasi
benar (samma samadhi), yaitu: pemancaran kegairahan,
pemancaran kebahagiaan, pemancaran pikiran,
pemancaran cahaya dan perenungan ulang terhadap
tanda-tanda. Inilah lima hal yang harus dikembangkan.
- Apakah lima hal yang harus diketahui itu? Lima kelompok kemelekatan,
yaitu: kelompok kemelekatan jasmani, kelompok
kemelekatan perasaan, kelompok kemelekatan persepsi,
kelompok kemelekatan bentuk-bentuk pikiran dan
kelompok kemelekatan kesadaran (vinnana). Inilah lima
hal yang harus diketahui.
- Apakah lima hal yang harus disingkirkan itu? Lima rintangan
batin (nivarana) yaitu: rintangan batin keinginan akan
kesenangan indera, rintangan batin itikad jahat,
rintangan batin kegelisahan dan kekhawatiran,
rintangan batin kemalasan dan kelambanan, rintangan
batin keragu-raguan. Inilah lima hal yang harus disingkirkan.
- Apakah lima hal yang membawa kemerosotan itu? Lima keadaan
batin yang tandus (cetokhila). Dalam hal ini, kawan-kawan,
seorang bhikkhu merasa bimbang, ragu ragu, tidak
menjurus serta tidak puas terhadap Sang Guru, maka
pikirannya tidak cenderung ke arah semangat,
ketekunan, kemantapan dan usaha. Kawan-kawan, apabila
bhikkhu itu merasa bimbang, ragu-ragu, tidak menjurus
serta tidak puas terhadap Sang Guru, maka pikirannya tidak cenderung
ke arah semangat, ketekunan, kemantapan dan usaha.
Demikianlah, pikirannya menjadi tidak cenderung ke
arah semangat, ketekunan, kemantapan dan usaha.
Inilah keadaan batin yang tandus pertama.
Begitu juga, kawan-kawan, seorang bhikkhu merasa
bimbang, ragu-ragu, tidak menjurus serta tidak puas terhadap
Dhamma, maka pikirannya tidak cenderung ke arah semangat,
ketekunan, kemantapan dan usaha. Kawan-kawan, apabila
bhikkhu itu merasa bimbang, ragu-ragu, tidak
menjurus serta tidak puas terhadap Dhamma, maka
pikirannya tidak cenderung ke arah semangat, ketekunan,
kemantapan dan usaha. Demikianlah, pikirannya menjadi tidak
cenderung ke arah semangat, ketekunan, kemantapan dan usaha.
Inilah keadaan batin yang tandus kedua.
Begitu juga, kawan-kawan, seorang bhikkhu merasa
bimbang, ragu-ragu, tidak menjurus serta tidak puas terhadap
Sangha, maka pikirannya tidak cenderung ke arah semangat,
ketekunan, kemantapan dan usaha. Kawan-kawan, apabila
bhikkhu itu merasa bimbang, ragu-ragu, tidak
menjurus serta tidak puas terhadap Sangha, maka
pikirannya tidak cenderung ke arah semangat, ketekunan,
kemantapan dan usaha. Demikianlah pikirannya menjadi tidak cenderung
ke arah semangat, ketekunan, kemantapan dan usaha.
Inilah keadaan batin yang tandus ketiga.
Begitu juga, kawan-kawan, seorang bhikkhu merasa
bimbang, ragu-ragu, tidak menjurus serta tidak puas terhadap
latihan (sikkha), maka pikirannya tidak cenderung ke arah
semangat, ketekunan, kemantapan dan usaha.
Kawan-kawan, apabila bhikkhu itu merasa bimbang,
ragu-ragu, tidak menjurus serta tidak puas terhadap
latihan, maka pikirannya tidak cenderung ke arah semangat,
ketekunan, kemantapan dan usaha. Inilah keadaan batin yang tandus
keempat.
Begitu juga, kawan-kawan, seorang bhikkhu marah,
kesal hati, tidak senang dan keras hati terhadap sesama teman
kehidupan suci (sabrahmacari). Kawan-kawan, apabila bhikkhu
itu marah, kesal hati, tidak senang dan keras hati
terhadap sesama teman kehidupan suci, maka pikirannya
tidak cenderung ke arah semangat, ketekunan,
kemantapan dan usaha. Demikianlah, pikirannya menjadi
tidak cenderung ke arah semangat, ketekunan,
kemantapan dan usaha. Inilah keadaan batin yang tandus kelima.
Inilah lima hal yang membawa kemerosotan.
- Apakah lima hal yang membawa kemuliaan itu? Lima kemampuan
(indriya), yaitu: kemampuan keyakinan, kemampuan usaha,
kemampuan kesadaran, kemampuan konsentrasi dan
kemampuan kebijaksanaan. Inilah lima hal yang membawa
kemuliaan.
- Apakah lima hal yang sulit ditembus itu? Lima unsur kebebasan
(nissarana). Dalam hal ini, kawan-kawan, bila seorang
bhikkhu memikirkan tentang kesenangan-kesenangan
indera (kama), maka batinnya tidak meloncat, tidak
puas, tidak berdiam dan tidak cenderung dalam
kesenangan-kesenangan indera itu. Tetapi, apabila ia
memikirkan tentang pelepasan (nekkhamma), maka batinnya meloncat,
puas, berdiam dan cenderung dalam pelepasan itu. Karena
batinnya telah maju dengan baik, telah dikembangkan
dengan baik, telah diangkat dengan baik, telah
terbebas dengan baik dan telah lepas dari
kesenangan-kesenangan indera; maka, ia terbebas dari kekotoran-kekotoran
batin (asava), kesengsaraan-kesengsaraan dan
demam-demam yang timbul sebagai akibat dari
kesenangan-kesenangan indera, demikian juga, ia tidak
lagi merasakan perasaan-perasaan itu. Inilah yang
dinyatakan sebagai kebebasan dari kesenangan-kesenangan
indera.
Begitu juga, kawan-kawan, bila seorang bhikkhu memikirkan tentang
itikad jahat (byapada), maka batinnya tidak meloncat, tidak
puas, tidak berdiam dan tidak cenderung dalam itikad
jahat itu. Tetapi, apabila ia memikirkan tentang
itikad baik (abyapada) maka batinnya meloncat, puas,
berdiam dan cenderung dalam itikad baik itu. Karena
batinnya telah maju dengan baik, telah dikembangkan
dengan baik, telah diangkat dengan baik, telah terbebas dengan
baik dan telah lepas dari itikad jahat; maka ia terbebas dari
kekotoran-kekotoran batin (asava),
kesengsaraan-kesengsaraan dan demam-demam yang timbul
sebagai akibat dari itikad jahat, demikian juga, ia
tidak lagi merasakan perasaan- perasaan itu. Inilah
yang dinyatakan sebagai kebebasan dari itikad jahat.
Begitu juga, kawan-kawan, bila seorang bhikkhu memikirkan tentang
kekejaman (vihesam), maka batinnya tidak meloncat, tidak
puas, tidak berdiam dan tidak cenderung dalam
kekejaman itu. Tetapi, apabila ia memikirkan tentang
cinta kasih (avihesam), maka batinnya meloncat, puas,
berdiam dan cenderung dalam cinta kasih itu. Karena
batinnya telah maju dengan baik, telah dikembangkan dengan
balk, telah diangkat dengan baik, telah terbebas dengan baik
dan telah lepas dari kekejaman; maka ia terbebas dari
kekotoran-kekotoran batin (asava),
kesengsaraan-kesengsaraan dan demam-demam yang timbul
sebagai akibat dari kekejaman, demikian juga, ia tidak
lagi merasakan perasaan-perasaan itu. Inilah yang dinyatakan
sebagai kebebasan dari kekejaman.
Begitu juga, kawan-kawan, bila seorang bhikkhu memikirkan tentang
hal-hal bermateri (rupa), maka batinnya tidak meloncat,
tidak puas, tidak berdiam dan tidak cenderung dalam
hal-hal bermateri itu. Tetapi, apabila ia memikirkan
tentang hal-hal tidak bermateri (arupa), maka
batinnya meloncat, puas, berdiam dan cenderung dalam
hal-hal tidak bermateri itu. Karena batinnya telah maju
dengan baik, telah dikembangkan dengan baik, telah diangkat
dengan baik, telah terbebas dengan baik dan telah lepas dari
hal-hal bermateri; maka ia terbebas dari
kekotoran-kekotoran batin (asava),
kesengsaraan-kesengsaraan dan demam-demam yang timbul
sebagai akibat dari hal-hal bermateri, demikian juga,
ia tidak lagi merasakan perasaan-perasaan itu. Inilah yang dinyatakan
sebagai kebebasan dari hal-hal bermateri.
Begitu juga, kawan-kawan, bila seorang bhikkhu memikirkan tentang
kepribadian (sakkaya), maka batinnya tidak meloncat, tidak
puas, tidak berdiam dan tidak cenderung dalam
kepribadian itu. Tetapi, apabila ia memikirkan
tentang penghancuran kepribadian (sakkaya nirodha),
maka batinnya meloncat, puas, berdiam dan cenderung
dalam penghancuran kepribadian itu. Karena batinnya telah maju
dengan baik, telah dikembangkan dengan baik, telah diangkat
dengan baik, telah terbebas dengan baik dan telah lepas
dari kepribadian; maka ia terbebas dari
kekotoran-kekotoran batin (asava),
kesengsaraan-kesengsaraan dan demam-demam yang timbul
sebagai akibat dari kepribadian, demikian juga, ia tidak lagi
merasakan perasaan-perasaan itu. Inilah yang dinyatakan
sebagai kebebasan dari kepribadian. Inilah lima hal
yang sulit ditembus.
- Apakah lima hal yang harus ditimbulkan itu? Lima macam pengetahuan
dari konsentrasi benar (samma samadhi), yaitu:
Pengetahuan yang timbul dari pengalaman sendiri,
bahwa samadhi ini memiliki kebahagiaan (sukha) pada
masa sekarang dan memiliki kebahagiaan pada masa
mendatang sebagai hasil. Pengetahuan yang timbul dari pengalaman
sendiri, bahwa samadhi ini adalah ariya, bukan badani
(niramisa). Pengetahuan yang timbul dari pengalaman
sendiri, bahwa samadhi ini adalah damai, tinggi,
telah memperoleh ketenangan, telah mencapai keadaan
batin yang tinggi dan terpusat, tidak terpengaruh,
tidak terhambat dan tidak terhalang. Pengetahuan yang timbul
dari pengalaman sendiri, bahwa dengan memiliki kesadaran (sati)
aku memasuki samadhi ini dan dengan memiliki
kesadaran (sati) aku keluar dari samadhi ini. Inilah
lima hal yang harus ditimbulkan.
- Apakah lima hal yang harus dimengerti sepenuhnya itu? Lima
dasar kebebasan (vimuttayatana). Dalam hal ini, kawan-kawan,
seorang bhikkhu menerima ajaran Dhamma dari Sang Guru
atau seseorang teman kehidupan suci yang menggantikan
kedudukan guru. Kawan-kawan, ketika bhikkhu itu
menerima ajaran Dhamma dari Sang Guru atau seseorang
teman dalam kehidupan suci yang menggantikan kedudukan
guru, maka ia dapat mengerti isi Dhamma (attha) itu dan dapat
mengerti artinya. Setelah dapat mengerti isi Dhamma dan
artinya, maka timbullah kegembiraan (pamojja); karena
menjadi gembira, maka timbullah kegairahan (piti);
karena pikirannya bergairah, maka faktor-faktor
batinnya (nama-kaya) menjadi tenang (passaddha);
karena faktor-faktor batinnya menjadi tenang, maka ia merasakan
kebahagiaan; karena merasa bahagia, maka batinnya menjadi
terpusat. Inilah dasar kebebasan yang pertama.
Begitu juga, kawan-kawan, seorang bhikkhu tidak
menerima ajaran Dhamma dari Sang Guru atau seseorang teman kehidupan
suci yang menggantikan kedudukan guru, tetapi ia sendiri
mengajarkan Dhamma yang telah didengar dan
diingatnya itu kepada orang lain secara terperinci.
Kawan-kawan, ketika bhikkhu itu mengajarkan Dhamma
yang telah didengar dan diingatnya itu kepada orang lain
secara terperinci, maka ia dapat mengerti isi Dhamma itu dan
dapat mengerti artinya. Setelah dapat mengerti isi Dhamma
dan artinya, maka timbullah kegembiraan (pamojja);
karena menjadi gembira, maka timbullah kegairahan
(piti); karena pikirannya bergairah, maka
faktor-faktor batinnya (nana-kaya) menjadi tenang
(passaddha); karena faktor-faktor batinnya menjadi tenang, maka
ia merasakan kebahagiaan; karena merasa bahagia, maka
batinnya menjadi terpusat. Inilah dasar kebebasan
yang kedua.
Begitu juga, kawan-kawan, seorang bhikkhu tidak
menerima ajaran Dhamma dari Sang Guru atau seseorang teman kehidupan
suci yang menggantikan kedudukan guru, juga tidak
mengajarkan Dhamma yang telah didengar dan telah
diingatnya itu kepada orang lain secara terperinci,
tetapi ia sendiri mempelajari (sajjhaya) secara
terperinci Dhamma yang telah didengar dan telah diingatnya
itu. Kawan-kawan, ketika bhikkhu itu mempelajari secara terperinci
Dhamma yang telah didengar dan telah diingatnya itu,
maka ia dapat mengerti isi Dhamma dan dapat mengerti
artinya. Setelah dapat mengerti isi Dhamma dan
artinya, maka timbullah kegembiraan (pamojja); karena
menjadi gembira, maka timbullah kegairahan (piti);
karena pikirannya bergairah, maka faktor-faktor batinnya
(nama-kaya) menjadi tenang (passaddha); karena faktor-faktor
batinnya menjadi tenang, maka ia merasakan kebahagiaan,
karena merasa bahagia, maka batinnya menjadi
terpusat. Inilah dasar kebebasan yang ketiga.
Begitu juga, kawan-kawan, seorang bhikkhu tidak
menerima ajaran Dhamma dari Sang Guru atau seseorang teman kehidupan
suci yang menggantikan kedudukan guru, tidak mengajarkan
Dhamma yang telah didengar dan telah diingatnya itu
kepada orang lain secara terperinci, juga tidak
mempelajari secara terperinci Dhamma yang telah
didengar dan telah diingatnya, tetapi ia mengarahkan
pikirannya, mempertahankan pikirannya dan memusatkan pikirannya
pada Dhamma yang telah didengar dan telah diingatnya itu.
Kawan-kawan, ketika bhikkhu itu mengarahkan
pikirannya, mempertahankan pikirannya dan memusatkan
pikirannya pada Dhamma yang telah didengar dan telah
diingatnya itu, maka ia dapat mengerti isi Dhamma itu
dan dapat mengerti artinya. Setelah dapat mengerti isi Dhamma
dan artinya, maka timbullah kegembiraan (pamojja); karena
menjadi gembira, maka timbullah kegairahan (piti);
karena pikirannya bergairah, maka faktor-faktor
batinnya (nama-kaya) menjadi tenang (passaddha);
karena faktor-faktor batinnya menjadi tenang, maka ia
merasakan kebahagiaan; karena merasa bahagia, maka batinnya
menjadi terpusat. Inilah dasar kebebasan yang keempat.
Begitu juga, kawan-kawan, seorang bhikkhu tidak
menerima ajaran Dhamma dari Sang Guru atau seseorang teman kehidupan
suci yang menggantikan kedudukan guru, tidak mengajarkan
Dhamma yang telah didengar dan telah diingatnya itu
kepada orang lain secara terperinci, tidak
mempelajari secara terperinci Dhamma yang telah
didengar dan telah diingatnya, juga tidak mengalahkan
pikirannya, mempertahankan pikirannya dan memusatkan pikirannya
pada Dhamma yang telah didengar dan telah diingatnya itu,
tetapi ia memahami dengan baik beberapa tanda yang
muncul dalam samadhi, memperhatikan dengan baik,
mengenali dengan baik, dan menembus dengan baik
melalui kebijaksanaan. Kawan-kawan, ketika bhikkhu
itu dapat memahami dengan baik beberapa tanda yang muncul dalam
samadhi, memperhatikan dengan baik, mengenali dengan baik,
dan menembus dengan baik melalui kebijaksanaan, maka
ia dapat mengerti isi Dhamma itu dan dapat mengerti
artinya. Setelah dapat mengerti isi Dhamma dan
artinya, maka timbullah kegembiraan (pamojja); karena
menjadi gembira, maka timbullah kegairahan (piti); karena
pikirannya bergairah, maka faktor-faktor batinnya (nama-kaya)
menjadi tenang (passaddha); karena faktor-faktor batinnya
menjadi tenang, maka ia merasakan kebahagiaan;
karena merasa bahagia, maka batinnya menjadi
terpusat. Inilah dasar kebebasan yang kelima. Inilah
lima hal yang harus dimengerti sepenuhnya.
- Apakah lima hal yang harus direalisasi itu? Lima kelompok
Ajaran (Dhammakhandha), yaitu: Kelompok Sila, Kelompok Samadhi,
Kelompok Kebijaksanaan, Kelompok-Kebebasan dan
Kelompok Kebebasan yang timbul sebagai akibat
diperoleh pengetahuan dan pandangan. Inilah lima hal
yang harus direalisasi.
Demikianlah, lima puluh hal ini adalah benar (bhuta), nyata
(taccha), harus demikian (tatha), bukan sebaliknya (avitatha),
tidak dapat salah (anannatha), dan hal ini semua telah
dipahami oleh Sang Tathagata, Buddha Yang Maha
Sempurna.
- Kawan-kawan, terdapat enam hal (cha dhamma) yang banyak membantu
(bahukara), enam hal yang harus dikembangkan (bhavetabba),
enam hal yang harus diketahui (parinneyya), enam hal yang
harus disingkirkan (pahatabba), enam hal yang membawa
kemerosotan (hanabhagiya), enam hal yang membawa
kemuliaan (visesabhagiya), enam hal yang sulit ditembus
(duppativijjha), enam hal yang harus ditimbulkan (uppadetabba),
enam hal yang harus dimengerti sepenuhnya (abhinneyya), dan enam
hal yang harus direalisasi (sacchikatabba).
- Apakah enam hal yang banyak membantu itu? Enam ajaran yang
harus diingat (saraniya-dhamma). Dalam hal ini, kawan-kawan,
seorang bhikkhu menyertakan cinta kasih (metta) dalam
perbuatan jasmani (kaya-kamma) terhadap sesama teman
kehidupan suci, baik di depan umum maupun pribadi.
Inilah satu ajaran untuk diingat, untuk dicintai dan
untuk dihormati; demi kerukunan, bebas dari
pertentangan, keharmonisan dan persatuan.
Begitu juga, kawan-kawan, seorang bhikkhu menyertakan
cinta kasih (metta) dalam perbuatan ucapan (vaci-kamma) terhadap
sesama teman kehidupan suci, baik di depan umum maupun
pribadi. Inilah satu ajaran untuk diingat, untuk
dicintai dan untuk dihormati; demi kerukunan, bebas
dari pertentangan, keharmonisan dan persatuan.
Begitu juga, kawan-kawan, seorang bhikkhu menyertakan
cinta kasih (metta) dalam perbuatan pikiran (mano-kamma) terhadap
sesama teman kehidupan suci, baik di depan umum maupun
pribadi. Inilah satu ajaran untuk diingat, untuk
dicintai dan untuk dihormati; demi kerukunan, bebas
dari pertentangan, keharmonisan dan persatuan.
Begitu juga, kawan-kawan, seorang bhikkhu yang telah
memperoleh pemberian-pemberian secara jujur dan benar,
bahkan dengan isi mangkuknya sekali pun, ia tidak akan mempergunakan
pemberian-pemberian itu tanpa membagikannya secara
rata dengan sesama teman kehidupan suci yang memiliki
sila. Inilah satu ajaran untuk diingat, untuk
dicintai dan untuk dihormati; demi kerukunan, bebas
dari pertentangan, keharmonisan dan persatuan.
Begitu juga, kawan-kawan, dalam hal tinggal bersama
dengan sesama teman kehidupan suci, seorang bhikkhu memiliki
sila yang sama, baik di depan umum maupun pribadi; ia melatih
silanya secara lengkap dan sempurna, tanpa cela dan
murni, yang bersifat membebaskan, dipuji oleh para
bijak, tidak terpengaruh oleh hal-hal duniawi dan
membawa pada konsentrasi pikiran. Inilah satu ajaran
untuk diingat, untuk dicintai dan untuk dihormati;
demi kerukunan, bebas dari pertentangan, keharmonisan dan persatuan.
Begitu juga, kawan-kawan, dalam hal tinggal bersama
dengan sesama teman kehidupan suci, seorang bhikkhu memiliki
pandangan yang sama, baik di depan umum maupun pribadi; ia
mempertahankan pandangannya yang mulia, yang bersifat
membebaskan dan membawa ia yang berbuat sesuai
dengan pandangan-pandangan itu pada penghancuran
penderitaan secara total. Inilah satu ajaran untuk diingat,
untuk dicintai dan untuk dihormati; demi kerukunan, bebas dari
pertentangan, keharmonisan dan persatuan. Inilah enam
ajaran yang harus diingat. Inilah enam hal yang
banyak membantu.
- Apakah enam hal yang harus dikembangkan itu? Enam dasar perenungan
(anussati), yaitu: perenungan terhadap Sang Buddha,
perenungan terhadap Dhamma, perenungan terhadap
Sangha, perenungan terhadap sila, perenungan terhadap
kemurahan hati (caga), dan perenungan terhadap para
dewa. Inilah enam hal yang harus dikembangkan.
- Apakah enam hal yang harus diketahui itu? Enam landasan indera
dalam, yaitu: landasan indera mata, landasan indera
telinga, landasan indera hidung, landasan indera
lidah, landasan indera tubuh, dan landasan indera
pikiran. Inilah enam hal yang harus diketahui.
- Apakah enam hal yang harus disingkirkan itu? Enam kelompok
nafsu keinginan (tanhakaya), yaitu: nafsu keinginan akan
bentuk, nafsu keinginan akan suara, nafsu keinginan
akan bebauan, nafsu keinginan akan rasa, nafsu
keinginan akan sentuhan dan nafsu keinginan akan
bentuk-bentuk pikiran. Inilah enam hal yang harus
disingkirkan.
- Apakah enam hal yang membawa kemerosotan itu? Enam kelakuan
tidak hormat (agarava). Dalam hal ini, kawan-kawan, seorang
bhikkhu berlaku tidak hormat, tidak sopan terhadap
Sang Guru. Ia berlaku tidak hormat, tidak sopan
terhadap Dhamma. Ia berlaku tidak hormat, tidak sopan
terhadap Sangha. Ia berlaku tidak hormat, tidak
sopan terhadap latihan (sikkha). Ia berlaku tidak
hormat, tidak sopan terhadap ketekunan (appamado). Atau ia berlaku
tidak hormat, tidak sopan terhadap cara-cara menyambut
tamu (patisanthara). Inilah enam hal yang membawa
kemerosotan.
- Apakah enam hal yang membawa kemuliaan itu? Enam kelakuan
hormat (garava). Dalam hal ini, kawan-kawan, seorang bhikkhu
berlaku hormat, sopan terhadap Sang Guru. Ia berlaku
hormat, sopan terhadap Dhamma. Ia berlaku hormat,
sopan terhadap Sangha. Ia berlaku hormat, sopan
terhadap latihan (sikkha). Ia berlaku hormat, sopan
terhadap ketekunan (appamado). Ia berlaku hormat,
sopan terhadap cara-cara menyambut tamu (patisanthara). Inilah
enam hal yang membawa kemuliaan.
- Apakah enam hal yang sulit ditembus itu? Enam unsur yang membawa
pada kebebasan (nissarana dhatu). Dalam hal ini,
kawan-kawan, seorang bhikkhu berkata: “Kebebasan
pikiran melalui cinta kasih (metta cetovimutti) telah
kukembangkan, telah kuperbanyak, telah kujadikan
kendaraan, telah kujadikan landasan, telah kuperlancar,
telah kupupuk dan telah kulaksanakan dengan baik. Namun demikian,
itikad jahat (byapada) masih tetap menguasai pikiranku.”
Maka, kepadanya harus dikatakan: “Bukan demikian!
Janganlah berkata begitu, Yang Mulia (ayasma)!
Janganlah mencela Sang Bhagava! Sungguh tidak baik
mencela Sang Bhagava! Sang Bhagava tidak akan berkata
begitu.” Kawan-kawan, hal ini tidak beralasan dan
tidak pada tempatnya bila dikatakan bahwa: Kebebasan
pikiran melalui cinta kasih telah dikembangkan, telah diperbanyak,
telah dijadikan kendaraan, telah dijadikan landasan, telah
diperlancar, telah dipupuk dan telah dilaksanakan
dengan baik, namun demikian, itikad jahat masih tetap
menguasai pikiran. Hal seperti itu tidak akan dapat
terjadi. Kawan-kawan, sesungguhnya kebebasan pikiran
melalui cinta kasih itu merupakan kebebasan dari itikad
jahat.
Dalam hal ini, kawan-kawan, seorang bhikkhu berkata:
“Kebebasan pikiran melalui kasih sayang (karuna) telah
kukembangkan, telah kuperbanyak, telah kujadikan kendaraan,
telah kujadikan landasan, telah kuperlancar, telah kupupuk dan
telah kulaksanakan dengan baik. Namun demikian,
kekejaman (vihesam) masih tetap menguasai pikiranku.”
Maka kepadanya harus dikatakan: “Bukan demikian!
Janganlah berkata begitu, Yang Mulia! Janganlah
mencela Sang Bhagava! Sungguh tidak baik mencela Sang
Bhagava! Sang Bhagava tidak akan berkata begitu.”
Kawan-kawan, hal ini tidak beralasan dan tidak pada tempatnya
bila dikatakan bahwa: Kebebasan pikiran melalui kasih sayang
telah dikembangkan, telah diperbanyak, telah dijadikan
kendaraan, telah dijadikan landasan, telah
diperlancar, telah dipupuk dan telah dilaksanakan
dengan baik, namun demikian, kekejaman masih tetap
menguasai pikiran. Hal seperti itu tidak akan dapat terjadi.
Kawan-kawan, sesungguhnya kebebasan pikiran melalui kasih sayang
itu merupakan kebebasan dari kekejaman.
Dalam hal ini, kawan-kawan, seorang bhikkhu berkata:
“Kebebasan pikiran melalui rasa simpati (mudita) telah
kukembangkan, telah kuperbanyak, telah kujadikan kendaraan,
telah kujadikan landasan, telah kuperlancar, telah kupupuk dan
telah kulaksanakan dengan baik. Namun demikian, rasa
dengki (arati) masih tetap menguasai pikiranku.”
Maka, kepadanya harus dikatakan: “Bukan demikian!
Janganlah berkata begitu Yang Mulia! Janganlah
mencela Sang Bhagava! Sungguh tidak baik mencela Sang
Bhagava! Sang Bhagava tidak akan berkata begitu.”
Kawan-kawan, hal ini tidak beralasan dan tidak pada tempatnya
bila dikatakan bahwa: Kebebasan pikiran melalui rasa simpati
telah dikembangkan, telah diperbanyak, telah dijadikan
kendaraan, telah dijadikan landasan, telah
diperlancar, telah dipupuk dan telah dilaksanakan
dengan baik, namun demikian, rasa dengki masih tetap
menguasai pikiran. Hal seperti itu tidak akan dapat
terjadi. Kawan-kawan, sesungguhnya kebebasan pikiran melalui
rasa simpati itu merupakan kebebasan dari rasa dengki.
Dalam hal ini, kawan-kawan seorang bhikkhu berkata:
“Kebebasan pikiran melalui keseimbangan (upekkha) telah
kukembangkan, telah kuperbanyak, telah kujadikan kendaraan,
telah kujadikan landasan, telah kuperlancar, telah kupupuk dan
telah kulaksanakan dengan baik. Namun demikian,
nafsu jasmani (raga) masih tetap menguasai
pikiranku.” Maka, kepadanya harus dikatakan: “Bukan
demikian! Janganlah berkata begitu, Yang Mulia!
Janganlah mencela Sang Bhagava! Sungguh tidak baik
mencela Sang Bhagava! Sang Bhagava tidak akan berkata begitu.”
Kawan-kawan, hal ini tidak beralasan dan tidak pada tempatnya
bila dikatakan bahwa: Kebebasan pikiran melalui
keseimbangan telah dikembangkan, telah diperbanyak,
telah dijadikan kendaraan, telah dijadikan landasan,
telah diperlancar, telah dipupuk dan telah
dilaksanakan dengan baik, namun demikian nafsu jasmani
masih tetap menguasai pikiran. Hal seperti itu tidak akan dapat
terjadi. Kawan-kawan, sesungguhnya kebebasan pikiran
melalui keseimbangan itu merupakan kebebasan dari
nafsu jasmani.
Dalam hal ini, kawan-kawan, seorang bhikkhu berkata:
“Kebebasan pikiran yang tidak lagi mencari tanda-tanda
(animitta) telah kukembangkan, telah kuperbanyak, telah kujadikan
kendaraan, telah kujadikan landasan, telah kuperlancar,
telah kupupuk dan telah kulaksanakan dengan baik.
Namun demikian, kesadaranku masih tetap mengejar
tanda-tanda (nimitta).” Maka, kepadanya harus
dikatakan: “Bukan demikian! Janganlah berkata begitu,
Yang Mulia! Janganlah mencela Sang Bhagava! Sungguh
tidak baik mencela Sang Bhagava! Sang Bhagava tidak
akan berkata begitu.” Kawan-kawan, hal ini tidak beralasan
dan tidak pada tempatnya bila dikatakan bahwa: Kebebasan pikiran
yang tidak lagi mencari tanda-tanda telah
dikembangkan, telah diperbanyak, telah dijadikan
kendaraan, telah dijadikan landasan, telah
diperlancar, telah dipupuk dan telah dilaksanakan dengan
baik, namun demikian, kesadaran masih tetap mengejar tanda-tanda.
Hal seperti itu tidak akan dapat terjadi. Kawan-kawan,
sesungguhnya kebebasan pikiran yang tidak lagi
mencari tanda-tanda merupakan kebebasan dari semua
tanda.
Dalam hal ini, kawan-kawan, seorang bhikkhu berkata:
“Paham mengenai ‘aku’ ada sudah lenyap dari diriku, aku
tidak lagi merenungkan terhadap paham mengenai ‘aku’ ada. Namun
demikian, keragu-raguan, kebimbangan dan mempertanyakan
masih menguasai pikiranku.” Maka, kepadanya harus
dikatakan: “Bukan demikian! Janganlah berkata begitu,
Yang Mulia! Janganlah mencela Sang Bhagava! Sungguh
tidak baik mencela Sang Bhagava! Sang Bhagava tidak
akan berkata begitu.” Kawan-kawan, hal ini tidak
beralasan dan tidak pada tempatnya bila dikatakan
bahwa: Paham mengenai ‘aku’ ada sudah lenyap, perenungan terhadap
paham mengenai ‘aku’ ada sudah tidak ada lagi, namun
demikian, keragu-raguan, kebimbangan dan
mempertanyakan masih menguasai pikiran. Hal seperti
itu tidak akan dapat terjadi. Kawan-kawan,
sesungguhnya penghancuran kesombongan akan ‘aku’ (asmimana)
itu merupakan kebebasan dari keragu-raguan, kebimbangan clan
mempertanyakan. Inilah enam hal yang sulit ditembus.
- Apakah enam hal yang harus ditimbulkan itu? Enam keadaan yang
terus menerus (satata-vihara). Dalam hal ini, kawan-kawan,
seorang bhikkhu pada saat melihat bentuk (rupa)
melalui mata, ia tidak gembira (sumano) juga tidak
kecewa (dummano); tetapi ia tetap seimbang, memiliki
kesadaran dan pengertian terang. Pada saat mendengar
suara (sadda) melalui telinga, ia tidak gembira juga
tidak kecewa; tetapi ia tetap seimbang, memiliki kesadaran dan
pengertian terang. Pada saat mencium bebauan (gandha) melalui
hidung, ia tidak gembira juga tidak kecewa; tetapi ia
tetap seimbang, memiliki kesadaran dan pengertian
terang. Pada saat mengecap rasa melalui lidah, ia
tidak gembira juga tidak kecewa, tetapi ia tetap
seimbang, memiliki kesadaran dan pengertian terang.
Pada saat merasakan sentuhan (potthabba) melalui tubuh,
ia tidak gembira juga tidak kecewa; tetapi ia tetap seimbang,
memiliki kesadaran dan pengertian terang. Pada saat
mengetahui obyek-obyek pikiran (dhamma) melalui
pikiran, ia tidak gembira juga tidak kecewa; tetapi
ia tetap seimbang, memiliki kesadaran dan pengertian
terang. Inilah enam hal yang harus timbulkan.
- Apakah enam hal yang harus dimengerti sepenuhnya itu? Enam
hal yang tak terbandingkan (anuttariya), yaitu: pandangan yang
tak terbandingkan (dassananuttariya), mendengarkan
yang tak terbandingkan (savananuttariya), keuntungan
yang tak terbandingkan (labhanuttariya), latihan yang
tak terbandingkan (sikkhanuttariya), nasehat-nasehat
yang tak terbandingkan (paricariyanuttariya),
ingatan yang tak terbandingkan (anussatanuttariya). Inilah enam
hal yang harus dimengerti sepenuhnya.
- Apakah enam hal yang harus direalisasi itu? Enam pengetahuan
luar biasa (abhinna). Dalam hal ini, kawan-kawan, seorang
bhikkhu melakukan iddhi (perbuatan-perbuatan gaib)
dalam berbagai ragamnya: dari satu ia menjadi banyak,
atau dari banyak ia kembali menjadi satu; ia
menjadikan dirinya dapat dilihat, atau ia menjadikan
dirinya tidak dapat dilihat; tanpa merasa terhalang ia berjalan
menembus dinding, benteng atau gunung, seolah-olah berjalan
melalui ruang kosong; ia menyelam dan timbul melalui
tanah, seolah-olah berenang dalam air; ia berjalan di
atas air tanpa tenggelam, seolah-olah berjalan di
atas tanah; dengan duduk bersila ia melayang-layang
di udara, seperti seekor burung dengan sayapnya;
dengan tangan ia dapat meraba bulan dan matahari yang
begitu dahsyat dan perkasa; ia dapat pergi mengunjungi alam-alam
Brahma dengan membawa tubuh kasarnya.
Dengan unsur telinga dewa (dibba sota) yang murni,
yang melebihi kemampuan telinga manusia, ia mendengar suara-suara
manusia dan dewa, baik yang jauh maupun yang dekat.
Dengan menembus melalui pikirannya sendiri, ia
mengetahui pikiran mahluk-mahluk lain, mengetahui pikiran orang-orang
lain. Ia mengetahui: Pikiran yang disertai nafsu
sebagai pikiran yang disertai nafsu, pikiran tanpa
nafsu sebagai pikiran tanpa nafsu, pikiran yang
disertai kebencian sebagai pikiran yang disertai
kebencian, pikiran tanpa kebencian sebagai pikiran
tanpa kebencian, pikiran yang disertai ketidaktahuan sebagai
pikiran yang disertai ketidaktahuan, pikiran tanpa ketidaktahuan
sebagai pikiran tanpa ketidaktahuan, pikiran yang
teguh sebagai pikiran yang teguh, pikiran yang
ragu-ragu sebagai pikiran yang ragu-ragu, pikiran
yang berkembang sebagai pikiran yang berkembang,
pikiran yang tidak berkembang sebagai pikiran yang tidak berkembang,
pikiran yang luhur sebagai pikiran yang luhur, pikiran
yang rendah sebagai pikiran yang rendah, pikiran yang
terpusat sebagai pikiran yang terpusat, pikiran yang
berhamburan sebagai pikiran yang berhamburan,
pikiran yang bebas sebagai pikiran yang bebas, dan
pikiran yang tidak bebas sebagai pikiran yang tidak bebas.
Ia merenungkan berbagai macam kelahirannya pada masa
lampau, seperti: satu kelahiran, dua kelahiran, tiga kelahiran,
empat kelahiran, lima kelahiran, sepuluh kelahiran, duapuluh
kelahiran, tigapuluh kelahiran, empatpuluh kelahiran,
limapuluh kelahiran, seratus kelahiran, seribu
kelahiran, seratus ribu kelahiran; melalui banyak
perkembangan, melalui banyak masa kehancuran, dan
melalui banyak masa perkembangan-kehancuran: Di suatu
tempat demikian, namaku adalah demikian, keluargaku
adalah demikian, suku bangsaku adalah demikian, makananku adalah
demikian, aku mengalami kebahagiaan dan penderitaan
demikian, batas usiaku adalah sekian tahun. Kemudian,
setelah aku berlalu dari keadaan itu aku lahir
kembali di suatu tempat demikian: di sana namaku
adalah demikian, keluargaku adalah demikian, suku
bangsaku adalah demikian, makananku adalah demikian, aku
mengalami kebahagiaan dan penderitaan demikian, batas usiaku
adalah sekian tahun. Setelah aku berlalu dari keadaan itu,
kemudian aku lahir kembali di sini. Demikianlah ia
dapat mengingat kembali berbagai macam kelahirannya
pada masa lampau, dengan berbagai ragamnya, dengan
berbagai keterangannya.
Dengan kemampuan mata dewa (dibba cakkhu) yang murni,
yang melebihi kemampuan mata manusia, ia dapat melihat
bagaimana setelah mahluk-mahluk berlalu dari satu perwujudan,
muncul dalam perwujudan lain. Ia mengetahui bahwa
mahluk-mahluk berada dalam keadaan rendah atau mulia,
indah atau jelek, bahagia atau menderita adalah
sesuai dengan perbuatan-perbuatan mereka sendiri:
“Mahluk-mahluk ini, Saudara, memiliki perbuatan tidak
baik melalui jasmani, ucapan dan pikiran, penghina para
orang suci, penganut pandangan-pandangan keliru dan melakukan
perbuatan-perbuatan menurut pandangan keliru. Maka pada
saat kehancuran tubuhnya, setelah mati, mereka
terlahir kembali dalam alam celaka (apaya), alam
sengsara (duggati), alam siksaan (vinipata), alam
neraka (niraya). Tetapi mahluk-mahluk yang lain, Saudara,
memiliki perbuatan baik melalui jasmani, ucapan dan pikiran,
bukan penghina para orang suci, penganut
pandangan-pandangan benar dan melakukan
perbuatan-perbuatan menurut pandangan benar. Maka
pada saat kehancuran tubuhnya, setelah mati, mereka terlahir
kembali dalam alam bahagia (suggati), alam surga (sagga).
Demikianlah, dengan kemampuan mata dewa yang murni,
yang melebihi kemampuan mata manusia, ia dapat
melihat bagaimana setelah mahluk-mahluk berlalu dari
satu perwujudan, muncul dalam perwujudan lain. Ia
mengetahui bahwa mahluk-mahluk berada dalam keadaan rendah
atau mulia, indah atau jelek, bahagia atau menderita, adalah
sesuai dengan perbuatan-perbuatan mereka sendiri.
Dengan menghancurkan kekotoran-kekotoran batin
(asava) yang ada dalam dirinya, dengan tidak adanya kekotoran-kekotoran
batin (anasava), maka pada masa kehidupan sekarang
ini juga, setelah mengetahui dan menyadarinya
sendiri, ia berdiam dalam keadaan pencapaian
kebebasan pikiran (ceto-vimutti) dan kebebasan
melalui kebijaksanaan (panna vimutti). Inilah enam hal yang
harus direalisasi.
Demikianlah, enampuluh hal ini adalah benar (bhuta), nyata (taccha),
harus demikian (tatha), bukan sebaliknya (avitatha),
tidak dapat salah (anannatha); dan hal ini semua telah
dipahami oleh Sang Tathagata, Buddha Yang Maha Sempurna.
- Kawan-kawan, terdapat tujuh hal (satta dhamma) yang banyak membantu
(bahukara), tujuh hal yang harus dikembangkan
(bhavetabba), tujuh hal yang harus diketahui
(parinneyya), tujuh hal yang harus disingkirkan
(pahatabba), tujuh hal yang membawa kemerosotan (hanabhagiya), tujuh
hal yang membawa kemuliaan (visesabhagiya), tujuh hal yang
sulit ditembus (duppativijjha), tujuh hal yang harus
ditimbulkan (uppadetabba), tujuh hal yang harus
dimengerti sepenuhnya (abhinneyya) dan tujuh hal yang
harus direalisasi (sacchikatabba).
- Apakah tujuh hal yang banyak membantu itu? Tujuh macam kekayaan
mulia (ariya dhana), yaitu: kekayaan keyakinan, kekayaan
sila, kekayaan rasa malu untuk berbuat jahat,
kekayaan rasa takut akan akibat perbuatan jahat,
kekayaan banyak mendengar, kekayaan kemurahan hati
dan kekayaan kebijaksanaan. Inilah tujuh hal yang
banyak membantu.
- Apakah tujuh hal yang harus dikembangkan itu? Tujuh faktor
penerangan sempurna, yaitu: faktor penerangan sempurna
kesadaran, faktor penerangan sempurna penyelidikan
terhadap dhamma, faktor penerangan sempurna semangat,
faktor penerangan sempurna kegairahan, faktor
penerangan sempurna ketentraman, faktor penerangan sempurna
konsentrasi dan faktor penerangan keseimbangan batin. Inilah
tujuh hal yang harus dikembangkan.
- Apakah tujuh hal yang harus diketahui? Tujuh tingkat kesadaran
(vinnanatthiti). Kawan-kawan, terdapat mahluk-mahluk yang
berbeda tubuh dan berbeda persepsinya seperti
manusia, dewa-dewa tertentu dan beberapa mahluk dari
alam siksaan (vinipata). Inilah tingkat kesadaran
pertama.
Kawan-kawan, terdapat mahluk-mahluk yang berbeda
tubuhnya, tetapi sama persepsinya, seperti dewa-dewa dari alam-alam
Brahma, yang terlahir di sana sebagai akibat praktek
jhana pertama. Inilah tingkat kesadaran kedua.
Kawan-kawan, terdapat mahluk-mahluk yang sama
tubuhnya tetapi berbeda persepsinya, seperti dewa-dewa Abhassara.
Inilah tingkat kesadaran ketiga.
Kawan-kawan, terdapat mahluk-mahluk, yang sama
tubuhnya dan sama persepsinya, seperti dewa-dewa Subhakinha.
Inilah tingkat kesadaran keempat.
Kawan-kawan, terdapat mahluk-mahluk, yang setelah
mengatasi seluruh persepsi terhadap bentuk, memadamkan persepsi
reaksi indera, mengalihkan perhatiannya dari bermacam-macam
persepsi dan hanya menyadari ‘ruang tanpa batas’;
mereka berdiam dalam alam ‘ruang tanpa batas’. Inilah
tingkat kesadaran kelima.
Kawan-kawan, terdapat mahluk-mahluk, yang setelah
mengatasi seluruh alam ‘ruang tanpa batas’, hanya menyadari
‘kesadaran tanpa batas’; mereka berdiam dalam alam ‘kesadaran
tanpa batas’. Inilah tingkat kesadaran keenam.
Kawan-kawan, terdapat mahluk-mahluk, yang setelah
mengatasi seluruh alam ‘kesadaran tanpa batas’, hanya menyadari
‘tiada sesuatu apa pun’; mereka berdiam dalam alam ‘tiada
sesuatu apa pun’. Inilah tingkat kesadaran ketujuh.
Inilah tujuh hal yang harus diketahui.
- Apakah tujuh hal yang harus disingkirkan itu? Tujuh macam
kekotoran batin laten (anusaya), yaitu: kekotoran batin laten
dari nafsu jasmani, kekotoran batin laten dari
ketidaksenangan, kekotoran batin laten dari
pandangan-pandangan keliru, kekotoran batin laten
dari keragu-raguan, kekotoran batin laten dari kesombongan,
kekotoran batin laten dari nafsu akan perwujudan dan kekotoran
batin laten dari ketidaktahuan. Inilah tujuh hal yang
harus disingkirkan.
- Apakah tujuh hal yang membawa kemerosotan itu? Tujuh sifat
yang bertentangan dengan dhamma (asaddhamma). Dalam hal ini,
kawan-kawan, seorang bhikku tidak memiliki keyakinan
(assaddho), tidak memiliki rasa malu untuk berbuat
jahat (ahiriko), tidak memiliki rasa takut akan
akibat perbuatan jahat (anottapi), tidak banyak
mendengar (appassuto), tidak memiliki semangat
(kusito), tidak memiliki kesadaran (mutthassati) dan tidak memiliki
kebijaksanaan (duppanno). Inilah tujuh hal yang membawa
kemerosotan.
- Apakah tujuh hal yang membawa kemuliaan itu? Tujuh sifat yang
sesuai dengan dhamma (saddhamma). Dalam hal ini,
kawan-kawan, seorang bhikkhu memiliki keyakinan
(saddho), memiliki rasa malu untuk berbuat jahat
(hiriko), memiliki rasa takut akan akibat perbuatan
jahat (ottapi), banyak mendengar(bahussuto), memiliki
semangat(araddhaviriyo), memiliki kesadaran (upatthitassati),
dan memiliki kebijaksanaan (pannava). Inilah tujuh hal yang
membawa kemuliaan.
- Apakah tujuh hal yang sulit ditembus itu? Tujuh sifat orang
mulia (sappurisadhamma). Dalam hal ini, kawan-kawan, seorang
bhikkhu mengetahui prinsip-prinsip kebenaran
(dhammannu), mengetahui manfaat (atthannu),
mengetahui diri sendiri (attannu), mengetahui ukuran
mengenai kejadian-kejadian, situasi dan lain-lain (mattannu),
mengetahui waktu yang tepat (kalannu), mengetahui kelompok
masyarakat (parisannu), dan mengetahui
pribadi-pribadi dalam masyarakat
(puggalaparoparannu). Inilah tujuh hal yang sulit ditembus.
- Apakah tujuh hal yang harus ditimbulkan itu? Tujuh macam persepsi
(sanna), yaitu: persepsi terhadap sifat yang tidak
kekal (anicca sanna), persepsi terhadap sifat tanpa
pribadi (anatta sanna), persepsi terhadap hal-hal
yang menjijikkan (asubha sanna), persepsi terhadap
keburukan-keburukan dunia (adinava sanna), persepsi
terhadap peninggalan (pahana sanna), persepsi terhadap kebebasan
dari nafsu (viraga sanna) dan persepsi terhadap pemadaman
kondisi-kondisi (nirodha sanna). Inilah tujuh hal
yang harus ditimbulkan.
- Apakah tujuh hal yang harus dimengerti sepenuhnya itu? Tujuh
dasar untuk mencapai kesucian (niddesa vatthu). Dalam hal
ini, kawan-kawan, seorang bhikkhu memiliki semangat
keinginan untuk menjalani latihan (sikkha samadana);
dan untuk seterusnya ia tidak akan mundur dari
kecintaan dalam menjalani latihan. Ia memiliki
semangat keinginan untuk merenungkan Dhamma (Dhammanisantiya);
dan untuk seterusnya ia tidak akan mundur dari kecintaan dalam
merenungkan Dhamma. Ia memiliki semangat keinginan
untuk mengatur keinginan-keinginannya (icchhavinaya);
dan untuk seterusnya ia tidak akan mundur dari
kecintaan dalam mengatur keinginan-keinginannya. Ia
memiliki semangat keinginan untuk menjauhi keramaian (patisallana);
dan untuk seterusnya ia tidak akan mundur dari kecintaan
dalam menjauhi keramaian. Ia memiliki semangat
keinginan untuk membangkitkan semangat
(viriyarambha); dan untuk seterusnya ia tidak akan
mundur dari kecintaan dalam membangkitkan semangat. Ia memiliki
semangat keinginan untuk mempertahankan kesadaran dan wawasan
yang tajam (satinepakke); dan untuk seterusnya ia
tidak akan mundur dari kecintaan dalam mempertahankan
kesadaran dan wawasan yang tajam. Ia memiliki
semangat keinginan untuk mengerti kebenaran melalui
penembusan (ditthi pativedha); dan untuk seterusnya
ia tidak akan mundur dari kecintaan dalam mengerti kebenaran
melalui penembusan. Inilah tujuh hal yang harus dimengerti
sepenuhnya.
- Apakah tujuh hal yang harus direalisasi itu? Tujuh kekuatan
dari khinasava (mereka yang telah menghancurkan
kekotoran-kekotoran batinnya). Dalam hal ini,
kawan-kawan, seorang bhikkhu khinasava telah melihat
dengan baik sebagaimana adanya melalui kebijaksanaan
sempurna, bahwa segala sesuatu yang berkondisi itu tidak kekal.
Kawan-kawan, karena seorang bhikkhu khinasava telah melihat
dengan baik sebagaimana adanya melalui kebijaksanaan
sempurna, bahwa segala sesuatu yang berkondisi itu
tidak kekal, maka hal ini merupakan kekuatan yang
dimiliki oleh bhikkhu khinasava tersebut. Bhikkhu
khinasava mengakui bahwa dengan melalui kekuatan itu,
kekotoran-kekotoran batin dalam dirinya dapat dihancurkan:
kekotoran-kekotoran batin dalam diriku telah hancur.
Begitu juga, kawan-kawan, seorang bhikkhu khinasava
telah melihat dengan baik sebagaimana adanya melalui kebijaksanaan
sempurna, bahwa kesenangan-kesenangan indera adalah
seperti lubang bara api (angarakasupama).
Kawan-kawan, karena seorang bhikkhu khinasava telah
melihat dengan baik sebagaimana adanya melalui
kebijaksanaan sempurna, bahwa kesenangan-kesenangan
indera adalah seperti lubang bara api, maka hal ini merupakan
kekuatan yang dimiliki oleh bhikkhu khinasava tersebut. Bhikkhu
khinasava mengakui bahwa dengan melalui kekuatan
itu, kekotoran-kekotoran batin dalam dirinya dapat
dihancurkan: kekotoran-kekotoran batin dalam diriku
telah hancur.
Begitu juga, kawan-kawan, seorang bhikkhu khipasava
pikirannya cenderung pada penyepian (viveka), menuju pada penyepian,
condong pada penyepian, bergembira dalam pelepasan
(nekhamma) dan telah terbebas sama sekali dari semua
hal yang dapat menimbulkan kekotoran-kekotoran batin.
Kawan-kawan, karena bhikkhu khinasava memiliki
pikiran yang cenderung pada penyepian, menuju pada penyepian,
condong pada penyepian, bergembira dalam pelepasan dan telah
terbebas sama sekali dari semua hal yang dapat
menimbulkan kekotoran-kekotoran batin, maka hal ini
merupakan kekuatan yang dimiliki oleh bhikkhu
khipasava tersebut. Bhikkhu khinasava mengakui bahwa dengan
melalui kekuatan itu, kekotoran-kekotoran batin dalam dirinya
dapat dihancurkan: kekotoran-kekotoran batin dalam
diriku telah hancur.
Begitu juga, kawan-kawan, seorang bhikkhu khinasava
telah mengembangkan empat landasan kesadaran dan telah mengembangkannya
dengan baik. Kawan-kawan, karena bhikkhu khinasava
telah mengembangkan empat landasan kesadaran dan
telah mengembangkannya dengan baik, maka hal ini
merupakan kekuatan yang dimiliki oleh bhikkhu khinasava
tersebut.
Bhikkhu khinasava mengakui bahwa dengan melalui
kekuatan itu, kekotoran-kekotoran batin dalam dirinya dapat
dihancurkan: kekotoran-kekotoran batin dalam diriku telah hancur.
Begitu juga, kawan-kawan, seorang bhikkhu khinasava
telah mengembangkan lima kemampuan (pancindriya) dan telah
mengembangkannya dengan baik. Kawan-kawan, karena
bhikkhu khinasava telah mengembangkan lima kemampuan
dan telah mengembangkannya dengan baik, maka hal ini
merupakan kekuatan yang dimiliki oleh bhikkhu khinasava
tersebut. Bhikkhu khinasava mengakui bahwa dengan melalui kekuatan
itu, kekotoran-kekotoran batin dalam dirinya dapat
dihancurkan: kekotoran-kekotoran batin dalam diriku
telah hancur.
Begitu juga, kawan-kawan, seorang bhikkhu khinasava
telah mengembangkan tujuh faktor penerangan sempurna (satta
sambojjhanga) dan telah mengembangkannya dengan baik.
Kawan-kawan, karena bhikkhu khinasava telah
mengembangkan tujuh faktor penerangan sempurna dan
telah mengembangkannya dengan baik, maka hal ini
merupakan kekuatan yang dimiliki oleh bhikkhu khinasava tersebut.
Bhikkhu khinasava mengakui bahwa dengan melalui kekuatan
itu, kekotoran-kekotoran batin dalam dirinya dapat
dihancurkan: kekotoran-kekotoran batin dalam diriku
telah hancur.
Begitu juga, kawan-kawan, seorang bhikkhu khinasava
telah mengembangkan Jalan Mulia yang mempunyai delapan faktor
(ariya attangika magga) dan telah mengembangkannya dengan baik.
Kawan-kawan, karena bhikkhu khinasava telah
mengembangkan Jalan Mulia yang mempunyai delapan
faktor dan telah mengembangkannya dengan baik, maka
hal ini merupakan kekuatan yang dimiliki oleh bhikkhu
khinasava tersebut. Bhikkhu khinasava mengakui bahwa
dengan melalui kekuatan itu, kekotoran-kekotoran batin dalam
dirinya dapat dihancurkan: kekotoran-kekotoran batin dalam
diriku telah hancur. Inilah tujuh hal yang harus
direalisasi.
Demikianlah, tujuhpuluh hal ini adalah benar (bhuta), nyata (taccha),
harus demikian (tatha), bukan sebaliknya (avitatha),
tidak dapat salah (anannatha); dan hal ini semua telah
dipahami oleh Sang Tathagata, Buddha Yang Maha Sempurna.
- Kawan-kawan, terdapat delapan hal (attha dhamma) yang banyak
membantu (bahukara), delapan hal yang harus dikembangkan
(bhavetaba), delapan hal yang harus diketahui
(parinneyya), delapan hal yang harus disingkirkan
(pahatabba), delapan hal yang membawa kemerosotan (hanabhagiya),
delapan hal yang membawa kemuliaan (visesabhagiya), delapan hal
yang sulit ditembus (duppativijjha), delapan hal yang
harus ditimbulkan (uppadetabha), delapan hal yang harus
dimengerti sepenuhnya (abhinneyya), dan delapan hal yang
harus direalisasi (sacchikatabba).
- Apakah delapan hal yang banyak membantu itu? Delapan sebab
(hetu), delapan kondisi (paccaya) yang membantu untuk
memperoleh kebijaksanaan dalam dasar-dasar kehidupan
suci (adibrahmacariyakaya) yang belum diperoleh;
untuk menambah, memperbanyak, mempertinggi,
memperbesar, mengembangkan dan menyempurnakan apa yang telah
dicapai. Apakah delapan sebab dan delapan kondisi itu?
Dalam hal ini, kawan-kawan, seorang bhikkhu berdiam
dekat seorang Guru atau seseorang teman kehidupan suci yang
menggantikan kedudukan Guru, sehingga ia menjadi teguh dalam
rasa malu untuk berbuat jahat (hiri) dan rasa takut akan
akibat perbuatan jahat (ottapa), memiliki rasa hormat
dan cinta kepada mereka. Inilah sebab pertama,
kondisi pertama yang membantu untuk memperoleh
kebijaksanaan dalam dasar-dasar kehidupan suci yang
belum diperoleh; untuk menambah, memperbanyak, mempertinggi,
memperbesar, mengembangkan dan menyempurnakan apa yang telah
dicapai.
Juga, setelah ia berdiam dekat seorang guru atau
seseorang teman kehidupan suci yang menggantikan kedudukan guru,
sehingga ia menjadi teguh dalam rasa takut untuk berbuat
jahat dan rasa takut akan akibat perbuatan jahat,
memiliki rasa hormat dan cinta kepada mereka, maka ia
dapat menemui mereka dari waktu ke waktu untuk
bertanya dan minta keterangan: Bhante, bagaimanakah
hal ini? Apakah artinya hal ini? Para Mulia (ayasmanto) itu
dapat membuka apa yang belum terbuka, menjelaskan apa yang belum
jelas dan menghilangkan berbagai keraguan dalam
ajaran-ajaran yang menimbulkan keragu-raguan. Inilah
sebab kedua, kondisi kedua yang membantu untuk
memperoleh kebijaksanaan dalam dasar-dasar kehidupan
suci yang belum diperoleh; untuk menambah, memperbanyak,
mempertinggi, memperbesar mengembangkan dan menyempurnakan apa
yang telah dicapai.
Juga, setelah ia mendengar ajaran mereka, ia berhasil
mencapai dua macam penyepian (vupakasa), yaitu penyepian jasmani
dan penyepian batin. Inilah sebab ketiga, kondisi ketiga
yang membantu untuk memperoleh kebijaksanaan dalam
dasar-dasar kehidupan suci yang belum diperoleh;
untuk menambah, memperbanyak, mempertinggi,
memperbesar, mengembangkan dan menyempurnakan apa yang telah
dicapai.
Begitu juga, kawan-kawan, seorang bhikkhu memiliki
sila, memiliki pengendalian diri dalam Patimokkha, sempurna
dalam kelakuan dan sopan santun (acara gocara sampanno), dapat
melihat bahaya dalam kesalahan yang kecil sekalipun dan
tetap menjalankan latihan dalam peraturan-peraturan
latihan (sikkhapada). Inilah sebab keempat, kondisi
keempat yang membantu untuk memperoleh kebijaksanaan
dalam dasar-dasar kehidupan suci yang belum diperoleh;
untuk menambah, memperbanyak, mempertinggi, memperbesar, mengembangkan
dan menyempurnakan apa yang telah dicapai.
Begitu juga, kawan-kawan, seorang bhikkhu banyak
mendengar, mengingat dan menimbun apa yang telah didengar. Ajaran
apapun yang indah pada permulaan, indah pada pertengahan
dan indah pada akhir, sempurna baik dalam isi maupun
bahasanya, yang menyatakan kehidupan suci yang murni;
maka ajaran-ajaran itu telah banyak ia dengar, telah
ia ingat, telah ia timbun dengan membacakan ulang,
telah ia renungkan dalam pikiran, dan kebenarannya
telah ia tembus dengan baik. Inilah sebab kelima,
kondisi kelima yang membantu untuk memperoleh kebijaksanaan
dalam dasar-dasar kehidupan suci yang belum diperoleh; untuk
menambah, memperbanyak, mempertinggi, memperbesar,
mengembangkan dan menyempurnakan apa yang telah
dicapai.
Begitu juga, kawan-kawan, seorang bhikkhu hidup
dengan memiliki semangat untuk menyingkirkan hal-hal yang tidak
baik dan untuk menimbulkan hal-ha) yang baik; ia berjuang
keras, teguh dan tidak pernah mundur dalam hal-hal
yang baik. Inilah sebab keenam, kondisi keenam yang
membantu untuk memperoleh kebijaksanaan dalam
dasar-dasar kehidupan suci yang belum diperoleh;
untuk menambah, memperbanyak, mempertinggi, memperbesar, mengembangkan
dan menyempurnakan apa yang telah dicapai.
Begitu juga, kawan-kawan, seorang bhikkhu memiliki
kesadaran, memiliki kesadaran yang disertai wawasan sempurna,
mengenang dan mengingat apa yang sudah lama pernah dilakukan
dan diucapkan. Inilah sebab ketujuh, kondisi ketujuh
yang membantu untuk memperoleh kebijaksanaan dalam
dasar-dasar kehidupan suci yang belum diperoleh;
untuk menambah, memperbanyak, mempertinggi,
memperbesar, mengembangkan dan menyempurnakan apa yang telah
dicapai.
Begitu juga, kawan-kawan, seorang bhikkhu hidup
dengan merenungkan atas timbul dan lenyapnya lima kelompok kemelekatan
(pancupadana khandha), yaitu: “Beginilah jasmani,
beginilah timbulnya jasmani dan beginilah lenyapnya
jasmani! Beginilah perasaan, beginilah timbulnya
perasaan dan beginilah lenyapnya perasaan! Beginilah
persepsi, beginilah timbulnya persepsi dan beginilah
lenyapnya persepsi! Beginilah bentuk-bentuk pikiran,
beginilah timbulnya bentuk-bentuk pikiran dan beginilah lenyapnya
bentuk-bentuk pikiran! Beginilah kesadaran (vinnana),
beginilah timbulnya kesadaran dan beginilah lenyapnya
kesadaran!” Inilah sebab kedelapan, kondisi
kedelapan yang membantu untuk memperoleh
kebijaksanaan dalam dasar-dasar kehidupan suci yang
belum diperoleh; untuk menambah, memperbanyak, mempertinggi;
memperbesar, mengembangkan dan menyempurnakan apa yang telah
dicapai. Inilah delapan hal yang banyak membantu.
- Apakah delapan hal yang harus dikembangkan itu? Jalan Mulia
yang mempunyai delapan faktor (ariya atthangika magga),
yaitu: Pandangan Benar, Pikiran Benar, Ucapan Benar,
Perbuatan Benar, Penghidupan Benar, Usaha Benar,
Kesadaran Benar dan Konsentrasi Benar. Inilah delapan
hal yang harus dikembangkan.
- Apakah delapan hal yang harus diketahui itu? Delapan kondisi
dunia (attha loka-dhamma), yaitu: Untung, rugi, nama harum,
nama jelek, dicela, dipuji, bahagia dan menderita.
Inilah delapan hal yang harus diketahui.
- Apakah delapan hal yang harus disingkirkan itu? Delapan hal
yang salah (micchatta), yaitu: Pandangan salah, pikiran
salah, ucapan salah, perbuatan salah, penghidupan
salah, usaha salah, kesadaran salah dan konsentrasi
salah. Inilah delapan hal yang harus disingkirkan.
- Apakah delapan hal yang membawa kemerosotan itu? Delapan dasar
kemalasan (kusita vatthu). Dalam hal ini, kawan-kawan,
seorang bhikkhu mempunyai pekerjaan yang harus
dikerjakan. Ia berpikir demikian: “Terdapat pekerjaan
yang harus aku kerjakan, namun dengan mengerjakan
pekerjaan itu tubuhku akan menjadi lelah. Biarlah,
aku berbaring.” Maka ia berbaring, tidak
membangkitkan semangat untuk menyelesaikan apa yang belum diselesaikan,
untuk mencapai apa yang belum dicapai dan untuk
merealisir apa yang belum direalisir. Inilah dasar
kemalasan pertama.
Begitu juga, kawan-kawan, seorang bhikkhu telah
mengerjakan pekerjaannya. Ia berpikir demikian: “Aku telah
mengerjakan pekerjaanku, namun dengan mengerjakan pekerjaan
itu tubuhku telah menjadi lelah. Biarlah, aku akan
berbaring.” Maka ia berbaring, tidak membangkitkan
semangat untuk menyelesaikan apa yang belum
diselesaikan, untuk mencapai apa yang belum dicapai
dan untuk merealisir apa yang belum direalisir. Inilah dasar
kemalasan kedua.
Begitu juga, kawan-kawan, seorang bhikkhu harus
menempuh suatu perjalanan. Ia berpikir demikian: “Aku harus
menempuh suatu perjalanan, namun dengan menempuh perjalanan
itu tubuhku akan menjadi lelah. Biarlah, aku akan
berbaring.” Maka ia berbaring, tidak membangkitkan
semangat untuk menyelesaikan apa yang belum
diselesaikan, untuk mencapai apa yang belum dicapai
dan untuk merealisir apa yang belum direalisir. Inilah dasar
kemalasan ketiga.
Begitu juga, kawan-kawan, seorang bhikkhu telah
menempuh suatu perjalanan. Ia berpikir demikian: “Aku telah
menempuh perjalanan, namun dengan menempuh perjalanan itu tubuhku
telah menjadi lelah. Biarlah, aku akan berbaring.”
Maka ia berbaring, tidak membangkitkan semangat untuk
menyelesaikan apa yang belum diselesaikan, untuk
mencapai apa yang belum dicapai dan untuk merealisir
apa yang belum direalisir. Inilah dasar kemalasan
keempat.
Begitu juga, kawan-kawan, seorang bhikkhu pergi
pindapata (mengumpulkan dana makanan) ke desa atau ke kota,
namun ia tidak memperoleh cukup makanan, baik yang buruk atau
yang mewah seperti yang diinginkan. Ia berpikir
demikian: “Aku telah pergi pindapata ke desa atau ke
kota, namun aku tidak memperoleh cukup makanan, baik
yang buruk atau yang mewah seperti yang kuinginkan.
Tubuhku telah menjadi lelah dan aku tidak perlu
bekerja. Biarlah, aku akan berbaring.” Maka ia berbaring,
tidak membangkitkan semangat untuk menyelesaikan apa yang belum
diselesaikan, untuk mencapai apa yang belum dicapai, dan
untuk merealisir apa yang belum direalisir. Inilah
dasar kemalasan kelima.
Begitu juga, kawan-kawan, seorang bhikkhu pergi
pindapata ke desa atau ke kota, dan ia memperoleh cukup makanan,
baik yang buruk atau yang mewah seperti yang diinginkan. Ia
berpikir demikian: “Aku telah pergi pindapata ke desa
atau ke kota dan aku memperoleh cukup makanan, baik
yang buruk atau yang mewah seperti yang kuinginkan.
Tubuhku menjadi berat seperti muatan kedelai basah
dan aku tidak perlu bekerja. Biarlah, aku akan
berbaring.” Maka ia berbaring, tidak membangkitkan
semangat untuk rnenyelesaikan apa yang belum diselesaikan, untuk
mencapai apa yang belum dicapai dan untuk merealisir apa
yang belum direalisir. Inilah dasar kemalasan keenam.
Begitu juga, kawan-kawan, penyakit ringan timbul
dalam diri seorang bhikkhu. Ia berpikir demikian: “Penyakit
ringan ini telah timbul dalam diriku, sungguh pantas untuk
berbaring. Biarlah, aku akan berbaring.” Maka ia
berbaring, tidak membangkitkan semangat untuk
menyelesaikan apa yang belum diselesaikan, untuk
mencapai apa yang belum dicapai dan untuk merealisir apa
yang belum direalisir. Inilah dasar kemalasan ketujuh.
Begitu juga, kawan-kawan, seorang bhikkhu telah
sembuh dari penyakitnya, belum lama sembuh dari penyakitnya.
Ia berpikir demikian: “Aku telah sembuh dari penyakit,
belum lama sembuh dari penyakit; tubuhku masih lemah, tidak
perlu melakukan pekerjaan. Biarlah, aku akan
berbaring.” Maka ia berbaring, tidak membangkitkan
semangat untuk menyelesaikan apa yang belum
diselesaikan, untuk mencapai apa yang belum dicapai
dan untuk merealisir apa yang belum direalisir. Inilah dasar
kemalasan kedelapan. Inilah delapan hal yang membawa
kemerosotan.
- Apakah delapan hal yang membawa kemuliaan itu? Delapan dasar
kerajinan (arabbha vatthu). Dalam hal ini, kawan-kawan,
seorang bhikkhu mempunyai pekerjaan yang harus
dikerjakan. Ia berpikir: “Terdapat pekerjaan yang
harus aku kerjakan, namun dengan mengerjakan
pekerjaan itu, sungguh tidak mudah bagiku untuk
memperhatikan ajaran para Buddha. Baiklah, aku akan membangkitkan
semangat untuk menyelesaikan apa yang belum diselesaikan,
untuk mencapai apa yang belum dicapai dan untuk
merealisir apa yang belum direalisasi.” Maka ia
membangkitkan semangat untuk menyelesaikan apa yang
belum diselesaikan, untuk mencapai apa yang belum
dicapai, dan untuk merealisasi apa yang belum direalisasi.
Inilah dasar kerajinan pertama.
Begitu juga, kawan-kawan, seorang bhikkhu telah
mengerjakan pekerjaannya. Ia berpikir demikian: “Aku telah
mengerjakan pekerjaanku, namun dengan mengerjakan pekerjaan
itu, aku tidak dapat memperhatikan ajaran dari para Buddha.
Baiklah, aku akan membangkitkan semangat untuk
menyelesaikan apa yang belum diselesaikan, untuk
mencapai apa yang belum dicapai dan untuk merealisasi
apa yang belum direalisasi.” Maka ia membangkitkan
semangat untuk menyelesaikan apa yang belum
diselesaikan, untuk mencapai apa yang belum dicapai, dan untuk
merealisasi apa yang belum direalisasi. Inilah dasar kerajinan
kedua.
Begitu juga, kawan-kawan, seorang bhikkhu harus
menempuh suatu perjalanan. Ia berpikir demikian: “Aku harus
menempuh suatu perjalanan, namun dengan menempuh perjalanan
itu, sungguh tidak mudah bagiku untuk memperhatikan ajaran
para Buddha. Baiklah, aku akan membangkitkan
semangat untuk menyelesaikan apa yang belum
diselesaikan, untuk mencapai apa yang belum dicapai,
dan untuk merealisasi apa yang belum direalisasi.” Maka
ia membangkitkan semangat untuk menyelesaikan apa yang belum
diselesaikan, untuk mencapai apa yang belum dicapai, dan
untuk merealisasi apa yang belum direalisasi. Inilah
dasar kerajinan ketiga.
Begitu juga, kawan-kawan, seorang bhikkhu telah
menempuh suatu perjalanan. Ia berpikir demikian: “Aku telah
menempuh perjalanan, namun dengan menempuh perjalanan itu, aku
tidak dapat memperhatikan ajaran para Buddha. Baiklah,
aku akan membangkitkan semangat untuk menyelesaikan
apa yang belum diselesaikan, untuk mencapai apa yang
belum dicapai, dan untuk merealisasi apa yang belum
direalisasi.” Maka ia membangkitkan semangat untuk
menyelesaikan apa yang belum diselesaikan, untuk mencapai
apa yang belum dicapai, dan untuk merealisasi apa yang belum
direalisasi. Inilah dasar kerajinan keempat.
Begitu juga, kawan-kawan, seorang bhikkhu pergi
pindapata ke desa atau ke kota, namun ia tidak memperoleh cukup
makanan, baik yang buruk atau yang mewah seperti yang
diinginkan. Ia berpikir demikian: “Aku telah pergi
pindapata ke desa atau ke kota, namun aku tidak
memperoleh cukup makanan, baik yang kasar atau yang
mewah seperti yang kuinginkan. Tubuhku menjadi
ringan, sesuai untuk melakukan pekerjaan. Baiklah, aku
akan membangkitkan semangat untuk menyelesaikan apa yang belum
diselesaikan, untuk mencapai apa yang belum dicapai dan
untuk merealisasi apa yang belum direalisasi.” Maka
ia membangkitkan semangat untuk menyelesaikan apa
yang belum diselesaikan, dan untuk mencapai apa yang
belum dicapai, dan untuk merealisasi apa yang belum
direalisasi. Inilah dasar kerajinan kelima.
Begitu juga, kawan-kawan, seorang bhikkhu pergi
pindapata ke desa atau ke kota, dan ia memperoleh cukup makanan,
baik yang buruk atau yang mewah seperti yang dinginkan. Ia
berpikir demikian : “Aku telah pergi pindapata ke
desa atau ke kota dan aku memperoleh cukup makanan;
baik yang buruk atau yang mewah seperti yang
kuinginkan. Tubuhku menjadi kuat, sesuai untuk
melakukan pekerjaan. Baiklah, aku akan membangkitkan semangat
untuk menyelesaikan apa yang belum diselesaikan, untuk mencapai
apa yang belum dicapai, dan untuk merealisasi apa
yang belum direalisasi.” Maka ia membangkitkan
semangat untuk menyelesaikan apa yang belum
diselesaikan, untuk mencapai apa yang belum dicapai,
dan untuk merealisasi apa yang belum direalisasi. Inilah dasar
kerajinan keenam.
Begitu juga, kawan-kawan penyakit ringan timbul dalam
diri seorang bhikkhu. Ia berpikir demikian: “Penyakit
ringan ini telah timbul dalam diriku, dan dapat juga terjadi
penyakitku ini akan bertambah buruk. Baiklah, aku akan
membangkikan semangat untuk menyelesaikan apa yang
belum diselesaikan, untuk mencapai apa yang belum
dicapai, dan untuk merealisasi apa yang belum
direalisasi.” Maka ia membangkitkan semangat untuk
menyelesaikan apa yang belum diselesaikan, untuk mencapai apa
yang belum dicapai, untuk merealisasi apa yang belum
direalisasi. Inilah dasar kerajinan ketujuh.
Begitu juga, kawan-kawan, seorang bhikkhu telah
sembuh dari penyakitnya, belum lama sembuh dari penyakitnya.
Ia berpikir demikian: “Aku telah sembuh dari penyakit,
belum lama sembuh dari penyakit dan dapat juga terjadi
penyakitku ini akan kambuh kembali. Baiklah, aku akan
membangkitkan semangat untuk menyelesaikan apa yang
belum diselesaikan, untuk mencapai apa yang belum
dicapai, dan untuk merealisasi apa yang belum
direalisasi.” Maka ia membangkitkan semangat untuk menyelesaikan
apa yang belum diselesaikan, untuk mencapai apa yang belum
dicapai dan untuk merealisasi apa yang belum
direalisasi. Inilah dasar kerajinan kedelapan. Inilah
delapan hal yang membawa kemuliaan.
- Apakah delapan hal yang sulit ditembus itu? Delapan kesempatan
yang bukan waktunya, bukan saatnya untuk melaksanakan
kehidupan suci. Dalam hal ini, kawan-kawan, seorang
Tathagata, Arahat, Sammasambuddha muncul dalam dunia.
Beliau mengajarkan Dhamma yang membawa pada
ketentraman, pemadaman, serta mengantarkan pada
Penerangan seperti telah dibabarkan oleh Sang Sugata. Tetapi,
pada waktu itu orang ini muncul dalam alam neraka. Inilah
kesempatan pertama yang bukan waktunya, bukan saatnya
untuk melaksanakan kehidupan suci.
Begitu juga, kawan-kawan, seorang Tathagata, Arahat,
Sammasambuddha muncul dalam dunia. Beliau mengajarkan Dhamma
yang membawa pada ketentraman, pemadaman, serta mengantarkan
pada Penerangan seperti telah dibabarkan oleh Sang
Sugata. Tetapi, pada waktu itu orang ini muncul dalam
alam binatang. Inilah kesempatan kedua yang bukan
waktunya, bukan saatnya untuk melaksanakan kehidupan
suci.
Begitu juga, kawan-kawan, seorang Tathagata, Arahat,
Sammasambuddha muncul dalam dunia. Beliau mengajarkan Dhamma
yang membawa pada ketentraman, pemadaman, serta mengantarkan
pada Penerangan seperti telah dibabarkan oleh Sang
Sugata. Tetapi, pada waktu itu orang ini muncul di
antara hantu-hantu kelaparan. Inilah kesempatan
ketiga yang bukan waktunya, bukan saatnya untuk
melaksanakan kehidupan suci.
Begitu juga, kawan-kawan, seorang Tathagata, Arahat,
Sammasambuddha muncul dalam dunia. Beliau mengajarkan Dhamma
yang membawa pada ketentraman, pemadaman, serta mengantarkan
pada Penerangan seperti telah dibabarkan oleh Sang
Sugata. Tetapi, pada waktu itu orang ini muncul di
antara kumpulan dewa tertentu yang berusia panjang.
Inilah kesempatan keempat yang bukan waktunya, bukan
saatnya untuk melaksanakan kehidupan suci.
Begitu juga, kawan-kawan, seorang Tathagata, Arahat,
Sammasambuddha muncul dalam dunia. Beliau mengajarkan Dhamma
yang membawa pada ketentraman, pemadaman, serta mengantarkan
pada Penerangan seperti telah dibabarkan oleh Sang
Sugata. Tetapi, pada waktu itu orang ini lahir di
suatu perbatasan negeri di antara orang-orang biadab
yang tak berpendidikan dan di sana tidak terdapat
cara hidup sebagai bhikkhu atau bhikkhuni, upasaka
atau upasika. Inilah kesempatan kelima yang bukan waktunya,
bukan saatnya untuk melaksanakan kehidupan suci.
Begitu juga, kawan-kawan, seorang Tathagata, Arahat,
Sammasambuddha muncul dalam dunia. Beliau mengajarkan Dhamma
yang membawa pada ketentraman, pemadaman, serta mengantarkan
pada Penerangan seperti telah dibabarkan oleh Sang
Sugata. Juga, pada waktu itu orang ini lahir di
Negeri Tengah (majjhima janapada), tetapi ia menganut
pandangan-pandangan salah dan beranggapan keliru,
bahwa: perbuatan berdana, pengorbanan, dan persembahan
tidak mempunyai akibat; tidak ada hasil atau akibat dari
perbuatan-perbuatan baik atau buruk; tidak ada dunia
sini maupun dunia sana (dunia yang akan datang);
tidak ada ibu, ayah ataupun mahluk-mahluk yang lahir
secara spontan (opapatika); tidak ada pertapa-pertapa
atau brahmana-brahmana dalam dunia ini yang telah pergi secara
sempurna, menjalankan hidup secara sempurna, mengetahui dan
menyadari sendiri kebenaran tentang dunia sini maupun
dunia sana melalui kebijaksanaannya yang sempurna,
serta membabarkannya. Inilah kesempatan keenam yang
bukan waktunya, bukan saatnya untuk melaksanakan
kehidupan suci.
Begitu juga, kawan-kawan, seorang Tathagata, Arahat,
Sammasambuddha muncul dalam dunia. Beliau mengajarkan Dhamma
yang membawa pada ketentraman, pemadaman, serta mengantarkan
pada Penerangan seperti telah dibabarkan oleh Sang
Sugata. Juga, pada waktu itu orang ini lahir di
Negeri Tengah, tetapi ia seorang yang tidak mempunyai
kebijaksanaan, bodoh, bisu serta tuli; tidak mampu
mengetahui apakah kata-kata itu diucapkan dengan baik
atau tidak baik. Inilah kesempatan ketujuh yang bukan waktunya,
bukan saatnya untuk melaksanakan kehidupan suci.
Begitu juga, kawan-kawan, seorang Tathagata, Arahat,
Sammasambuddha tidak muncul dalam dunia. Beliau tidak mengajarkan
Dhamma yang membawa pada ketentraman, pemadaman, serta
mengantarkan pada Penerangan seperti telah dibabarkan
oleh Sang Sugata. Pada waktu itu, orang ini lahir di
Negeri Tengah, memiliki kebijaksanaan, tidak bodoh,
bisu serta tuli, ia mampu mengetahui apakah kata-kata
itu diucapkan dengan baik atau tidak baik. Inilah kesempatan
kedelapan yang bukan waktunya, bukan saatnya untuk melaksanakan
kehidupan suci. Inilah delapan hal yang sulit
ditembus.
- Apakah delapan hal yang harus ditimbulkan itu ? Delapan pikiran
Manusia Agung (Attha mahapurisa vitakka), yaitu: Dhamma
ini adalah milik orang yang mempunyai keinginan
sedikit, bukan milik orang yang mempunyai keinginan
banyak. Dhamma ini adalah milik orang yang puas,
bukan milik orang yang tidak puas. Dhamma ini adalah
milik orang yang senang dengan penyepian, bukan milik
orang yang gemar akan keramaian. Dhamma ini adalah milik orang
yang bersemangat, bukan milik orang yang malas. Dhamma ini
adalah milik orang yang mempunyai kesadaran terpusat,
bukan milik orang yang mempunyai kesadaran kacau.
Dhamma ini adalah milik orang yang pikirannya
terpusat, bukan milik orang yang pikirannya kacau.
Dhamma ini adalah milik orang yang mempunyai kebijaksanaan,
bukan milik orang yang tidak mempunyai kebijaksanaan. Dhamma
ini adalah milik orang yang tidak bergembira dalam
hal-hal yang membawa keruwetan, bukan milik orang
yang bergembira dalam hal-hal yang membawa keruwetan.
Inilah delapan hal yang harus ditimbulkan.
- Apakah delapan hal yang harus dimengerti sepenuhnya itu? Delapan tingkat penguasaan (abhibhayatana), yaitu:
Seseorang dengan memiliki persepsi terhadap bentuk
(rupa) dalam, ia melihat bentuk-bentuk luar, terbatas, berwarna
indah atau jelek. Setelah menguasai bentuk-bentuk itu, ia
memiliki persepsi demikian: ‘Aku mengetahui, aku
melihat.’ Inilah tingkat penguasaan yang pertama.
Seseorang dengan memiliki persepsi terhadap bentuk
dalam, ia melihat bentuk-bentuk luar, tidak terbatas, berwarna
indah atau jelek. Setelah menguasai bentuk-bentuk itu, ia
memiliki persepsi demikian: ‘Aku mengetahui, aku
melihat.’ Inilah tingkat penguasaan yang kedua.
Seseorang dengan memiliki persepsi terhadap yang
tidak berbentuk (arupa) dalam, ia melihat bentuk-bentuk luar,
terbatas, berwarna indah atau jelek. Setelah menguasai
bentuk-bentuk itu, ia memiliki persepsi demikian:
‘Aku mengetahui, aku melihat.’ Inilah tingkat
penguasaan yang ketiga.
Seseorang dengan memiliki persepsi terhadap yang
tidak berbentuk dalam, ia melihat bentuk-bentuk luar, tidak
terbatas, berwarna indah atau jelek. Setelah menguasai
bentuk-bentuk itu, ia memiliki persepsi demikian:
‘Aku mengetahui, aku melihat.’ Inilah tingkat
penguasaan yang keempat.
Seseorang dengan memiliki persepsi terhadap yang
tidak berbentuk dalam, ia melihat bentuk-bentuk luar yang biru,
berwarna biru, bersifat biru, bersinar biru. Seperti bunga
umma biru, berwarna biru, bersifat biru, bersinar
biru; atau seperti kain muslin biru dari Banares yang
memiliki jahitan rapi pada kedua tepinya, berwarna
biru, bersifat biru, bersinar biru. Demikianlah,
seseorang dengan memiliki persepsi terhadap yang
tidak berbentuk dalam, ia melihat bentuk-bentuk luar yang biru,
berwarna biru, bersifat biru, bersinar biru. Setelah
menguasai bentuk-bentuk itu, ia memiliki persepsi
demikian: ‘Aku mengetahui, aku melihat.’ Inilah
tingkat penguasaan yang kelima.
Seseorang dengan memiliki persepsi terhadap yang
tidak berbentuk dalam, ia melihat bentuk-bentuk luar yang kuning
berwarna kuning, bersifat kuning, bersinar kuning. Seperti
bunga Kannikara kuning, berwarna kuning, bersifat
kuning, bersinar kuning; atau seperti kain muslin
kuning dari Banares yang memiliki jahitan rapi pada
kedua tepinya, berwarna kuning, bersifat kuning,
bersinar kuning. Demikianlah, seseorang dengan memiliki persepsi
terhadap yang tidak berbentuk dalam, ia melihat
bentuk-bentuk luar yang kuning, berwarna kuning,
bersifat kuning, bersinar kuning. Setelah mengatasi
bentuk-bentuk itu, ia memiliki persepsi demikian:
‘Aku mengetahui, aku melihat.’ Inilah tingkat penguasaan
yang keenam.
Seseorang dengan memiliki persepsi terhadap yang
tidak berbentuk dalam, ia melihat bentuk-bentuk luar yang merah,
berwarna merah, bersifat merah, bersinar merah. Seperti
bunga Bandhujivaka merah, berwarna merah, bersifat
merah, bersinar merah; atau seperti kain linen muslin
merah dari Banares yang memiliki jahitan rapi pada
kedua tepinya, berwarna merah, bersifat merah,
bersinar merah. Demikianlah, seseorang dengan memiliki
persepsi terhadap yang tidak berbentuk dalam, ia melihat bentuk-bentuk
luar yang merah, berwarna merah, bersifat merah,
bersinar merah. Setelah mengatasi bentuk-bentuk itu,
ia memiliki persepsi demikian: ‘Aku mengetahui, aku
melihat.’ Inilah tingkat penguasaan yang ketujuh.
Seseorang dengan memiliki persepsi terhadap yang
tidak berbentuk dalam, ia melihat bentuk-bentuk luar yang putih,
berwarna putih, bersifat putih, bersinar putih. Seperti
bintang pagi putih, berwarna putih, bersifat putih,
bersinar putih; atau seperti kain muslin putih dari
Banares yang memiliki jahitan rapi pada kedua
tepinya, berwarna putih, bersifat putih, bersinar
putih. Demikianlah, seseorang dengan memiliki persepsi terhadap
yang tidak berbentuk dalam, ia melihat bentuk-bentuk luar
yang putih, berwarna putih, bersifat putih, bersinar
putih. Setelah mengatasi bentuk-bentuk itu, ia
memiliki persepsi demikian: ‘Aku mengetahui, aku
melihat.’ Inilah tingkat penguasaan yang kedelapan.
Inilah delapan hal yang harus dimengerti sepenuh.
- Apakah delapan hal yang harus direalisasi itu? Delapan kebebasan (atthavimokkha), yaitu:
Seseorang dengan memiliki bentuk, ia melihat semua bentuk. Inilah kebebasan yang pertama.
Seseorang dengan memiliki persepsi terhadap yang
tidak berbentuk dalam, ia melihat bentuk-bentuk bagian luar.
Inilah kebebasan yang kedua.
Seseorang mengarahkan pikirannya pada: ‘Ini baik’. Inilah kebebasan yang ketiga.
Setelah mengatasi seluruh persepsi terhadap bentuk,
memadamkan persepsi reaksi indera, mengalihkan perhatiannya
dari bermacam-macam persepsi dan hanya menyadari ‘ruang tanpa
batas’, ia memasuki dan berdiam diri dalam alam ‘ruang
tanpa batas’. Inilah kebebasan yang keempat.
Setelah mengatasi seluruh alam ‘ruang tanpa batas’,
hanya menyadari ‘kesadaran tanpa batas’; ia memasuki dan berdiam
dalam alam ‘kesadaran tanpa batas’. Inilah kebebasan yang
kelima.
Setelah mengatasi seluruh alam ‘kesadaran tanpa
batas’, hanya menyadari ‘tiada sesuatu apapun’; ia memasuki
dan berdiam dalam alam ‘tiada sesuatu apapun’. Inilah kebebasan
yang keenam.
Setelah mengatasi seluruh alam ‘tiada sesuatu
apapun’, ia memasuki dan berdiam dalam alam ‘bukan pencerapan
dan bukan tidak pencerapan’. Inilah kebebasan yang ketujuh.
Setelah mengatasi seluruh alam ‘bukan pencerapan dan
bukan tidak pencerapan’, ia memasuki dan berdiam dalam keadaan
padamnya perasaan dan persepsi. Inilah kebebasan yang
kedelapan. Inilah delapan hal yang harus direalisasi.
Demikianlah, delapanpuluh hal ini adalah benar (bhuta), nyata
(taccha), harus demikian (tatha), bukan sebaliknya
(avitatha), tidak dapat salah (anannatha); dan hal ini
semua telah dipahami oleh Sang Tathagata, Buddha Yang
Maha Sempurna.
- Kawan-kawan, terdapat sembilan hal (nava dhamma) yang banyak
membantu (bahukara), sembilan hal yang harus dikembangkan
(bhavetabba), sembilan hal yang harus diketahui
(parinneyya), sembilan hal yang harus disingkirkan
(pahatabba), sembilan hal yang membawa kemerosotan (hanabhagiya),
sembilan hal yang membawa kemuliaan (visesabhagiya), sembilan
hal yang sulit ditembus (dupativijjha), sembilan hal yang
harus ditimbulkan (uppadetabba), sembilan hal yang harus
dimengerti sepenuhnya (abhinneyya), dan sembilan hal
yang harus direalisasi (sacchikatabba).
- Apakah sembilan hal yang banyak membantu itu? Sembilan keadaan
batin yang berakarkan pada pemikiran yang bijaksana
(yonisomanasikara), yaitu: Karena seseorang memiliki
pemikiran yang bijaksana, maka timbullah kegembiraan
(pamojja); karena menjadi gembira, maka timbullah
kegairahan (piti), karena pikirannya bergairah, maka
faktor-faktor batinnya (nama-kaya) menjadi tenang (passadha);
karena faktor-faktor batinnya menjadi tenang, maka ia merasakan
kebahagiaan (sukha); karena merasa bahagia, maka
batinnya menjadi terpusat, karena batinnya terpusat,
maka timbullah pengetahuan yang melihat segala
sesuatu sebagaimana adanya; karena memiliki
pengetahuan yang melihat segala sesuatu sebagaimana adanya,
maka timbullah penolakan (nibbida); karena adanya penolakan,
maka ia menjadi jauh dari nafsu (viraga); dan karena
menjadi jauh dari nafsu, maka batinnya menjadi bebas
(vimutti). Inilah sembilan hal yang banyak membantu.
- Apakah sembilan hal yang harus dikembangkan itu? Sembilan
faktor usaha untuk mencapai kesucian (nava parisuddhi
padhaniyanga), yaitu: Kemurnian moral
(sila-visuddhi)sebagai faktor usaha untuk mencapai
kesucian; kemurnian pikiran (citta-visuddhi) sebagai
faktor usaha untuk mencapai kesucian; kemurnian pandangan
(ditthivisuddhi) sebagai faktor usaha untuk mencapai
kesucian; kemurnian mengatasi keragu-raguan
(kankhavitarana-visuddhi) sebagai faktor usaha untuk
mencapai kesucian; kemurnian pengetahuan dan pandangan
tentang apa yang merupakan jalan dan apa yang bukan jalan
(maggamaggananadassana-visuddhi) sebagai faktor usaha
untuk mencapai kesucian; kemurnian pengetahuan dan
pandangan tentang kemajuan praktek (patipadananadassana-visuddhi)
sebagai faktor usaha untuk mencapai kesucian; kemurnian
pengetahuan dan pandangan terang
(nanadassana-visuddhi) sebagai faktor usaha untuk
mencapai kesucian; kemurnian kebijaksanaan (panna-visuddhi)
sebagai faktor usaha untuk mencapai kesucian; dan kemurnian
kebebasan (vimutti-visuddhi) sebagai faktor usaha untuk
mencapai kesucian. Inilah sembilan hal yang harus
dikembangkan.
- Apakah sembilan hal yang harus diketahui itu? Sembilan alam
kediaman mahluk-mahluk (sattavasa). Kawan-kawan, terdapat
mahluk-mahluk yang berbeda tubuh dan berbeda
persepsinya, seperti manusia, dewa-dewa tertentu dan
beberapa mahluk dari alam siksaan (vinipata). Inilah
alam kediaman mahluk-mahluk yang pertama.
Kawan-kawan, terdapat mahluk-mahluk yang berbeda
tubuhnya, tetapi sama persepsinya, seperti dewa-dewa dari alam-alam
Brahma, yang terlahir di sana sebagai akibat praktek
Jhana pertama. Inilah alam kediaman mahluk-mahluk
yang kedua.
Kawan-kawan, terdapat mahluk-mahluk yang sama
tubuhnya, tetapi berbeda persepsinya, seperti dewa-dewa Abhassara.
Inilah alam kediaman mahluk-mahluk yang ketiga.
Kawan-kawan, terdapat mahluk-mahluk yang sama
tubuhnya dan sama persepsinya, seperti dewa-dewa Subhakinha.
Inilah alam kediaman mahluk-mahluk yang keempat.
Kawan-kawan, terdapat mahluk-mahluk yang tidak
memiliki persepsi ataupun perasaan, seperti dewa-dewa Asannasatta
(tanpa persepsi). Inilah alam kediaman mahluk-mahluk yang
kelima.
Kawan-kawan, terdapat mahluk-mahluk, yang setelah
mengatasi seluruh persepsi terhadap bentuk, memadamkan persepsi
reaksi indera, mengalihkan perhatiannya dari bermacam-macam
persepsi dan hanya menyadari ‘Ruang tanpa batas’;
mereka berdiam dalam alam ‘Ruang tanpa batas’. Inilah
alam kediaman mahluk-mahluk yang keenam.
Kawan-kawan, terdapat mahluk-mahluk, yang setelah
mengatasi seluruh alam ‘ruang tanpa batas’, hanya menyadari
‘Kesadaran tanpa batas’; mereka berdiam dalam alam ‘Kesadaran
tanpa batas’. Inilah alam kediaman mahluk-mahluk yang
ketujuh.
Kawan-kawan, terdapat mahluk-mahluk, yang setelah
mengatasi seluruh alam ‘kesadaran tanpa batas’, hanya menyadari
‘Tiada sesuatu apapun’; mereka berdiam dalam alam ‘Tiada
sesuatu apapun’. Inilah alam kediaman mahluk-mahluk
yang kedelapan.
Kawan-kawan, terdapat mahluk-mahluk yang setelah
mengatasi seluruh alam ‘tiada sesuatu apapun’, mereka berdiam
dalam alam ‘Bukan pencerapan dan bukan tidak pencerapan’.
Inilah alam kediaman mahluk-mahluk yang kesembilan.
Inilah sembilan hal yang harus diketahui.
- Apakah sembilan hal yang harus disingkirkan itu? Sembilan
hal yang berakar pada nafsu-keinginan (tanha), yaitu:
pencaharian/pengejaran (pariyesana) timbul karena
adanya nafsu keinginan (tanha); keuntungan (labha)
timbul karena adanya pencaharian/pengejaran; pertimbangan
(vinicchaya) timbul karena adanya keuntungan; keinginan dan
keserakahan (chanda-raga) timbul karena adanya pertimbangan;
keterikatan (ajjhosana) timbul karena adanya
keinginan dan keserakahan; penguasaan/pemilikan
(pariggaha) timbul karena adanya keterikatan;
kekikiran (macchariya) timbul karena adanya penguasaan/pemilikan;
penjagaan (arakkha) timbul karena adanya kekikiran;
demikianlah timbul banyak hal buruk (papa dhamma),
seperti pemukulan hingga luka, pertengkaran dan balas
dendam, fitnah dan kebohongan, karena adanya
penjagaan atas pemilikan (harta benda). Inilah
sembilan hal yang harus disingkirkan.
- Apakah sembilan hal yang membawa kemerosotan itu? Sembilan
sebab (dasar) pertengkaran (aghata vatthu), yaitu:
Pertengkaran terjadi karena seseorang berpikir: ‘Ia
telah melakukan hal-hal yang merugikan diriku’.
Pertengkaran terjadi karena seseorang berpikir: ‘Ia
sedang melakukan hal-hal yang merugikan diriku’.
Pertengkaran terjadi karena seseorang berpikir: ‘Ia telah melakukan
hal-hal yang merugikan pada orang yang kucintai, yang
kusenangi’. Pertengkaran terjadi karena seseorang
berpikir: ‘Ia sedang melakukan hal-hal yang merugikan
pada orang yang kucintai, yang kusenangi’.
Pertengkaran terjadi karena seseorang berpikir: ‘Ia akan melakukan
hal-hal yang merugikan pada orang yang kucintai, yang
kusenangi’. Pertengkaran terjadi karena seseorang
berpikir: ‘Ia telah melakukan hal-hal yang bermanfaat
pada orang yang tidak kucintai, yang tidak
kusenangi’. Pertengkaran timbul karena seseorang berpikir:
‘Ia sedang melakukan hal-hal yang bermanfaat pada orang yang
tidak kucintai, yang tidak kusenangi’. Pertengkaran timbul
karena seseorang berpikir: ‘Ia akan melakukan
hal-hal yang bermanfaat pada orang yang tidak
kucintai, yang tidak kusenangi’. Inilah sembilan hal
yang membawa kemerosotan.
- Apakah sembilan hal yang membawa kemuliaan itu? Sembilan pencegahan
pertengkaran, yaitu: Pertengkaran dicegah karena
seseorang berpikir: ‘Ia telah melakukan hal-hal yang
merugikan diriku. Tetapi apakah ada untungnya bagi
salah satu dari kita bila aku mempertengkarkannya?’
Pertengkaran dicegah karena seseorang berpikir: ‘Ia sedang melakukan
hal-hal yang merugikan diriku. Tetapi apakah ada
untungnya bagi salah satu dari kita, bila aku
mempertengkarkannya?’ Pertengkaran dicegah karena
seseorang berpikir: ‘Ia akan melakukan hal-hal yang
merugikan diriku. Tetapi apakah ada untungnya bagi salah
satu dari kita bila aku mempertengkarkannya?’ Pertengkaran dicegah
karena seseorang berpikir: ‘Ia telah melakukan hal-hal
yang merugikan pada orang yang kucintai, yang
kusayangi. Tetapi apakah ada untungnya bagi salah
satu dari kita bila aku mempertengkarkannya?’
Pertengkaran dicegah karena seseorang berpikir: ‘Ia senang melakukan
hal-hal yang merugikan pada orang yang kucintai, yang
kusayangi. Tetapi apakah ada untungnya bagi salah
satu dari kita bila aku mempertengkarkannya?’
Pertengkaran dicegah karena seseorang berpikir: ‘Ia
akan melakukan hal-hal yang merugikan pada orang yang
kucintai, yang kusayangi. Tetapi apakah ada untungnya bagi
salah satu dari kita bila aku mempertengkarkannya?’ Pertengkaran
dicegah karena seseorang berpikir: ‘Ia telah
melakukan hal-hal yang bermanfaat pada orang yang
tidak kucintai, yang tidak kusenangi. Tetapi apakah
ada untungnya bagi salah satu dari kita bila aku
mempertengkarkannya?’ Pertengkaran dicegah karena seseorang
berpikir: ‘Ia sedang melakukan hal-hal yang bermanfaat pada
orang yang tidak kucintai, yang tidak kusenangi. Tetapi
apakah ada untungnya bagi salah satu dari kita bila
aku mempertengkarkannya?’ Pertengkaran dicegah karena
seseorang berpikir: ‘Ia akan melakukan hal-hal yang
bermanfaat pada orang yang tidak kucintai, yang tidak
kusenangi. Tetapi apakah ada untungnya bagi salah satu
dari kita bila aku mempertengkarkannya?’ Inilah sembilan hal
yang membawa kemuliaan.
- Apakah sembilan hal yang sulit ditembus itu? Sembilan keadaan
yang berbeda, yaitu: karena adanya unsur (indera) yang
berbeda, maka timbullah kontak yang berbeda. Karena
adanya kontak yang berbeda, maka timbullah perasaan
yang berbeda. Karena adanya perasaan yang berbeda,
maka timbullah persepsi (sanna) yang berbeda. Karena
adanya persepsi yang berbeda, maka timbullah
pemikiran (sankappa) yang berbeda. Karena adanya pemikiran yang
berbeda, maka timbullah keinginan (chanda) yang berbeda.
Karena adanya keinginan yang berbeda, maka timbullah
rasa tidak puas (parilaha) yang berbeda. Karena
adanya rasa tidak puas yang berbeda, maka timbullah
pengejaran/pencaharian (pariyesana). Karena adanya
pengejaran/pencaharian yang berbeda, maka timbullah
keuntungan (labha) yang berbeda. Inilah sembilan hal yang sulit
ditembus.
- Apakah sembilan hal yang harus ditimbulkan itu? Sembilan macam
persepsi (sanna), yaitu: persepsi terhadap hal-hal yang
tidak indah (asubha sanna); persepsi terhadap
kematian (marana sanna); persepsi terhadap hal-hal
yang menjijikan pada makanan (ahare patikkula sanna);
persepsi terhadap kebebasan dari segala sesuatu yang
ada di dunia (sabbaloke anabhirata sanna); persepsi terhadap
ketidak-kekalan (anicca sanna); persepsi terhadap penderitaan
dari apa yang tidak kekal (anicce dukkhasanna);
persepsi terhadap tidak adanya inti yang kekal dari
segala sesuatu yang menderita (dukkhe anattasanna);
persepsi terhadap pelepasan (pahanasanna); persepsi
terhadap keadaan tanpa nafsu (viraga sanna). Inilah
sembilan hal yang harus ditimbulkan.
- Apakah sembilan hal yang harus dimengerti sepenuhnya itu?
Sembilan perkembangan yang berturut-turut. Dalam hal ini,
kawan-kawan, setelah seorang bhikkhu terpisah dari
nafsu-nafsu, jauh dari kecenderungan-kecenderungan
tidak baik, ia masuk dan berdiam dalam Jhana pertama
yang masih disertai dengan vitakka (pengarahan
pikiran pada obyek) dan vicara (mempertahankan pikiran pada
obyek); suatu keadaan batin yang tergiur dan bahagia (piti sukha)
yang timbul dari kebebasan (viveka). Kemudian,
setelah membebaskan dirinya dari vitakka dan vicara,
dengan batin yang memusat, ia masuk dan berdiam dalam
Jhana kedua; yaitu keadaan batin yang tergiur dan
bahagia, yang timbul dari ketenangan konsentrasi,
tanpa disertai vitakka dan vicara. Kemudian setelah membebaskan
dirinya dari perasaan tergiur, berdiam dalam keadaan seimbang
yang disertai dengan perhatian murni (sati) dan
pengertian jelas (sampajanna), tubuhnya diliputi
dengan perasaan bahagia, yang dikatakan oleh para
Ariya sebagai ‘kebahagiaan yang hanya dimiliki oleh
mereka yang batinnya seimbang dan penuh perhatian murni’,
ia masuk dan berdiam dalam Jhana ketiga. Kemudian, setelah
menyingkirkan perasaan bahagia dan tidak bahagia,
menghilangkan perasaan-perasaan senang dan tidak
senang yang pernah dirasakan sebelumnya, ia masuk dan
berdiam dalam Jhana keempat; yaitu suatu keadaan batin
yang benar-benar seimbang, yang memiliki perhatian murni (sati
parisuddhi), bebas dari perasaan bahagia dan tidak bahagia.
Kemudian, setelah mengatasi seluruh persepsi
terhadap bentuk, memadamkan persepsi reaksi indera,
mengalihkan perhatiannya dari bermacam-macam
persepsi, dan hanya menyadari ‘Ruang tanpa batas’; ia
masuk dan berdiam dalam alam ‘Ruang tanpa batas’.
Kemudian, setelah mengatasi seluruh alam ‘Ruang tanpa batas’,
hanya menyadari ‘Kesadaran tanpa batas’; ia masuk dan berdiam
dalam alam ‘Kesadaran tanpa batas’. Kemudian, setelah
mengatasi seluruh alam ‘Kesadaran tanpa batas’, hanya
menyadari ‘Tiada sesuatu apapun’; ia masuk dan
berdiam dalam alam ‘Tiada sesuatu apapun’. Kemudian,
setelah mengatasi seluruh alam ‘Tiada sesuatu
apapun’, ia masuk dan berdiam dalam alam ‘Bukan persepsi dan
bukan tidak persepsi’. Kemudian, setelah mengatasi alam ‘Bukan
persepsi dan bukan tidak persepsi’, ia masuk dan
berdiam dalam keadaan padamnya perasaan dan persepsi
(sannavedayita nirodha). Inilah sembilan hal yang
harus dimengerti sepenuhnya.
- Apakah sembilan hal yang harus direalisasi itu? Sembilan pengakhiran
yang berturut-turut, yaitu: Dengan mencapai Jhana
pertama, maka persepsi nafsu indria (kama sanna)
berakhir; dengan mencapai Jhana kedua, maka vitakka
dan vicara berakhir; dengan mencapai Jhana ketiga,
maka kegiuran (piti) berakhir; dengan mencapai Jhana
keempat, maka napas masuk dan napas keluar (assasapassasa)
berakhir; dengan mencapai alam kesadaran ‘Ruang tak terbatas’,
maka persepsi terhadap bentuk (rupa sanna) berakhir;
dengan mencapai alam kesadaran ‘Kesadaran tak
terbatas’, maka persepsi terhadap alam ‘Ruang tak
terbatas’ berakhir; dengan mencapai alam kesadaran
‘Tiada sesuatu apapun’, maka persepsi terhadap alam
‘Kesadaran tak terbatas’ berakhir; dengan mencapai alam
kesadaran ‘Bukan persepsi dan bukan tidak persepsi’, maka persepsi
terhadap alam ‘Tiada sesuatu apapun’ berakhir; dengan
mencapai alam kesadaran ‘Padamnya perasaan dan
persepsi’, maka perasaan dan persepsi berakhir.
Inilah sembilan hal yang harus direalisasi.
Demikianlah, sembilanpuluh hal ini adalah benar (bhuta), nyata
(taccha), harus demikian (tatha), bukan sebaliknya
(avitatha), tidak dapat salah (anannatha); dan hal ini
semua telah dipahami oleh Sang Tathagata, Buddha Yang
Maha Sempurna.
- Kawan-kawan, terdapat sepuluh hal (dasa dhamma) yang banyak membantu
(bahukara), sepuluh hal yang harus dikembangkan
(bhavetabba), sepuluh hal yang harus diketahui
(parinneyya), sepuluh hal yang harus disingkirkan
(pahatabba), sepuluh hal yang membawa kemerosotan (hanabhagiya),
sepuluh hal yang membawa kemuliaan (visesabhagiya), sepuluh hal
yang sulit ditembus (dupativijjha), sepuluh hal yang
harus ditimbulkan (uppadetabba), sepuluh hal yang harus
dimengerti sepenuhnya (abhinneyya), dan sepuluh hal yang
harus direalisasi (sacchikatabba).
- Apakah sepuluh hal yang banyak membantu itu? Sepuluh Ajaran
yang memberikan perlindungan (nathakarana dhamma).
Dalam hal ini, kawan-kawan, seorang bhikkhu memiliki
sila, hidup mengendalikan diri sesuai dengan Patimokkha, sempurna
dalam kelakuan dan sopan santun (acara gocara sampanno),
dapat melihat bahaya dalam kesalahan yang paling
kecil sekalipun dan tetap menjalankan latihan dalam
peraturan-peraturan latihan (sikkhapada).
Demikianlah, kawan-kawan, seorang bhikkhu memiliki
sila, hidup mengendalikan diri sesuai dengan patimokkha, sempurna
dalam kelakuan dan sopan santun (acara gocara sampanno),
dapat melihat bahaya dalam kesalahan yang paling
kecil sekalipun dan tetap menjalankan latihan dalam
peraturan-peraturan latihan (sikkhapada). Inilah
Ajaran yang memberikan perlindungan.
Begitu juga, kawan-kawan, seorang bhikkhu banyak
mendengar, mengingat dan menimbun apa yang telah didengar. Ajaran
apapun yang indah pada permulaan, indah pada pertengahan
dan indah pada akhir, sempurna baik dalam isi maupun
bahasanya, yang menyatakan kehidupan suci yang murni;
maka ajaran-ajaran itu telah banyak ia dengar, telah
ia ingat, telah ia timbun dengan membacakan ulang,
telah ia renungkan dalam pikiran dan kebenarannya
telah ia tembus dengan baik. Demikianlah, kawan-kawan,
seorang bhikkhu banyak mendengar, mengingat dan menimbun apa
yang telah didengar. Ajaran apa pun yang indah pada permulaan,
indah pada pertengahan dan indah pada akhir,
sempurna balk dalam isi maupun bahasanya, yang
menyatakan kehidupan suci yang murni; maka
ajaran-ajaran itu telah banyak ia dengar, telah ia ingat,
telah ia timbun dengan membacakan ulang, telah ia renungkan
dalam pikiran, dan kebenarannya telah ia tembus dengan baik.
Inilah Ajaran yang memberikan perlindungan.
Begitu juga, kawan-kawan, seorang bhikkhu merupakan
sahabat, kawan, sekutu yang berwatak baik. Demikianlah, kawan-kawan,
seorang bhikkhu merupakan sahabat, kawan, sekutu yang
berwatak baik. Inilah Ajaran yang memberikan
perlindungan.
Begitu juga, kawan-kawan, seorang bhikkhu memiliki
sifat lemah lembut, ramah-tamah dan rendah hati; ia seorang
pemaaf dan bersedia menerima peringatan dengan sikap hormat.
Demikianlah, kawan-kawan, seorang bhikkhu memiliki sifat
lemah lembut, ramah-tamah dan rendah hati; ia seorang
pemaaf dan bersedia menerima peringatan dengan sikap
hormat. Inilah Ajaran yang memberikan perlindungan.
Begitu juga, kawan-kawan, seorang bhikkhu rajin dan
tidak malas bilamana terdapat tugas-tugas yang harus dikerjakan
bagi sesama teman kehidupan suci yang lebih senior; ia
mempergunakan akal dan pertimbangan dalam cara-cara
melaksanakan tugas-tugas yang harus dikerjakannya,
mampu menyelesaikan dan mampu mengaturnya.
Demikianlah, kawan-kawan, seorang bhikkhu rajin dan tidak malas
bilamana terdapat tugas-tugas yang harus dikerjakan bagi
sesama teman kehidupan suci yang lebih senior; ia
mempergunakan akal dan pertimbangan dalam cara-cara
melaksanakan tugas-tugas yang harus dikerjakannya,
mampu menyelesaikan dan mampu mengaturnya. Inilah
ajaran yang memberikan perlindungan.
Begitu juga, kawan-kawan, seorang bhikkhu mencintai
ajaran (dhamma kamo), senang membicarakannya (piya samudaharo),
benar-benar bergembira dalam Ajaran dan Peraturan yang mulia
(abhidhamme abhivinaye). Demikianlah, kawan-kawan,
seorang bhikkhu mencintai ajaran (dhamma kamo),
senang membicarakannya (piya samudaharo), benar-benar
bergembira dalam Ajaran dan Peraturan yang mulia
(abhidhamme abhivinaye). Inilah ajaran yang memberikan
perlindungan.
Begitu juga, kawan-kawan, seorang bhikkhu merasa puas
dengan macam jubah, makanan, tempat tinggal dan obat-obat
dan perlengkapan sewaktu sakit apapun. Demikianlah, kawan-kawan,
seorang bhikkhu merasa puas dengan macam jubah,
makanan, tempat tinggal dan obat-obat dan
perlengkapan sewaktu sakit apapun. Inilah ajaran yang
memberikan perlindungan.
Begitu juga, kawan-kawan, seorang bhikkhu hidup
dengan memiliki semangat untuk menyingkirkan hal-hal yang tidak
baik dan untuk menimbulkan hal-hal yang baik; ia berjuang
keras, teguh dan tidak pernah mundur dalam hal-hal
yang baik. Demikianlah, kawan-kawan, seorang bhikkhu
hidup dengan memiliki semangat untuk menyingkirkan
hal-hal yang tidak baik dan untuk menimbulkan hal-hal
yang baik; ia berjuang keras, teguh dan tidak pernah
mundur dalam hal-hal yang baik. Inilah ajaran yang memberikan
perlindungan.
Begitu juga, kawan-kawan, seorang bhikkhu memiliki
kesadaran, memiliki kesadaran yang disertai wawasan sempurna,
mengenang dan mengingat apa yang sudah lama pernah dilakukan
dan diucapkan. Demikianlah, kawan-kawan, seorang
bhikkhu memiliki kesadaran, memiliki kesadaran yang
disertai wawasan sempurna, mengenang dan mengingat
apa yang sudah lama pernah dilakukan dan diucapkan.
Inilah ajaran yang memberikan perlindungan.
Begitu juga, kawan-kawan, seorang bhikkhu memiliki
kebijaksanaan, memiliki pandangan terang ke dalam, timbul dan
lenyapnya (segala sesuatu yang berkondisi), memiliki pandangan
terang yang merupakan penembusan dari para Ariya yang
membawa pada penghancuran mutlak atas penderitaan.
Demikianlah, kawan-kawan, seorang bhikkhu memiliki
kebijaksanaan, memiliki pandangan terang ke dalam,
timbul dan lenyapnya (segala sesuatu yang berkondisi),
memiliki pandangan terang yang merupakan penembusan dari para
Ariya yang membawa pada penghancuran mutlak atas penderitaan.
Inilah ajaran yang memberikan perlindungan. Inilah
sepuluh hal yang banyak membantu.
- Apakah sepuluh hal yang harus dikembangkan itu? Sepuluh penguasaan
atas obyek kasina, yaitu: Seseorang berulang kali
dapat mencerap kasina tanah yang terletak di atas, di
bawah atau di sisi secara sama dan tanpa batas.
Seseorang berulang kali dapat mencerap kasina air
yang terletak di atas, di bawah atau di sisi secara sama
dan tanpa batas. Seseorang berulang kali dapat mencerap kasina
api yang terletak di atas, di bawah atau di sisi secara
sama, dan tanpa batas. Seseorang berulang kali dapat
mencerap kasina udara yang terletak di atas, di bawah
atau di sisi secara sama, tanpa batas. Seseorang
berulang kali dapat mencerap kasina warna nila yang
terletak di atas, di bawah atau di sisi secara sama
dan tanpa batas. Seseorang berulang kali dapat mencerap kasina
warna kuning yang terletak di atas, di bawah atau di sisi
secara sama, dan tanpa batas. Seseorang berulang kali
dapat mencerap kasina warna merah yang terletak di
atas, di bawah atau di sisi secara sama dan tanpa
batas. Seseorang berulang kali dapat mencerap kasina
warna putih yang terletak di atas, di bawah atau di sisi
secara sama dan tanpa batas. Seseorang berulang kali dapat mencerap
kasina ruang yang terletak di atas, di bawah atau di
sisi secara sama dan tanpa batas. Seseorang berulang
kali dapat mencerap kasina kesadaran yang terletak di
atas, di bawah atau di sisi secara sama dan tanpa
batas. Inilah sepuluh hal yang harus dikembangkan.
- Apakah sepuluh hal yang harus diketahui itu? Sepuluh landasan
(kontak indera), yaitu: landasan mata, landasan
bentuk-bentuk yang dapat dilihat; landasan telinga,
landasan suara; landasan hidung, landasan bau-bauan;
landasan lidah, landasan rasa; landasan tubuh,
landasan sentuhan. Inilah sepuluh hal yang harus diketahui.
- Apakah sepuluh hal yang harus disingkirkan itu? Sepuluh hal
yang salah (micchatta), yaitu: pandangan salah; pikiran
salah; ucapan salah; perbuatan salah; penghidupan
salah; usaha salah; perhatian salah; konsentrasi
salah; pengetahuan salah; kebebasan salah. Inilah
sepuluh hal yang harus disingkirkan.
- Apakah sepuluh hal yang membawa kemerosotan itu? Sepuluh arah
perbuatan buruk (dasa akusalakammapatha), yaitu: membunuh,
mencuri, berzinah, berbohong, kata-kata kasar,
kata-kata memfitnah, omong kosong, keserakahan,
itikad jahat, pandangan salah. Inilah sepuluh hal
yang membawa kemerosotan.
- Apakah sepuluh hal yang membawa kemuliaan itu? Sepuluh arah
perbuatan baik (kusalakamma patha), yaitu: menahan diri dari
membunuh; menahan diri dari mencuri; menahan diri
dari berzinah; menahan diri dari berbohong; menahan
diri dari kata-kata kasar; menahan diri dari
kata-kata memfitnah; menahan diri dari omong kosong;
tidak serakah; tidak memiliki itikad jahat; memiliki
pandangan benar. Inilah sepuluh hal yang mambawa kemuliaan.
- Apakah sepuluh hal yang sulit ditembus itu? Sepuluh cara hidup
seorang Ariya (Ariyavasa). Dalam hal ini, kawan-kawan,
seorang bhikkhu telah menyingkirkan lima faktor,
memiliki enam faktor, telah menempatkan satu penjaga,
melaksanakan empat dasar pelaksanaan, telah membuang
pandangan-pandangan mengenai golongan, telah
benar-benar menghentikan pengejaran, lurus dalam pikirannya,
telah menenangkan kegiatan-kegiatan tubuh (kayasankhara), telah
terbebas dengan baik dalam pikiran dan kebijaksanaan.
Kawan-kawan, lima faktor apakah yang telah disingkirkan
oleh seorang bhikkhu itu? Dalam hal ini, kawan-kawan, seorang
bhikkhu telah menyingkirkan nafsu-nafsu indera (kama
chanda), itikad jahat (byapada), kemalasan dan
kelesuan (thinamiddha), kegelisahan dan kekhawatiran
(uddhaccakukkucca) dan keragu-raguan (vicikiccha).
Demikianlah, kawan-kawan, seorang bhikkhu telah
menyingkirkan lima faktor.
Kawan-kawan, enam faktor apakah yang dimiliki oleh
seorang bhikkhu itu? Dalam hal ini, kawan-kawan, seorang
bhikkhu pada saat melihat bentuk (rupa) melalui mata, ia tidak
gembira (sumano) jugs tidak kecewa (dummano); tapi ia
tetap seimbang, memiliki kesadaran dan pengertian
jelas. Pada saat mendengar suara (sadda) melalui
telinga, ia tidak gembira juga tidak kecewa; tetapi
ia tetap seimbang memiliki kesadaran dan pengertian
jelas. Pada saat mencium bebauan (gandha) melalui
hidung, ia tidak gembira juga tidak kecewa; tetapi ia tetap
seimbang, memiliki kesadaran dan pengertian jelas. Pada saat
mengecap rasa melalui lidah, ia tidak gembira juga tidak
kecewa; tetapi ia tetap seimbang, memiliki kesadaran
dan pengertian jelas. Pada saat merasakan sentuhan
(potthabba) melalui tubuh, ia tidak gembira juga
tidak kecewa, tetapi ia tetap seimbang, memiliki
kesadaran dan pengertian jelas. Pada saat mengetahui
obyek-obyek pikiran (dhamma) melalui pikiran, ia tidak gembira
juga tidak kecewa; tetapi ia tetap seimbang, memiliki
kesadaran dan pengertian jelas. Demikianlah,
kawan-kawan, seorang bhikkhu memiliki enam faktor.
Kawan-kawan, bagaimana seorang bhikkhu yang telah
menempatkan satu penjaga itu? Dalam hal ini, kawan-kawan, seorang
bhikkhu meletakkan penjaga dengan kesadaran penjaga batin.
Demikianlah kawan-kawan seorang bhikkhu telah
menempatkan satu penjaga.
Kawan-kawan, empat dasar pelaksanaan apakah yang
dilaksanakan oleh seorang bhikkhu itu? Dalam hal ini kawan-kawan,
seorang bhikkhu mempertimbangkan apakah sesuatu itu harus
dijalankan, apakah sesuatu itu harus dipertahankan,
apakah sesuatu itu harus dihindarkan, apakah sesuatu
itu harus disingkirkan. Demikianlah, kawan-kawan,
seorang bhikkhu melaksanakan empat dasar pelaksanaan.
Kawan-kawan, bagaimana seorang bhikkhu yang telah
membuang pandangan-pandangan mengenai golongan itu? Dalam hal
ini, kawan-kawan, bahwa pandangan-pandangan para pertapa dan
brahmana yang dianut oleh orang-orang sebagai dogma
itu, maka seorang bhikkhu telah membuang,
menyingkirkan, melepaskan, mengusir, melenyapkan,
menghancurkan dan meninggalkannya. Demikianlah,
kawan-kawan, seorang bhikkhu telah membuang pandangan-pandangan
mengenai golongan.
Kawan-kawan, bagaimana seorang bhikkhu yang telah
benar-benar menghentikan pengejaran itu? Dalam hal ini, kawan-kawan,
seorang bhikkhu telah menghentikan pengejaran terhadap
nafsu-nafsu indera, telah menghentikan pengejaran
terhadap perwujudan (tumimbal lahir), telah
menghentikan pengejaran terhadap pertanyaan-pertanyaan
keagamaan mengenai jiwa, asal mulanya, akhirnya dan lain-lain.
Demikianlah, kawan-kawan, seorang bhikkhu telah benar-benar
menghentikan pengejaran.
Kawan-kawan, bagaimana seorang bhikkhu yang lurus
dalam pikirannya itu? Dalam hal ini, kawan-kawan, seorang bhikku
menyingkirkan nafsu-nafsu indera dari dalam pikirannya,
menyingkirkan itikad jahat dari dalam pikirannya,
menyingkirkan kekejaman dari dalam pikirannya.
Demikianlah, kawan-kawan, seorang bikkhu lurus dalam
pikirannya.
Kawan-kawan, bagaimana seorang bhikkhu telah menenangkan
kegiatan-kegiatan tubuhnya itu? Dalam hal ini, kawan-kawan,
setelah seorang bhikkhu menyingkirkan perasaan-perasaan
bahagia dan tidak bahagia, menghilangkan
perasaan-perasaan senang dan tidak senang yang pernah
dirasakan sebelumnya, ia masuk dan berdiam dalam
Jhana keempat; yaitu suatu keadaan batin yang
benar-benar seimbang, yang memiliki perhatian murni (sati parisuddhi),
bebas dari perasan-perasaan bahagia dan tidak bahagia.
Demikianlah, kawan-kawan, seorang bhikkhu telah
menenangkan kegiatan-kegiatan tubuh.
Kawan-kawan, bagaimana seorang bhikkhu yang telah
terbebas dengan baik dalam pikiran itu? Dalam hal ini, kawan-kawan,
seorang bhikkhu membebaskan pikirannya dari nafsu indera,
membebasan pikirannya dari kebencian, membebaskan
pikirannya dari ketidaktahuan. Demikianlah,
kawan-kawan, seorang bhikkhu telah terbebas dengan
baik dalam pikiran.
Kawan-kawan, bagaimana seorang bhikkhu telah terbebas
dengan baik dalam kebijaksanaan? Dalam hal ini, kawan-kawan,
seorang bhikkhu mengerti keadaan pikirannya yang terbebas:
‘Nafsu-nafsu dalam diriku telah disingkirkan,
dipotong akarnya, menjadi seperti tonggak pohon
kelapa, tidak hidup, tidak dapat tumbuh lagi di masa
yang akan datang’; ‘kebencian dalam diriku telah disingkirkan,
telah dipotong akarnya, menjadi seperti tonggak pohon kelapa,
tidak hidup, tidak dapat tumbuh lagi di masa yang
akan datang’; ‘ketidaktahuan dalam diriku telah
disingkirkan, telah dipotong akarnya, menjadi seperti
tonggak pohon kelapa, tidak hidup, tidak dapat
tumbuh lagi di masa yang akan datang’. Demikianlah,
kawan-kawan, seorang bhikkhu telah terbebas dengan baik dalam
kebijaksanaan. Inilah sepuluh hal yang sulit ditembus.
- Apakah sepuluh hal yang harus ditimbuIkan itu? Sepuluh macam
persepsi, yaitu: persepsi terhadap hal-hal yang tidak indah;
persepsi terhadap kematian; persepsi terhadap
hal-hal yang menjijikkan pada makanan; persepsi
terhadap kebebasan dari segala sesuatu yang ada di
dunia; persepsi terhadap ketidakkekalan; persepsi
terhadap penderitaan dari apa yang tidak kekal; persepsi terhadap
tidak adanya inti yang kekal dari segala sesuatu yang
menderita; persepsi terhadap pelepasan; persepsi
terhadap keadaan tanpa nafsu; persepsi terhadap
pemadaman total (nirodha sanna). Inilah sepuluh hal
yang harus ditimbulkan.
- Apakah sepuluh hal yang harus dimengerti sepenuhnya itu? Sepuluh
sebab yang menghilangkan, yaitu: Dengan
pandangan-pandangan benar, maka pandangan-pandangan
salah menjadi hilang; berbagai hal buruk dan jahat
apapun yang timbul, terbentuk dari pandangan-pandangan
salah, maka semuanya itu menjadi hilang; dan berbagai hal baik
yang timbul karena pandangan-pandangan benar akan berkembang
dan menjadi sempurna.
Dengan pikiran benar, maka pikiran salah menjadi
hilang; berbagai hal buruk dan jahat apapun yang timbul, terbentuk
dari pikiran salah, maka semuanya itu menjadi hilang; dan
berbagai hal baik yang timbul karena pikiran benar
akan berkembang dan menjadi sempurna.
Dengan ucapan benar, maka ucapan salah menjadi
hilang; berbagai hal buruk dan jahat apapun yang timbul, terbentuk
dari ucapan salah, maka semuanya itu menjadi hilang; dan
berbagai hal baik yang timbul karena ucapan benar
akan berkembang dan menjadi sempurna.
Dengan perbuatan benar, maka perbuatan salah menjadi
hilang; berbagai hal buruk dan jahat apapun yang timbul, terbentuk
dari perbuatan salah, maka semuanya itu menjadi hilang;
dan berbagai hal baik yang timbul karena perbuatan
benar akan berkembang dan menjadi sempurna.
Dengan penghidupan benar, maka penghidupan salah
menjadi hilang; berbagai hal buruk dan jahat timbul, terbentuk
dari penghidupan salah, maka semuanya itu menjadi hilang; dan
berbagai hal baik yang timbul karena penghidupan
benar akan berkembang dan menjadi sempurna.
Dengan usaha benar, maka usaha salah menjadi hilang;
berbagai hal buruk dan jahat apapun yang timbul, terbentuk dari
usaha salah, maka semuanya itu menjadi hilang; dan berbagai
hal baik yang timbul karena usaha benar akan
berkembang dan menjadi sempurna.
Dengan perhatian benar, maka perhatian salah menjadi
hilang; berbagai hal buruk dan jahat yang timbul, terbentuk
dari perhatian salah, maka semuanya itu menjadi hilang; dan
hal baik yang timbul karena perhatian benar akan
berkembang dan menjadi sempurna.
Dengan konsentrasi benar, maka konsentrasi salah
menjadi hilang; berbagai hal buruk dan jahat yang timbul, terbentuk
dari konsentrasi salah, maka semuanya itu menjadi hilang;
dan berbagai hal baik yang timbul karena konsentrasi
benar akan berkembang dan menjadi sempurna.
Dengan pengetahuan benar, maka pengetahuan salah
menjadi hilang; berbagai hal buruk dan jahat yang timbul, terbentuk
dari pengetahuan salah, maka semuanya itu menjadi hilang;
dan berbagai hal baik yang timbul karena pengetahuan
benar akan berkembang dan menjadi sempurna.
Dengan kebebasan benar, maka kebebasan salah menjadi
hilang; berbagai hal buruk dan jahat yang timbul, terbentuk
dari kebebasan salah, maka semuanya itu menjadi hilang; dan
berbagai hal baik yang timbul karena kebebasan benar akan
berkembang dan menjadi sempurna. Inilah sepuluh hal
yang harus dimengerti sepenuhnya.
- Apakah sepuluh hal yang harus direalisasi itu? Sepuluh hal
milik asekha (para arahat), yaitu: pandangan benar milik
asekha; pikiran benar milik asekha; ucapan benar
milik asekha; perbuatan benar milik asekha;
penghidupan benar milik asekha; usaha benar milik
asekha; perhatian benar milik asekha; konsentrasi benar
milik asekha; pengetahuan benar milik asekha; dan kebebasan
benar milik asekha. Inilah sepuluh hal yang harus direalisasi.
Demikianlah, seratus hal ini adalah benar (bhuta), nyata (taccha),
harus demikian (tatha), bukan sebaliknya (avitatha),
tidak dapat salah (anannatha); dan hal ini semua telah
dipahami oleh Sang Tathagata, Buddha Yang Maha
Sempurna.”
Demikianlah sabda Bhikkhu Sariputta, para bhikkhu merasa puas dan
bersuka cita mendengar sabda Bhikkhu Sariputta itu.